Beranda / CEO / Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant / 1. Tidak Tahu Terima Kasih

Share

Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant
Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant
Penulis: Selvia_Rqyanzah1104

1. Tidak Tahu Terima Kasih

"Mati gue mati, hari pertama kerja bisa-bisanya gue langsung telat."

Ruby berjalan tergesa keluar dari kontrakan sepetak yang menjadi tempat tinggalnya sambil merapikan rambutnya yang berantakan.

Dia jadi tidak bisa berdandan dengan benar akibat bangun kesiangan padahal hari ini baru hari pertamanya bekerja.

Bahkan mengunci pintu kontrakan saja, tangannya sampai bergetar.

"Kamu baru akan berangkat, Ruby? Ini udah jam sembilan dan itu artinya kamu udah bikin kesalahan fatal di hari pertama kerja," celoteh Ana, anak pemilik kontrakan.

Ruby dan Ana lumayan dekat selama Ruby mengontrak di sini karena mereka yang seumuran dan dulunya satu sekolah waktu SMA.

"Iya, aku udah telat banget. Kenapa kamu nggak bangunin aku tadi?" balas Ruby sangat panik.

"Aku berangkat dulu, bey Ana!" Ruby langsung berpamitan tanpa membiarkan Ana menyahut kalimatnya tadi.

"Semoga kamu nggak dalam masalah," lrih Ana sambil melihat Ruby yang pergi sambil berlari.

"Kasian dia," gumam Ana.

Ruby berjalan cepat menuju jalan raya, sebelum sampai di jalan raya, dari kontrakannya Ruby harus melewati gang sempit dulu selama beberapa meter.

Sebelumnya Ruby sudah memesan ojek online, jadi saat Ruby sampai di jalan raya ojek online pun dan datang lalu Ruby segera mengarahkan tukang ojek itu ke tempat kerja baru Ruby.

"Bisa lebih cepat dikit nggak, Bang?" Ruby menepuk pundak abang-abang tukang ojek.

Ruby sangat panik sekali sekarang, Ruby tidak ingin kalau sampai dirinya dipecat padahal belum mulai bekerja.

"Yang sabar atuh, Neng. Saya nggak bisa ngebuat lagi, saya tau Neng nya buru-buru, tapi keselamatan itu jauh lebih penting. Memangnya Neng mau berakhir di rumah sakit atau kuburan kalau saya ngebut dan kita berakhir kecelakaan?" sahut si tukang ojek panjang lebar.

"Ya nggak mau atuh, Bapak," jawab Ruby.

Ruby malah ikut-ikutan mengeluarkan logat Sunda seperti si tukang ojek padahal Ruby adalah orang Jakarta asli.

Ojek yang Ruby tumpangi berhenti mendadak, padahal tempat kerja Ruby masih berjarak lima ratus meter lagi dari sini.

"Kenapa, Pak?" tanya Ruby.

Perasaan Ruby mulia tidak enak ketika motor berhenti mendadak.

"Sepertinya motor saya mogok, Neng." Tukang ojek itu turun dari motornya begitu pula dengan Ruby.

"Yah ... Terus gimana dong, Pak?" Ruby semakin panik saja sekarang.

Ojek yang ia tumpangi mogok, sementara Ruby sudah tidak punya kuota lagi untuk memesan ojek yang baru.

"Terpaksa Neng harus naik ojek lain, biar saya yang pesankan atas permintaan maaf saya karena ketidak nyamanan Neng naik ojek saya." Tukang ojek itu terlihat merasa bersalah.

"Nggak usah, Pak. Saya jalan kaki aja, lagian udah deket kok," sela Ruby.

Selain karena kuota Ruby habis, jarak dari sini ke tempat kerja Ruby yang baru memang lumayan dekat hanya sekitar lima ratus meter saja.

Yeng benar saja, lima ratus meter Ruby bilang dekat? Tapi apa boleh buat, Ruby tidak ingin menunggu lebih lama lagi kalau harus memesan ojek baru, terlebih Ruby harus mengisi paket data terlebih dahulu.

Menurut Ruby itu hanya akan membuang-buang waktu.

Dengan sangat terpaksa, Ruby harus jalan kaki menuju tempat kerjanya yang masih berjarak lima ratus meter lagi dari tempat ini.

