Keadaan tubuh Kylee mulai membaik seiring berjalannya waktu. Tidak! Kylee masih merasa aneh dan tak masuk akal, tubuhnya memang Jean namun jiwanya bukan dirinya melainkan Kylee, dia yakin itu. keanehan itu diperkuat oleh kedatangan beberapa sanak saudara Jean, Ada rasa bahagia juga tatkala teman- teman pemilik tubuh Jean itu saling berdatangan. Para kerabat dekatnya , juga nenek dan kakeknya ternyata sangat menyayangi Jean. Ia bersyukur merasakan hangatnya keluarga, namun dia merasa bersalah mengingat bahwa dirinya bukan Jean. Dimana Jean? Mengapa Kylee harus ada ditubuh Jean.
Sebisa mungkin ia mengkesampingkan hal itu karena akan membuat dirinya pusing. Berpura pura amnesia adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan saat ini. Sampai ia menemukan jiwa pemilik tubuh ini. Ya, dia yakin bahwa tubuh dan jiwanya tertukar dengan sosok wanita bernama Jean.
"Kau jahat Jean. Bagaimana kau tidak bisa mengingat kami." kata wanita berponi dengan rambut sepinggang itu mengecutkan bibirnya.
"Tsk. Diamlah Lisa kau jangan membuatnya semakin bingung. Bersyukur dia selamat. Tugas kita membuat ia ingat." kata Rachel sahabat Jean.
Lisa,Rachel juga Jean adalah sahabat karib semasa sekolah menengah atas. Bahkan sampai sekarang.
Kylee ber-ohria dalam hati, ternyata sahabatnya sangatlah baik.
"Kau jangan berfikir yang tidak - tidak. Kau tau aku khawatir saat kau menelpon kami waktu itu. Kau bercerita bahwa kau tak lolos wawancara diperusahaan itu. Aku kira kau bunuh diri ternyata hanya kecelakaan." celetuk Lisa lagi yang dibalas lirikan tajam oleh Rachel.
Ah jadi dia lebih muda denganku? Baguslah. Batin Kylee.
Kylee hanya terkekeh melihat mereka berdua yang sedari tadi berdebat, bahkan bercerita tentang dirinya. Tentang sosok Jean, yang menarik adalah kisah asmaranya.
"Berhubung kau tak ingat aku akan menceritakan sesuatu. Saat setelah wisuda kau itu sering curhat padaku tentang Ken." Rachel mulai bercerita mengingat kenangan menyangkut diri Jean.
"Ken?! Ada apa dengan Ken? Sebentar jadi dugaanku benar?" potong Lisa yang dibalas anggukan kecil oleh Rachel.
"Ken itu siapa?" akhirnya Kylee penasaran akan hal ini.
Sebagaimanpun mereka menceritakan panjang lebar tak mungkin juga akan membuat Kylee ingat. Jiwanya Kylee bukan Jean ingat itu. Seberapa kali, seberapa banyak mereka menceritakan dirinya itu akan sia sia namun akan menjadi keuntungan bagi Kylee karena dapat sedikit mengerti tentang pemilik tubuhnya.
"Kau itu sering mengeluh, Ken jika denganmu mengapa sering berbeda dalam artian memperlakukanmu berbeda. Dan yah kau menyukainya. Mungkin Ken juga karena aku juga merasakan, namun dia susah ditebak. Dan saat semester akhir kemarin dia malah berpacaran dengan teman sejurusan denganku. Bahkan aku tak menyangka. Betapa sakitnya dirimu mengetahui itu." jelas Rachel sambil tersungut mengingat hal itu.
" Hei!!! Berhentilah itu akan membuat Jean kepikiran! Kau bagaimana sih! Dasar bantet. Sudah kuduga dia memang seperti itu!" omel Lisa, mereka sama sama menggeram kesal terlihat sekali bahwa mereka berdua sangat menyayangi Jean. Pemilik tubuh ini.
"Maaf Jean. Kau baik-baik saja ‘kan?" tanya Rachel sedikit khawatir, Kylee malah mengangguk antusias dan terkekeh. Ada rasa lega pada raut wajah mereka. Kylee tersenyum kecil.
