Share

14 : Janji terbaik

last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 09:57:40

Julian menatapnya sebentar sebelum mengeluarkan ponselnya. "Bagaimana cara membuat bubur?"

Ruby tertawal. "Serius?"

"Aku tidak sering memasak," jawab Julian santai.

Ruby tersenyum, tetapi tidak berkata apa-apa. Hanya melihat Julian yang dengan susah payah mencoba membuat bubur saja sudah cukup membuatnya merasa lebih baik.

Beberapa hari setelah Ruby sembuh, Julian menjemputnya sepulang kerja.

"Aku tidak ingat punya janji denganmu," kata Ruby sambil menaikkan satu alis.

Julian menyalakan mesin mobil dan menoleh ke arahnya. "Anggap saja ini kompensasi karena aku sudah merawatmu saat sakit."

Ruby mengerutkan dahi. "Kompensasi? Aku bahkan tidak memintamu datang."

"Tapi aku tetap melakukannya," kata Julian dengan santai. "Jadi, sebagai balasannya, kau harus makan malam denganku."

Ruby ingin membalas, tetapi entah kenapa, ia tidak bisa menolak.

Mereka akhirnya pergi ke sebuah restoran kecil di pinggi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Bab 15 : Mulai berubah

    Julian pertama kali sadar akan perasaannya pada Ruby saat wanita itu melemparkan setumpuk berkas ke mejanya dengan ekspresi jengkel."Ini semua laporan keuangan yang kau minta, Bos. Dan ya, aku sudah mengeceknya tiga kali, jadi kalau masih ada kesalahan, mungkin dunia memang sedang hancur," kata Ruby dengan nada ketus sebelum berbalik pergi.Julian hanya menatapnya, sedikit terpesona. Bukan hanya karena kecantikan Ruby—itu sudah jelas sejak awal—tetapi karena sikapnya yang selalu penuh percaya diri, tidak pernah takut menantangnya.Sejak saat itu, ia mulai memperhatikan hal-hal kecil.Cara Ruby mengerutkan dahi saat fokus bekerja. Cara ia mengangkat satu alisnya setiap kali Julian mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Cara ia tetap setia di sampingnya meskipun Julian adalah bos yang menyebalkan.Dan ketika ia menyadari bahwa ia menghabiskan lebih banyak waktu memikirkan Ruby dibanding merger perusahaan, Julian tahu bahwa ia benar-benar jatuh cinta.Masalahnya? Ia tidak tahu bagaim

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   16 : Rindu

    Hari itu, Ruby terpaksa mengambil cuti karena demam tinggi. Ia berpikir bisa tidur seharian dan bangun dengan keadaan lebih baik. Tapi rencananya buyar ketika pintu apartemennya diketuk keras.Dengan langkah malas, Ruby menyeret tubuhnya yang lemah ke pintu dan membukanya, hanya untuk menemukan Julian berdiri di sana dengan kantong belanjaan di tangan."Julian?" Suaranya serak. "Apa yang kau lakukan di sini?"Julian masuk begitu saja, melewati Ruby seolah ini rumahnya sendiri. "Kau sakit. Aku datang untuk memastikan kau tidak mati sendirian."Ruby mendengus. "Dramatis sekali."Julian meletakkan kantong belanjaannya di meja dapur, lalu mulai mengeluarkan isinya—obat, bubur instan, dan sekotak es krim."Siapa yang bilang kau bisa masuk?" Ruby bersedekap di ambang pintu, mencoba terlihat marah meskipun dalam hati ia merasa sedikit tersentuh.Julian menoleh dengan ekspresi datar. "Aku tidak butuh izin.""Kau tahu it

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   17 : Seseorang yang dipercaya

    Setelah hari yang panjang di kantor, Julian dan Ruby akhirnya kembali ke rumah. Ruby masih tenggelam dalam pikirannya. Sejak pertemuan dengan Friska, ia merasa pikirannya semakin kacau. Apalagi, pertanyaan tentang anak terus terngiang di kepalanya. Julian memperhatikan istrinya yang tampak murung sejak perjalanan pulang tadi. Setelah menggantung jasnya dan melepaskan dasinya, ia berjalan mendekati Ruby yang sedang duduk di sofa, melamun. “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya sambil duduk di sebelah Ruby. Ruby menghela napas, menatap tangannya sendiri. “Aku hanya… merasa tidak yakin.” Julian mengangkat alis. “Tidak yakin soal apa?” Ruby menoleh menatapnya dengan serius. “Soal punya anak.” Julian terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu kau merasa belum siap, tapi bukankah kau pernah bilang kalau suatu hari nanti kau ingin punya keluarga kecil?” Ruby menggigit bibirnya. “Iya, tapi aku juga takut. Bagaimana kalau aku bukan ibu yang baik? Bagaimana kalau aku gagal

