Suasana menjadi sangat canggung, Ibunya dan Ayahnya telah pulang terlebih dahulu setelah Gavin bersikeras akan menjaga Kylee. Ray juga memutuskan untuk bermalam dirumah sakit, mengambil shift malam. Bahkan sekarang peralatan medis yang terpasang sudah dilepas menyisakan infus saja.
Mata Kylee masih terbuka menatap langit-langit sambari berfikir dan meyakinkan dirinya bahwa dia adalah Jean. Ia mengeratkan selimutnya sampai dadanya, sesekali melirik Gavin yang sibuk akan ponselnya di sofa sebrang tak jauh darinya. Jantungnya sungguh berdegub kencang, efek dari kecelakaan atau... Melihat Gavin? Entahlah.
"Sadarlah Jean. Tubuh ini milik orang yang bernama Kylee. Jangan sampai dirimu menyukai pacar orang. Tsk." batinnya.
Sungguh Jean belum pernah merasakan punya kekasih, jujur dia hanya mengharapkan punya namun tidak sepenuhnya. Bahkan malah terasa aneh sekarang tiba-tiba masuk ke jiwa seseorang dan seseorang itu mempunyai kekasih, beruntungnya orang itu. Terlebih dia tampan. Eh?
"Kenapa kau belum tidur? Kau memerlukan sesuatu?" tanya Gavin kini menghampirinya lantas menarik kursi lalu duduk disampingnya. Mendengar suara baritone milik Gavin Jean sedikit tersentak, ia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu Jean menggelang cepat.
Baiklah mulai sekarang aku akan menjadi Kylee sampai semuanya benar benar terjawab.
Gavin terkekeh pelan melihat gadisnya terlihat sangat takut? Tidak. Lebih tepatnya sangat canggung dengannya. Jika karena dia tidak hilang ingatan mungkin Kylee akan memakinya karena suatu alasan.
"Kenapa? Kau masih takut denganku? Tenang saja tidak akan menyakitimu." Jean menggigit bibir bawahnya. Ia terlalu gugup dan bingung, ayolah berdua dengan seseorang bukankah yang ketiga setan?. Astaga bahkan dirinya kini berfikiran yang tidak-tidak.
"Eumm... Apa Ibu tak kembali kesini?" tanya Jean dengan lirih.
Gavin mengrenyit heran dengan tingkah Jean yang menggemaskan. Catat kini Kylee terlihat seperti anak kucing, sangat menggemaskan. Setahu Gavin bahkan Kylee tak ingin menemui Ibunya karena sangat sibuk. Lebih tepatnya sudah tak peduli lagi.
"Tidak. Biasanya kau juga tak menanyakan tentang ibumu." ujar Gavin sukses membuat Jean mengatupkan bibirnya rapat.
"Ah aku begitu rupanya. Aku.. Hanya merindukannya" gumam Jean yang masih tertangkap jelas oleh indra peyangaran Gavin.
Gavin tersenyum lantas dia menggeser badan Kylee dan memposisikan dirinya untuk tidur disamping Jean , dengan ranjang pasien yang cukup sempit namun cukup untuk tubuh mereka berdua. Mata Jean tentu saja melotot tajam, melihat Gavin dari jauh saja jantungnya sudah tak karuan sedangkan kini dia berhadapan langsung. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja, pria disebelahnya benar-benar ingin membuatnya mati ditempat.
"G-Gavin.. " berkata saja kini tak mampu, dia juga sedikit mendorong dada Gavin agar tak terlalu dekat dengannya. Namun Gavin malah memeluknya erat, ia memejamkan matanya tak peduli.
"Jangan bergerak nanti jatuh." gumam Gavin. Jean perlahan melunak, dengan susah payah ia menetralkan detak jantungnya, pasti pipinya memerah.
Namun anehnya Jean perlahan merasa nyaman dalam dekapan Gavin. Ia menatap wajah Gavin yang kini tengah memejamkan matanya. Deru nafas Gavin terasa geli saat menerpa wajahnya.