"Lalu bagaimana Ken sekarang?" tanya Kylee membuat kedua temannya mengrenyit heran.
"Hah? Ken? Kenapa kau menanyakannya?" sungut Rachel.
"Memang kenapa? Dia tampan bukan?"
"Tidak. Aku tidak akan setuju kau mengungkit si pendek itu, ya walaupun aku lebih pendek tapi kau sungguh sangat tidak serasi dengannya.”
“Ya, karena pacar Ken itu juga sahabatmu iya ‘kan?” cibir Lisa membuat Rachel melotot tak terima.
“Walaupun dia temanku tapi Jean sahabatku, Jean lebih penting dari pada dia.” Balas Rachel tak terima.
“Ya ya ya.. suka-suka dirimu saja.” Ujar Lisa pada akhirnya.
“Lebih baik kau dengan tetanggamu saja." bibir lisa kembali mencebik, mengingat Ken membuat Rachel dan Lisa dongkol setengah mati, sepertinya kedua sahabat Jean benar- benar tak suka dengan Ken.
Kening Kylee berkerut, "Tetangga? Siapa?" tanya Kylee kepada kedua sahabatnya. Rachel dan Lisa yang saling melempar pandangan lalu menghela nafas bersamaan.
"Aku harap kau hanya amnesia tentang Ken. Bukan semuannya." Lisa mengangguk setuju berbeda dengan Kylee yang kini bertanya - tanya. Siapa tetangganya? Apa dia pernah mengunjunginya? Tapi.. Entahlah biar saja nanti juga dia tahu.
Sepertinya aku sungguh betah berada ditubuhmu. Mereka benar benar menyayangimu. Maaf Jean. Biarkan aku egois untuk kali ini.
Kylee's pov
Aku memandang dokter itu lekat. Yah dia kakakku. Kakakku yang aku rindukan, Ray. Dia sangat baik dan ramah, kau tahu adikmu Kylee berada disini. Lalu dimana pemilik tubuh ini?
"Eum pasien Jean sekarang boleh pulang. Tubuhmu berangsur membaik. Tapi jangan lupa cek-up seminggu sekali ?" Ujar Ray masih dengan senyum manisnya.
Aku harap tubuhku baik baik saja sehingga dirimu terlihat bahagia seperti ini. Maaf Ray, aku menyesal. Kau bahkan terlihat kurus, bagaimana Ibu? Ayah? Dan Gavin? Walaupun aku kini membencinya tetap saja aku khawatir dengannya.
"Hei Jean jangan menatap dokter tampan ini terus. Sedari tadi kau menatapnya." Itu Lisa yang menggodaku. Asal kau tahu Lisa, dia kakakku.
Aku tersenyum kecil begitu juga dengan Ray. Mungkin ia sudah terbiasa di goda oleh pasien karena ketampanannya. Aku bisa lihat itu Ray.
"Tidak papa lagipula dia seperti adikku." ujar Ray. Dia menolakku secara halus ternyata heheh.
"Wah dokter menolak temanku secara halus rupanya. Tandanya dia sudah memiliki kekasih." Aku harap perkataan Rachel benar. Agar dia tak kesepian saat malam minggu.
"Kalian ada ada saja. Ya sudah ya.. Aku harap kau cepat sembuh." ujarnya lalu pergi. Padahal aku masih ingin melihat wajah Ray.
"Eh aku dengar adiknya juga ikut kecelakaan. Saat adiknya dibawa kemari dia langsung menangis tak karuan. Bahkan dia mengancam para dokter untuk menyelamatkan nyawa adiknya bagaimanapun caranya." Jelas Lisa.
Sebegitukah Ray sayang padaku? Aku sungguh tak percaya, bahkan dia menangis karenaku? Maafkan aku Ray, aku sering nakal. Sering bertengkar denganmu hanya karena Ibu dan Ayah tak pernah pulang. Kau begitu menyayangiku. Tapi aku juga tak membayangkan bagaimana nanti diriku jika kembali ke tubuh ku. Aku benar benar kesepian. Terlebih Gavin..
"Heiii~ gosip dari mana lagi yang kau dapat? Sudahlah. Ayo sekarang kita berkemas selagi bibi membayar administrasi." ujar Rachel kini menata pakaianku.
