Sesampai di kediaman keluarga Tom, sang adik Gee langsung menuntun kakaknya ke kamar disusul oleh sang ibu dan ayahnya. Kedua temannya Lisa dan Rachel tadi memilih pulang agar Kylee bisa istirahat.
Sampai didepan pintu berwarna putih gading, Gee langsung membukakan pintu. "Ini.. Ini kamarmu, kau sangatlah cerewet jika aku meminjam barang kakak. Menyentuh saja tidak boleh.” celoteh Gee.
Dia seperti Gavin saja. Menyentuh barangnya pasti akan diserang dengan mulut pedasnya.
"Ya sudah. Nanti jika kau memerlukan sesuatu panggil saja Ibu." Ucapnya beranjak pergi. Kylee mengrenyit heran, "Kenapa tidak memanggil dirimu?"
"Aku lelah Jean" ujar Gee malas. "Kau pemalas rupanya." Cibir Kylee sambari tersenyum mengejek.
"Ah terserah kau saja.. Baru juga sembuh sudah kelihatan menyebalkan."
"Hei! Kau bicara apa barusan? Baik aku tak mau denganmu lagi. Kau tak boleh meminjam apapun dariku. Jangan bicara denganku--"
"Ahh Jean! Iya-iya kau jahat sekali. Padahal aku merindukanmu. Ya sudah ya aku keluar dulu." Kylee tersenyum bahagia melihat tingkah adiknya yang terbilang cerewet namun tetap saja ia menyayangi dirinya.
Cukup senang menggoda adiknya kini ia berbaring ke tempat tidur setelah adiknya Gee keluar dari kamarnya. Kylee menatap langit langit kamarnya. Kini ia bangkit meneliti tiap sudut kamarnya. Rapi. Tapi lebih rapi miliknya. Ia mengamati meja rias didepannya.
"Eh? Tak ada make up? Apa ini hanya pelembab dan liptint? Dia tidak begitu ribet ternyata." Kylee membuka almari tempat baju, yang ia temukan hanya kaos, jeans , tak ada dress yang menyelip disana.
"Huh pantas saja Ken itu berpacaran dengan wanita yang lebih cantik darinya. Tidak sepertinya penampilannya yang kurang menarik." gumamnya lagi, puas mengomentari lantas ia berjalan ke meja belajar.
Banyak buku novel yang berjajar rapi disana. Ada beberapa foto yang terpajang, foto kedua sahabatnya dan dirinya yang selesai wisuda.
Pluk
Kylee menoleh kearah jendela seperti ada yang melempar sesuatu. Ia menghampiri jendela dan membuka jendelanya lebar. Tak ada siapa-siapa. Lantas ia menutup kembali. Ia tak peduli lagi, kini ia memilih tidur.
"Dia sudah pulang ternyata." gumam seseorang diluar sana sambari menyunggingkan senyumnya.
-
Kylee menguap lebar, ia meregangkan otot ototnya yang terasa kaku sambari menuruni tangga. Ia sepertinya tidur cukup lama hingga hari sudah pagi begitu saja. Cacing cacing diperutnya juga sudah berdemo meminta makan.
Ia melihat ibunya yang kini sibuk memasak, dengan adik dan ayahnya yang sudah siap dimeja makan. Ia menghampiri ibunya. "Ibu kenapa Ibu tidak membangunkanku?" tanya Kylee memeluk ibunya dari belakang. Baiklah ia sudah memutuskan bahwa dirinya adalah Jean. Anak dari Keluarga dari Tom.
"Kau saja yang tidur seperti sapi." sahut Gee yang meletakkan gelas bekas susu d iwastafel.
Kylee mengerling menatap adiknya sengit."Berarti kau adiknya sapi tahu! Ibu kenapa Gee mengesalkan sekali sih. Eh kau tidak sekolah?"
Gee memutar bola matanya malas, "Kau lupa ini hari libur Jean. Ckck kau kebanyakan tidur makanya gendut."
Ibunya terkekeh geli sedangkan Kylee baiklah ia menahan amarah dari tadi.
"Hei! Apa hubungannya dengan berat badanku hah!!! Kau kurang ajar sekali menyinggung berat badanku!"Gee berlari menuju ayahnya yang sedang membaca koran dimeja makan.
