"Mati gue mati, hari pertama kerja bisa-bisanya gue langsung telat."
Ruby berjalan tergesa keluar dari kontrakan sepetak yang menjadi tempat tinggalnya sambil merapikan rambutnya yang berantakan.
Dia jadi tidak bisa berdandan dengan benar akibat bangun kesiangan padahal hari ini baru hari pertamanya bekerja. Bahkan mengunci pintu kontrakan saja, tangannya sampai bergetar. "Kamu baru akan berangkat, Ruby? Ini udah jam sembilan dan itu artinya kamu udah bikin kesalahan fatal di hari pertama kerja," celoteh Ana, anak pemilik kontrakan. Ruby dan Ana lumayan dekat selama Ruby mengontrak di sini karena mereka yang seumuran dan dulunya satu sekolah waktu SMA. "Iya, aku udah telat banget. Kenapa kamu nggak bangunin aku tadi?" balas Ruby sangat panik. "Aku berangkat dulu, bey Ana!" Ruby langsung berpamitan tanpa membiarkan Ana menyahut kalimatnya tadi. "Semoga kamu nggak dalam masalah," lrih Ana sambil melihat Ruby yang pergi sambil berlari. "Kasian dia," gumam Ana. Ruby berjalan cepat menuju jalan raya, sebelum sampai di jalan raya, dari kontrakannya Ruby harus melewati gang sempit dulu selama beberapa meter. Sebelumnya Ruby sudah memesan ojek online, jadi saat Ruby sampai di jalan raya ojek online pun dan datang lalu Ruby segera mengarahkan tukang ojek itu ke tempat kerja baru Ruby. "Bisa lebih cepat dikit nggak, Bang?" Ruby menepuk pundak abang-abang tukang ojek. Ruby sangat panik sekali sekarang, Ruby tidak ingin kalau sampai dirinya dipecat padahal belum mulai bekerja. "Yang sabar atuh, Neng. Saya nggak bisa ngebuat lagi, saya tau Neng nya buru-buru, tapi keselamatan itu jauh lebih penting. Memangnya Neng mau berakhir di rumah sakit atau kuburan kalau saya ngebut dan kita berakhir kecelakaan?" sahut si tukang ojek panjang lebar. "Ya nggak mau atuh, Bapak," jawab Ruby. Ruby malah ikut-ikutan mengeluarkan logat Sunda seperti si tukang ojek padahal Ruby adalah orang Jakarta asli. Ojek yang Ruby tumpangi berhenti mendadak, padahal tempat kerja Ruby masih berjarak lima ratus meter lagi dari sini. "Kenapa, Pak?" tanya Ruby. Perasaan Ruby mulia tidak enak ketika motor berhenti mendadak. "Sepertinya motor saya mogok, Neng." Tukang ojek itu turun dari motornya begitu pula dengan Ruby. "Yah ... Terus gimana dong, Pak?" Ruby semakin panik saja sekarang. Ojek yang ia tumpangi mogok, sementara Ruby sudah tidak punya kuota lagi untuk memesan ojek yang baru. "Terpaksa Neng harus naik ojek lain, biar saya yang pesankan atas permintaan maaf saya karena ketidak nyamanan Neng naik ojek saya." Tukang ojek itu terlihat merasa bersalah. "Nggak usah, Pak. Saya jalan kaki aja, lagian udah deket kok," sela Ruby. Selain karena kuota Ruby habis, jarak dari sini ke tempat kerja Ruby yang baru memang lumayan dekat hanya sekitar lima ratus meter saja. Yeng benar saja, lima ratus meter Ruby bilang dekat? Tapi apa boleh buat, Ruby tidak ingin menunggu lebih lama lagi kalau harus memesan ojek baru, terlebih Ruby harus mengisi paket data terlebih dahulu. Menurut Ruby itu hanya akan membuang-buang waktu. Dengan sangat terpaksa, Ruby harus jalan kaki menuju tempat kerjanya yang masih berjarak lima ratus meter lagi dari tempat ini. Ruby berlari kecil di tepi jalan raya yang khusus untuk pejalan kaki, Ruby tidak memikirkan apapun sekarang. Yang di pikirkan oleh gadis itu hanyalah bagaimana caranya supaya dia bisa sampai di kantor dengan cepat. Namun sungguh sial, sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak pada Ruby. Di ujung sana ada segerombolan pemuda yang sedang kejar-kejaran dan sepertinya akan melewati Ruby. Ruby menelan ludahnya dengan kasar, tiba-tiba saja Ruby merasa