Bahkan ia terlalu sempurna untukku. Matanya indah walaupun terpejam, kulitnya putih halus bahkan lebih halus dari dirku. Hidungnya mancung, dan bibirnya- aish apa yang kupikirkan. Pasti Kylee sangat beruntung memilikinya. Ia sungguh manis. Astaga.. Kapan aku punya kekasih. batin Jean berteriak. Lambat laun kini dirinya perlahan ia mulai mengantuk dan tak lama tertidur. Dekapan Gavin sungguh membuatnya tersihir untuk tidur.
Gavin membuka matanya mengelus pipi lalu lembut menatap sendu wajah Kylee, "Selamat malam.. Kylee."
---
Waktu bergulir begitu cepat, terhitung sudah seminggu , Kylee masih belum boleh pulang karena tubuhnya masih terbilang lemah. Karena dia menaiki mobil pribadi yang kini rusak parah. Saat itu Kylee mengendarai mobilnya dengan mengebut , dan saat ingin menginjak rem ternyata remnya bermasalah alhasil dia menghindari bus dan bus juga menghindarinya. Hingga mobilnya menabrak pembatas jalan. Begitulah keterangan polisi yang ia dengar.
Kini dia menonton tv dengan Gavin yang menemaninya sambari mengupas apel. Sesekali ia melirik Gavin yang fokus pada apelnya. Dia terlalu cuek dan dingin namun manis bersamaan. Kadang Jean merasa jantungan karena sikap Gavin yang seminggu menemaninya itu berubah secara tiba tiba. Kadang tak peduli kadang yah membuat jantungnya senam.
"Aaaa..." suruh Gavin yang mengarahkan potongan apel ke mulut Jean.
"Apa?" Jean mengedipkan matanya beberapa kali.
Gavin menghela nafas, "Buka mulutmu Kylee, dan makan apel ini." ujarnya masih dengan setia mengarahkan apel itu. Dengan ragu Jean menuruti dan memakan apel itu.
Sambari mengunyah dia kembali melirik Gavin yang masih sibuk dengan apelnya. Berbagai pertanyaan berputar dikepalanya membuat kepalanya terasa berat. Cepat- cepat dia menepiskan itu semua. Namun lagi-lagi rasa penasraannya membuncah dengan ragu ia menoleh kearah Gavin.
"Gavin.. Sebenarnya aku itu bagaimana? Kau juga bagaimana?" pertanyaan Jean sukses membuat pria di sampingnya itu berhenti mengupas apel dan beralih menatap manik Jean lekat.
Kylee berdehem sedikit salah tingkah dibuatnya, menunggu Gavin menjawab pertanyaannya. "Maksudmu hubungan aku dan dirimukan? Kenapa? Kau merasa canggung denganku?" Jean mengangguk dengan polosnya. Namun Gavin membalas dengan senyum manisnya tak lupa mengusap rambut Jean lembut. Ayolah kapan jantung Jean normal.
"Nanti kau juga terbiasa." Bukan itu yang ingin Jean dengar. Jean ingin mendengar tentang pemilik tubuh ini Jean, bukan adegan skinship yang Gavin lakukan. Tak kunjung menjawab akhirnya Jean memilih diam, kembali mengalihkan ke televisi walaupun pikirannya bercampur aduk tak karuan.
Hening. Jean mulai bosan dengan acara tv yang ditontonnya. Ternyata Kylee tak punya memiliki teman yang menjenguknya. Bahkan ini lebih dari seminggu berbeda dengan keluarganya, sekali mengesalkan keluarganya tetap menyayanginya. Membayangkan nenek dan kakeknya yang mengomelinya namun tetap khawatir membuat dirinya bahagia.
"Kenapa? Kau bosan?" tanya Gavin. Jean terkesiap mendengar pertanyaan Gavin tiba tiba. Seakan dia bisa membaca pikiranya.
"Padahal saat aku berdua denganmu. Tidak akan bosan seperti ini." Ucapnya lagi dengan nada suara yang dibuat kecewa.
Gavin lagi-lagi ingin menggoda Jean. Hobi barunya menggoda Kylee. Padahal dulunya Kylee akan acuh oleh godaan atau gombalan Gavin. Melihat reaksi Kylee yang menurutnya lucu, ia jadi bersemangat.