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   18 : Dalam keheningan

    Seiring berjalannya waktu, Julian semakin memperhatikan setiap hal kecil yang dilakukan Ruby. Ia memastikan Ruby makan dengan benar, tidak terlalu banyak bekerja, dan bahkan mulai mencari informasi tentang kehamilan.Suatu malam, Ruby menemukan Julian sedang membaca artikel di ponselnya.“Apa yang kau baca?” tanyanya sambil duduk di sebelah suaminya.Julian dengan santai menunjukkan layar ponselnya. “Tentang kehamilan dan cara mendukung istri selama prosesnya.”Ruby menatapnya dengan tak percaya. “Serius?”Julian mengangguk dengan santai. “Tentu saja. Aku ingin memastikan aku bisa menjadi suami yang baik.”Ruby tertawa kecil. “Kau benar-benar mempersiapkan diri, ya?”Julian tersenyum. “Tentu saja. Ini bukan hanya tentang kau. Aku juga ingin menjadi ayah yang baik.”Ruby terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. “Terima kasih.”Julian meraih tangan Ruby dan menggenggamnya erat. “Kita melakukannya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Ditendang bos

    Setelah beberapa hari penuh emosi dan kejutan, Ruby dan Julian akhirnya kembali ke rutinitas mereka di kantor. Meskipun Ruby berusaha bekerja seperti biasa, Julian tidak bisa menahan diri untuk terus memperhatikannya.Saat mereka tiba di kantor, Julian berjalan di samping Ruby dengan ekspresi protektif yang jelas. “Kau yakin tidak mau aku membawakan tasmu?” tanyanya, melirik tas kerja Ruby yang tidak terlalu besar.Ruby mendesah. “Jul, aku masih bisa membawa tasku sendiri. Aku hamil, bukan sakit.”Julian terkekeh. “Baiklah, baiklah. Tapi kalau kau butuh sesuatu, beri tahu aku, oke?”Ruby memutar matanya sambil tersenyum. “Iya, Tuan Protektif.”Begitu mereka masuk ke kantor, beberapa rekan kerja mereka langsung menyapa. Beberapa orang tampak menyadari sesuatu yang berbeda dari Ruby, tetapi tidak ada yang bertanya langsung.Saat Ruby sedang fokus membaca laporan di mejanya, Julian muncul dengan secangkir teh hangat.“Kau tidak minum kopi lagi, jadi aku bawakan teh,” katanya sambil melet

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-23
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   20 : Seseorang

    Beberapa saat kemudian, Julian kembali datang dengan membawa sekotak kecil.“Apa itu?” tanya Ruby sambil menatap kotak di tangan suaminya.Julian meletakkan kotak itu di meja Ruby. “Makanan sehat. Aku memintanya khusus untukmu.”Ruby menghela napas. “Jul, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu repot-repot seperti ini setiap saat.”Julian menatapnya dengan ekspresi datar. “Aku ingin memastikan kau mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.”Ruby menatap suaminya, lalu akhirnya membuka kotak itu. Isinya adalah camilan sehat yang terlihat menggugah selera.“Baiklah,” katanya, mengambil satu potong buah dan mulai memakannya.Julian mengangguk puas. “Bagus.”Ruby menatap Julian dengan penuh rasa sayang. Ia tahu pria itu sangat peduli padanya dan calon bayi mereka.Momen Tak TerdugaMalam itu, setelah seharian bekerja, Ruby duduk di sofa sambil membaca buku tentang kehamilan. Julian duduk di sebelahnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-24
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   1. Tidak Tahu Terima Kasih

