"Iya, kasihan ya Allah Rian..." Tak lama dokter pun keluar dari dalam ruang rawatnya dan temui mereka. "Keadaan nak Rian baik-baik saja sekarang, saya lihat kondisinya juga stabil dan tidak ada masalah apapun, mungkin pusing diakibatkan luka dikepalanya waktu itu. Saya sarankan dek Rian disegerakan meminum obatnya untuk menghilangkan rasa pusing." "Baik dok."Mereka langsung masuk ke dalam ruang rawat Rian terutama Delia yang lebih dulu memasukinya dan memegang tangan Rian. Menangisinya. "Rian, kamu yang kuat ya Yan.... Kamu bisa sembuh.... Aku disini buat kamu... Jangan khawatir Yan, aku akan selalu ada disamping kamu." ucap Delia, Rina mengusap pinggung Delia, mencoba menyabarkan. "Kita akan menikah Yan setelah ini... Kita akan menempuh bahtera rumah tangga dan kamu yang akan menjadi nahkodanya." ucap Delia namun tiba-tiba saja Rian membuka kedua matanya dan berkata. "Tidak akan." ucap Rian dan langsung membuat mereka semua tersentak bukan main. Melihat Rian membuka kedua matanya
Masih berapa lama lagi sih Jaka datangnya? Ia benar-benar tidak kuat mendengarnya. Kemudian muncullah Jaka disana membawa motornya. Dan dilihatnya beberapa orang saling berkumpul didepan rumah Ghea, masih saling membicarakan Ghea dan Jaka disana. "Kalo anak saya kayak gitu mah, bikin malu bu, udah nyomot suami orang, eh unung-ujungnya dinikahin lagi. Jadi omongan tetangga." "Saya juga selalu ngewanti-wanti anak saya bu supaya enggak kayak gitu." Jaka yang kesal dengan itu lantas berkata pada Ghea dengan tegas. "Biarin Ge kamu dikatain kayak gitu! Yang penting kamu enggak ngerugiin mereka! Kamu yang nikah kok orang yang sewot. Oh atau kamu pindah rumah aja ya Ge, deket om rumahnya. Atau kalau perlu satu rumah aja sama om biar mereka panas!" tandas Jaka membuat ibu-ibu itu langsung bubar dan masuk ke dalam rumah masing-masing. Ghea merasa cukup malu atas hal itu, dirinya menenangkan Jaka saat itu. "Udah om."Ghea segera naik ke atas motornya. "Ayo udah om jalan aja." ucap Ghea menyu
"Iya kayaknya harus panggil tukang, biar saya aja nanti mbak. Ini kan kios saya, saya yang berhak tanggung jawab." ucap Rian. "Saya punya tetangga yang suka benerin atap bocor." ucap Shanum. "Oh yaudah. Nanti kasih tahu aja ke orangnya." ujar Rian. Ghea kini dipanggil ke ruang rektorat, ia tidak menyangka setelah Gavin waktu itu dipanggil kini dirinya. "Ghea untuk uang semester lalu kamu belum bayar, kira-kira kapan kamu mau membayarnya?" tanya dosen itu, membuat Ghea tersentak mendengarnya. "Om Jaka belum membayar uang kuliahku? Apakah itu ada hubungannya sama pernikahan kita? Apa mungkin terlalu banyak pengeluaran membuat om Jaka jadi enggak punya uang buat membayar kuliahku? Hufft... Harusnya aku enggak terus-terusan bergantung sama om Jaka. Pokoknya habis ini aku harus nyari kerjaan." batin Ghea. Ghea pun memutuskan untuk mencari kerja sesaat setelah menghadiri kuliah, dirinya coba berkeliling jalan ke pusat kota Jakarta, sembari menyebar beberapa lamaran ke berbagai perus
Ghea mencoba untuk bangkit bangun dari duduknya namun tiba-tiba saja kakinya yang baru akan melangkah pergi kembali lagi dihalangi oleh pria itu. Membuat Sisil dan Hera geram, tapi sayangnya Ghea juga ikutan kesal dan langsung menumpahkan minuman milik pria itu ke kepalanya. Tentu saja membuat sang pria ikut marah, ia mengambil air putih milik Ghea dan langsung tumpahkan kembali ke ujung kepala Ghea. Berbalas dendam. Mereka basah kuyup. Ghea merasa sangat kesal dan langsung berniat mendorong dan mencakar pria itu, tapi sayangnya mahasiswa itu berhasil menghindar dan menghindar dari tiap serangannya. Ghea merasa sangat geregetan dengan pria itu dan hingga pada akhirnya berhasil memukulnya tapi keduluan ditampar setelahnya oleh kekasih pria itu. "Lo berani ya lawan cowok gue? Atau jangan-jangan mau mencoba sok imut biar deketin cowok gue?! Dasar pelakor! Harusnya lo tahu tempat dong! Udah pengen nikah hasil rampasan ini lagi mau ngerampas punya orang" tandasnya kesal. Ghea semakin kel
