Home / CEO / Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant / 6. Tontonan para karyawan

Share

6. Tontonan para karyawan

“Baiklah, kerjakan semua pekerjaan kamu, nanti jam tiga sore ikut meeting dengan saya.” Julian melangkah pergi memasuki ruangan CEO WL Company.

WL Company adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti, awalnya WL Company didirikan oleh Luwis William, kekek Julian. Karena ayah kandung Julian sudah meninggal, jadilah sekarang Julian yang menjadi CEO meskipun usia Julian masih sangat muda.

Satu tahun yang lalu Luwis juga telah meninggal dunia, selama satu tahun ini juga WL Company dipimpin oleh orang Kepercayaan Luwis dan sekarang Julian sendiri yang sudah turun tangan di perusahaan meskipun masih malas-malasan dan atas paksaan keras dari Oma Fia.

Setibanya di dalam ruangannya, Julian terdiam memikirkan banyak hal.

“Gimana caranya ngasih tau ke oma kalau aku udah ketemu sama gadis itu.” Julian melirik ke dinding kaca, terlihat Ruby sedang serius dengan pekerjaan nya.

“Kalau aku kasih tau sekarang, pasti oma menyuruhku untuk membawanya ke rumah, sedangkan aku belum tau apa alasan Oma sangat ingin bertemu dengan gadis itu.” Julian merasa sangat dilema sekarang.

Julian kebingungan, apa yang harus Julian lakukan?

“Sudahlah, pikirkan ini nanti. Untuk sekarang aku harus fokus bekerja, masak aku kalah sama sekretaris tengil itu.” Julian sudah bertekad untuk bekerja dengan sungguh-sungguh agar Oma Fia tidak marah-marah lagi dan membandingkannya dengan sekretaris barunya yang merupakan seorang gadis tengil.

“Kinerjanya emang bagus, tapi sifat tengilnya itu sangat menjengkelkan.” Julian tidak berhenti misuh-misuh sepanjang bekerja.

“Permisi, Tuan Muda. Ada berkas yang harus Anda tanda tangani.” Ruby mengetuk pintu ruangan CEO sebanyak dua kali lalu menyembulkan kepalanya di pintu ruangan Julian.

“Masuk aja!” titah Julian tanpa menoleh, Julian sangat sibuk dengan komputernya.

“Bisa tanda tangan ini sebentar, Tuan Muda. Ini sangat penting,” pinta Ruby dengan sedikit kesal.

Sudah hampir lima menit Ruby diam seperti panjangan di dalam ruangan Julian, tapi Julian sang Tuan Muda arogan itu tidak menandatangani berkas yang Ruby maksud.

“Kamu tidak lihat saya sedang sibuk?” Julian menatap Ruby sejenak, lalu kembali fokus ke layar komputernya.

“Iya, saya bisa liat. Tapi ini cuma tanda tangan sebentar aja, masak nggak bisa sih? Pekerjaan saya juga masih banyak, Tuan Muda. Belum lagi saya juga harus ikut meeting dengan Anda jam tiga sore ini, saya—”

“Berisik!” Julian langsung meraih berkas yang Ruby maksud lalu membubuhkan tanda tangannya di sana.

“Ada lagi?” tanya Julian dengan senyum yang dipaksakan.

“Sudah tidak ada, terima kasih, Tuan Muda.” Ruby tersenyum puas, Ruby pergi meninggalkan ruangan Julian setelah ia mendapatkan apa yang ia mau.

Ruby kembali bekerja, Ruby mengerjakan semuanya dengan telaten. Tidak mudah untuk bekerja di perusahaan besar seperti WL Company, jadi Ruby harus serius dengan pekerjaannya.

Sekeras apapun bekerja dengan Julian, Ruby harus kuat. Kalau bisa Ruby harus bisa lebih unggul dibandingkan Julian.

“Aku nggak boleh kalah dari dia meskipun di bos di sini. Kalau kinerja aku baik, dia nggak mungkin bisa mecat aku gitu aja. Ayo Ruby, kamu harus lebih semangat lagi!” Ruby menyemangati dirinya sendiri.

Meskipun pekerjaannya sangat banyak hari ini, Ruby tetap bisa tersenyum dan menikmati pekerjaannya.

Sangat berbeda dengan Julian, sang Tuan Muda itu sudah mulai kelelahan dan tertidur mengeluh dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya.

“Tulisan-tulisan ini bikin aku pusing dan mual.” Julian memijit pelipisnya yang berdenyut.

Jika pekerjaan seorang CEO sebanyak ini setiap harinya, Julian jadi berpikir, berapa lama dirinya akan kuat bekerja menjadi CEO di perusahaan besar ini.

Cara berpikir anak manja yang dibesarkan dengan bergelimang harta memang jauh berbeda dengan cara berpikir seorang anak yang sudah hidup sebatang kara yang tidak punya apa-apa.

“Permisi, Tuan Muda! Sudah hampir jam tiga, sebalik kita berangkat sekarang supaya klien tidak menunggu.” Ruby kembali masuk ke dalam ruangan Julian setelah jadwal meeting tiba.

“Yang benar aja, ini udah mau jam tiga?” Julian buru-buru melihat jam dinding dan ternyata memang benar apa yang Ruby katakan.

“Saya tidak mungkin berbohong tentang pekerjaan.” Ruby menatap jengkel atasannya yang pemalas itu.

“Tapi pekerjaan saya masih belum selesai, gimana dong?” Julian panik, belum sampai setengah pekerjaannya yang selesai hari ini.

“Setelah meeting kita balik lagi ke kantor untuk mengerjakan pekerjaan yang masih tersisa,” ucap Ruby.

“Baiklah.” Julian menghela nafas panjang sebelum berdiri.

Julian dan Ruby berjalan beriringan melewati lobby kantor, banyak pasang mata para karyawan yang memperhatikan mereka.

Ada yang kagum dengan Ruby, ada yang terpesona dengan ketampanan Julian, ada juga yang tidak suka melihat Ruby dan Julian yang sudah mulai kompak.

“Ruby hebat, dia bisa bertahan jadi sekretaris Tuan Julian, padahal kita semua sama-sama tau. Tuan Julian itu orangnya egois banget,” tutur salah satu karyawan wanita.

“Biarpun egois gitu, tapi Tuan Julian itu tetap tampan,” sahut yang lain.

“Si Ruby mulai cari kesempatan deket-deket sama Tuan Julian tuh kayaknya,” sambung yang tidak suka dengan Ruby.

Para karyawan kepo itu sedang memperhatikan Ruby dan Julian yang sedang berdebat di depan pintu mobil.

Entah apa lagi yang diributkan oleh Julian dan Ruby sampai-sampai mereka tidak sadar telah menjadi tontonan karyawan lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status