Seperti yang kukatakan kalau aku akan pergi berlibur, maka tanpa berkoordinasi pada siapapun, aku menyiapkan tiket dan semua keperluan yang akan kubutuhkan di luar negeri nanti.Aku memakai uang tabunganku kemudian membeli pakaian dan jaket yang mungkin akan cocok di musim dingin yang sedang berlangsung di Australia. Aku juga mau beli sepatu dan topi kemudian koper baru. Kupegang semua perlengkapanku termasuk perlengkapan mandi dan kosmetik lalu memasukkannya ke dalam koper. Tepat saat aku selesai mengemas koper mas Widi tiba dari rumah sakit dan kebetulan membuka pintu kamar."Kau mau ke mana tanya lelaki itu yang terkejut melihat koper besar sudah siap di atas tempat tidur.""Oh aku lupa memberitahumu aku berencana pergi berlibur.""Mengejutkan sekali... Kenapa ini mendadak sekali.""Bukannya aku sudah memberitahumu dari kemarin kalau aku membutuhkan hiburan dan healing.""Tapi, bagaimana dengan anak anak?""Kau dan Dinda akan menjaganya," jawabku enteng. Akan kulimpahkan semua tang
Aku dan anak anak masih berbincang saat mas Widi keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah rapi, siap untuk berangkat kerja.Melihatku yang juga sudah rapi dan siap ke bandara lelaki itu hanya menatapku dengan tatapan sejuta makna."Kau yakin mau pergi sejauh itu? Bukankah kau tidak pernah melakukan perjalanan keluar.""Karena itulah aku ingin mencobanya," jawabku antusias."Tapi di sana Kau tidak kenal siapa-siapa, kau tidak tahu jalan dan rute juga tidak punya keluarga.""Setidaknya aku bisa berbahasa Inggris, aku bisa bertanya rute dan hotel terdekat. Jangan khawatir, aku bukan anak kecil.""Dengar, ada Dokter Jodi Hendrawan, dia dokter spesialis anak yang tinggal di sana. Dia teman seangkatanku yang dekat denganku saat kami kuliah dulu. Aku memintanya untuk membantumu selama kau berlibur, Jadi kau tidak perlu khawatir, dia juga akan menjemputmu di bandara.""Wah, bagus sekali aku senang karena untuk pertama kalinya kau cepat tanggap dan menyiapkan apa yang kuinginkan," ucapku
Ada yang tidak kujelaskan sejak awal, jauh hari sebelum aku benar-benar memutuskan pergi, aku memang sudah memasukkan negara kanguru sebagai daftar wishlist tempat yang ingin kukunjungi. Bahkan aku bermimpi pergi ke sana jauh sebelum Mas Widi melakukan semua perbuatannya itu. Aku menabung dan menunggu uangku cukup agar kami sekeluarga bisa berangkat tapi sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Alhasil, aku putuskan untuk pergi berlibur sendiri.Aku mengurus Visa untuk kunjungan ke Australia satu bulan sebelumnya, saat kami sedang berada di puncak konflik begitu aku mengetahui dia dekat dengan Rani. Aku menunda keberangkatan, menunggu semuanya membaik tapi sayang, takdir berkata lain. Alhamdulillah semua proses pengajuan izin kunjung luar negeri dimudahkan sehingga dalam waktu kurang dari sebulan, visa itu sudah terbit dan sudah bisa digunakan.*Kembali ke tempatku sekarang, Selesai berendam di bak mandi hangat dengan bathboom yang wangi, aku beranjak ke tempat tidur. Kujatuhkan di
