Share

3. Pembantu orang kaya

"Gadis mana yang kamu maksud?" tanya Fagas.

Fagas dan Marvel tidak paham kemana arah pembicaraan Julian.

Yang Fagas dan Marvel tau, Julian tidak sedang dekat dengan gadis manapun.

"Ini bukan gadis untukku, tapi yang lain lagi." Tiba-tiba saja Julian merasa bingung bagaimana cara menyampaikan hal ini.

"Yang lain lagi? Maksudnya gimana ini, Tuan Muda Wiliam? Anda kira kami mengerti bahasa yang seperti itu?" Marvel menatap datar Julian dan menggunakan bahasa formal.

Itu artinya, Marvel sedang kesal pada Julian.

"Anak mantan sopir Oma," beritahu Julian, "aku masih nggak paham, kenapa Oma sekeras itu ingin mencari anak mantan sopirnya."

Bagik Fagas maupun Marvel, mereka berdua sama-sama terkejut mendengar ucapan Julian.

"Setelah bertahun-tahun, ternyata baru sekarang kau bisa menemukan gadis itu. Aku jadi penasaran bentuk aslinya seperti apa, kalau dilihat dari foto sepertinya dia cantik juga." Fagas mengusap dagunya.

Seketika jiwa brengseknya langsung meronta-ronta meminta dipuaskan.

"Jangan macam-macam kalau kalian nggak mau oma marah!" tekan Julian dibalas cengiran tanpa dosa oleh Fagas.

Julian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, sudah tiga tahun ini Julian mencari anak mantan supir pribadi Oma-nya bermodalkan selembar foto.

Siapa sangka, dua jam yang lau Julian bertemu dengan gadis itu di jalanan secara tidak sengaja.

"Mungkin ada sesuatu yang ingin dikatakan oelh Oma Fia pada gadis itu, Oma Fia kan seirng cerita kalau Oma sudah menganggap mantan sopir pribadinya itu seperti anak kandungnya sendiri," ujar Marvel.

"Aku setuju sama Marvel, pasti Oma Fia ingin mengatakan sesuatu pada gadis itu." Fagas pun mencoba berpikir positif seperti Marvel.

Tapi tidak dengan Julian, pria itu terdiam dengan pikiran melayang ke mana-mana.

    'Aku yakin bukan itu alasan Oma sekeras itu ingin bertemu dengan anak mantan sopirnya. Pasti ada alasan lain yang membuat Oma sangat ingin bertemu dengan gadis itu. Tapi apa?'  Jualin terus bertanya-tanya dalam hati.

Julian termenung dan berandai-andai seorang diri. Julian juga memikirkan apa yang akan omanya lakukan jika sudah bertemu dengan gadis itu.

.

.

.

Ruby menatap ruangan kerjanya dengan mata berbinar, Ruby tidak pernah berekspektasi bahwa dia akan bekerja di ruangan ber AC dan keren seperti ini.

Ruby berpikir dia masuk ke perusahaan besar ini hanya dibagian staff biasa saja. Siapa sangka dia malah mendapatkan posisi yang tidak pernah Ruby bayangkan sebelumnya.

Ruby seperti baru saja ditimpa emas satu karung, dengan posisi sebagus ini dan juga di perusahaan sebesar ini, Ruby yakin bahwa bayarannya tidak akan sedikit.

"K-kak, i-ini---"

Ruby bahkan tidak mampu lagi berkata-kata, Ruby terlalu terkejut dan terlalu senang.

"Karena kamu ini pintar, jadinya pihak HRD menerima kamu bekerja di sini sebagai sekretaris Tuan Muda Wiliam. Semoga kamu betah ya, Ruby," ucap Friska sembari menunjukkan muka perihatin.

"Semoga betah?" Ruby mengulang kembali kalimat Friska yang sedikit mengganjal di hatinya.

    Apa maksudnya kalimat itu?

      

     Dan apa maksudnya wajah kasihan yang ditunjukkan Friska padanya? 

      Bukankah seharusnya Friska mengucapkan selamat padanya karena Ruby telah berhasil mendapatkan posisi yang tinggi?

Aneh, pikir Ruby. Tapi Ruby tidak punya waktu untuk bertanya lagi. Ruby hanya berdoa semoga dia diberi kelancaran selama bekerja di sini karena Ruby memang benar-benar membutuhkan pekerjaan ini atau dia akan mati kelaparan karena tidak ada pemasukan.

