Wiuw wiuw wiuw..
Suara antara Sirine mobil ambulance dengan mobil polisi saling beriringan di tengah sepinya kota London. Bagaimana tidak, barusan terjadi sebuah tabrakan antara mobil pribadi dengan bus kota. Banyak korban jiwa yang diakibatkan karena bus terbalik cukup hebat.Bahkan sekarang rumah sakit terdekat kota London kini dipenuhi oleh semua kerabat yang datang untuk melihat keluarga yang menjadi korban kecelakaan tersebut. Beragam tangis dan rasa lega yang memenuhi rumah sakit tersebut pada tengah malam hari itu.
Seperti halnya kini seorang wanita yang terbaring lemah di ranjang pasien dengan berbagai peralatan medis yang ada pada dirinya. Kylee, dia merupakan penumpang mobil pribadi terlebih dia adalah korban dari tabrakan bus. Isak tangis terdengar ketika pintu ruang rawat terbuka, Ibunya sangat terpukul melihat anaknya terbaring lemah. Tak hanya Ibunya, bahkan Ayah dan Kakaknya pun hanya bisa berdo'a untuk kesedaran Kylee.
Disisi lain ruangan tak jauh beda dari ruang sebelumnya. Sama halnya terdengar isakan, dari keluarga korban. Sang ibu hanya menggenggam tangan dia kuat sambari mengusap pelan surai hitamnya. Menghabiskan waktu beberapa hari dengan di isi sebuah harapan dan doa dari sanak keluarga akhirnya wanita tersebut sadar akan tidurnya.
Perlahan mata dengan bulu lentik itu terbuka, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang menyilaukan. Dilihatnya langit-langit, berwarna putih. Aroma khas rumah sakit menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya. Kepalanya sungguh berat, badannya terasa kaku dan sakit, ia perlahan merotasikan matanya untuk melihat sekitar.
Cklek
Kesadarannya berangsur pulih hingga kini ,matanya menangkap sosok anak kecil dengan rambut sepinggang keluar dari kamar mandi. Mata anak kecil itu membulat sempurna ketika ia melihat bahwa kakaknya telah sadar.
"Eh?! Jean kau sudah sadar? Mana yang sakit? Aku akan panggil Ibu dan dokter." ujarnya sangat semangat, lantas ia berlari keluar. Anak kecil berumur 9 tahun itu sungguh tak pemalu. Ia bahkan berani memanggil dokter sendiri. Sebegitu sayangkah dia pada kakaknya.
Wanita bernama Jean itu mengerjap pelan, kepalanya masih teramat sakit, mengumpulkan kesadaraannya terdiam, "Tunggu bukankah.. Aku tak punya adik perempuan?" monolognya dalam hati, tak lama dokter dan suster datang diikuti anak kecil tadi dan wanita paruh baya dengan raut amat khawatir.
"Eum.. Apa kau merasakan sesuatu Jean seperti sakit kepala apa bagaimana?" tanya dokter itu sambari memeriksa Jean.
Jean? Jean? Tunggu! Aku Kylee bukan Jean!
Jean semakin mengerutkan keningnya. Rasa sakit dikepalanya yang berangsur reda kini kembali berdenyut. Jean hanya diam tak mengerti situasi disekitarnya bagaimana bisa dia disebut Jean. Padahal dirinya adalah Kylee. Lantas siapa wanita paruh baya itu dan anak kecil itu.
"Dokter apa terjadi sesuatu dengan anakku? Kenapa dia hanya diam saja?"
tanyanya dengan raut wajah amat khawatir. Dokter menghela nafas pelan."Nyonya aku sungguh bingung, awalnya aku tak mengira bahwa dia tak akan mengingat. Dia sepertinya hilang ingatan. Ada benturan cukup keras dikepalanya aku awalnya hanya menduga hilang ingatan kecil namun sepertinya akan lama." Jelas sang dokter. Tentu saja ibu Jean sangat terpukul atas keterangan dokter. Bahkan ia tak menyangka bahwa ini akan terjadi pada anaknya.
"Nyonya tak perlu khawatir , Kami akan melakukan CT-SCAN, jika terbutki benar maka nanti, nyonya hanya perlu memberikan ingatan ingatan kecil agar ia bisa mengingat." ujar sang dokter yang dibalas anggukan oleh wanita paruh baya tersebut.
“Kalau begitu permisi,” kemudian pamit pergi meninggalkan ruangan.
Wanita dan putri kecilnya kini duduk dibangku samping ranjang Jean. Ia tersenyum juga meneteskan airmata. Ia menggenggam erat tangan putrinya.
"Mau kau tak mengingatku tak apa. Tapi perlu kau tau aku Ibumu satu-satunya yang menyayangimu. Kau anakku mengerti? Kau anakku." ujarnya sambari mengusap kepala Jean lembut.