Ruby berlari kecil di tepi jalan raya yang khusus untuk pejalan kaki, Ruby tidak memikirkan apapun sekarang. Yang di pikirkan oleh gadis itu hanyalah bagaimana caranya supaya dia bisa sampai di kantor dengan cepat.

Namun sungguh sial, sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak pada Ruby. Di ujung sana ada segerombolan pemuda yang sedang kejar-kejaran dan sepertinya akan melewati Ruby.

Ruby menelan ludahnya dengan kasar, tiba-tiba saja Ruby merasa perasaannya sangat tidak enak sekarang.

"Nggak mungkin kan mereka lagi tawuran?" gumam Ruby mulai takut.

Ruby adalah seorang perempuan, tidak mungkin dia tidak takut ketika orang-orang akan tawuran di depan matanya.

Apalagi Mereka terlihat membawa tongkat bisbol dan balok kayu. Ruby pastikan kalau terkena pukulan bisbol atau balok kayu itu dirinya pasti akan langsung pingsan di tempat.

Dari penampilan para pemuda itu, Ruby yakin mereka adalah para mahasiswa nakal yang hobi tawuran melebihi bocah SMA.

Kurang kerjaan sekali, pikir Ruby dengan segala rasa kesal dalam dirinya.

"Aku harus gimana sekarang?" Ruby berdiri dan gelisah di tempatnya. "Kalau tetap jalan ke depan, pasti aku nggak bakal baik-baik aja. Kalau nggak jalan, aku nggak bakal bisa cepat sampai di kantor." Ruby jadi serba salah sekarang.

"Gimana dong? Aku nggak mau dipecat sebelum bekerja?" Ruby menggigit kuku jari jempolnya sendiri saking paniknya Ruby sekarang.

Karena sibuk melamun dan memikirkan bagaimana caranya dia bisa tiba di kantor tepat waktu, Ruby jadi tidak sadar bahwa sekarang dia sudah berada di tengah orang yang sedang tawuran.

Ruby semakin kebingungan dan tidak tahu bagaimana caranya keluar dari pusat kekacauan ini.

      'Gue emang mau dapat kerjaan yang bagus, tapi gue juga nggak mau mati konyol di tempat ini,' batin Ruby.

"Woi ... Minggir! Kamu mau mati di tengah mahasiswa yang lagi tawuran." Ruby keheranan ketika ada yang menarik tangannya untuk menepi.

"Tapi saya harus segera ke tempat kerja, saya sudah sangat terlambat," balas Ruby tanpa melihat muka orang yang baru saja menarik tangannya untuk menjauh dari pusat kekacauan.

"Saya juga mau kerja, tapi apa kamu mau mati konyol di tengah-tengah mereka? Biasanya yang terlalu rajin mikirin kerjaan seperti kamu ini hanyalah orang-orang miskin saja," hinanya begitu angkuh.

Pria itu menatap Ruby dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan pandangan meremehkan.

Ucapannya memang tidak salah, orang-orang yang selalu memikirkan pekerjaan memanglah orang-orang yang kurang berada atau orang-orang yang gila kerja saja.

Tapi tetap saja, Ruby merasa tersinggung dengan kata-kata orang sombong yang satu ini.

Ruby ternganga, awalnya Ruby ingin berterima kasih karena orang ini telah menolongnya. Tapi sepertinya Ruby tidak jadi mau berterima kasih karena orang ini sudah menghinanya lebih dulu.

Ruby menatap penampilan seorang laki-laki yang sudah menarik tangannya tadi dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai, sama seperti cara laki-laki itu menatap Ruby tadi.

Setelan jas rapi membalut tubuhnya, sekali lihat saja Ruby sudah tau kalau orang ini adalah orang kaya.

Pantas saja dia sombong, pikir Ruby sambil tersenyum miring.

"Si paling orang kaya," cibir Ruby, "asal Anda tau, nggak semua orang terlahir beruntung seperti Anda. Dan saya adalah satu dari orang yang tidak beruntung itu," hardik Ruby.

"Dasar tidak tau terima kasih, harusnya kamu berterima kasih karena saya sudah menolong kamu. Ini malah mengejek saya," kesal pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status