"Ayah lihatlah ada singa betina mengamuk dipagi hari! Hahaha.."Jean melotot tak percaya, "Tadi sapi sekarang singa? Hei! Secara tak langsung kau mengatai Ibu dan Ayah bahwa mereka sapi dan singa."
"Hei sudah sudah." ujar Ibunya yang kini membawa sup di meja makan. Gee terkikik geli melihat kakaknya meyalik tajam.
Ting tong
Kylee menoleh kearah ruang tamu begitu juga dengan lainnya. "Aku bukakan." ujar Kylee menuju pintu luar.
Cklek
Dilihatnya seorang pria menatapnya malas. Tidak mengenakkan, begitu juga dengan Kylee. Ingat rambut Kylee masih acak acakkan, belum mencuci muka juga sikat gigi. Sangat berantakan.
"Ck. Hilang ingatan tapi kebiasaanmu masih menempel padamu. Dasar wanita aneh." cibirnya yang kini langsung menyelonong masuk tanpa menghiraukan Kylee yang melotot tajam.
"Kau siapa!?" tanya Kylee kini mengekorinya masuk keruang tengah dan menuju ruang makan. "Aku pacarmu siapa lagi." ia berbalik sebentar lalu menatap wanita didepannya itu datar.
"Hah?! Cih jangan bercanda.." jelas pria didepannya itu bohong. Sahabatnya tidak bilang jika dirinya punya kekasih.
"... Aku tak mempunyai kekasih jelek sepertimu." lanjutnya.
Pasti ini Pria menyebalkan yang meribetkan hidupnya nanti. Batin Kylee.
"Heii!" teriak Kylee ketika pria itu menyentil dahinya. Pria itu hanya mengendikan bahunya tak peduli. Lantas ia menghampiri keluarga Tom begitu saja
Setidaknya omongan pedasnya membuatku sedikit lega padahal biasanya kau langsung memukulku. Kau benar-benar hilang ingatan Jean. Mengenaliku saja tidak.
***
Kylee atau lebih tepatnya Jean. Kini memandang langit malam yang dihiasi banyak bintang juga bulan yang mempercantik. Ia kini tengah duduk dibalkon rumahnya sambari mendesah pelan. Beberapa waktu lalu ia sudah bisa pulang dan kondisinya juga lebih membaik.
Semua hal kini berkecamuk didirinya. Seperti sekarang walaupun ada ayah dan ibunya dibawah namun ia merasa kesepian. Seperti putri yang terkurung dalam kastil. Bagaimana tidak, sedari tadi ia kumpul bersama keluarga Jean hanya ada keheningan. Masing masing sibuk dalam dunianya sendiri. Alhasil Jean memilih kekamar. Menjadi kaya seperti ini sungguh tak enak, ia ingin kaya namun juga keluarga harmonis. Ia sungguh merindukan ibunya, suasana sungguh dan ini berbanding terbalik dengan kehidupan dia sebelumnya. Sebenarnya mengapa ia harus bertukar nasib dengan sosok yang tak ia kenal. Ini terlalu merumitkan untuknya.
Jean merapatkan mantelnya, suasana mulai terasa dingin namun ia enggan untuk beranjak. Ia bangkit dan berjalan ke pembatas balkon sambari menatap langit dengan lekat, Tiba-tiba saja sebuah tangan kekar melingkar diperut Jean. Kepalanya bahkan ia taruh ke pundak Jean. Tubuh Jean menegang. Jantungnya hampir saja melompat keluar, ingin rasa ia mengumpat namun lidahnya menjadi kelu saat wajah Jean begitu sangat dekat dengan Gavin
"Kenapa malam malam diluar?" tanyanya dengan nada begitu rendah. Membuat tubuh Jean semakin kaku.
Tak ada jawaban dari Jean, lantas Gavin mengangkat kepalanya menatap Jean yang sedari tadi membuang muka lebih tepatnya menyembunyikan rona merah yang menjalar dipipinya. Ia sungguh gugup, ia belum terbiasa dengan skinship Gavin yang ia berikan.
"Kylee?" panggil Gavin.
Tersadar Jean menoleh cepat, "ya?"