Sungguh beruntung sosok Jean. Keluarganya begitu hangat. Bahkan kukira Ayah dia tak begitu dekat dengan Jean, namun dia menyayanginya hanya saja Ayahnya lebih dingin. Hah rasanya aku tak ingin pergi dari tubuh ini. Apa jiwa Jean tertukar denganku? Aku harap dia baik baik saja. Ku lihat kepribadian Jean sangat kuat.
"Hei apa tetanggamu kemari kemarin-kemarin?" tanya Rachel kini melipat baju dan memasukkan kedalam ransel. Tetangga siapa? Kenapa mereka tak langsung menyebutkan saja namanya.
"Tetangga siapa diakan punya nama?" tanyaku kepada mereka.
"Itu loh-"
"Jean!” Seru bocah kecil dari arah pintu membuatku menoleh kearah pintu. Ternyata Gee , dia langsung menghambur kepelukanku. Kulihat dia masih memakai seragam sekolah. Aku rasa dia habis pulang sekolah langsung kemari.
"Kau habis pulang sekolah?" tanyaku mengecup kepala Gee.
Gee mengangguk antusias, "Aku langsung kemari ingin bertemu kau..."
"...Apa kau sudah siap pulang? Hei para kakak.. Cepatlah membereskannya. Kita harus segera pulang." melihat Gee memerintah Rachel dan Lisa ingin membuatku tertawa saja. Apalagi melihat kedua sahabatku mendengus kesal.
“Hei bocah! Bantu kami jangan asal memerintah saja!" omel Lisa namun Gee bukannya takut malah menjulurkan lidahnya dan tersenyum mengejek.
"Dasar adik dan kakak sama saja." Hei! aku menemukan fakta satu lagi. Sepertinya tingkah laku Jean persis dengan adiknya.
Kylee's pov end
---
"Eung.." Tubuhnya kini merespon untuk sadar, benar benar serasa kaku dan sakit. Bahkan ia tak bisa banyak bergerak karena alat bantu yang terpasang pada tubuhnya.
Matanya yang mulai terbuka sempurna, melihat sekitar dengan perasaan penuh tanya. Tubuhnya masih terlalu lemah bahkan hanya untuk menggerakkan jarinya.
Namun pergerakan kecil membuat seseorang disampingnya terbangun dari tidurnya. Matanya membulat sempurna tatkala gadis kecilnya kini sadar dan memandangnya lekat."Kau sudah sadar? Mana yang sakit? Jangan banyak bergerak Ray akan segera kemari." ujarnya tanpa Jeda. Ia memencet tombol darurat di sampingnya.
Pria disampingnya itu terus mengucapkan rasa lega, ia mengusap rambutnya lembut dan mengecup keningnya. "Syukurlah kau membuatku takut Kylee."
Manik mata Kylee masih menatap lekat pria dihadapannya yang kini menggenggam tangannya,"Kau siapa?"
Deg!
Hati Gavin serasa berhenti berdetak. Ia membelalak kaget mendengar penuturan Kylee barusan.
"Ky.. a-apa maksudmu. Aku Gavin, Kau ini." Ujarnya lembut. Walaupun ia tersenyum tapi dalam hatinya sangat khawatir. Ia tersenyum getir lebih tepatnya.
"Aku tidak mengerti.. Dimana Ibu?"
Cklek
Pintu terbuka melihatkan sosok berjas putih dan sepasang suami istri masuk keruangan. Ray dengan cepat menangani adiknya dengan stetoskop dan lainnya.
"Kylee masih sakit? Katakan padaku?" tanya Ray menatap lembut adiknya. Kylee menggeleng pelan, ia masih tak paham. Mengapa semua orang memanggilnya Kylee. Apa dia hilang ingatan? Tapi dia sepenuhnya sadar.
"Kalian siapa? Mengapa memanggilku Kylee? Aku bukan Kylee." Perkataan Kylee sontak membuat mereka melotot tak percaya, bahkan kini Ibu Ray tubuhnya terhuyung mendengar penuturan Putrinya. Dengan sigap Ayahnya langsung menopang tubuh istrinya.
