Share

Bab 2. Gugup

Reina tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan kerjanya. Ia melihat ke arah pojok ruangan. Mencari kekasih dan sahabatnya di sana. Tetapi sayangnya mereka berdua sedang tidak ada di tempat.

Sementara teman-temannya yang lain sedang sibuk di depan layar komputer mereka masing-masing. Beruntung sekali bapak kepala divisi pun tidak ada di sana. Gadis itu langsung berjalan menuju kursi kerjanya yang berada di sebelah kiri.

Jemari lentik Reina menyalakan komputer dengan cepat. Segaris senyuman muncul di bibir untuk mengawali harinya yang pasti akan melelahkan. Banyak yang bilang jika kita melakukan aktivitas sederhana itu, maka suasana hati akan membaik. Stres pun akan perlahan reda. Dan tentu saja bisa menaikkan imun tubuh kita.

Reina sedang membutuhkannya!

Namun belum sempat Reina berhasil mendudukkan bokongnya, rupanya sang manajer sudah berdiri di dekat pintu masuk dan memperhatikannya. Entah sejak kapan, gadis itu tidak mengerti.

Ketika Reina sadar, ia langsung berjalan menghampiri lelaki itu untuk meminta maaf. “Eh, Pak Burhan. Maaf, Pak. Saya datang terlambat hari ini.”

“Hmm ... ada tugas penting untukmu,” ujar manajer itu tampak serius.

“Tu–tugas?” balas Reina merasa heran.

“Sekretaris Pak Regan tidak masuk hari ini. Beliau meminta salah seorang dari kalian di sini untuk membantunya. Jadi saya memilih kamu, Reina. Kamu tahu ‘kan ruangan CEO ada di mana?” tegas pak manajer.

“Tahu, Pak. Tetapi kenapa harus saya?” Reina menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuk mungilnya. Seketika ia merasa gugup karena belum pernah bertemu langsung dengan atasan yang paling disegani oleh seluruh karyawan di perusahaan itu.

“Karena saya percaya sama kamu, Reina. Hanya kamu yang bisa diandalkan di sini. Pergilah sekarang!” perintah sang manajer.

Manajer itu tidak mengatakan jika hal tersebut adalah perintah langsung dari sang CEO. Bahkan ia sendiri penasaran mengapa Regan meminta Reina yang menggantikan tugas Rindu.

Reina mengangguk pasrah. Entah mengapa tiba-tiba perasaannya jadi tidak enak. Ia pun segera pamit untuk pergi ke ruangan sang CEO.

Gadis itu berjalan pelan melewati meja sekretaris. Ia menghirup udara sepenuh dada dan ia hembuskan secara perlahan. Seperti itu sebanyak tiga kali. Kemudian setelah merasa cukup tenang, Reina memberanikan diri untuk mengetuk pintu ruangan CEO.

“Masuk!” Terdengar suara perintah dari dalam.

Sejenak gadis itu terdiam di depan pintu. Mengapa ia seperti mengenali suara itu? Tapi di mana?

Reina tidak bisa berpikir dengan cepat. Ia juga tidak mau CEO tersebut menunggunya terlalu lama.

Gadis itu segera masuk ke dalam ruangan. Tetapi Reina hanya bisa melihat seorang lelaki yang duduk membelakanginya. Hal itu justru membuatnya merasa penasaran. Meski tak dapat dipungkiri jika di dalam hatinya merasa was-was. Takut jika bos besar di perusahaannya galak dan menakutkan.

“Permisi, Pak. Apakah benar Bapak membutuhkan karyawan untuk menggantikan tugas sekretaris yang tidak masuk hari ini?” tanya Reina lirih dan ragu-ragu.

CEO itu memutar kursi kebesarannya dengan santai hingga sekarang posisinya berhadapan dengan Reina. Kemudian ia berkata, “Iya ... benar sekali.”

Kedua mata Reina melotot seketika. Namun ia segera menatap ke arah bawah. Di saat itu pula jantungnya berdetak dengan sangat kuat. Ia bahkan kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang berada di hadapannya saat ini adalah lelaki yang ia temui tadi pagi.

Seorang lelaki yang menghabiskan malam panas bersamanya. Bahkan Reina sempat terpana akan ketampanannya meski persentasenya sangat kecil.

Reina masih terdiam kaku di tempatnya. Ia berharap jika atasannya tersebut tidak mengenalinya. Ya, gadis itu akan berpura-pura bahwa tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Lagi pula tadi malam sepertinya mereka sama-sama dalam keadaan mabuk. Hanya saja Reina seperti merasakan bahwa dia lebih bersikap agresif daripada lelaki itu.

“Kenapa?” tanya Regan santai.

“Tidak apa-apa, Pak. Saya siap membantu pekerjaan Bapak hari ini. Apa yang harus saya kerjakan?” jawab Reina kembali menundukkan kepalanya dan balik bertanya kepada Regan.

“Mendekatlah,” ujar Regan tanpa menatap ke arah Reina. Tangan dan netranya disibukkan beberapa dokumen di atas meja kerjanya.

‘Hah? Mendekat?’

“Oh, iya. Baik Pak.” Reina segera melangkah cepat dan berdiri di samping Regan.

Terlihat CEO tampan itu menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan oleh Reina hari ini.

Regan tampak serius dalam berbicara. Sementara Reina justru merasa sangat gugup. Apalagi di saat lengannya yang tak sengaja bersentuhan dengan lengan CEO tampan itu. Seketika keringat dingin mengalir dari balik seragam kerjanya begitu saja.

“Kamu paham, Reina?” tanya Regan setelah menjelaskan beberapa tugas yang harus dikerjakan oleh Reina.

‘Jadi dia sudah tahu namaku?’ batin Reina cukup terkejut. Lalu ia teringat dengan pertanyaan Regan.

“Iya, Pak. Saya mengerti,” jawab gadis itu yakin.

Untuk mengendalikan rasa gugup yang semakin mendera, Reina bergerak mundur. Ia mencoba tetap tenang dan mengatur nafasnya dengan sangat pelan.

“Kerjakan semuanya sebelum jam makan siang. Nanti jam dua siang kamu harus menemani saya meeting dengan klien penting di luar kantor.”

Reina mengangguk pasti sambil berucap, “Baik ... Pak Regan.”

Gadis itu segera memutar tubuhnya dengan cepat. Ia hendak keluar dari ruangan sang CEO. Namun baru saja tangannya menyentuh handel pintu, terdengar suara Regan menyebut namanya kembali.

“Reina, tunggu sebentar!”

Rich Mama

Wah, ngapain tuh Pak Regan???? Panggil2 aja sukanya....

| 6

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status