"M-maksudmu?" Gavin menyengrai tipis. Mendengar pertanyaaan Jean terlewat gugup atau polos. Pokoknya itu menggemaskan.
Gavin memajukan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa senti saja dengan Jean, "Kau tahukan? Bagaimana hubungan sepasang kekasih jika berdua saja?"
Glek!
Jean bahkan sangat susah menelan ludahnya sendiri.
Lagi-lagi Gavin tersenyum miring, "Kenapa? Tidak mungkinkan kau hilang ingatan tentang itu?"
Astaga lebih baik Jean tak sadarkan diri saja atau pingsan sekarang juga. Gavin ternyata sungguh errr mesum.
"Hei Vin!! jangan goda Kylee seperti itu?" celetuk seseorang tiba-tiba yang kini satu persatu memasuki ruang rawat miliknya.
Terlihat beberapa pria yang tampan menyita perhatian Jean, benar-benar pemandanganan yang sangat langka bagi Jean. Ingin rasanya Jean menyeret Lisa dan Rachel melihat anugrah tuhan. Gavin, pria itu bedecak sebal ketika melihat para temannya datang, "Ck. Menyebalkan. Mau apa kalian kemari!" tanyanya ketus. Bukan karena benci hanya saja teman-temannya kadang sangat hiperaktif. Membuatnya pusing bukan main.
"Tentu saja menengok calon kakak iparku. Hai Kylee.." sapa pria dengan senyum lebarnya, sangatlah manis. Apalagi mata bulatnya, dan hidung begitu mancung. Tak terkategori tampan namun cukup sexy.
Jean menggaruk tengkuknya tak gatal lalu mengangguk canggung.
Pria tadi menghela nafas tak percaya, "Yah.. Kau benar benar tak mengingatku? Aku Hans si pria tampan." katanya menunjuk dirinya sendiri.
Pria bernama Hans itu sebelumnya memang dengar bahwa Kylee tak mengingatnya, tapi melihatnya secara langsung membuat dirinya terperangah. "Benarkah? Kau benar benar tak mengingat kami? Aku? Siapa?" tanyanya menunjuk dirinya sendiri. Kylee menggelang pelan.
"Hei sudah-sudah. Kylee aku David dan pria itu adalah Leo dan dia Hans." ujar pria bernama David itu sambari tersenyum manis. Jean hanya ber-oh ria sambari mengamati satu persatu teman Gavin.
Mungkin hanya David yang termanis diantara mereka.
"Yah padahal. Kau selalu meneriaki kami. Kadang memaki kami. Sekarang kau tambah lembut sepertinya." kata Hans yang sudah duduk di sofa sambari memakan cemilan yang tadi ia bawa.
"Eum maaf tak mengenali kalian." kata Jean menyesal. Merasa tak enak melihat kekecewaan Hans, namun Hans tak ambil pusing. Dia sosok yang ceria menurut Jean. Dan bisa menyesuaikan diberbagai keadaan dengan celotehannya.
Suasana ruangan sungguh menjadi ramai tatkala mereka bertiga datang menjenguk Jean. Ternyata teman teman Gavin sangat menyenangkan, Hans dengan segala tingkah bodohnya membuat atmosfir membosankan itu menjadi hidup. Jean juga baru tahu jika Ray bagian dari mereka.
Dan masalahnya sekarang Jean.. Jean bingung untuk buang air.
Ia harus bilang pada Gavin? Tidak mungkin di dalam ruangan hanya Jean yang perempuan. Kenapa Ibunya hobi sekali meninggalkan anaknya. Mengingat Gavin tadi sedikit mesum saja, membuat Jean sedikit bergidik ngeri. Gavin mengerutkan kening ketika melihat Jean terlihat gelisah, ayolah Gavin jadi ekstra perhatian ke Kylee. Bahkan dia benar-benar menjaga Kylee.
"Kau ingin sesuatu?" tanya Gavin kini berdiri disamping ranjangnya. Jean menggeleng ragu.