    "Mati gue mati, hari pertama kerja bisa-bisanya gue langsung telat." Ruby berjalan tergesa keluar dari kontrakan sepetak yang menjadi tempat tinggalnya sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Dia jadi tidak bisa berdandan dengan benar akibat bangun kesiangan padahal hari ini baru hari pertamanya bekerja.Bahkan mengunci pintu kontrakan saja, tangannya sampai bergetar. "Kamu baru akan berangkat, Ruby? Ini udah jam sembilan dan itu artinya kamu udah bikin kesalahan fatal di hari pertama kerja," celoteh Ana, anak pemilik kontrakan. Ruby dan Ana lumayan dekat selama Ruby mengontrak di sini karena mereka yang seumuran dan dulunya satu sekolah waktu SMA. "Iya, aku udah telat banget. Kenapa kamu nggak bangunin aku tadi?" balas Ruby sangat panik. "Aku berangkat dulu, bey Ana!" Ruby langsung berpamitan tanpa membiarkan Ana menyahut kalimatnya tadi. "Semoga kamu nggak dalam masalah," lrih Ana sambil melihat Ruby yang pergi sambil berlari. "Kasian dia," gumam Ana. Ruby berjalan cepa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   2. Menemukan gadis itu

    Ruby menatap kesal lelaki di depannya. "Awalnya saya mau berterima kasih, tapi karena Anda terlalu arogan saya jadi nggak jadi makasih nya. Sok mau nolong tapi ternyata malah mau menghina." Dia paling tidak suka jika dirinya dihina seperti ini, meskipun orang miskin yang yatim piatu. Ruby merasa dirinya masih punya harga diri yang harus dia pertahankan. "Dasar cewek gila, sudah ditolong tapi malah sewot. Saya jadi nyesel sudah menolong kamu." Lelaki itu menatap Ruby tak kalah sinis. Keduanya saling tatap dengan tatapan tajam masing-masing. Wajah keduanya sama-sama memerah mana marah di dalam dada masing-masing. Bruuk .... "Aduh!" Ruby hampir saja terjatuh saat ditabrak oleh salah satu mahasiswa tawuran yang sedangkan menghindar dari polisi. Mungkin orang-orang sudah ada yang memanggil polisi untuk mengamankan kekacauan akibat ulah mahasiswa yang sedang tawuran ini. Situasi di sini memang benar-benar kacau, bahkan ada beberapa gerobak pedagang yang sudah terjatuh dan barang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22

Bab terbaru

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   20 : Seseorang

    Beberapa saat kemudian, Julian kembali datang dengan membawa sekotak kecil.“Apa itu?” tanya Ruby sambil menatap kotak di tangan suaminya.Julian meletakkan kotak itu di meja Ruby. “Makanan sehat. Aku memintanya khusus untukmu.”Ruby menghela napas. “Jul, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu repot-repot seperti ini setiap saat.”Julian menatapnya dengan ekspresi datar. “Aku ingin memastikan kau mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.”Ruby menatap suaminya, lalu akhirnya membuka kotak itu. Isinya adalah camilan sehat yang terlihat menggugah selera.“Baiklah,” katanya, mengambil satu potong buah dan mulai memakannya.Julian mengangguk puas. “Bagus.”Ruby menatap Julian dengan penuh rasa sayang. Ia tahu pria itu sangat peduli padanya dan calon bayi mereka.Momen Tak TerdugaMalam itu, setelah seharian bekerja, Ruby duduk di sofa sambil membaca buku tentang kehamilan. Julian duduk di sebelahnya

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Ditendang bos

    Setelah beberapa hari penuh emosi dan kejutan, Ruby dan Julian akhirnya kembali ke rutinitas mereka di kantor. Meskipun Ruby berusaha bekerja seperti biasa, Julian tidak bisa menahan diri untuk terus memperhatikannya.Saat mereka tiba di kantor, Julian berjalan di samping Ruby dengan ekspresi protektif yang jelas. “Kau yakin tidak mau aku membawakan tasmu?” tanyanya, melirik tas kerja Ruby yang tidak terlalu besar.Ruby mendesah. “Jul, aku masih bisa membawa tasku sendiri. Aku hamil, bukan sakit.”Julian terkekeh. “Baiklah, baiklah. Tapi kalau kau butuh sesuatu, beri tahu aku, oke?”Ruby memutar matanya sambil tersenyum. “Iya, Tuan Protektif.”Begitu mereka masuk ke kantor, beberapa rekan kerja mereka langsung menyapa. Beberapa orang tampak menyadari sesuatu yang berbeda dari Ruby, tetapi tidak ada yang bertanya langsung.Saat Ruby sedang fokus membaca laporan di mejanya, Julian muncul dengan secangkir teh hangat.“Kau tidak minum kopi lagi, jadi aku bawakan teh,” katanya sambil melet