Jean terdiam lama mengamati wanita paruh baya didepannya, mencoba mencerna situasi tapi terlalu dini, dirinya hanya bisa diam bergelut dengan pikirannya, karena tidak ingin kepalanya kembali sakit, lantas Jean awalnya diam tak mengerti namun perlahan tersenyum mengangguk pasrah.
"Jean cepatlah sembuh aku ingin berdebat denganmu lagi. Heheh.. Aku Gee adik kesayanganmu."
Jadi tuhan telah mengabulkan doaku? Lalu dimana pemilik tubuh ini? Batin Jean. Ia masih tak mengerti dengan semua yang menimpanya. Hanya yang ia ingat, ia menabrak pembatas jalan dan juga namanya. Apa itu kerja otak alam bawah sadarnya atau benar ia hilang ingatan? Tapi mengapa ia sangat yakin bahwa namanya, Kylee.
---
Tit tit tit
Bunyi beberapa peralatan medis memenuhi ruangan pasien yang terbilang ini adalah sebuah ruang rawat VVIP. Bahkan jauh dari kebisingan karena memang terletak dilantai atas.
Seorang pria yang menenteng kantong plastik menghela nafas berat tatkala melihat ibunya tertidur sambari mengenggam putrinya. Lantas ia menghampiri sang ibu dan membangunkannya.
"Ibu bangun. Ibu harus makan, dari tadi malam Ibu belum makan." Bujuknya.
Sang ibu terbangun, ia menggeleng lemah pertanda tak ingin. "Bagaimana aku bisa makan jika anakku juga tak makan?" Menatap sendu yang putri yang masih terbaring lemah dengan berbagai bantuan alat medis.
"Ibu jangan seperti ini Ray janji Kylee akan bangun. Kau tahukan aku dokter terhebat disini. Percayakan padaku. Aku tak ingin jika Ibu juga sakit." ujar Ray , Ray adalah kakak Kylee yang berprofesi sebagai dokter disitu. Dia adalah salah satu dokter terbaik di rumah sakit itu.
"Ibu bukan Ibu yang baik. Ibu tak bisa menjaga adikmu. Ibu terus saja sibuk Ray.. Maafkan Ibu.." isak tangis ibunya kembali terdengar memilukan di telinga Ray. Bagaimanapun Ray juga tak tega melihat semua terjadi pada keluarganya.
"Ssttt sudah Ibu. Jangan bicara yang tidak tidak. Sekarang makanlah ya?" Ibu nya mengangguk lemah, ia makan akhirnya dengan disuapi sang putranya.
Kedua orang tua Ray dan Kylee sangatlah sibuk terlebih bisnisnya berkembang dimana mana membuat mereka tak sempat menyalurkan kasih sayangnya pada anak anak mereka. Terlebih putrinya, ia sering mengeluh sendiri, kesepian mengingat Ray juga sibuk bekerja sebagai dokter. Alhasil Kylee hanya tinggal sendiri dengan pembantunya.
Cklek
Kedua orang itu menoleh ketika melihat seseorang yang membuka pintu. Seorang lelaki berberawakan tak terlalu tinggi, berkulit putih, hidung mancung dan mata lumayan sipit tak lupa bibir tipisnya membentuk kurva senyum kepada mereka berdua. Pria berambut hitam kebiruan itu menunduk memberi hormat. Terdapat tatto di bagian lehernya.
"Maaf aku baru datang." Ujarnya kini berjalan menghampiri Ray dan Ibu Ray.
"Tidak papa Gavin, terima kasih sudah datang." Kata Ray sambari tersenyum.
Gavin tersenyum tipis, "Bibi dan kau pulanglah dulu aku akan menjaga Kylee. Kalian pasti lelah." Kata Gavin.
"Iya Ibu sebaiknya Ibu pulang dulu nanti sore kita kesini lagi. Ibu harus istirahat."
"Memangnya tak mengapa?" tanya Ibu Ray kepada Gavin.
"Tidak papa. Aku akan menjaga Kylee." Kata Gavin meyakinkan Ibu Rayyang tampak ragu. Namun pada akhirnya Ibu Ray mengangguk setuju.
"Baiklah jaga putriku. Jika ada apa apa kau hubungi aku?" Gavin mengangguk.
"Jaga adikku, Vin." pesan Ray menepuk pundak Gavin lalu melenggang pergi.
Sepergi mereka berdua Gavin menatap wanita yang kini tengah terbaring lemah nanar. Ia merasa dadanya benar-benar sesak melihat gadisnya tidur dengan damainya. Ia lantas duduk dikursi samping ranjangnya. Menggenggam tangan kecilnya dengan lembut, mengusap dengan ibu jarinya lalu mengecup pelan punggung tangan Kylee.