"Kau lucu." kekeh Gavin kini melepaskan pelukannya. Ia duduk disalah satu kursi dibelakangnya.
"Kemarilah." perintah Gavin, Jean masih diam tak bergeming. Jujur saja ia merasa nyaman dan aman didekat Gavin. Namun dengan segera ia menepis semua itu dan melihat kenyataan bahwa dalam diri Kylee adalah Jean. Gadis biasa yang tak pantas bersanding dengan seorang pangeran.
Gavin menghela nafasnya melihat Jean yang tak kunjung menghampirinya, ia menarik tangan Jean hingga kini Jean duduk dipangkuan Gavin.
"Eh? Gavin.." cicitnya.
Gavin memeluk Jean erat, menelenggamkan wajahnya diceruk leher Jean. Tak nyaman tentu saja dirasakan Jean saat ini. Sebebas inikah Gavin memeluknya. Tiba-tiba mencium pipinya, tapi jika bibir Jean belum pernah merasakannya. Eh!
Hening cukup lama kini Jean mencoba bertanya , "Vin.. Ada apa denganmu?"
Gavin menggeleng pelan, "Aku hanya ingin seperti ini." Ujarnya mengeratkan pelukannya. Ia memeluk Jean sangat posesif, ada rasa bersalah kini menggeronggoti hatinya. Bahkan ia kini benar-benar menyesal akan satu hal.
"Eumm.. Jika ada masalah cerita saja padaku. Aku pendengar yang baik." Tak lagi ada rasa takut untuk berbicara dengan Gavin, malah Gavin bisa melihat manik mata Kylee yang begitu teduh. Sangat berbeda dengan sebelumnya dan Gavin pertama kali melihat sorot mata Kylee yang seperi ini.
Kau aneh Kylee. Dulu tanpa kau minta aku sudah menceritakan panjang lebar keluh kesahku. Tapi kau tak peduli.
Gavin tersenyum lembut, "Bolehkah?" Jean mengangguk mantap.
"Baik.. Sebenarnya masalahku..." Raut wajah Jean berubah menjadi 100% serius. Bahkan ia menatap tepat pada manik Gavin lekat.
Gavin lagi-lagi tersenyum, "Aku merindukan ciumanmu." Ia tersenyum lebar.
uhuk!
Jangan ditanya Jean hampir terjungkal kebelakang jika Gavin tak menahan tubuhnya, mendengar penuturan Gavin teramat vulgar. Kenapa mulutnya sungguh tak tahu malu.
"HEI! Kau pernah dilempar kebawah belum hah?! Dasar Mesum!!!" Gavin tertawa keras, ia malah lebih mengeratkan pelukannya saat Jean meronta ingin lepas. Namun Gavin tetap saja mengeratkan pelukannya.
"Besok siapkan barangmu kau akan tinggal diapartementku sementara."
Jean kembali diam, "Memangnya kenapa? Kenapa harus tinggal bersamamu? Ibu dan Ayah mau kemana? Ray tidak pulang?" tanyanya kemudian.
"Hei hei hei bertanyalah satu satu." balas Gavin mencubit hidung Jean lumayan keras membuat sang empu mengaduh.
"Sakit Vin." keluhnya sambari mengusap hidungnya.
"Ibu dan Ayahmu akan kembali ke Jerman untuk mengurus beberapa hal. Ray juga ditugaskan keluar kota. Kau tak mungkin tinggal sendiri, aku juga tak mungkin kesini tiap hari." jelasnya.
Seketika raut wajah Jean berubah murung, secepat itukah orang tuanya meninggalkan dia, mengapa tak izin saja. Sepenting itukah pekerjaan mereka. "Apa mereka presiden?" tanya Jean dengan menunduk, memainkan jarinya. Matanya sudah memerah.
Gavin mengrenyit heran namun ia paham maksud gadis didepannya itu, "Kenapa? Kau kecewa hm?" ia menyelipkan anak rambut Jean, berniat melihat lebih dekat wajahnya. Ia juga sudah melihat cairan bening itu menetes.
Walaupun dalam dirinya bukanlah Kylee namun sosok Jean entah kenapa juga merasakan bagaimana rasanya kesepian. Dan itu sangat menyakitkan. Jika ia berada dirumahnya sekarang pasti tak sesakit ini.