"Apa kau tak mengingat aku? Aku Ray kakakmu?" Kylee menggeleng pelan. Bahkan mereka sangat asing baginya.
Ibunya kini menghampiri Kylee sambari menangis, "Aku? Kau tidak ingat aku? Aku Ibumu Kylee. Aku Ibumu." Kylee menatap bingung. Wanita cantik didepannya adalah ibunya? Tidak mungkin.
Ray menoleh ke ibunya,"Ibu sepertinya Kylee.."
"Tidak papa. Kylee dengarkan Ibu, kau tak mengingatku tak apa. Kau harus tahu aku Ibumu. Aku Ibumu. Dan kau putriku yang berharga. Tidak papa." ujar Ibunya sambari memeluk putrinya erat. Pada akhirnya semua ibu akan mengatakan seperti itu mungkin. Menerima anaknya dalam keadaan apapun. Rasa sayang sangat besar adalah bukti bahwa ibu memang segalanya.
Berbeda dengan Gavin yang masih mematung tak percaya. Gadisnya hilang ingatan, betapa buruknya dia tak bisa menjaga dia.
Aku tak tahu pasti tuhan. Yang jelas aku Jean bukan Kylee. Aku sadar akan hal itu, namun aku tak mengerti ada apa dengan semua ini. Namun aku akan mengikuti alurmu. Do'a ku yang hanya iseng mengapa kau kabulkan? Batin Jean.
-To Be Continued-
Suasana menjadi sangat canggung, Ibunya dan Ayahnya telah pulang terlebih dahulu setelah Gavin bersikeras akan menjaga Kylee. Ray juga memutuskan untuk bermalam dirumah sakit, mengambil shift malam. Bahkan sekarang peralatan medis yang terpasang sudah dilepas menyisakan infus saja.Mata Kylee masih terbuka menatap langit-langit sambari berfikir dan meyakinkan dirinya bahwa dia adalah Jean. Ia mengeratkan selimutnya sampai dadanya, sesekali melirik Gavin yang sibuk akan ponselnya di sofa sebrang tak jauh darinya. Jantungnya sungguh berdegub kencang, efek dari kecelakaan atau... Melihat Gavin? Entahlah."Sadarlah Jean. Tubuh ini milik orang yang bernama Kylee. Jangan sampai dirimu menyukai pacar orang. Tsk." batinnya.Sungguh Jean belum pernah merasakan punya kekasih, jujur dia hanya mengharapkan punya namun tidak sepenuhnya. Bahkan malah terasa aneh sekarang tiba-tiba masuk ke jiwa seseorang dan seseorang itu mempunyai kekasih, beruntungnya orang i
Sesampai di kediaman keluarga Tom, sang adik Gee langsung menuntun kakaknya ke kamar disusul oleh sang ibu dan ayahnya. Kedua temannya Lisa dan Rachel tadi memilih pulang agar Kylee bisa istirahat.Sampai didepan pintu berwarna putih gading, Gee langsung membukakan pintu. "Ini.. Ini kamarmu, kau sangatlah cerewet jika aku meminjam barang kakak. Menyentuh saja tidak boleh.” celoteh Gee.Dia seperti Gavin saja. Menyentuh barangnya pasti akan diserang dengan mulut pedasnya."Ya sudah. Nanti jika kau memerlukan sesuatu panggil saja Ibu." Ucapnya beranjak pergi. Kylee mengrenyit heran, "Kenapa tidak memanggil dirimu?""Aku lelah Jean" ujar Gee malas. "Kau pemalas rupanya." Cibir Kylee sambari tersenyum mengejek."Ah terserah kau saja.. Baru juga sembuh sudah kelihatan menyebalkan.""Hei! Kau bicara apa barusan? Baik aku tak mau denganmu lagi. Kau tak boleh meminjam apapun dariku. Jangan bicara denganku--""Ahh Jean! Iya-iya