perasaannya sangat tidak enak sekarang. "Nggak mungkin kan mereka lagi tawuran?" gumam Ruby mulai takut. Ruby adalah seorang perempuan, tidak mungkin dia tidak takut ketika orang-orang akan tawuran di depan matanya. Apalagi Mereka terlihat membawa tongkat bisbol dan balok kayu. Ruby pastikan kalau terkena pukulan bisbol atau balok kayu itu dirinya pasti akan langsung pingsan di tempat. Dari penampilan para pemuda itu, Ruby yakin mereka adalah para mahasiswa nakal yang hobi tawuran melebihi bocah SMA. Kurang kerjaan sekali, pikir Ruby dengan segala rasa kesal dalam dirinya. "Aku harus gimana sekarang?" Ruby berdiri dan gelisah di tempatnya. "Kalau tetap jalan ke depan, pasti aku nggak bakal baik-baik aja. Kalau nggak jalan, aku nggak bakal bisa cepat sampai di kantor." Ruby jadi serba salah sekarang. "Gimana dong? Aku nggak mau dipecat sebelum bekerja?" Ruby menggigit kuku jari jempolnya sendiri saking paniknya Ruby sekarang. Karena sibuk melamun dan memikirkan bagaimana caranya dia bisa tiba di kantor tepat waktu, Ruby jadi tidak sadar bahwa sekarang dia sudah berada di tengah orang yang sedang tawuran. Ruby semakin kebingungan dan tidak tahu bagaimana caranya keluar dari pusat kekacauan ini. 'Gue emang mau dapat kerjaan yang bagus, tapi gue juga nggak mau mati konyol di tempat ini,' batin Ruby. "Woi ... Minggir! Kamu mau mati di tengah mahasiswa yang lagi tawuran." Ruby keheranan ketika ada yang menarik tangannya untuk menepi. "Tapi saya harus segera ke tempat kerja, saya sudah sangat terlambat," balas Ruby tanpa melihat muka orang yang baru saja menarik tangannya untuk menjauh dari pusat kekacauan. "Saya juga mau kerja, tapi apa kamu mau mati konyol di tengah-tengah mereka? Biasanya yang terlalu rajin mikirin kerjaan seperti kamu ini hanyalah orang-orang miskin saja," hinanya begitu angkuh. Pria itu menatap Ruby dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan pandangan meremehkan. Ucapannya memang tidak salah, orang-orang yang selalu memikirkan pekerjaan memanglah orang-orang yang kurang berada atau orang-orang yang gila kerja saja. Tapi tetap saja, Ruby merasa tersinggung dengan kata-kata orang sombong yang satu ini. Ruby ternganga, awalnya Ruby ingin berterima kasih karena orang ini telah menolongnya. Tapi sepertinya Ruby tidak jadi mau berterima kasih karena orang ini sudah menghinanya lebih dulu. Ruby menatap penampilan seorang laki-laki yang sudah menarik tangannya tadi dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai, sama seperti cara laki-laki itu menatap Ruby tadi. Setelan jas rapi membalut tubuhnya, sekali lihat saja Ruby sudah tau kalau orang ini adalah orang kaya. Pantas saja dia sombong, pikir Ruby sambil tersenyum miring. "Si paling orang kaya," cibir Ruby, "asal Anda tau, nggak semua orang terlahir beruntung seperti Anda. Dan saya adalah satu dari orang yang tidak beruntung itu," hardik Ruby. "Dasar tidak tau terima kasih, harusnya kamu berterima kasih karena saya sudah menolong kamu. Ini malah mengejek saya," kesal pria itu.Ruby menatap kesal lelaki di depannya. "Awalnya saya mau berterima kasih, tapi karena Anda terlalu arogan saya jadi nggak jadi makasih nya. Sok mau nolong tapi ternyata malah mau menghina." Dia paling tidak suka jika dirinya dihina seperti ini, meskipun orang miskin yang yatim piatu. Ruby merasa dirinya masih punya harga diri yang harus dia pertahankan. "Dasar cewek gila, sudah ditolong tapi malah sewot. Saya jadi nyesel sudah menolong kamu." Lelaki itu menatap Ruby tak kalah sinis. Keduanya saling tatap dengan tatapan tajam masing-masing. Wajah keduanya sama-sama memerah mana marah di dalam dada masing-masing. Bruuk .... "Aduh!" Ruby hampir saja terjatuh saat ditabrak oleh salah satu mahasiswa tawuran yang sedangkan menghindar dari polisi. Mungkin orang-orang sudah ada yang memanggil polisi untuk mengamankan kekacauan akibat ulah mahasiswa yang sedang tawuran ini. Situasi di sini memang benar-benar kacau, bahkan ada beberapa gerobak pedagang yang sudah terjatuh dan barang d
