“Baiklah, kerjakan semua pekerjaan kamu, nanti jam tiga sore ikut meeting dengan saya.” Julian melangkah pergi memasuki ruangan CEO WL Company.
WL Company adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti, awalnya WL Company didirikan oleh Luwis William, kekek Julian. Karena ayah kandung Julian sudah meninggal, jadilah sekarang Julian yang menjadi CEO meskipun usia Julian masih sangat muda. Satu tahun yang lalu Luwis juga telah meninggal dunia, selama satu tahun ini juga WL Company dipimpin oleh orang Kepercayaan Luwis dan sekarang Julian sendiri yang sudah turun tangan di perusahaan meskipun masih malas-malasan dan atas paksaan keras dari Oma Fia. Setibanya di dalam ruangannya, Julian terdiam memikirkan banyak hal. “Gimana caranya ngasih tau ke oma kalau aku udah ketemu sama gadis itu.” Julian melirik ke dinding kaca, terlihat Ruby sedang serius dengan pekerjaan nya. “Kalau aku kasih tau sekarang, pasti oma menyuruhku untuk membawanya ke rumah, sedangkan aku belum tau apa alasan Oma sangat ingin bertemu dengan gadis itu.” Julian merasa sangat dilema sekarang. Julian kebingungan, apa yang harus Julian lakukan? “Sudahlah, pikirkan ini nanti. Untuk sekarang aku harus fokus bekerja, masak aku kalah sama sekretaris tengil itu.” Julian sudah bertekad untuk bekerja dengan sungguh-sungguh agar Oma Fia tidak marah-marah lagi dan membandingkannya dengan sekretaris barunya yang merupakan seorang gadis tengil. “Kinerjanya emang bagus, tapi sifat tengilnya itu sangat menjengkelkan.” Julian tidak berhenti misuh-misuh sepanjang bekerja. “Permisi, Tuan Muda. Ada berkas yang harus Anda tanda tangani.” Ruby mengetuk pintu ruangan CEO sebanyak dua kali lalu menyembulkan kepalanya di pintu ruangan Julian. “Masuk aja!” titah Julian tanpa menoleh, Julian sangat sibuk dengan komputernya. “Bisa tanda tangan ini sebentar, Tuan Muda. Ini sangat penting,” pinta Ruby dengan sedikit kesal. Sudah hampir lima menit Ruby diam seperti panjangan di dalam ruangan Julian, tapi Julian sang Tuan Muda arogan itu tidak menandatangani berkas yang Ruby maksud. “Kamu tidak lihat saya sedang sibuk?” Julian menatap Ruby sejenak, lalu kembali fokus ke layar komputernya. “Iya, saya bisa liat. Tapi ini cuma tanda tangan sebentar aja, masak nggak bisa sih? Pekerjaan saya juga masih banyak, Tuan Muda. Belum lagi saya juga harus ikut meeting dengan Anda jam tiga sore ini, saya—” “Berisik!” Julian langsung meraih berkas yang Ruby maksud lalu membubuhkan tanda tangannya di sana. “Ada lagi?” tanya Julian dengan senyum yang dipaksakan. “Sudah tidak ada, terima kasih, Tuan Muda.” Ruby tersenyum puas, Ruby pergi meninggalkan ruangan Julian setelah ia mendapatkan apa yang ia mau. Ruby kembali bekerja, Ruby mengerjakan semuanya dengan telaten. Tidak mudah untuk bekerja di perusahaan besar seperti WL Company, jadi Ruby harus serius dengan pekerjaannya. Sekeras apapun bekerja dengan Julian, Ruby harus kuat. Kalau bisa Ruby harus bisa lebih unggul dibandingkan Julian. “Aku nggak boleh kalah dari dia meskipun di bos di sini. Kalau kinerja aku baik, dia nggak mungkin bisa mecat aku gitu aja. Ayo Ruby, kamu harus lebih semangat lagi!” Ruby menyemangati dirinya sendiri. Meskipun pekerjaannya sangat banyak hari ini, Ruby tetap bisa tersenyum dan menikmati pekerjaannya. Sangat berbeda dengan