Berhari hari Kylee harus menahan umpatan demi umpatan pada pria menyebalkan didepannya itu. Ia sungguh mengusik hari-hari Kylee dengan hal konyolnya. Kadang mengusiknya dengan melempar sesuatu ke jendela Kylee pada pagi hari. Kadang membuntutinya. Menyebalkan sangat. Tapi tidak untuk hari ini pria itu bahkan tak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Jujur saja Kylee jadi kesepian, tak ada celotehan gila dari pria itu. Tapi tetap saja menyebalkan.Kylee kini menjemur pakaian dengan sesekali menegok kerumah disebrang sana. Pria menyebalkan itu adalah tetangga dekatnya. Bahkan adiknya Gee malah sangat luluh dengannya."Tumben sekali dia tak mengusikku? Dia bosan apa sibuk? Aish entahlah." gumam Kylee sambari menenteng embernya.Ia mengehentikan langkahnya ketika menangkap siluet pria yang kini keluar dari rumah dengan menaiki sepeda. Dengan cepat ia membuang ember dan langsung meneriaki namanya."HEI!!! Kau ingin kemana?!" tanya Kylee kini berlari kea
"Chef! Aku bantu apa?" panggil Kylee kini sudah berada disamping Brian yang mengupas bawang. Brian mengrenyit, "Kau bisa kupas bawang ini?" tanyanya ragu. Tak disangka gadis di depannya itu mengangguk antusias.Brian mengangguk lalu menyerahkan pisau dan bawang itu kepada Kylee. Sedangkan dirinya menyiapkan bahan yang lain."Chef sejak kapan kau menyukai memasak?" tanya Kylee masih dengan bawangnya.Brian berfikir sebentar, "Eum mungkin sejak Ibuku meninggal." jawabnya.Kylee terkejut mendengar penuturan Brian. Bukan maksud Kylee untuk menyinggungnya. "Maaf.. Bukannya bermaksud." Sesal Kylee.Brian terkekeh, ia menyalakan kompor dan memasukkan rempah rempahnya. "Tidak papa.. Tenang saja. Aku suka memasak sejak Ibuku meninggal, karena tak saat itu aku berfikir bahwa tak kan ada lagi yang memasakkanku..""... Jadi aku bertekad kuat intuk belajar memasak seperti masakan Ibu. Sewaktu waktu aku merindukan aku bisa masak send
Author's pov Berkali-kali pria itu menghembuskan nafas beratnya, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut akibat dari pikiran yang memenuhi seperti benang yang saling simpang siur tak tentu arah. Ia meyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya, melonggarkan dasi yang seakan mencekik lehernya. Bro, sepertinya ada yang tidak beres dengan kecelakaan kemarin. Polisi masih menyelidiki hal itu, dan ada yang janggal. /Brak/ "ARGHHH Sialan! Sialan! Sialan!" Pria itu menggebrak meja cukup keras, tangannya mengepal erat memperlihatkan urat-urat nadinya. Nafasnya terengah-engah, rahangnya mengeras, terlihat jelas bahwa dia memendam amarah yang bergejolak dalam tubuh pria itu. Sorot matanya bahkan kini berubah sangat dingin,nyalang, dan mengintimidasi. Sesaat, emosinya perlahan reda, ia mengusap wajah lelahnya kasar, dadanya berkecamuk. Rasa benci, kecewa, marah semua bercampur menjadi satu dan h
"Jackson?" panggil seorang wanita bersurai coklat dengan poni tipis di dahinya. Tak lupa senyum hangatnya mampu membuat ptia bernama Jackson itu terpaku sejenak. Lekas tersadar pria bernama Jackson itu lantas membalas senyuman wanita di depannya ini, beranjak berdiri untuk membalas tamu penting yang datang menemuinya. Dimple nya sungguh manis di pria bermarga Kim ini. "Ya, benar. Jean teman Harris, benar?" tanya Jack ramah. Jean mengangguk masih dengan senyum manisnya, "Maaf mengganggu anda." Jack menggeleng pelan, "Tidak, kebetulan aku juga sedang ada waktu luang. Ngomong-ngomong jangan terlalu formal. Aku merasa sangat tua jadinya hahah." Jean tersenyum mengangguk. Jika dilihat dari segi umur memang tak jauh berbeda, mengingat wajahnya yang juga masih sangat muda dan rupawan. Alih-alih bertanya mengapa Jean bisa menemui Jack jawabannya adalah karena cerita Brian beberapa waktu lalu. Yaitu tentang kasus kecelakaan bus itu yang menga