"Yasudah kalau begitu.." belum juga Gavin melangkah pergi kini Jean menarik ujung kaos Gavin membuat pria itu berbalik menatapnya.
Jean menggigit bibir bawahnya,"Aku ingin pipis."
Gavin menaikkan sebelah alisnya , lalu mengangguk paham. Dia mengambil kantung infus yang tergantung. Lalu menyerahkan pada dirinya.
"Pegang ini." perintahnya, Jean menatapnya tak mengerti namun menurut.
Gavin dengan segera menyibakkan selimut yang dikenakan Jean, menyelipkan tangannya ke bawah kaki Jean. Tanpa banyak bicara menggendong Jean bridal style. Tentu saja mata Jean membulat sempurna. Tangan kanan Jean reflek mengalungkan pada leher Jiuong. Sedangkan yg satu memegang kantung infus. Teman-teman Gavin hanya melirik sekilas namun kembali tak memperdulikan mereka.
"Ga-vin..."
"Sst diamlah bukannya kau ingin buang air." mau tak mau Jean mengatupkan bibirnya. Gavin mendudukkan Jean di closet kamar mandi.
"Ingin kubantu melepas celanamu tidak?" Lagi-lagi Jean dibuat terperangah oleh kata kata vulgar Gavin. Dasar otak mesum.
"Tidak terima kasih!" Jawab Jean langsung menutup pintu kamar mandi rapat. Gavin hanya terkekeh melihat ekspresi Jean yang menggemaskan. Hobi barunya adalah menggoda kekasihnya sekarang.
"Jika sudah tinggal panggil aku." ujar Gavin.
"Iya." sahut Jean dari dalam sana.
Setelah selesai Gavin kembali menggendong Jean. Mungkin benar Gavin menggendongnya. Kaki dia benar benar lemah. Ia kesusahan menopang tubuhnya sendiri. Ada rasa khawatir melanda dirinya, bagaimana tubuh dirinya. Apa baik baik saja? Apa lebih parah dari ini? Berharap tidak. Karena yang Jean rasakan amatlah sakit dan lemah. Bagaimana bisa Kylee pemilik tubuh yang Jean tempati mengalami kecelakaan parah seperti ini.
"Gavin kapan aku keluar dari sini?" tanya Jean yang kini menatap Gavin yang sedang menyelimutinya. Ia menoleh lalu tersenyum, "Nanti aku tanyakan ke Ray. Sudah kau tidur. Aku akan mengusir mereka untuk pulang."
Jean mengangguk menuruti kata Gavin. Dia kemudian memejamkan mata bersiap untuk tidur. Dan tak butuh waktu lama dia sudah berkelana dialam mimpinya. Ternyata melelahkan mencoba menyesuaikan menjadi orang lain. Tapi sampai kapan? Sampai kapan ia menjadi orang lain, terperangkap dalam diri seseorang. Dan ia tidak mengerti bagaimana ini terjadi pada dirinya. Entahlah, sulit sekali dimengerti.