Julian, sang Tuan Muda itu sudah mulai kelelahan dan tertidur mengeluh dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya. “Tulisan-tulisan ini bikin aku pusing dan mual.” Julian memijit pelipisnya yang berdenyut. Jika pekerjaan seorang CEO sebanyak ini setiap harinya, Julian jadi berpikir, berapa lama dirinya akan kuat bekerja menjadi CEO di perusahaan besar ini. Cara berpikir anak manja yang dibesarkan dengan bergelimang harta memang jauh berbeda dengan cara berpikir seorang anak yang sudah hidup sebatang kara yang tidak punya apa-apa. “Permisi, Tuan Muda! Sudah hampir jam tiga, sebalik kita berangkat sekarang supaya klien tidak menunggu.” Ruby kembali masuk ke dalam ruangan Julian setelah jadwal meeting tiba. “Yang benar aja, ini udah mau jam tiga?” Julian buru-buru melihat jam dinding dan ternyata memang benar apa yang Ruby katakan. “Saya tidak mungkin berbohong tentang pekerjaan.” Ruby menatap jengkel atasannya yang pemalas itu. “Tapi pekerjaan saya masih belum selesai, gimana dong?” Julian panik, belum sampai setengah pekerjaannya yang selesai hari ini. “Setelah meeting kita balik lagi ke kantor untuk mengerjakan pekerjaan yang masih tersisa,” ucap Ruby. “Baiklah.” Julian menghela nafas panjang sebelum berdiri. Julian dan Ruby berjalan beriringan melewati lobby kantor, banyak pasang mata para karyawan yang memperhatikan mereka. Ada yang kagum dengan Ruby, ada yang terpesona dengan ketampanan Julian, ada juga yang tidak suka melihat Ruby dan Julian yang sudah mulai kompak. “Ruby hebat, dia bisa bertahan jadi sekretaris Tuan Julian, padahal kita semua sama-sama tau. Tuan Julian itu orangnya egois banget,” tutur salah satu karyawan wanita. “Biarpun egois gitu, tapi Tuan Julian itu tetap tampan,” sahut yang lain. “Si Ruby mulai cari kesempatan deket-deket sama Tuan Julian tuh kayaknya,” sambung yang tidak suka dengan Ruby. Para karyawan kepo itu sedang memperhatikan Ruby dan Julian yang sedang berdebat di depan pintu mobil. Entah apa lagi yang diributkan oleh Julian dan Ruby sampai-sampai mereka tidak sadar telah menjadi tontonan karyawan lain.Saat sampai di ruangannya pun, Ruby masih memikirkan Julian yang bisa dengan mudah mengubah-ubah sikapnya. Kalau berpikir Julian itu punya kepribadian ganda, sepertinya itu terlalu berlebihan. Ruby tidak bisa terlalu fokus pada pekerjaannya gara-gara Julian yang menunjukkan sikap yang berbeda padanya dan pada orang lain. ‘Andai aja si tuan muda arogant itu juga dingin sama aku, pasti aku akan bekerja dengan tenang tanpa gangguan si bos tengil,’ celoteh Ruby dalam hati. Ruby selalu saja merasa kesal setiap ingat dengan betapa tengilnya kelakuan atasannya sendiri. “Aku harus tanya Sola ini ke Kak Friska saat pulang dari kantor nanti.” Ruby menganggukkan kepalanya, Ruby rasa dengan bertanya pada Friska adalah ide yang paling baik. Sedangkan di sisi lain, Julian sedang uring-uringan karena pekerjaannya yang tidak kunjung selesai padahal Julian sudah ada janji makan malam bersama dengan Fagas dan Marvel