Sedari pria yang mengemudi itu terus diam. Sesekali matanya melirik wanita yang duduk di sebelah kanannya dengan rasa antara bingung, khawatir. Melihat wanita itu terus menatap kosong lurus kedepan."Kau baik-baik saja?" ucapnya memecah keheningan yang menyelimuti suasana dalam mobil. Kylee menoleh sebentar lalu mengangguk. Helaan nafas berat terdengar dari pria bernama Brian itu, ia belum puas akan jawaban yang Kylee berikan. Tapi apa boleh buat itu bukan haknya untuk tahu, hanya saja ia sangat bersedia jika Kylee dengan senang hati menceritakan."Aku lebih senang Jean yang cerewet seperti bebek." Ujarnya tiba-tiba tanpa memalingkan wajahnya ke wanita itu, satu sudut bibirnya tertarik menyunggingkan sebuah senyum.Kylee menoleh cepat lalu mendegus, "Dan kau seperti pak tua pemilik bebek itu." yang akhirnya Kylee ikut tersenyum.Brian mendelik tak suka, "Heh! Aku tampan tau.""Siapa yang bilang jelek, Bodoh!!" seru Kylee tak terima. Brian menoleh d
Tok Tok Tok/cklek/"Gavin?" Panggil seorang wanita yang tak lain adalah Jean. Kepalanya menyembul di balik pintu, mengedarkan pandangannya memastikan bahwa lelaki yang ia cari berada di dalam ruangan kerjanya.Ternyata benar, Jean melihat lelaki itu sedang berkutat dengan berkas-berkas ditangannya. Ya sedari tadi pagi Gavin tak keluar dari ruangan kerja yang ada di apartemen membuat wanita itu sedikit khawatir. Mengingat Gavin juga melewatkan makan. Dengan mantap dia memberanikan diri untuk membuka pintu hingga menampakkan semua tubuhnya tak lagi hanya kepala yang menyembul. Selama Jean di apartemen milik Gavin, Jean tidak pernah memasuki kamar milik Gavin atau ruang kerjanya. Menurut Jean itu tidak sopan dan tidak ada alasan juga untuk masuk."Gavin makanlah dulu aku sudah membuatkan makan siang untukmu." ujar Jean masih berdiri tak jauh dari pintu.Gavin yang menyadari kehadiran Jean lantas ia mengalihkan sejenak atensinya ke J
Author'sTok tok tokKetukan pintu itu membuyarkan seorang gadis yang tengah larut dalam pikirannya. Berbagai pertanyaan berkecamuk saling bercamur menjadi satu.Gadis itu menepuk nepuk pipinya singkat,menyadarkan dirinya , lalu membuat sebuah kurva senyum sebelum seseorang itu masuk ke dalam kamarnya."Masuk Ray!" serunya dari dalam./cklek/Presensi pria berwajah manis itu kini menyebulkan kepalanya sebelum akhirnya menampakkan seluruh tubuhnya. Kylee tersenyum begitu pula Ray yang kini masuk menghampiri adik kesayangannya."Aku menganggumu hm?" tanya Ray kini duduk di tepi ranjang.Kylee menggeleng cepat,"Tidak kok, memang ada perlu apa?""Tidak ada, hanya sedikit khawatir denganmu. Kenapa tidak keluar kamar setelah jalan jalan dengan Jessi? Kau sakit?"Ray memang khawatir dengan Kylee. Semenjak kecelakaan itu dan perpisahan orang tuanya membua
Kylee atau Jean, gadis itu kini tengah mangut mangut mengerti mendengarkan celotehan Jessi. Semenjak jalan tadi mereka saling mengobrol ringan dan bercerita tentang banyak hal. Sesekali bernostalgia tentang masa lalu, tentu dengan cerita versi Jessi. Hingga kini mereka mengistirahatkan tubuh mereka di sebuah cafe dengan memesan beberapa makanan."Kami itu bersahabat baik, awalnya aku hanya murid pindahan di kelasmu. Sedangkan Hans dan Gavin di kelas yang sama. Bahkan kau yang mengajakku berteman dulu."Kylee mengangguk, sepintas ingatan tentang foto yang terpasang di meja kerja Gavin itu memungkinkan bahwa Hans yang memotretnya dan benar mereka sahabat baik. Hanya saja ada yang menggangg