"Aku.. Aku tau jika itu untuk kebaikanku tapi setidaknya bukankah harusnya mereka bersamaku saat ini? Aku membutuhkan mereka saat ini, apa..apa kecelakaanku tidak cukup untuk membuat mereka berada disampingku?" kini pertahanan Jean runtuh begitu saja. Ia tak bisa lagi menahan rasa kecewanya pada orang tuanya. Setidaknya jika mereka bukan orang tua kandungnya melainkan orang tua pemilik tubuh ini, setidaknya ia merasakan kasih sayang dari mereka.
Mengapa dengan mudahnya mereka menitipkan anaknya dengan seseorang yang notabaenya kekasihnya?
Sepercaya itukah mereka dengan Gavin?
Memang tak ada kerabat lain selain nenek bibi atau siapapun?
Mengapa Jean harus seperti ini?
Gavin mengusap pipi Jean pelan, menatap lembut manik hitam miliknya. "Aku tahu.. Aku tahu apa yang kau rasakan Jean. Sudah ya jangan menangis, aku ada disini dan selalu disisimu. mengerti? Jadi simpan semua pertanyaanmu dulu." Seakan bisa membaca pikiran Jean akhirnya Jean hanya mengangguk. Tanpa ragu Jean menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Gavin. Menghirup parfum maskulin yang membuat dirinya nyaman. Ia butuh seseorang seperti Gavin.
Aku bahkan tak mengenal dirimu saat ini. Kau benar benar berbeda. Tapi bagaimanapun itu aku tetap manyayangimu Kylee.
Ray yang awalnya ingin masuk melihat keadaan adiknya kini mengurungkan niatnya. Ia hanya bisa menghela nafasnya berat.
-To Be Continued-
Berhari hari Kylee harus menahan umpatan demi umpatan pada pria menyebalkan didepannya itu. Ia sungguh mengusik hari-hari Kylee dengan hal konyolnya. Kadang mengusiknya dengan melempar sesuatu ke jendela Kylee pada pagi hari. Kadang membuntutinya. Menyebalkan sangat. Tapi tidak untuk hari ini pria itu bahkan tak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Jujur saja Kylee jadi kesepian, tak ada celotehan gila dari pria itu. Tapi tetap saja menyebalkan.Kylee kini menjemur pakaian dengan sesekali menegok kerumah disebrang sana. Pria menyebalkan itu adalah tetangga dekatnya. Bahkan adiknya Gee malah sangat luluh dengannya."Tumben sekali dia tak mengusikku? Dia bosan apa sibuk? Aish entahlah." gumam Kylee sambari menenteng embernya.Ia mengehentikan langkahnya ketika menangkap siluet pria yang kini keluar dari rumah dengan menaiki sepeda. Dengan cepat ia membuang ember dan langsung meneriaki namanya."HEI!!! Kau ingin kemana?!" tanya Kylee kini berlari kea
"Chef! Aku bantu apa?" panggil Kylee kini sudah berada disamping Brian yang mengupas bawang. Brian mengrenyit, "Kau bisa kupas bawang ini?" tanyanya ragu. Tak disangka gadis di depannya itu mengangguk antusias.Brian mengangguk lalu menyerahkan pisau dan bawang itu kepada Kylee. Sedangkan dirinya menyiapkan bahan yang lain."Chef sejak kapan kau menyukai memasak?" tanya Kylee masih dengan bawangnya.Brian berfikir sebentar, "Eum mungkin sejak Ibuku meninggal." jawabnya.Kylee terkejut mendengar penuturan Brian. Bukan maksud Kylee untuk menyinggungnya. "Maaf.. Bukannya bermaksud." Sesal Kylee.Brian terkekeh, ia menyalakan kompor dan memasukkan rempah rempahnya. "Tidak papa.. Tenang saja. Aku suka memasak sejak Ibuku meninggal, karena tak saat itu aku berfikir bahwa tak kan ada lagi yang memasakkanku..""... Jadi aku bertekad kuat intuk belajar memasak seperti masakan Ibu. Sewaktu waktu aku merindukan aku bisa masak send