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   18 : Dalam keheningan

    Seiring berjalannya waktu, Julian semakin memperhatikan setiap hal kecil yang dilakukan Ruby. Ia memastikan Ruby makan dengan benar, tidak terlalu banyak bekerja, dan bahkan mulai mencari informasi tentang kehamilan.Suatu malam, Ruby menemukan Julian sedang membaca artikel di ponselnya.“Apa yang kau baca?” tanyanya sambil duduk di sebelah suaminya.Julian dengan santai menunjukkan layar ponselnya. “Tentang kehamilan dan cara mendukung istri selama prosesnya.”Ruby menatapnya dengan tak percaya. “Serius?”Julian mengangguk dengan santai. “Tentu saja. Aku ingin memastikan aku bisa menjadi suami yang baik.”Ruby tertawa kecil. “Kau benar-benar mempersiapkan diri, ya?”Julian tersenyum. “Tentu saja. Ini bukan hanya tentang kau. Aku juga ingin menjadi ayah yang baik.”Ruby terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. “Terima kasih.”Julian meraih tangan Ruby dan menggenggamnya erat. “Kita melakukannya

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   17 : Seseorang yang dipercaya

    Setelah hari yang panjang di kantor, Julian dan Ruby akhirnya kembali ke rumah. Ruby masih tenggelam dalam pikirannya. Sejak pertemuan dengan Friska, ia merasa pikirannya semakin kacau. Apalagi, pertanyaan tentang anak terus terngiang di kepalanya. Julian memperhatikan istrinya yang tampak murung sejak perjalanan pulang tadi. Setelah menggantung jasnya dan melepaskan dasinya, ia berjalan mendekati Ruby yang sedang duduk di sofa, melamun. “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya sambil duduk di sebelah Ruby. Ruby menghela napas, menatap tangannya sendiri. “Aku hanya… merasa tidak yakin.” Julian mengangkat alis. “Tidak yakin soal apa?” Ruby menoleh menatapnya dengan serius. “Soal punya anak.” Julian terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu kau merasa belum siap, tapi bukankah kau pernah bilang kalau suatu hari nanti kau ingin punya keluarga kecil?” Ruby menggigit bibirnya. “Iya, tapi aku juga takut. Bagaimana kalau aku bukan ibu yang baik? Bagaimana kalau aku gagal

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   16 : Rindu

    Hari itu, Ruby terpaksa mengambil cuti karena demam tinggi. Ia berpikir bisa tidur seharian dan bangun dengan keadaan lebih baik. Tapi rencananya buyar ketika pintu apartemennya diketuk keras.Dengan langkah malas, Ruby menyeret tubuhnya yang lemah ke pintu dan membukanya, hanya untuk menemukan Julian berdiri di sana dengan kantong belanjaan di tangan."Julian?" Suaranya serak. "Apa yang kau lakukan di sini?"Julian masuk begitu saja, melewati Ruby seolah ini rumahnya sendiri. "Kau sakit. Aku datang untuk memastikan kau tidak mati sendirian."Ruby mendengus. "Dramatis sekali."Julian meletakkan kantong belanjaannya di meja dapur, lalu mulai mengeluarkan isinya—obat, bubur instan, dan sekotak es krim."Siapa yang bilang kau bisa masuk?" Ruby bersedekap di ambang pintu, mencoba terlihat marah meskipun dalam hati ia merasa sedikit tersentuh.Julian menoleh dengan ekspresi datar. "Aku tidak butuh izin.""Kau tahu it