Aku melihatnya, melihat pesan yang dikirim anakku dari tablet pribadinya, benda itu tersambung ke wifi rumah dan WA. Jadi dia memberitahuku apa yang terjadi sebenarnya."Bunda... kami di sini kacau, ayah ga bisa urus kami dengan benar, baju yang seharusnya dipakai di hari Senin, dipakaikan hari ini, baju hari Kamis enggak tahu kemana, bekal juga kacau, Temannya ayah bekalin kami roti Gandum coklat, nasi ayam goreng, permen coklat warna warni dan cake buah, semuanya gula."Aku memang terbiasa untuk mengajarkan anak-anak tentang nutrisi di mana mereka tidak boleh terlalu banyak makan karbohidrat dan gula. Dari kecil aku selalu mengedukasi putra-putriku tentang nutrisi dan gizi yang seimbang, dimana mereka juga harus makan sayur dan serat. Ah, benar benar.(Lalu apa kalian makan?)(Tentu, tapi tak habis, kami lapar, kami tidak sarapan, Tante Dinda kebingungan. Ayah juga bingung.)(Beritahu ayah agar dia berusaha lebih keras lagi mengurus kalian. Bunda sedang ada urusan.)(Lagian kenapa
"Kenapa kau buat percakapan di antara kita menjadi panas? Kenapa kau selalu tidak melewatkan kesempatan untuk bertengkar denganku?""Sejak kau menorehkan luka yang menyakitkan Aku berjuang keras untuk menyembuhkannya. Aku dengan segala kerapuhanku, berjuang dalam badai yang tiba tiba kau timpakan ke dalam kehidupanku. Apa kau sadar, sumber masalah dan kekejaman ini adalah kau?!""Hah...." Pria itu mendengkus kemudian mengalihkan tatapan sambil menopangkan kepalanya di tangan. Dia terlihat menunduk di atas meja kerjanya sementara layar video call masih terus bergulir di antara kami."Aku juga ingin bertanya, Kenapa di Dinda membekali anak dengan coklat dan permen warna-warni. Kenapa Dia memberikan roti Gandum bersamaan dengan cake! Apa wanita itu tidak tahu perhitungan nutrisi!""Dengar Syifa, tidak semua wanita pintar dan teredukasi tentang kesehatan seperti dirimu. Dia memang pintar tapi dia pintar berbisnis, bukan pintar mengelola keluarga.""Karena dia sudah jadi bagian keluarga
Pukul empat tadi, aku dijemput Adrian menuju Sidney Harbour. Di dermaga dengan pemandangan gedung Opera house dan latar belakang jembatan ikonik yang membentang megah, aku dan dia duduk sambil menikmati hangatnya matahari sore.Aku dan dia membeli dua gelas kopi mocca di Starbuck, lalu membagi sandwich berukuran besar di antara kami. Pria itu makan dengan antusias, sementara aku lebih santai menikmati suasana, merasakan angin yang meniup wajahku, menikmati deburan ombak yang menyapa sisi dermaga, kicau burung pelikan yang riuh, serta suasana dermaga yang cukup bersih. Sungguh, vibesnya berbeda daripada keadaan di negaraku."Boleh bertanya, ada hal yang mengherankan saat aku pertama kali berjumpa denganmu, hal itu jadi pertanyaannya dan terus-menerus bergelayut dalam benakku. Aku heran, kenapa kau melakukan perjalanan sendiri?"Aku tersenyum menatap lelaki yang mengenakan jaket kulit dengan syal berwarna coklat itu, dia balas menatapku lekat, aku aneh dengan cara ia melihat, tapi
Aku kembali ke Jakarta setelah 2 hari pertemuan terakhirku dengan Adrian Laksono. Aku kembali menggunakan maskapai yang sama. Katanya Mas Widi akan menjemputku di bandara. Dia bilang dia tidak sabar ingin segera berjumpa dan bicara banyak.Sebenarnya saat dia mengatakan ingin bicara aku sudah terbebani dan membayangkan banyak hal, begitu menumpuknya beban dan terkaan dalam benakku, sekiranya tentang apa yang akan dibicarakan suamiku. Restu keluarga sudah mereka dapatkan, rumah juga sudah mereka miliki, apakah sekarang, mereka akan minta dinikahkan dengan resmi? Ah, semakin dipikir, semakin terbebani dan pusing diri ini.*Pesawatku mendarat dengan mulus di bandara Soekarno Hatta. Seperti biasa aku mengantri mengambil tas, lalu menyusuri lorong besar yang dipenuhi manusia lalu lalang menuju pintu keluar bandara.Katanya Mas Widi sudah menunggu di bagian penjemputan penumpang. Kuharap ia membawa anak anak dengannya. Aku rindu ingin memeluk mereka.*Sungguh jauh api dari panggang, ku