Jean's (real Kylee pov) Flashback Sedihku sedikit terobati dengan kedatangan Hans yang pulang dari Belanda. Hans adalah sahabatku sewaktu masa SMA. Dia mengajakku jalan jalan seharian ini, sebenarnya aku malas namun mengingat bosan dirumah maka aku mengiyakan saja tawarannya toh sambari melepas rindu 4 tahun tak bertemu. Mobil kami sudah sampai di depan rumahku, aku terdiam sebentar. Rasanya malas saja harus memasuki rumah. Kulihat juga mobil Ayah dan Ibu terparkir di halaman rumah. Hingga tepukan dipundakku menyadarkanku dari lamunanku. Aku tersenyum mendapati dia juga tersenyum kearahku. "Masuklah." Aku menghela nafas kasar, "Apa kau tidak ingin mampir dulu?" kulihat dia mengrenyit samar. "Boleh?" Aku mengangguk cepat. "Baiklah, sekalian menyapa orang tuamu." ucapnya yang pada akhirnya kami keluar bersama menuju rumahku. Belum sampai dalam rumah aku mendengar samar-samar suara laki-laki dan wanita t
Ting tong"Ya sebentar." Ucap Jean dari dalam. Sebenarnya tadi ia sempat ragu jika akan membukakan pintu untuk tamu mengingat akhir-akhir ini baik kakaknya ataupun Gavin sangat overprotective dengannya. Terlebih sudah diwanti-wanti agar menjaga jarak dengan pria bernama Hans. Memang mencurigakan tapi ia tak ambil pusing, semakin ia diam semakin banyak hal yang tidak akan ia ketahui termasuk alasan mengapa jiwanya ada di Kylee. Jean bergegas membukakan pintu untuk tamu yang mengunjungi rumahnya. Walaupun sedikit bertanya-tanya, apa itu tamu kakaknya, tapi kenapa kakaknya tak berpesan padanya./cklek/Dilihatnya presensi seorang wanita cantik kira-kira seusia nya itu tengah tersenyum manis ke arahnya. Jean terdiam berfikir menatap lekat wanita di depannya itu, ia sungguh tak tahu siapa gerangan yang berdiri di depannya itu bersama laki-laki di belakangnya yang juga tengah tersenyum ke arahnya.“Kylee?” panggil wanita t
Lama tak berjumpa Kylee. Tangan Gavin meremas kuat gelas yang ia pegang. Pertemuan dengan seorang tak terduga itu tak pelak membuat kepalanya berdenyut hebat. Semalaman dia tak bisa tidur hanya memikirkan hal itu. Gavin menuang kembali wine yang sedari tadi entah berapa kali ia teguk, ia bahkan tak ingat rasanya. Sungguh sial, umpat Gavin. Ia menarik rambutnya frustrasi. Belum juga masalah satu kelar kini bertambah rumit. Satu tegukan terakhir, akhirnya dia berhenti. Tubuhnya beringsut berdiri, dengan gontai ia berjalan menuju ruang kerjanya. Ia dudukkan dirinya ke kursi kerja yang sering ia pakai, tangannya terulur meraih bingkai foto yang terakhir kali Kylee tanyakan. Kilas balik tentang masa lalu membuat hatinya berdenyut. Masa lalu yang membuat semua menjadi runyam saat ini, masa lalu yang membuat ia menyesal. Andai ia tak bertemu wanita dan pria sialan itu. Andai saja. "Gavin!! Gavin.,. Tunggu aku bisa jelaskan." ucap