“Betah banget sih pegang tangan saya, tangan saya bikin nyaman ya, Tuan Muda.” Ruby melirik Julian lalu menatap tangannya yang digenggam si Julian. Julian buru-buru menarik tangannya, Julian menelan ludah karena salah tingkah. Semua itu hanya spontan, jujur saja Julian tidak ada niatan untuk memegang tangan Ruby meskipun rasanya tangan Ruby itu menang hangat. “Maaf saya nggak sengaja, kamu harus bantuin saya.” Julian duduk lagi di atas kursi kebesarannya. “Sengaja juga nggak apa-apa tuh, Tuan Muda.” Ruby mengedipkan sebelah matanya, Ruby senang sekali melihat wajah Julian yang memerah. Bukan karena Ruby suka Julian, Ruby hanya merasa puas melihat Julian gugup seperti sekarang. “Saya mau bantuin asalkan sesuai perjanjian tadi, Tuan Muda. Dua juta harus masuk ke dalam rekening saya setelah semua pekerjaan selesai.” Ruby memastikan kesepakatan terlebih dahulu. “Jangan banyak bicara lagi, uang dua juta hanya kecil bagi saya.” Julian tidak
"loh, Ruby kamu mau ke mana? Bukannya Kamu baru pulang ya?" tanya Ana. Ana yang sejak tadi duduk di depan kontrakan sepetaknya jelas melihat Ruby pulang diantar oleh mobil mewah dan sekarang Ruby sudah hendak keluar lagi. "Ternyata di dalam nggak ada yang bisa dimakan sama sekali, Na. Aku mau keluar cari makan dulu, bodohnya lagi pasti jalan tadi aku nggak mampir beli makan dulu di jalan," jawab Ruby."Kebetulan banget kalau gitu, tadi pas mau pulang kerja ternyata makanannya banyak yang kelebihan. bos aku nawarin buat aku bawa pulang aja beberapa menu makanan, makan di tempat aku aja. Aku nggak mungkin bisa habisin makanan sebanyak itu sendirian." Ana mengajak Ruby untuk makan di tempatnya.Ana ini bekerja di salah satu cafe yang tidak jauh dari kontrakan ini. Ana memang sering membawa banyak makanan dari cafe karena Ana mendapatkan atasan yang sangat baik padanya."Pas banget kalau gitu, sebenarnya aku juga males keluar lagi." Ruby tidak mungkin menolak rezeki.
"Mati gue mati, hari pertama kerja bisa-bisanya gue langsung telat." Ruby berjalan tergesa keluar dari kontrakan sepetak yang menjadi tempat tinggalnya sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Dia jadi tidak bisa berdandan dengan benar akibat bangun kesiangan padahal hari ini baru hari pertamanya bekerja.Bahkan mengunci pintu kontrakan saja, tangannya sampai bergetar. "Kamu baru akan berangkat, Ruby? Ini udah jam sembilan dan itu artinya kamu udah bikin kesalahan fatal di hari pertama kerja," celoteh Ana, anak pemilik kontrakan. Ruby dan Ana lumayan dekat selama Ruby mengontrak di sini karena mereka yang seumuran dan dulunya satu sekolah waktu SMA. "Iya, aku udah telat banget. Kenapa kamu nggak bangunin aku tadi?" balas Ruby sangat panik. "Aku berangkat dulu, bey Ana!" Ruby langsung berpamitan tanpa membiarkan Ana menyahut kalimatnya tadi. "Semoga kamu nggak dalam masalah," lrih Ana sambil melihat Ruby yang pergi sambil berlari. "Kasian dia," gumam Ana. Ruby berjalan cepa
Ruby menatap kesal lelaki di depannya. "Awalnya saya mau berterima kasih, tapi karena Anda terlalu arogan saya jadi nggak jadi makasih nya. Sok mau nolong tapi ternyata malah mau menghina." Dia paling tidak suka jika dirinya dihina seperti ini, meskipun orang miskin yang yatim piatu. Ruby merasa dirinya masih punya harga diri yang harus dia pertahankan. "Dasar cewek gila, sudah ditolong tapi malah sewot. Saya jadi nyesel sudah menolong kamu." Lelaki itu menatap Ruby tak kalah sinis. Keduanya saling tatap dengan tatapan tajam masing-masing. Wajah keduanya sama-sama memerah mana marah di dalam dada masing-masing. Bruuk .... "Aduh!" Ruby hampir saja terjatuh saat ditabrak oleh salah satu mahasiswa tawuran yang sedangkan menghindar dari polisi. Mungkin orang-orang sudah ada yang memanggil polisi untuk mengamankan kekacauan akibat ulah mahasiswa yang sedang tawuran ini. Situasi di sini memang benar-benar kacau, bahkan ada beberapa gerobak pedagang yang sudah terjatuh dan barang d