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Bab 15 : Mulai berubah

    Julian pertama kali sadar akan perasaannya pada Ruby saat wanita itu melemparkan setumpuk berkas ke mejanya dengan ekspresi jengkel."Ini semua laporan keuangan yang kau minta, Bos. Dan ya, aku sudah mengeceknya tiga kali, jadi kalau masih ada kesalahan, mungkin dunia memang sedang hancur," kata Ruby dengan nada ketus sebelum berbalik pergi.Julian hanya menatapnya, sedikit terpesona. Bukan hanya karena kecantikan Ruby—itu sudah jelas sejak awal—tetapi karena sikapnya yang selalu penuh percaya diri, tidak pernah takut menantangnya.Sejak saat itu, ia mulai memperhatikan hal-hal kecil.Cara Ruby mengerutkan dahi saat fokus bekerja. Cara ia mengangkat satu alisnya setiap kali Julian mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Cara ia tetap setia di sampingnya meskipun Julian adalah bos yang menyebalkan.Dan ketika ia menyadari bahwa ia menghabiskan lebih banyak waktu memikirkan Ruby dibanding merger perusahaan, Julian tahu bahwa ia benar-benar jatuh cinta.Masalahnya? Ia tidak tahu bagaim

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   14 : Janji terbaik

    Julian menatapnya sebentar sebelum mengeluarkan ponselnya. "Bagaimana cara membuat bubur?"Ruby tertawal. "Serius?""Aku tidak sering memasak," jawab Julian santai.Ruby tersenyum, tetapi tidak berkata apa-apa. Hanya melihat Julian yang dengan susah payah mencoba membuat bubur saja sudah cukup membuatnya merasa lebih baik.Beberapa hari setelah Ruby sembuh, Julian menjemputnya sepulang kerja."Aku tidak ingat punya janji denganmu," kata Ruby sambil menaikkan satu alis.Julian menyalakan mesin mobil dan menoleh ke arahnya. "Anggap saja ini kompensasi karena aku sudah merawatmu saat sakit."Ruby mengerutkan dahi. "Kompensasi? Aku bahkan tidak memintamu datang.""Tapi aku tetap melakukannya," kata Julian dengan santai. "Jadi, sebagai balasannya, kau harus makan malam denganku."Ruby ingin membalas, tetapi entah kenapa, ia tidak bisa menolak.Mereka akhirnya pergi ke sebuah restoran kecil di pinggi

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   13 : Bubur

    Ketika Bos Jatuh Cinta Terlebih DahuluJulian pertama kali sadar akan perasaannya pada Ruby saat wanita itu melemparkan setumpuk berkas ke mejanya dengan ekspresi jengkel."Ini semua laporan keuangan yang kau minta, Bos. Dan ya, aku sudah mengeceknya tiga kali, jadi kalau masih ada kesalahan, mungkin dunia memang sedang hancur," kata Ruby dengan nada ketus sebelum berbalik pergi.Julian hanya menatapnya, sedikit terpesona. Bukan hanya karena kecantikan Ruby—itu sudah jelas sejak awal—tetapi karena sikapnya yang selalu penuh percaya diri, tidak pernah takut menantangnya.Sejak saat itu, ia mulai memperhatikan hal-hal kecil.Cara Ruby mengerutkan dahi saat fokus bekerja. Cara ia mengangkat satu alisnya setiap kali Julian mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Cara ia tetap setia di sampingnya meskipun Julian adalah bos yang menyebalkan.Dan ketika ia menyadari bahwa ia menghabiskan lebih banyak waktu memikirkan Ruby dibanding merger perusahaan, Julian tahu bahwa ia benar-benar jatuh

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   12 : Apa Julian benar-benar serius

    Ruby menatapnya, mencoba mencari tahu apa yang ada di balik kata-katanya. Julian bukan tipe pria yang mudah mengakui kehebatan orang lain. Ia selalu memiliki kepercayaan diri yang tinggi, seakan dunia ini bisa ia kendalikan sesuka hati. Tapi kali ini, nadanya terdengar tulus.“Tentu saja kamu bisa belajar,” jawab Ruby akhirnya. “Selama ini, kamu selalu mengandalkan aku untuk menyelesaikan kekacauanmu.”Julian terkekeh pelan, lalu melangkah lebih dekat. “Mungkin aku memang mengandalkanmu. Tapi mungkin juga, aku hanya menikmati bekerja bersamamu.”Ruby menahan napas. Ada sesuatu dalam tatapan Julian yang membuatnya merasa tidak nyaman—bukan karena ia tidak menyukainya, tapi karena ia takut bagaimana perasaan itu mulai mengakar lebih dalam dari yang ia harapkan.Ia menepis perasaan itu dan kembali fokus pada pekerjaannya. “Kalau kamu hanya mau menggombal, aku masih ada laporan yang harus kuselesaikan.”Julian menatapnya selama beberapa detik

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status