Menyadari dan tahu kalau kunci ada padanya, tanpa banyak bertanya lagi, kuhampiri wanita itu dan kurebut kunci yang dia pegang dengan kasar."Terima kasih sudah menjaga kunci rumah kini aku akan mengambilnya lagi."Wanita itu terkejut, ia meringis, tangannya sakit. Dia menatap pada Mas Widi untuk minta dibela, tapi si Lelaki tidak membelanya, selain hanya menggeleng tipis agar dia tidak melawan. Aku yakin wanita itu merasa geram pada Mas Widi karena sejak tadi lelaki itu hanya mengalah padaku, sesekali dia pasti ingin sekali dibela, dia ingin menyaksikan aku dimarahi Mas Widi. Saat pintu rumah sudah terbuka, suamiku masuk dan Dinda ingin mengikutinya tapi aku menghalanginya."Tidak, jangan masuk," ucapku di ambang pintu."Kenapa, apa begini cara menyambut tamu?""Apa kau merasa dirimu sebagai tamu? bukankah 2-3 hari yang lalu kau anggap dirimu sebagai Nyonya rumah yang bebas membersihkan, mengatur, memasak dan menyiapkan segalanya. Apa kau lupa?!""Jadi sekarang aku tidak boleh ma
Kudengar pembicaraan saat berkunjung terakhir kali ke kantor polisi, berdasarkan pasal 354 dan 353 KUHP tentang penganiayaan berat dan penganiayaan berencana, maka Dinda terancam dituntut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda. Usut punya usut, wanita itu sejak awal memang sudah merencanakan untuk mencelakakan orang lain, ditambah dengan keterangan saksi dan laporan pria yang ditangkap kemarin, bahwa dia memang dibayar oleh Dinda agar menusuk diriku dan mencelakakan diri ini.*Jangan tanya seberapa besar keluarganya berusaha untuk menyelamatkan wanita itu dari tuntutan penjara. Berulang kali staff dari keluarganya mencoba menemuiku dan meyakinkan diri ini untuk tidak memberikan kesaksian, aku juga diiming-imingi uang dan rumah baru juga pekerjaan yang layak tapi aku menolaknya.Pada akhirnya lelaki yang sudah lelah membujuk diriku itu kemudian berkata,"Mengingat betapa baiknya hubungan Anda di masa lalu dengan Nyonya Dinda. Saya rasa Anda harus mulai bermurah hati kepadanya.
Saat polisi menggiring Dinda keluar dari rumah sakit banyak orang-orang yang memperhatikan peristiwa itu. Mereka berkerumun dan membicarakan peristiwa yang bagaikan drama itu. Berulang kali Dinda mencoba melepaskan diri dan menjerit serta berteriak. Dia bilang dia tidak bisa ditangkap karena keluarganya akan segera melindunginya tapi itu tidak urung membuat polisi terus membawa wanita itu ke atas mobil patroli dan meluncur pergi. Kuhela napas pelan setelah keadaan mulai mereda, orang-orang kembali ke ruangan dan posisi mereka, pun Syifa yang sudah dibaringkan di tempat tidur dan ditenangkan oleh suaminya."Maafkan aku, andai aku tidak datang kemari untuk menjenguk Syifa mungkin Dinda juga tidak akan datang dan melakukan itu.""Jangan salahkan dirimu," ujar Syifa.Usai menyelimuti Syifa Adrian mendekatiku Dia memberi isyarat agar kami berdua bicara ke suatu tempat. "Ayo kita bicara fisiknya sambil mengarahkanku dan membukakan pintu untukku. Kami berjalan perlahan ke arah balkon da