Kylee sedari tadi memberengut kesal, ia mengecutkan bibirnya sembari wajahnya di tekuk kesal. Menatap pria di depannya itu yang sibuk mengolah bahan-bahan mentah di yang berjajar rapi. Setelah berhasil mengacau di depan alhasil ia bisa bertemu pemuda yang kini tak memperdulikannya, tidak pelak membuat dirinya geram setengah mati. Berbagai penawaran yang ia berikan tak ada yang mempan untuk pemuda keras kepala ini. "Kau masih tak percaya iya, ‘kan?" tanya Kylee kesekian kalinya. Pemuda itu melirik sekilas, ia menghela nafas berat. Pada akhirnya pemuda itu memilih mengalah dengan wanita kelewat sinting itu. "Tunggu di ruanganku. Setelah aku membereskan kekacauan mu aku akan menyusul." Ucap Brian yang dibalas dengusan keras dari Jean. Di ruang kerja Brian, Kylee mendengus beberapa kali. Mungkin jika terhitung ia sudah mengelilingi ruangan ini lima kali. Pemuda itu sungguh lama hingga Kylee dilanda kebosanan. Kini tungkai kakinya pun melangkah pada bangku kebesar
-Jean's pov-Aku terlonjak kaget ketika tiba-tiba tangan melingkar di perutku, tak lupa dagunya kini menopang di pundakku. Aku sudah hafal dengan pemilik aroma maskulin yang membuatku nyaman, Gavin. Siapa lagi pelakunya. Hanya kadang aku masih belum terbiasa dengan skinship yang tiba-tiba ia berikan. Hei aku bahkan belum pernah berpacaran, bertukar di tubuh orang yang memiliki kekasih ini sungguh membuat aku sering senam jantung."Kau sedang buat apa?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur. Jujur saja aku sedari tadi menahan geli karena dia terus-terusan mengusal ke leherku.Aku menoleh sejenak, "Kopi untukmu." lalu melanjutkan memasukkan kopi dan gula secukupnya ke mesin kopi.Kurasakan dia mengangguk. Aku tertawa kecil, aku menyukai ketika dia bangun tidur, wajahnya begitu polos dan lucu. Seperti anak kecil berusia 5 tahuanan. Tapi jika sudah bangun kharismanya tak bisa ditolak, huft aku saja berdebar hanya mel
/Cklek/Suara pintu kamarnya itu membuat pemuda yang awalnya fokus pada benda di depannya kini menatap presensi wanita paruh baya itu sejenak. Senyum yang hangat dari wanita paruh baya itu tak pelak membuat pemuda itu juga ikut tersenyum. Ditangan wanita paruh baya itu terdapat nampan berisikan makanan dan satu gelas susu."Kau tidak istirahat dulu? Ibu lihat dari tadi malam kau datang kau masih memandangi dua benda itu." Tanya wanita paruh baya itu meletakkan nampan di nakas samping tempat tidur.Pemuda itu tersenyum menampilkan dimple manis pada pipinya, "Aku lelah tapi tidak bisa istirahat. Pikiranku penuh." Keluhnya.Sang ibu lantas duduk di sisi ranjang-disebelah pemuda itu. Matanya ikut mengamati benda berkilau yang tergeletak di atas selimut pemuda itu. Perlahan ibu menghela nafas, "Kau masih marah dengan Ibu? Jack, maafkan Ibu andai saja Ibu saat itu tak bilang padamu bahwa waktunya sedikit pasti-""Ibu..." Jack ters
Lelaki itu mencoba memejamkan matanya kuat untuk mencoba tidur. Tetapi beberapa kali perkataan aneh itu masih berputar-putar di kepala lelaki itu dan ia merasakan bertapa terganggunya dengan perkataan tidak masuk akal itu dan terbilang sangat aneh. Beberapa kali lelaki tersebut menarik nafasnya lalu mengeluarkan perlahan guna memfokuskan dirinya untuk tidur namun sepertinya sia-sia."Iya, Aku mengalami itu. Bisa dibilang aku bukan Jean.""Dan aku bertemu Jack tadi dia tahu jika aku bukan Jean. Dia memintaku menemui ibunya yang mana seorang paranormal.""Sialan aku tidak bisa tidur!!!" Seru Brian menendang - nendang selimut asal. Menjambak rambutnya frustasi, setelah mendengar penjelasan Jean tadi otaknya mendadak kososng. Kepalanya berdenyut tidak karuan. Ingin ia tak mempercayainya sama sekali , tapi raut wajah Jean yang serius membuat ia berfikir dua kali.Huhhh...Brian menghela nafas panjang, menatap langit-langit. Pe