Author's pov Berkali-kali pria itu menghembuskan nafas beratnya, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut akibat dari pikiran yang memenuhi seperti benang yang saling simpang siur tak tentu arah. Ia meyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya, melonggarkan dasi yang seakan mencekik lehernya. Bro, sepertinya ada yang tidak beres dengan kecelakaan kemarin. Polisi masih menyelidiki hal itu, dan ada yang janggal. /Brak/ "ARGHHH Sialan! Sialan! Sialan!" Pria itu menggebrak meja cukup keras, tangannya mengepal erat memperlihatkan urat-urat nadinya. Nafasnya terengah-engah, rahangnya mengeras, terlihat jelas bahwa dia memendam amarah yang bergejolak dalam tubuh pria itu. Sorot matanya bahkan kini berubah sangat dingin,nyalang, dan mengintimidasi. Sesaat, emosinya perlahan reda, ia mengusap wajah lelahnya kasar, dadanya berkecamuk. Rasa benci, kecewa, marah semua bercampur menjadi satu dan h
"Jackson?" panggil seorang wanita bersurai coklat dengan poni tipis di dahinya. Tak lupa senyum hangatnya mampu membuat ptia bernama Jackson itu terpaku sejenak. Lekas tersadar pria bernama Jackson itu lantas membalas senyuman wanita di depannya ini, beranjak berdiri untuk membalas tamu penting yang datang menemuinya. Dimple nya sungguh manis di pria bermarga Kim ini. "Ya, benar. Jean teman Harris, benar?" tanya Jack ramah. Jean mengangguk masih dengan senyum manisnya, "Maaf mengganggu anda." Jack menggeleng pelan, "Tidak, kebetulan aku juga sedang ada waktu luang. Ngomong-ngomong jangan terlalu formal. Aku merasa sangat tua jadinya hahah." Jean tersenyum mengangguk. Jika dilihat dari segi umur memang tak jauh berbeda, mengingat wajahnya yang juga masih sangat muda dan rupawan. Alih-alih bertanya mengapa Jean bisa menemui Jack jawabannya adalah karena cerita Brian beberapa waktu lalu. Yaitu tentang kasus kecelakaan bus itu yang menga
Sedari pria yang mengemudi itu terus diam. Sesekali matanya melirik wanita yang duduk di sebelah kanannya dengan rasa antara bingung, khawatir. Melihat wanita itu terus menatap kosong lurus kedepan."Kau baik-baik saja?" ucapnya memecah keheningan yang menyelimuti suasana dalam mobil. Kylee menoleh sebentar lalu mengangguk. Helaan nafas berat terdengar dari pria bernama Brian itu, ia belum puas akan jawaban yang Kylee berikan. Tapi apa boleh buat itu bukan haknya untuk tahu, hanya saja ia sangat bersedia jika Kylee dengan senang hati menceritakan."Aku lebih senang Jean yang cerewet seperti bebek." Ujarnya tiba-tiba tanpa memalingkan wajahnya ke wanita itu, satu sudut bibirnya tertarik menyunggingkan sebuah senyum.Kylee menoleh cepat lalu mendegus, "Dan kau seperti pak tua pemilik bebek itu." yang akhirnya Kylee ikut tersenyum.Brian mendelik tak suka, "Heh! Aku tampan tau.""Siapa yang bilang jelek, Bodoh!!" seru Kylee tak terima. Brian menoleh d
Tok Tok Tok/cklek/"Gavin?" Panggil seorang wanita yang tak lain adalah Jean. Kepalanya menyembul di balik pintu, mengedarkan pandangannya memastikan bahwa lelaki yang ia cari berada di dalam ruangan kerjanya.Ternyata benar, Jean melihat lelaki itu sedang berkutat dengan berkas-berkas ditangannya. Ya sedari tadi pagi Gavin tak keluar dari ruangan kerja yang ada di apartemen membuat wanita itu sedikit khawatir. Mengingat Gavin juga melewatkan makan. Dengan mantap dia memberanikan diri untuk membuka pintu hingga menampakkan semua tubuhnya tak lagi hanya kepala yang menyembul. Selama Jean di apartemen milik Gavin, Jean tidak pernah memasuki kamar milik Gavin atau ruang kerjanya. Menurut Jean itu tidak sopan dan tidak ada alasan juga untuk masuk."Gavin makanlah dulu aku sudah membuatkan makan siang untukmu." ujar Jean masih berdiri tak jauh dari pintu.Gavin yang menyadari kehadiran Jean lantas ia mengalihkan sejenak atensinya ke J