-To Be Continued-
Sesampai di kediaman keluarga Tom, sang adik Gee langsung menuntun kakaknya ke kamar disusul oleh sang ibu dan ayahnya. Kedua temannya Lisa dan Rachel tadi memilih pulang agar Kylee bisa istirahat.Sampai didepan pintu berwarna putih gading, Gee langsung membukakan pintu. "Ini.. Ini kamarmu, kau sangatlah cerewet jika aku meminjam barang kakak. Menyentuh saja tidak boleh.” celoteh Gee.Dia seperti Gavin saja. Menyentuh barangnya pasti akan diserang dengan mulut pedasnya."Ya sudah. Nanti jika kau memerlukan sesuatu panggil saja Ibu." Ucapnya beranjak pergi. Kylee mengrenyit heran, "Kenapa tidak memanggil dirimu?""Aku lelah Jean" ujar Gee malas. "Kau pemalas rupanya." Cibir Kylee sambari tersenyum mengejek."Ah terserah kau saja.. Baru juga sembuh sudah kelihatan menyebalkan.""Hei! Kau bicara apa barusan? Baik aku tak mau denganmu lagi. Kau tak boleh meminjam apapun dariku. Jangan bicara denganku--""Ahh Jean! Iya-iya
Berhari hari Kylee harus menahan umpatan demi umpatan pada pria menyebalkan didepannya itu. Ia sungguh mengusik hari-hari Kylee dengan hal konyolnya. Kadang mengusiknya dengan melempar sesuatu ke jendela Kylee pada pagi hari. Kadang membuntutinya. Menyebalkan sangat. Tapi tidak untuk hari ini pria itu bahkan tak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Jujur saja Kylee jadi kesepian, tak ada celotehan gila dari pria itu. Tapi tetap saja menyebalkan.Kylee kini menjemur pakaian dengan sesekali menegok kerumah disebrang sana. Pria menyebalkan itu adalah tetangga dekatnya. Bahkan adiknya Gee malah sangat luluh dengannya."Tumben sekali dia tak mengusikku? Dia bosan apa sibuk? Aish entahlah." gumam Kylee sambari menenteng embernya.Ia mengehentikan langkahnya ketika menangkap siluet pria yang kini keluar dari rumah dengan menaiki sepeda. Dengan cepat ia membuang ember dan langsung meneriaki namanya."HEI!!! Kau ingin kemana?!" tanya Kylee kini berlari kea
"Chef! Aku bantu apa?" panggil Kylee kini sudah berada disamping Brian yang mengupas bawang. Brian mengrenyit, "Kau bisa kupas bawang ini?" tanyanya ragu. Tak disangka gadis di depannya itu mengangguk antusias.Brian mengangguk lalu menyerahkan pisau dan bawang itu kepada Kylee. Sedangkan dirinya menyiapkan bahan yang lain."Chef sejak kapan kau menyukai memasak?" tanya Kylee masih dengan bawangnya.Brian berfikir sebentar, "Eum mungkin sejak Ibuku meninggal." jawabnya.Kylee terkejut mendengar penuturan Brian. Bukan maksud Kylee untuk menyinggungnya. "Maaf.. Bukannya bermaksud." Sesal Kylee.Brian terkekeh, ia menyalakan kompor dan memasukkan rempah rempahnya. "Tidak papa.. Tenang saja. Aku suka memasak sejak Ibuku meninggal, karena tak saat itu aku berfikir bahwa tak kan ada lagi yang memasakkanku..""... Jadi aku bertekad kuat intuk belajar memasak seperti masakan Ibu. Sewaktu waktu aku merindukan aku bisa masak send
Author's pov Berkali-kali pria itu menghembuskan nafas beratnya, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut akibat dari pikiran yang memenuhi seperti benang yang saling simpang siur tak tentu arah. Ia meyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya, melonggarkan dasi yang seakan mencekik lehernya. Bro, sepertinya ada yang tidak beres dengan kecelakaan kemarin. Polisi masih menyelidiki hal itu, dan ada yang janggal. /Brak/ "ARGHHH Sialan! Sialan! Sialan!" Pria itu menggebrak meja cukup keras, tangannya mengepal erat memperlihatkan urat-urat nadinya. Nafasnya terengah-engah, rahangnya mengeras, terlihat jelas bahwa dia memendam amarah yang bergejolak dalam tubuh pria itu. Sorot matanya bahkan kini berubah sangat dingin,nyalang, dan mengintimidasi. Sesaat, emosinya perlahan reda, ia mengusap wajah lelahnya kasar, dadanya berkecamuk. Rasa benci, kecewa, marah semua bercampur menjadi satu dan h