Lantas ia bergumam,"Maafkan aku Kylee." Diakhiri dengan isakan pilu darinya.
-To Be Continued-
Keadaan tubuh Kylee mulai membaik seiring berjalannya waktu. Tidak! Kylee masih merasa aneh dan tak masuk akal, tubuhnya memang Jean namun jiwanya bukan dirinya melainkan Kylee, dia yakin itu. keanehan itu diperkuat oleh kedatangan beberapa sanak saudara Jean, Ada rasa bahagia juga tatkala teman- teman pemilik tubuh Jean itu saling berdatangan. Para kerabat dekatnya , juga nenek dan kakeknya ternyata sangat menyayangi Jean. Ia bersyukur merasakan hangatnya keluarga, namun dia merasa bersalah mengingat bahwa dirinya bukan Jean. Dimana Jean? Mengapa Kylee harus ada ditubuh Jean.Sebisa mungkin ia mengkesampingkan hal itu karena akan membuat dirinya pusing. Berpura pura amnesia adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan saat ini. Sampai ia menemukan jiwa pemilik tubuh ini. Ya, dia yakin bahwa tubuh dan jiwanya tertukar dengan sosok wanita bernama Jean."Kau jahat Jean. Bagaimana kau tidak bisa mengingat kami." kata wanita berponi dengan rambut sepinggang itu mengecutkan bibi
Suasana menjadi sangat canggung, Ibunya dan Ayahnya telah pulang terlebih dahulu setelah Gavin bersikeras akan menjaga Kylee. Ray juga memutuskan untuk bermalam dirumah sakit, mengambil shift malam. Bahkan sekarang peralatan medis yang terpasang sudah dilepas menyisakan infus saja.Mata Kylee masih terbuka menatap langit-langit sambari berfikir dan meyakinkan dirinya bahwa dia adalah Jean. Ia mengeratkan selimutnya sampai dadanya, sesekali melirik Gavin yang sibuk akan ponselnya di sofa sebrang tak jauh darinya. Jantungnya sungguh berdegub kencang, efek dari kecelakaan atau... Melihat Gavin? Entahlah."Sadarlah Jean. Tubuh ini milik orang yang bernama Kylee. Jangan sampai dirimu menyukai pacar orang. Tsk." batinnya.Sungguh Jean belum pernah merasakan punya kekasih, jujur dia hanya mengharapkan punya namun tidak sepenuhnya. Bahkan malah terasa aneh sekarang tiba-tiba masuk ke jiwa seseorang dan seseorang itu mempunyai kekasih, beruntungnya orang i
Sesampai di kediaman keluarga Tom, sang adik Gee langsung menuntun kakaknya ke kamar disusul oleh sang ibu dan ayahnya. Kedua temannya Lisa dan Rachel tadi memilih pulang agar Kylee bisa istirahat.Sampai didepan pintu berwarna putih gading, Gee langsung membukakan pintu. "Ini.. Ini kamarmu, kau sangatlah cerewet jika aku meminjam barang kakak. Menyentuh saja tidak boleh.” celoteh Gee.Dia seperti Gavin saja. Menyentuh barangnya pasti akan diserang dengan mulut pedasnya."Ya sudah. Nanti jika kau memerlukan sesuatu panggil saja Ibu." Ucapnya beranjak pergi. Kylee mengrenyit heran, "Kenapa tidak memanggil dirimu?""Aku lelah Jean" ujar Gee malas. "Kau pemalas rupanya." Cibir Kylee sambari tersenyum mengejek."Ah terserah kau saja.. Baru juga sembuh sudah kelihatan menyebalkan.""Hei! Kau bicara apa barusan? Baik aku tak mau denganmu lagi. Kau tak boleh meminjam apapun dariku. Jangan bicara denganku--""Ahh Jean! Iya-iya
Berhari hari Kylee harus menahan umpatan demi umpatan pada pria menyebalkan didepannya itu. Ia sungguh mengusik hari-hari Kylee dengan hal konyolnya. Kadang mengusiknya dengan melempar sesuatu ke jendela Kylee pada pagi hari. Kadang membuntutinya. Menyebalkan sangat. Tapi tidak untuk hari ini pria itu bahkan tak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Jujur saja Kylee jadi kesepian, tak ada celotehan gila dari pria itu. Tapi tetap saja menyebalkan.Kylee kini menjemur pakaian dengan sesekali menegok kerumah disebrang sana. Pria menyebalkan itu adalah tetangga dekatnya. Bahkan adiknya Gee malah sangat luluh dengannya."Tumben sekali dia tak mengusikku? Dia bosan apa sibuk? Aish entahlah." gumam Kylee sambari menenteng embernya.Ia mengehentikan langkahnya ketika menangkap siluet pria yang kini keluar dari rumah dengan menaiki sepeda. Dengan cepat ia membuang ember dan langsung meneriaki namanya."HEI!!! Kau ingin kemana?!" tanya Kylee kini berlari kea