"Gadis mana yang kamu maksud?" tanya Fagas.Fagas dan Marvel tidak paham kemana arah pembicaraan Julian.Yang Fagas dan Marvel tau, Julian tidak sedang dekat dengan gadis manapun."Ini bukan gadis untukku, tapi yang lain lagi." Tiba-tiba saja Julian merasa bingung bagaimana cara menyampaikan hal ini."Yang lain lagi? Maksudnya gimana ini, Tuan Muda Wiliam? Anda kira kami mengerti bahasa yang seperti itu?" Marvel menatap datar Julian dan menggunakan bahasa formal.Itu artinya, Marvel sedang kesal pada Julian."Anak mantan sopir Oma," beritahu Julian, "aku masih nggak paham, kenapa Oma sekeras itu ingin mencari anak mantan sopirnya."Bagik Fagas maupun Marvel, mereka berdua sama-sama terkejut mendengar ucapan Julian."Setelah bertahun-tahun, ternyata baru sekarang kau bisa menemukan gadis itu. Aku jadi penasaran bentuk aslinya seperti apa, kalau dilihat dari foto sepertinya dia cantik juga." Fagas mengusap dagunya.Seketika jiwa brengseknya langsung meronta-ronta meminta dipuaskan."Jan
Sampai akhirnya Ruby memutar bola matanya malas. "Aku tau ya kalau jadi pembantu orang kaya itu gajinya gede, teman aku si Ana hidupnya makmur sejahtera meskipun jadi ART," ucap Ruby setelah menemukan jawaban yang tepat supaya dia tidak malu lagi.Nisa tertawa melihat kelakuan Ruby, memang benar adanya menjadi pembantu di rumah orang tajir itu gajinya gede.Buktinya Nisa sudah bisa membeli sawah dan membangun rumah di kampung halamannya berkat berkat kerja di rumah orang kaya.Setelah Nisa pergi, Ruby pun beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu berjalan sambil menenteng kedua sepatunya yang sudah ia lepas, Ruby sengaja melepas high heels itu karena kakinya digigit oleh pinggir high heelsnya."Emang dasarnya aku ini orang susah dari lahir, sekalinya pakai high heels malah kesusahan begini," gerutu Ruby sepanjang kakinya melangkah.Kekesalan Ruby semakin bertambah karena ojek ia tunggu tidak datang-datang."Apaan tuh?"Tiba-tiba langkah Ruby terhenti ketika melihat perkelahian di pingg
Tidak seperti hari sebelumnya, pagi ini Ruby bangun lebih awal. Sebelum berangkat bekerja, Ruby memakan dua potong roti untuk sarapan pagi ini.Ruby harus mulai berhemat karena tanggal gajian masih lama.“Aku pasti bisa makan makanan enak kalau udah gajian. Aku penasaran, kira-kira berapa ya gajinya sekretaris CEO? Apa bisa buat angkat derajat aku?” Ruby senyum-senyum sendiri sambil memakan roti rasa srikaya itu.Itu loh, roti dua ribuan yang selesainya berlimpah dan rasanya enak. Roti ini sering menjadi sasaran Ruby kalau keuangannya sudah menipis.Selesai sarapan, Ruby keluar dari kontrakan lalu berjalan kaki menuju jalan raya. Di sana juga sudah ada ojek yang menunggu Ruby.“Tujuannya sesuai dengan aplikasi kan, Mbak?” tanya si ojol.“Iya, Pak,” jawab Ruby.Kali ini tidak ada drama motor mogok atau ada tawuran di jalanan. Ruby tiba di kantor setengah jam sebelum mulai bekerja.“Nah, gini dong. Kalau datengnya lebih lagi kan lo bisa lebih santai juga.” Friska tersenyum puas melihat