"Jackson?" panggil seorang wanita bersurai coklat dengan poni tipis di dahinya. Tak lupa senyum hangatnya mampu membuat ptia bernama Jackson itu terpaku sejenak. Lekas tersadar pria bernama Jackson itu lantas membalas senyuman wanita di depannya ini, beranjak berdiri untuk membalas tamu penting yang datang menemuinya. Dimple nya sungguh manis di pria bermarga Kim ini. "Ya, benar. Jean teman Harris, benar?" tanya Jack ramah. Jean mengangguk masih dengan senyum manisnya, "Maaf mengganggu anda." Jack menggeleng pelan, "Tidak, kebetulan aku juga sedang ada waktu luang. Ngomong-ngomong jangan terlalu formal. Aku merasa sangat tua jadinya hahah." Jean tersenyum mengangguk. Jika dilihat dari segi umur memang tak jauh berbeda, mengingat wajahnya yang juga masih sangat muda dan rupawan. Alih-alih bertanya mengapa Jean bisa menemui Jack jawabannya adalah karena cerita Brian beberapa waktu lalu. Yaitu tentang kasus kecelakaan bus itu yang menga
Sedari pria yang mengemudi itu terus diam. Sesekali matanya melirik wanita yang duduk di sebelah kanannya dengan rasa antara bingung, khawatir. Melihat wanita itu terus menatap kosong lurus kedepan."Kau baik-baik saja?" ucapnya memecah keheningan yang menyelimuti suasana dalam mobil. Kylee menoleh sebentar lalu mengangguk. Helaan nafas berat terdengar dari pria bernama Brian itu, ia belum puas akan jawaban yang Kylee berikan. Tapi apa boleh buat itu bukan haknya untuk tahu, hanya saja ia sangat bersedia jika Kylee dengan senang hati menceritakan."Aku lebih senang Jean yang cerewet seperti bebek." Ujarnya tiba-tiba tanpa memalingkan wajahnya ke wanita itu, satu sudut bibirnya tertarik menyunggingkan sebuah senyum.Kylee menoleh cepat lalu mendegus, "Dan kau seperti pak tua pemilik bebek itu." yang akhirnya Kylee ikut tersenyum.Brian mendelik tak suka, "Heh! Aku tampan tau.""Siapa yang bilang jelek, Bodoh!!" seru Kylee tak terima. Brian menoleh d
Tok Tok Tok/cklek/"Gavin?" Panggil seorang wanita yang tak lain adalah Jean. Kepalanya menyembul di balik pintu, mengedarkan pandangannya memastikan bahwa lelaki yang ia cari berada di dalam ruangan kerjanya.Ternyata benar, Jean melihat lelaki itu sedang berkutat dengan berkas-berkas ditangannya. Ya sedari tadi pagi Gavin tak keluar dari ruangan kerja yang ada di apartemen membuat wanita itu sedikit khawatir. Mengingat Gavin juga melewatkan makan. Dengan mantap dia memberanikan diri untuk membuka pintu hingga menampakkan semua tubuhnya tak lagi hanya kepala yang menyembul. Selama Jean di apartemen milik Gavin, Jean tidak pernah memasuki kamar milik Gavin atau ruang kerjanya. Menurut Jean itu tidak sopan dan tidak ada alasan juga untuk masuk."Gavin makanlah dulu aku sudah membuatkan makan siang untukmu." ujar Jean masih berdiri tak jauh dari pintu.Gavin yang menyadari kehadiran Jean lantas ia mengalihkan sejenak atensinya ke J
Musik klasik terdengar mengalun di ruangan yang tak begitu luas. Terlihat sang empu tengah menikmati suasana tenang dengan segelas wine di tangannya. Tak terganggu sedikitpun dengan tingkah gadis di depannya itu mondar mandir tak jelas."Apa yang kau khawatirkan?" tanya sang pria yang duduk di sofa dekat jendela kamar miliknya.Yang di tanya hanya melirik dan menghela nafas kasar, lantas ia melangkahkan kakinya dan duduk di pangkuan sang lelaki. Dengan senang hati lelaki itu membiarkan wanita itu bermanja dengannya."Kenapa hm? Khawatir tentang itu lagi?" tanya lelaki itu sambari membelai lembut rambut wanitanya.Wanita itu kembali menghela nafas, "Kau benar-benar tak khawatir? Bagaimana jika kita ter--""ssttt tidak akan. Percaya padaku." potong lelaki itu cepat dengan menaruhkan telunjuknya ke bibir wanita itu. "Kenapa kau tidak percaya denganku? Hei, kita sudah merencanakannya dengan matang. Tinggal menunggu selanjutnya,"Wanita itu