"Gadis mana yang kamu maksud?" tanya Fagas.Fagas dan Marvel tidak paham kemana arah pembicaraan Julian.Yang Fagas dan Marvel tau, Julian tidak sedang dekat dengan gadis manapun."Ini bukan gadis untukku, tapi yang lain lagi." Tiba-tiba saja Julian merasa bingung bagaimana cara menyampaikan hal ini."Yang lain lagi? Maksudnya gimana ini, Tuan Muda Wiliam? Anda kira kami mengerti bahasa yang seperti itu?" Marvel menatap datar Julian dan menggunakan bahasa formal.Itu artinya, Marvel sedang kesal pada Julian."Anak mantan sopir Oma," beritahu Julian, "aku masih nggak paham, kenapa Oma sekeras itu ingin mencari anak mantan sopirnya."Bagik Fagas maupun Marvel, mereka berdua sama-sama terkejut mendengar ucapan Julian."Setelah bertahun-tahun, ternyata baru sekarang kau bisa menemukan gadis itu. Aku jadi penasaran bentuk aslinya seperti apa, kalau dilihat dari foto sepertinya dia cantik juga." Fagas mengusap dagunya.Seketika jiwa brengseknya langsung meronta-ronta meminta dipuaskan."Jan
Sampai akhirnya Ruby memutar bola matanya malas. "Aku tau ya kalau jadi pembantu orang kaya itu gajinya gede, teman aku si Ana hidupnya makmur sejahtera meskipun jadi ART," ucap Ruby setelah menemukan jawaban yang tepat supaya dia tidak malu lagi.Nisa tertawa melihat kelakuan Ruby, memang benar adanya menjadi pembantu di rumah orang tajir itu gajinya gede.Buktinya Nisa sudah bisa membeli sawah dan membangun rumah di kampung halamannya berkat berkat kerja di rumah orang kaya.Setelah Nisa pergi, Ruby pun beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu berjalan sambil menenteng kedua sepatunya yang sudah ia lepas, Ruby sengaja melepas high heels itu karena kakinya digigit oleh pinggir high heelsnya."Emang dasarnya aku ini orang susah dari lahir, sekalinya pakai high heels malah kesusahan begini," gerutu Ruby sepanjang kakinya melangkah.Kekesalan Ruby semakin bertambah karena ojek ia tunggu tidak datang-datang."Apaan tuh?"Tiba-tiba langkah Ruby terhenti ketika melihat perkelahian di pingg
Tidak seperti hari sebelumnya, pagi ini Ruby bangun lebih awal. Sebelum berangkat bekerja, Ruby memakan dua potong roti untuk sarapan pagi ini.Ruby harus mulai berhemat karena tanggal gajian masih lama.“Aku pasti bisa makan makanan enak kalau udah gajian. Aku penasaran, kira-kira berapa ya gajinya sekretaris CEO? Apa bisa buat angkat derajat aku?” Ruby senyum-senyum sendiri sambil memakan roti rasa srikaya itu.Itu loh, roti dua ribuan yang selesainya berlimpah dan rasanya enak. Roti ini sering menjadi sasaran Ruby kalau keuangannya sudah menipis.Selesai sarapan, Ruby keluar dari kontrakan lalu berjalan kaki menuju jalan raya. Di sana juga sudah ada ojek yang menunggu Ruby.“Tujuannya sesuai dengan aplikasi kan, Mbak?” tanya si ojol.“Iya, Pak,” jawab Ruby.Kali ini tidak ada drama motor mogok atau ada tawuran di jalanan. Ruby tiba di kantor setengah jam sebelum mulai bekerja.“Nah, gini dong. Kalau datengnya lebih lagi kan lo bisa lebih santai juga.” Friska tersenyum puas melihat
