*Sore hari.Suamiku kembali dari tempat kerjanya pukul setengah lima sore. Tumben sekali karena hari ini dia terlambat. Biasanya di hari Jumat sore dia pasti pulang lebih cepat untuk pergi bermain tenis dengan teman-temannya. Termasuk bermain dengan Dokter Okan yang pernah memberinya pengaruh buruk."Tumben Jumat ini kau terlambat?""Aku..." Kalau gitu nampak ragu tapi kemudian saat ia telah selesai melepas jasnya dan menggantungnya, dia datang ke hadapanku."Dinda menungguku sampai jam kerja berakhir, jadi setelah pulang tadi aku dan dia pergi makan. Apa Kau keberatan?"Hahaha, meski aku bilang tidak, tetap saja dia tahu persis kalau aku tidak senang. Kurasa tidak ada artinya membatasi interaksi mereka berdua, karena semakin aku mengekang, mereka akan terus punya cara untuk berjumpa secara diam-diam. Sebaliknya ketika seorang laki-laki sudah diberikan kebebasan, mereka akan mulai kehilangan minat dan merasa bahwa hubungan yang mereka jalani secara tertutup tidak lagi menantang.
Napas pagi terasa lebih dingin dari biasanya, mungkin karena keberadaan suami sedang di tempat lain. Embun tipis membasahi kelopak bunga, sementara angin tipis menyisir s sudut rumah saat aku membuka jendela. Kubiarkan hawa berebut masuk, sembari berharap bahwa aku bisa sedikit mendapatkan ketentraman.Usai sarapan kuantarkan anak-anak ke mobil jemputan, lalu aku kembali masuk untuk membereskan meja makan.Ting.Bel pintu berdenting dari monitor yang terlihat dari dapur aku bisa melihat bahwa yang datang adalah ibuku.Aku berlari ke pintu untuk menjemputnya, kubuka dan kusambut uluran tangannya lalu mengajak beliau masuk."Kau sendirian?""Iya.""Apa dokter Widi berangkat pagi-pagi?""Dia tidak menginap di sini."Aku berusaha tersenyum tapi Ibuku malah memandang diri ini dengan tatapan aneh, dia melihat senyum kepalsuanku sambil berdecak miris dan menggelengkan kepalanya."Kalau tidak rela Kenapa diizinkan.""Aku sedang berusaha untuk rela, sembari berdamai dengan kenyataan, menerim
Seperti yang kukatakan kalau aku akan pergi berlibur, maka tanpa berkoordinasi pada siapapun, aku menyiapkan tiket dan semua keperluan yang akan kubutuhkan di luar negeri nanti.Aku memakai uang tabunganku kemudian membeli pakaian dan jaket yang mungkin akan cocok di musim dingin yang sedang berlangsung di Australia. Aku juga mau beli sepatu dan topi kemudian koper baru. Kupegang semua perlengkapanku termasuk perlengkapan mandi dan kosmetik lalu memasukkannya ke dalam koper. Tepat saat aku selesai mengemas koper mas Widi tiba dari rumah sakit dan kebetulan membuka pintu kamar."Kau mau ke mana tanya lelaki itu yang terkejut melihat koper besar sudah siap di atas tempat tidur.""Oh aku lupa memberitahumu aku berencana pergi berlibur.""Mengejutkan sekali... Kenapa ini mendadak sekali.""Bukannya aku sudah memberitahumu dari kemarin kalau aku membutuhkan hiburan dan healing.""Tapi, bagaimana dengan anak anak?""Kau dan Dinda akan menjaganya," jawabku enteng. Akan kulimpahkan semua tang
Aku dan anak anak masih berbincang saat mas Widi keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah rapi, siap untuk berangkat kerja.Melihatku yang juga sudah rapi dan siap ke bandara lelaki itu hanya menatapku dengan tatapan sejuta makna."Kau yakin mau pergi sejauh itu? Bukankah kau tidak pernah melakukan perjalanan keluar.""Karena itulah aku ingin mencobanya," jawabku antusias."Tapi di sana Kau tidak kenal siapa-siapa, kau tidak tahu jalan dan rute juga tidak punya keluarga.""Setidaknya aku bisa berbahasa Inggris, aku bisa bertanya rute dan hotel terdekat. Jangan khawatir, aku bukan anak kecil.""Dengar, ada Dokter Jodi Hendrawan, dia dokter spesialis anak yang tinggal di sana. Dia teman seangkatanku yang dekat denganku saat kami kuliah dulu. Aku memintanya untuk membantumu selama kau berlibur, Jadi kau tidak perlu khawatir, dia juga akan menjemputmu di bandara.""Wah, bagus sekali aku senang karena untuk pertama kalinya kau cepat tanggap dan menyiapkan apa yang kuinginkan," ucapku