Musik klasik terdengar mengalun di ruangan yang tak begitu luas. Terlihat sang empu tengah menikmati suasana tenang dengan segelas wine di tangannya. Tak terganggu sedikitpun dengan tingkah gadis di depannya itu mondar mandir tak jelas."Apa yang kau khawatirkan?" tanya sang pria yang duduk di sofa dekat jendela kamar miliknya.Yang di tanya hanya melirik dan menghela nafas kasar, lantas ia melangkahkan kakinya dan duduk di pangkuan sang lelaki. Dengan senang hati lelaki itu membiarkan wanita itu bermanja dengannya."Kenapa hm? Khawatir tentang itu lagi?" tanya lelaki itu sambari membelai lembut rambut wanitanya.Wanita itu kembali menghela nafas, "Kau benar-benar tak khawatir? Bagaimana jika kita ter--""ssttt tidak akan. Percaya padaku." potong lelaki itu cepat dengan menaruhkan telunjuknya ke bibir wanita itu. "Kenapa kau tidak percaya denganku? Hei, kita sudah merencanakannya dengan matang. Tinggal menunggu selanjutnya,"Wanita itu
Lelaki itu mencoba memejamkan matanya kuat untuk mencoba tidur. Tetapi beberapa kali perkataan aneh itu masih berputar-putar di kepala lelaki itu dan ia merasakan bertapa terganggunya dengan perkataan tidak masuk akal itu dan terbilang sangat aneh. Beberapa kali lelaki tersebut menarik nafasnya lalu mengeluarkan perlahan guna memfokuskan dirinya untuk tidur namun sepertinya sia-sia."Iya, Aku mengalami itu. Bisa dibilang aku bukan Jean.""Dan aku bertemu Jack tadi dia tahu jika aku bukan Jean. Dia memintaku menemui ibunya yang mana seorang paranormal.""Sialan aku tidak bisa tidur!!!" Seru Brian menendang - nendang selimut asal. Menjambak rambutnya frustasi, setelah mendengar penjelasan Jean tadi otaknya mendadak kososng. Kepalanya berdenyut tidak karuan. Ingin ia tak mempercayainya sama sekali , tapi raut wajah Jean yang serius membuat ia berfikir dua kali.Huhhh...Brian menghela nafas panjang, menatap langit-langit. Pe
Author'sTok tok tokKetukan pintu itu membuyarkan seorang gadis yang tengah larut dalam pikirannya. Berbagai pertanyaan berkecamuk saling bercamur menjadi satu.Gadis itu menepuk nepuk pipinya singkat,menyadarkan dirinya , lalu membuat sebuah kurva senyum sebelum seseorang itu masuk ke dalam kamarnya."Masuk Ray!" serunya dari dalam./cklek/Presensi pria berwajah manis itu kini menyebulkan kepalanya sebelum akhirnya menampakkan seluruh tubuhnya. Kylee tersenyum begitu pula Ray yang kini masuk menghampiri adik kesayangannya."Aku menganggumu hm?" tanya Ray kini duduk di tepi ranjang.Kylee menggeleng cepat,"Tidak kok, memang ada perlu apa?""Tidak ada, hanya sedikit khawatir denganmu. Kenapa tidak keluar kamar setelah jalan jalan dengan Jessi? Kau sakit?"Ray memang khawatir dengan Kylee. Semenjak kecelakaan itu dan perpisahan orang tuanya membua
Kylee atau Jean, gadis itu kini tengah mangut mangut mengerti mendengarkan celotehan Jessi. Semenjak jalan tadi mereka saling mengobrol ringan dan bercerita tentang banyak hal. Sesekali bernostalgia tentang masa lalu, tentu dengan cerita versi Jessi. Hingga kini mereka mengistirahatkan tubuh mereka di sebuah cafe dengan memesan beberapa makanan."Kami itu bersahabat baik, awalnya aku hanya murid pindahan di kelasmu. Sedangkan Hans dan Gavin di kelas yang sama. Bahkan kau yang mengajakku berteman dulu."Kylee mengangguk, sepintas ingatan tentang foto yang terpasang di meja kerja Gavin itu memungkinkan bahwa Hans yang memotretnya dan benar mereka sahabat baik. Hanya saja ada yang menggangg