"Chef! Aku bantu apa?" panggil Kylee kini sudah berada disamping Brian yang mengupas bawang. Brian mengrenyit, "Kau bisa kupas bawang ini?" tanyanya ragu. Tak disangka gadis di depannya itu mengangguk antusias.Brian mengangguk lalu menyerahkan pisau dan bawang itu kepada Kylee. Sedangkan dirinya menyiapkan bahan yang lain."Chef sejak kapan kau menyukai memasak?" tanya Kylee masih dengan bawangnya.Brian berfikir sebentar, "Eum mungkin sejak Ibuku meninggal." jawabnya.Kylee terkejut mendengar penuturan Brian. Bukan maksud Kylee untuk menyinggungnya. "Maaf.. Bukannya bermaksud." Sesal Kylee.Brian terkekeh, ia menyalakan kompor dan memasukkan rempah rempahnya. "Tidak papa.. Tenang saja. Aku suka memasak sejak Ibuku meninggal, karena tak saat itu aku berfikir bahwa tak kan ada lagi yang memasakkanku..""... Jadi aku bertekad kuat intuk belajar memasak seperti masakan Ibu. Sewaktu waktu aku merindukan aku bisa masak send
Author's pov Berkali-kali pria itu menghembuskan nafas beratnya, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut akibat dari pikiran yang memenuhi seperti benang yang saling simpang siur tak tentu arah. Ia meyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya, melonggarkan dasi yang seakan mencekik lehernya. Bro, sepertinya ada yang tidak beres dengan kecelakaan kemarin. Polisi masih menyelidiki hal itu, dan ada yang janggal. /Brak/ "ARGHHH Sialan! Sialan! Sialan!" Pria itu menggebrak meja cukup keras, tangannya mengepal erat memperlihatkan urat-urat nadinya. Nafasnya terengah-engah, rahangnya mengeras, terlihat jelas bahwa dia memendam amarah yang bergejolak dalam tubuh pria itu. Sorot matanya bahkan kini berubah sangat dingin,nyalang, dan mengintimidasi. Sesaat, emosinya perlahan reda, ia mengusap wajah lelahnya kasar, dadanya berkecamuk. Rasa benci, kecewa, marah semua bercampur menjadi satu dan h
"Jackson?" panggil seorang wanita bersurai coklat dengan poni tipis di dahinya. Tak lupa senyum hangatnya mampu membuat ptia bernama Jackson itu terpaku sejenak. Lekas tersadar pria bernama Jackson itu lantas membalas senyuman wanita di depannya ini, beranjak berdiri untuk membalas tamu penting yang datang menemuinya. Dimple nya sungguh manis di pria bermarga Kim ini. "Ya, benar. Jean teman Harris, benar?" tanya Jack ramah. Jean mengangguk masih dengan senyum manisnya, "Maaf mengganggu anda." Jack menggeleng pelan, "Tidak, kebetulan aku juga sedang ada waktu luang. Ngomong-ngomong jangan terlalu formal. Aku merasa sangat tua jadinya hahah." Jean tersenyum mengangguk. Jika dilihat dari segi umur memang tak jauh berbeda, mengingat wajahnya yang juga masih sangat muda dan rupawan. Alih-alih bertanya mengapa Jean bisa menemui Jack jawabannya adalah karena cerita Brian beberapa waktu lalu. Yaitu tentang kasus kecelakaan bus itu yang menga
Sedari pria yang mengemudi itu terus diam. Sesekali matanya melirik wanita yang duduk di sebelah kanannya dengan rasa antara bingung, khawatir. Melihat wanita itu terus menatap kosong lurus kedepan."Kau baik-baik saja?" ucapnya memecah keheningan yang menyelimuti suasana dalam mobil. Kylee menoleh sebentar lalu mengangguk. Helaan nafas berat terdengar dari pria bernama Brian itu, ia belum puas akan jawaban yang Kylee berikan. Tapi apa boleh buat itu bukan haknya untuk tahu, hanya saja ia sangat bersedia jika Kylee dengan senang hati menceritakan."Aku lebih senang Jean yang cerewet seperti bebek." Ujarnya tiba-tiba tanpa memalingkan wajahnya ke wanita itu, satu sudut bibirnya tertarik menyunggingkan sebuah senyum.Kylee menoleh cepat lalu mendegus, "Dan kau seperti pak tua pemilik bebek itu." yang akhirnya Kylee ikut tersenyum.Brian mendelik tak suka, "Heh! Aku tampan tau.""Siapa yang bilang jelek, Bodoh!!" seru Kylee tak terima. Brian menoleh d