"Bukan, tapi yang buat aku luka adalah ibunya mahasiswi yang gegar otak itu." ucap Ghea sambil menangis. "Duh, tapi kan enggak harus sampai kayak gini. Dia niat balas dendam atau gimana? Kamu harusnya membela diri, bukannya mau aja dilukai seperti itu, disalahin seperti itu. Dia enggak seharusnya berbuat kayak gitu, toh anaknya gegar otak karena jatuh, bukan karena didorong sama kamu. Harusnya kamu mengatakan yang sebenarnya." "Aku enggak bisa om... Aku gak bisa kayak gitu. Aku bukan orang kayak om, ya gimana bisa, dianya langsung marah-marah kayak gitu, terus langsung nyakar, jambak, langsung buat aku terluka." Jaka menghela nafas. Ia coba menenangkan dirinya. "Yaudahlah, saya obati lukanya sekarang ya? Bisa minta tolong ambilkan obat merahnya?" tanya Jaka pada Kayla. Kayla langsung menuruti keinginannya, lalu berikan obat merah itu padanya. Ghea merasa kesakitan ketika diobati olehnya, sangat perih ketika luka itu dikenai obat merah. Mulai dari pergelangan tangan, sikut, ujung da
"Enggak mesti dilupain, tapi enggak mesti juga diawasin terus." "Gue enggak ngerti.." "Eh? Bagian mana yang gak ngerti?" tanya Diana. "Udah enggak usah dibahas lagi. Gue paham maksud lo. Makasih udah dijelasin." ucap Gavin yang langsung menutup teleponnya. Gavin membaringkan tubuhnya ke atas kasur lalu menghela nafasnya. Ia merasa sangat murung sekarang. Ditatapnya langit-langit kamar dan kembali menghela nafasnya. Apakah tindakannya ini salah?Apakah yang dikatakan oleh Diana.... Adalah suatu kebenaran? Baginya... Menerima kenyataan kalau ibu dan ayahnya memilih untuk menikah lagi adalah hal yang cukup menyakitkan, karena disamping ia tak lagi dihargai, dirinya juga merasa ditinggalkan. Tapi kenyataan kalau ia kini sudah dewasa... Adalah hal yang lebih menyakitkan lagi.... Untuk dirinya terima. Mungkin bagi Diana ini adalah hal yang cukup bisa ia terima. Tapi bagi Gavin, ia harus lebih membiasakan diri lagi untuk bisa menerimanya dengan baik. Satu hari menjelang diadakannya p
Malam harinya Jaka mampir ke rumah Ghea dengan membawakan sebungkus makanan dan sebuah gaun pengantin untuk dirinya pakai besok. Sangat cantik ketika Ghea coba pakai dan lihat pantulannya di kaca. Ia merasa benar-benar siap untuk menikah. Dua adiknya juga diberikan gaun yang begitu indah ketika dilihat, tak heran jika mereka terlihat jejingkrakan ketika melihat pantulan dirinya di kaca. Akad dan acara resepsi pernikahan akan dilangsungkan di rumah Ghea. Bahkan bisa terlihat seluruh bagian rumahnya saat ini didekor dengan sangat indah dan rapih berwarna abu-abu dan biru, Ghea berkata pada Jaka. "Makasih banyak ya om, gaunnya cantik banget. Cocok di aku." ucapnya. "Iya sama-sama. Kamu memang cocok pakai apa aja Ge. Soalnya kamu memang cantik sih." "Hehe.... Om bisa aja." Kayla langsung berkata. "Om, tadi siang kan mbak Ghea nangis lagi tahu." adunya yang langsung disenggol tangannya oleh Ghea. "Lemes banget sih." bisiknya. "Nangis lagi? Kok bisa? Kamu kenapa? Ayo cerita." tanya Jak
"Aku enggak tahu bude." "Aneh loh masa tetangga pada enggak diundang, ya lucu. Kayak ada yang dihindarin. Dimusuhin!" "Iya bude. Aku lama di Bogor jadi enggak tahu." Rian dan Gavin saling memperhatikan bagaimana Shanum membalas perkataannya. Cukup membuat tenang sih perkataannya, dan lebih ke arah menjaga nama baik Jaka. Padahal.... Entah apakah Jaka bertindak demikian atau tidak.Heh, sepertinya tidak.... Jaka bahkan barusan berkata hal tidak mengenakkan pada Shanum. Menjaga perasaan apanya... Ia hanya mementingkan egonya sendiri. Sangat mengesalkan.Beberapa orang disekitar Jaka saling berkata. "Eh itu Shanum ya?" "Kok bisa sih dia ngegandeng cowok baru? Berondong pula." "Keliatan banget juga kalau dia orang yang berada." "Profesinya manajer loh bu.""Masa sih? Wah hebat ya." Jaka yang mendengarnya langsung merasa kesal. Ia cukup gusar dengan pujian yang mereka lontarkan itu. Benar-benar tidak ingin dirinya dengar. Sore harinya mereka pun usai menghadiri pernikahan itu dan