Jean's (real Kylee pov) Flashback Sedihku sedikit terobati dengan kedatangan Hans yang pulang dari Belanda. Hans adalah sahabatku sewaktu masa SMA. Dia mengajakku jalan jalan seharian ini, sebenarnya aku malas namun mengingat bosan dirumah maka aku mengiyakan saja tawarannya toh sambari melepas rindu 4 tahun tak bertemu. Mobil kami sudah sampai di depan rumahku, aku terdiam sebentar. Rasanya malas saja harus memasuki rumah. Kulihat juga mobil Ayah dan Ibu terparkir di halaman rumah. Hingga tepukan dipundakku menyadarkanku dari lamunanku. Aku tersenyum mendapati dia juga tersenyum kearahku. "Masuklah." Aku menghela nafas kasar, "Apa kau tidak ingin mampir dulu?" kulihat dia mengrenyit samar. "Boleh?" Aku mengangguk cepat. "Baiklah, sekalian menyapa orang tuamu." ucapnya yang pada akhirnya kami keluar bersama menuju rumahku. Belum sampai dalam rumah aku mendengar samar-samar suara laki-laki dan wanita t
Ting tong"Ya sebentar." Ucap Jean dari dalam. Sebenarnya tadi ia sempat ragu jika akan membukakan pintu untuk tamu mengingat akhir-akhir ini baik kakaknya ataupun Gavin sangat overprotective dengannya. Terlebih sudah diwanti-wanti agar menjaga jarak dengan pria bernama Hans. Memang mencurigakan tapi ia tak ambil pusing, semakin ia diam semakin banyak hal yang tidak akan ia ketahui termasuk alasan mengapa jiwanya ada di Kylee. Jean bergegas membukakan pintu untuk tamu yang mengunjungi rumahnya. Walaupun sedikit bertanya-tanya, apa itu tamu kakaknya, tapi kenapa kakaknya tak berpesan padanya./cklek/Dilihatnya presensi seorang wanita cantik kira-kira seusia nya itu tengah tersenyum manis ke arahnya. Jean terdiam berfikir menatap lekat wanita di depannya itu, ia sungguh tak tahu siapa gerangan yang berdiri di depannya itu bersama laki-laki di belakangnya yang juga tengah tersenyum ke arahnya.“Kylee?” panggil wanita t
Lama tak berjumpa Kylee. Tangan Gavin meremas kuat gelas yang ia pegang. Pertemuan dengan seorang tak terduga itu tak pelak membuat kepalanya berdenyut hebat. Semalaman dia tak bisa tidur hanya memikirkan hal itu. Gavin menuang kembali wine yang sedari tadi entah berapa kali ia teguk, ia bahkan tak ingat rasanya. Sungguh sial, umpat Gavin. Ia menarik rambutnya frustrasi. Belum juga masalah satu kelar kini bertambah rumit. Satu tegukan terakhir, akhirnya dia berhenti. Tubuhnya beringsut berdiri, dengan gontai ia berjalan menuju ruang kerjanya. Ia dudukkan dirinya ke kursi kerja yang sering ia pakai, tangannya terulur meraih bingkai foto yang terakhir kali Kylee tanyakan. Kilas balik tentang masa lalu membuat hatinya berdenyut. Masa lalu yang membuat semua menjadi runyam saat ini, masa lalu yang membuat ia menyesal. Andai ia tak bertemu wanita dan pria sialan itu. Andai saja. "Gavin!! Gavin.,. Tunggu aku bisa jelaskan." ucap