Dua hari kemudian.Aku sengaja membeli bunga lili dan lavender juga sedikit mawar merah untuk kurangkai di sebuah buket lalu kubawakan untuk Syifa yang keadaannya sudah mulai membaik di rumah sakit.Kutemui wanita yang sudah mulai pulih itu dan sudah bisa duduk serta tersenyum di tempat tidurnya."Apa kabarmu?" tanyaku. Aku menyalaminya dan dia menyambutku dengan senyum hangat, kondisi dirinya yang sedang hamil 6 bulan membuatnya nampak sulit bergerak dan sedikit gemuk."Aku baik. Aku semakin membaik.""Bagaimana dengan lukanya.""Memang nyeri, tapi aku baik baik saja," balasnya."Kau memang kuat.""Alhamdulillah.""Tapi kenapa kau mau melakukan itu untuk melindungiku. Andai kau biarkan saja lelaki itu menyerangku agar kau tidak mengalami hal seperti ini?""Tidak, Mas, aku merasa berguna menyelamatkanmu.""Tapi kau juga punya bayi di dalam perutmu bagaimana kalau bayi itu sampai meninggal gara-gara aku? Aku yakin suamimu tidak akan memaafkanku.""Tidak, Adrian tidak menyalahkanmu, dia
Aku bisa menangkap kemarahan pria itu, pria yang punya perusahaan multinasional dan cukup terkenal itu dia tidak akan melepaskan pelaku penusukan terhadap istrinya juga dalang dibaliknya.Tidak akan butuh waktu lama untuk tahu dan menangkap pelaku penusukan. Cukup memeriksa CCTV Rumah Sakit lalu memeriksa plat motor yang digunakan pelaku untuk melarikan diri dan tak lama kemudian polisi tidak akan kesulitan untuk melacak keberadaan pria tersebut, lalu menangkap dan mengintrogasinya kemudian mengungkap siapa pelaku di balik semua ini.Seperti yang kuduga, 10 menit kemudian Adrian didatangi oleh beberapa orang polisi Dia terlihat berbicara dengan serius dan mengantarkan petugas itu ke ruangan istrinya, polisi melihat keadaan Syifa dari balik kaca ruang perawatan dan terlihat mengerti apa yang diperintahkan oleh Adrian."Kami akan memeriksa kamera pengawas dan kami berjanji akan menemukan pelakunya secepatnya.""Istriku tidak pernah punya musuh bertengkar atau menyakiti orang lain saya
Aku dinaikkan kembali ke kursi roda lalu didorong dan dibawa masuk ke ruang tunggu. Bunda menangis dan pergi melihat mantan menantunya yang kini sedang kalang kabut ditolongi oleh dokter. Adrian juga nampak panik, terlihat berlari ke arah apotek untuk mencari kantung darah dan beberapa alat yang diperlukan. "Dorong ayah masuk ke UGD," ujarku pada anak anak."Dokter bilang nggak boleh masuk," ujar putriku dengan mata sembab."Kita harus liat keadaan Bunda.""Bunda ga sadar, dia dipasangi selang oksigen," ujar anak sulungku. Dengan didorong oleh mereka berdua kami tertatih masuk ke ruang UGD dan melihat betapa kalang kabutnya dokter yang ada di sana. Lantai lantai jadi kotor berserakan dengan kain kasa yang sudah berwarna darah, bahkan dari ranjangnya, Syifa juga mengalirkan dan cairan itu menetes dari brankar, membuat lantai jadi becek dengan warna merah yang membuat kepalaku pusing."Dokter gimana keadaannya?""Kami sedang memberikan pertolongan. Dia mengeluarkan darah yang begitu b
"Bu, berangkat dulu.""Apa kau akan sepanjang hari di gym?""Iya.""Baiklah, kalau begitu. Ibu mau menjenguk ayahmu di pusat perawatan lansia.""Iya, apa ibu akan butuh uang?""Ibu masih punya simpanan.""Baiklah kalau begitu Ibu hati-hati juga."Setelah mencium tangan halus dan mengecup kening ibuku tercinta, aku segera mungkin berangkat menggunakan motor menuju ke gym yang berada 20 KM jauh dari rumah.Berkendara sambil menikmati suasana kota dan sejuknya udara pagi, sambil menatap pohon rindang yang ada di sebelah kanan kiri jalan, membuatku sedikit menikmati perjalanan. Telah sedikit saja aku bisa terjebak macet ditambah cuaca mulai panas maka hati akan mudah runyam. Aku mengemudikan motor sambil mendengarkan alunan musik pelan di headset yang ku pasang di telinga.Karena ingin mempersingkat waktu aku mengambil jalan pintas, memotong melewati blok-blok bangunan dan jalan yang sepi. Hingga tiba di sebuah Jalan yang berada di belakang barisan ruko-ruko besar. Aku menyadari sebuah mo