“Baiklah, kerjakan semua pekerjaan kamu, nanti jam tiga sore ikut meeting dengan saya.” Julian melangkah pergi memasuki ruangan CEO WL Company.WL Company adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti, awalnya WL Company didirikan oleh Luwis William, kekek Julian. Karena ayah kandung Julian sudah meninggal, jadilah sekarang Julian yang menjadi CEO meskipun usia Julian masih sangat muda.Satu tahun yang lalu Luwis juga telah meninggal dunia, selama satu tahun ini juga WL Company dipimpin oleh orang Kepercayaan Luwis dan sekarang Julian sendiri yang sudah turun tangan di perusahaan meskipun masih malas-malasan dan atas paksaan keras dari Oma Fia.Setibanya di dalam ruangannya, Julian terdiam memikirkan banyak hal.“Gimana caranya ngasih tau ke oma kalau aku udah ketemu sama gadis itu.” Julian melirik ke dinding kaca, terlihat Ruby sedang serius dengan pekerjaan nya.“Kalau aku kasih tau sekarang, pasti oma menyuruhku untuk membawanya ke rumah, sedangkan aku belum tau apa alasan Oma
Saat sampai di ruangannya pun, Ruby masih memikirkan Julian yang bisa dengan mudah mengubah-ubah sikapnya. Kalau berpikir Julian itu punya kepribadian ganda, sepertinya itu terlalu berlebihan. Ruby tidak bisa terlalu fokus pada pekerjaannya gara-gara Julian yang menunjukkan sikap yang berbeda padanya dan pada orang lain. ‘Andai aja si tuan muda arogant itu juga dingin sama aku, pasti aku akan bekerja dengan tenang tanpa gangguan si bos tengil,’ celoteh Ruby dalam hati. Ruby selalu saja merasa kesal setiap ingat dengan betapa tengilnya kelakuan atasannya sendiri. “Aku harus tanya Sola ini ke Kak Friska saat pulang dari kantor nanti.” Ruby menganggukkan kepalanya, Ruby rasa dengan bertanya pada Friska adalah ide yang paling baik. Sedangkan di sisi lain, Julian sedang uring-uringan karena pekerjaannya yang tidak kunjung selesai padahal Julian sudah ada janji makan malam bersama dengan Fagas dan Marvel
“Betah banget sih pegang tangan saya, tangan saya bikin nyaman ya, Tuan Muda.” Ruby melirik Julian lalu menatap tangannya yang digenggam si Julian. Julian buru-buru menarik tangannya, Julian menelan ludah karena salah tingkah. Semua itu hanya spontan, jujur saja Julian tidak ada niatan untuk memegang tangan Ruby meskipun rasanya tangan Ruby itu menang hangat. “Maaf saya nggak sengaja, kamu harus bantuin saya.” Julian duduk lagi di atas kursi kebesarannya. “Sengaja juga nggak apa-apa tuh, Tuan Muda.” Ruby mengedipkan sebelah matanya, Ruby senang sekali melihat wajah Julian yang memerah. Bukan karena Ruby suka Julian, Ruby hanya merasa puas melihat Julian gugup seperti sekarang. “Saya mau bantuin asalkan sesuai perjanjian tadi, Tuan Muda. Dua juta harus masuk ke dalam rekening saya setelah semua pekerjaan selesai.” Ruby memastikan kesepakatan terlebih dahulu. “Jangan banyak bicara lagi, uang dua juta hanya kecil bagi saya.” Julian tidak
"loh, Ruby kamu mau ke mana? Bukannya Kamu baru pulang ya?" tanya Ana. Ana yang sejak tadi duduk di depan kontrakan sepetaknya jelas melihat Ruby pulang diantar oleh mobil mewah dan sekarang Ruby sudah hendak keluar lagi. "Ternyata di dalam nggak ada yang bisa dimakan sama sekali, Na. Aku mau keluar cari makan dulu, bodohnya lagi pasti jalan tadi aku nggak mampir beli makan dulu di jalan," jawab Ruby."Kebetulan banget kalau gitu, tadi pas mau pulang kerja ternyata makanannya banyak yang kelebihan. bos aku nawarin buat aku bawa pulang aja beberapa menu makanan, makan di tempat aku aja. Aku nggak mungkin bisa habisin makanan sebanyak itu sendirian." Ana mengajak Ruby untuk makan di tempatnya.Ana ini bekerja di salah satu cafe yang tidak jauh dari kontrakan ini. Ana memang sering membawa banyak makanan dari cafe karena Ana mendapatkan atasan yang sangat baik padanya."Pas banget kalau gitu, sebenarnya aku juga males keluar lagi." Ruby tidak mungkin menolak rezeki.