Kylee sedari tadi memberengut kesal, ia mengecutkan bibirnya sembari wajahnya di tekuk kesal. Menatap pria di depannya itu yang sibuk mengolah bahan-bahan mentah di yang berjajar rapi. Setelah berhasil mengacau di depan alhasil ia bisa bertemu pemuda yang kini tak memperdulikannya, tidak pelak membuat dirinya geram setengah mati. Berbagai penawaran yang ia berikan tak ada yang mempan untuk pemuda keras kepala ini. "Kau masih tak percaya iya, ‘kan?" tanya Kylee kesekian kalinya. Pemuda itu melirik sekilas, ia menghela nafas berat. Pada akhirnya pemuda itu memilih mengalah dengan wanita kelewat sinting itu. "Tunggu di ruanganku. Setelah aku membereskan kekacauan mu aku akan menyusul." Ucap Brian yang dibalas dengusan keras dari Jean. Di ruang kerja Brian, Kylee mendengus beberapa kali. Mungkin jika terhitung ia sudah mengelilingi ruangan ini lima kali. Pemuda itu sungguh lama hingga Kylee dilanda kebosanan. Kini tungkai kakinya pun melangkah pada bangku kebesar
-Jean's pov-Aku terlonjak kaget ketika tiba-tiba tangan melingkar di perutku, tak lupa dagunya kini menopang di pundakku. Aku sudah hafal dengan pemilik aroma maskulin yang membuatku nyaman, Gavin. Siapa lagi pelakunya. Hanya kadang aku masih belum terbiasa dengan skinship yang tiba-tiba ia berikan. Hei aku bahkan belum pernah berpacaran, bertukar di tubuh orang yang memiliki kekasih ini sungguh membuat aku sering senam jantung."Kau sedang buat apa?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur. Jujur saja aku sedari tadi menahan geli karena dia terus-terusan mengusal ke leherku.Aku menoleh sejenak, "Kopi untukmu." lalu melanjutkan memasukkan kopi dan gula secukupnya ke mesin kopi.Kurasakan dia mengangguk. Aku tertawa kecil, aku menyukai ketika dia bangun tidur, wajahnya begitu polos dan lucu. Seperti anak kecil berusia 5 tahuanan. Tapi jika sudah bangun kharismanya tak bisa ditolak, huft aku saja berdebar hanya mel
/Cklek/Suara pintu kamarnya itu membuat pemuda yang awalnya fokus pada benda di depannya kini menatap presensi wanita paruh baya itu sejenak. Senyum yang hangat dari wanita paruh baya itu tak pelak membuat pemuda itu juga ikut tersenyum. Ditangan wanita paruh baya itu terdapat nampan berisikan makanan dan satu gelas susu."Kau tidak istirahat dulu? Ibu lihat dari tadi malam kau datang kau masih memandangi dua benda itu." Tanya wanita paruh baya itu meletakkan nampan di nakas samping tempat tidur.Pemuda itu tersenyum menampilkan dimple manis pada pipinya, "Aku lelah tapi tidak bisa istirahat. Pikiranku penuh." Keluhnya.Sang ibu lantas duduk di sisi ranjang-disebelah pemuda itu. Matanya ikut mengamati benda berkilau yang tergeletak di atas selimut pemuda itu. Perlahan ibu menghela nafas, "Kau masih marah dengan Ibu? Jack, maafkan Ibu andai saja Ibu saat itu tak bilang padamu bahwa waktunya sedikit pasti-""Ibu..." Jack ters
Lelaki itu mencoba memejamkan matanya kuat untuk mencoba tidur. Tetapi beberapa kali perkataan aneh itu masih berputar-putar di kepala lelaki itu dan ia merasakan bertapa terganggunya dengan perkataan tidak masuk akal itu dan terbilang sangat aneh. Beberapa kali lelaki tersebut menarik nafasnya lalu mengeluarkan perlahan guna memfokuskan dirinya untuk tidur namun sepertinya sia-sia."Iya, Aku mengalami itu. Bisa dibilang aku bukan Jean.""Dan aku bertemu Jack tadi dia tahu jika aku bukan Jean. Dia memintaku menemui ibunya yang mana seorang paranormal.""Sialan aku tidak bisa tidur!!!" Seru Brian menendang - nendang selimut asal. Menjambak rambutnya frustasi, setelah mendengar penjelasan Jean tadi otaknya mendadak kososng. Kepalanya berdenyut tidak karuan. Ingin ia tak mempercayainya sama sekali , tapi raut wajah Jean yang serius membuat ia berfikir dua kali.Huhhh...Brian menghela nafas panjang, menatap langit-langit. Pe