"Aku harus kembali bekerja, silahkan kerjakan beberapa berkas ini menjelang Tuan Muda datang." Friska meninggalkan Ruby setelah menunjuk tumpukan dokumen yang lumayan banyak.

"Bodo amat lah, apapun maksud Kak Friska, yang penting aku bisa kerja dengan tenang di sini. Dan pastinya kerja dengan posisi tinggi gini gajinya bakal tinggi juga." Ruby senyum-senyum sendiri.

Siapa coba yang tidak akan senang jika sudah membayangkan gaji yang besar?

      Membayangkan akan menerima amplop coklat yang isi di dalamnya adalah uang merah-merah membuat semangat Ruby untuk bekerja jadi menggebu-gebu.

Ruby mengerjakan semua pekerjaannya dengan sangat baik, tidak Ruby sangka mengerjakan tumpukan dokumen itu bisa menghabiskan waktu seharian.

"Anjir! Udah jam lima, itu artinya udah boleh pulang dong," pekik Ruby.

Saking asiknya bekerja, Ruby sampai tidak sadar bahwa hari sudah sore. Ruby membereskan semua barang-barangnya, sekarang dia akan pulang ke kontrakan nya melepas penat karena bekerja seharian ini dengan cara tidur saat sampai di kontrakan nanti.

Sebelum pulang, Ruby sempat melirik pintu ruangan CEO yang tertutup rapat.

"Katanya si tuan muda itu bakalan datang hari ini, tapi kok nggak muncul-muncul sampai semua karyawannya udah mau pulang?" gumam Ruby agak sedikit heran.

Tapi persetan dengan itu semua, Ruby tidak peduli. Ruby memilih untuk tetap melanjutkan niatnya untuk pulang dan melupakan rasa penasarannya dengan si tuan ini selama sesaat.

Lagi pula, bagus juga kalau tuan muda itu tidak datang-datang sekalian, jadi Ruby bisa bekerja sekehendak hati tanpa ada yang mengatur.

Jadi Ruby berdoa supaya si tuan muda itu tidak akan pernah datang selamanya.

*

Di luar dugaan, keinginan Ruby untuk bobo syantik di kontrakan harus urang ketika bertemu dengan teman semasa SMA nya.

Alhasil, Ruby kebablasan berbincang panjang lebar dengan teman lamanya itu sampai jam setengah sepuluh malam di taman kota yang akan selalu ramai di malam hari.

Ruby memang orang yang ramah dan mudah akrab dengan orang baru, jadi sangat wajar kalau orang seperti Ruby ini akan lupa waktu jika sudah mengobrol dengan orang yang berteman lama dengannya seterusnya.

Tetapi sebaliknya, Ruby akan bersiap jutek pada orang-orang yang tidak ia sukai.

"Aku harus pulang dulu, Ruby. Ini udah malam, takutnya majikan aku marah kalau aku terlalu lama di luar," ujar Nisa---teman SMA Ruby dulu.

"Yaudah, aku juga mau pulang sekarang. Capek banget padahal baru hari pertama kerja," balas Ruby diiringi dengan keluhan.

Ruby memang benar-benar merasa sangat lelah akibat aktivitas yang padat seharian ini. Ditambah lagi high heels yang dia pakai sangat membuat Ruby merasa tidak nyaman.

Nisa tersenyum kecil. "Seharusnya kamu itu senang bisa kerja kantoran, sedangkan aku cuma bisa jadi pembantu di rumah orang kaya. Banyak-banyak bersyukur, Ruby. Jangan terbiasa mengeluh," nasehati Nia membuat Ruby merasa sedikit malu.

Benar kata Nia, Ruby harus tetap bersyukur karena masih bernafas dan hidup dengan baik sampai sekarang.

Tapi Ruby tidak mau terlihat malu di depan Nia, jadi Ruby harus memutar otak supaya tetap terlihat santai.

Sampai akhirnya Ruby memutar bola matanya malas. "Aku tau ya kalau jadi pembantu orang kaya itu gajinya gede, teman aku si Ana hidupnya makmur sejahtera meskipun jadi ART," ucap Ruby setelah menemukan jawaban yang tepat supaya dia tidak malu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status