Ada yang tidak kujelaskan sejak awal, jauh hari sebelum aku benar-benar memutuskan pergi, aku memang sudah memasukkan negara kanguru sebagai daftar wishlist tempat yang ingin kukunjungi. Bahkan aku bermimpi pergi ke sana jauh sebelum Mas Widi melakukan semua perbuatannya itu. Aku menabung dan menunggu uangku cukup agar kami sekeluarga bisa berangkat tapi sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Alhasil, aku putuskan untuk pergi berlibur sendiri.Aku mengurus Visa untuk kunjungan ke Australia satu bulan sebelumnya, saat kami sedang berada di puncak konflik begitu aku mengetahui dia dekat dengan Rani. Aku menunda keberangkatan, menunggu semuanya membaik tapi sayang, takdir berkata lain. Alhamdulillah semua proses pengajuan izin kunjung luar negeri dimudahkan sehingga dalam waktu kurang dari sebulan, visa itu sudah terbit dan sudah bisa digunakan.*Kembali ke tempatku sekarang, Selesai berendam di bak mandi hangat dengan bathboom yang wangi, aku beranjak ke tempat tidur. Kujatuhkan di
Aku melihatnya, melihat pesan yang dikirim anakku dari tablet pribadinya, benda itu tersambung ke wifi rumah dan WA. Jadi dia memberitahuku apa yang terjadi sebenarnya."Bunda... kami di sini kacau, ayah ga bisa urus kami dengan benar, baju yang seharusnya dipakai di hari Senin, dipakaikan hari ini, baju hari Kamis enggak tahu kemana, bekal juga kacau, Temannya ayah bekalin kami roti Gandum coklat, nasi ayam goreng, permen coklat warna warni dan cake buah, semuanya gula."Aku memang terbiasa untuk mengajarkan anak-anak tentang nutrisi di mana mereka tidak boleh terlalu banyak makan karbohidrat dan gula. Dari kecil aku selalu mengedukasi putra-putriku tentang nutrisi dan gizi yang seimbang, dimana mereka juga harus makan sayur dan serat. Ah, benar benar.(Lalu apa kalian makan?)(Tentu, tapi tak habis, kami lapar, kami tidak sarapan, Tante Dinda kebingungan. Ayah juga bingung.)(Beritahu ayah agar dia berusaha lebih keras lagi mengurus kalian. Bunda sedang ada urusan.)(Lagian kenapa
"Kenapa kau buat percakapan di antara kita menjadi panas? Kenapa kau selalu tidak melewatkan kesempatan untuk bertengkar denganku?""Sejak kau menorehkan luka yang menyakitkan Aku berjuang keras untuk menyembuhkannya. Aku dengan segala kerapuhanku, berjuang dalam badai yang tiba tiba kau timpakan ke dalam kehidupanku. Apa kau sadar, sumber masalah dan kekejaman ini adalah kau?!""Hah...." Pria itu mendengkus kemudian mengalihkan tatapan sambil menopangkan kepalanya di tangan. Dia terlihat menunduk di atas meja kerjanya sementara layar video call masih terus bergulir di antara kami."Aku juga ingin bertanya, Kenapa di Dinda membekali anak dengan coklat dan permen warna-warni. Kenapa Dia memberikan roti Gandum bersamaan dengan cake! Apa wanita itu tidak tahu perhitungan nutrisi!""Dengar Syifa, tidak semua wanita pintar dan teredukasi tentang kesehatan seperti dirimu. Dia memang pintar tapi dia pintar berbisnis, bukan pintar mengelola keluarga.""Karena dia sudah jadi bagian keluarga
Pukul empat tadi, aku dijemput Adrian menuju Sidney Harbour. Di dermaga dengan pemandangan gedung Opera house dan latar belakang jembatan ikonik yang membentang megah, aku dan dia duduk sambil menikmati hangatnya matahari sore.Aku dan dia membeli dua gelas kopi mocca di Starbuck, lalu membagi sandwich berukuran besar di antara kami. Pria itu makan dengan antusias, sementara aku lebih santai menikmati suasana, merasakan angin yang meniup wajahku, menikmati deburan ombak yang menyapa sisi dermaga, kicau burung pelikan yang riuh, serta suasana dermaga yang cukup bersih. Sungguh, vibesnya berbeda daripada keadaan di negaraku."Boleh bertanya, ada hal yang mengherankan saat aku pertama kali berjumpa denganmu, hal itu jadi pertanyaannya dan terus-menerus bergelayut dalam benakku. Aku heran, kenapa kau melakukan perjalanan sendiri?"Aku tersenyum menatap lelaki yang mengenakan jaket kulit dengan syal berwarna coklat itu, dia balas menatapku lekat, aku aneh dengan cara ia melihat, tapi