Aku tidak menyangka bahwa penolakanku tempo hari adalah petaka.**Aku merasa bersalah kepada dinda tapi menimbang bahwa sudah begitu jauh masalah yang terjadi karena kami nekat bersama, akhirnya aku memutuskan untuk mengalah dan mengakhiri semua ini.Ya, aku memutuskan untuk batal rujuk dan mengejarnya lagi. Meski tadinya aku melihat cinta untuknya akan memperbaiki hidupku dan memperlancar jaringan bisnis, serta menaikkan pamorku sebagai dokter yang berprestasi, tapi nyatanya semua itu gagal.Aku beruntung karena aku hanya dipenjara selama beberapa bulan, aku berhasil bebas dengan jaminan darinya, Sebenarnya aku merasa sangat berhutang Budi dan bersalah karena merugikan keuangan Dinda, aku ingin menebusnya tapi entah kenapa saat itu aku bodoh sekali. Seharusnya aku tidak menciptakan konflik antara aku dan istri kedua dengan cara terus-menerus menemui mantan istri pertama.Sebenarnya aku tidak akan membuat episode depresi Dinda jadi kumat andai aku tidak terus meluahkan waktu untuk m
Selepas kepergianku dari rumah mantan ibu mertua aku lanjutkan perjalanan menuju pusat kebugaran di mana mas Widi bekerja sebagai pelatih. Dulu dia hanya cleaning service tapi karena bentuk tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang lumayan menarik serta keahliannya dalam memakai alat olahraga membuat pemilik gym merekrut dia sebagai pelatih.Kudengar berkat kehadiran mas Widi sebagai pelatih banyak wanita yang kemudian bergabung ke pusat kebugaran untuk mengecilkan tubuh mereka dan mendapatkan bentuk yang ideal. Aku aku percaya mereka bukan hanya ingin langsing tapi juga ingin mendapatkan perhatian mantan suamiku.Tidak, suamiku, seharusnya dia masih suamiku. Ketidakwarasanku membuat aku kehilangan suami dan seharusnya itu tidak terjadi."Halo nyonya, kenapa baru datang sekarang? sudah sebulan anda tidak mengunjungi pusat kebugaran," ucapnya yang sudah kenal padaku dan menyambutku dengan Ramah."Apa anda akan berlatih hari ini?""Tidak, Aku ingin bertemu dengan mas Widi.""Oh baik nyo
Terik matahari di siang ini cukup menyengat, angin yang bertiup terasa membawa panas saat aku tiba di rumah mantan ibu mertua. Kudorong pintu gerbang yang selalu tidak terkunci, kuarahkan pandanganku pada pintu utama yang diberi ornamen dari rotan yang dijalin dan bertuliskan selamat datang, dinding sebelah kiri yang difungsikan sebagai pagar ditumbuhi oleh mawar rambat beraneka warna, terasa begitu kontras dengan warna langit yang biru dan asrinya rumah itu. "Assalamualaikum."Aku mengetuk pintu dan sekitar semenit kemudian seseorang membukakannya. Saat mata kami bertemu wanita itu nampak terkejut, ia berkali-kali memastikan tanggapan matanya sampai aku menyapanya."Apa kabar Ibu?""Kau dinda kan?""Iya, boleh saya masuk.""Oh, ayo," ucapnya ramah. Dipersilahkannya aku duduk di kursi tamu, sementara di atas meja ada vas bunga yang diisi dengan bunga-bunga segar. Dari dulu, ibu mertua katanya sangat pandai merangkai bunga."Bunganya bagus," ucapku canggung, wanita itu tersenyum t