Mendengar pertanyaan dari Reina, CEO tampan itu terdiam. Sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Selanjutnya, ia justru berjalan menghampiri gadis itu.
Reina cukup ketakutan melihat Regan berjalan mendekatinya. Ia sudah berpikir yang tidak-tidak. Mengingat atasannya itu seringkali melakukan tindakan yang tiba-tiba.“Sebelum pergi, apakah ada yang ingin kamu sampaikan kepadaku?” tanya Regan kemudian. Seolah sengaja menunda-nunda kepergian Reina dari ruangannya.Inilah yang tidak disukai Reina. Lelaki di dekatnya ini tidak langsung to the poin mengatakan tujuannya. Sekarang justru bermain teka-teki dengannya.Reina berpikir keras. ‘Ayolah, Reina. Coba tebak, apa maksud ucapan Regan?’“Saya rasa tidak ada yang perlu saya sampaikan lagi.” Reina menunduk dan hendak berjalan mundur meninggalkan ruangan itu.“Kamu yakin? Tidak akan menyesal?” imbuh Regan.Reina menegakkan kepalanya. Ia bisa melihat tatapan penuh kelicikan dari bosnya tersebut.“Baiklah, Pak Regan. Saya ingin meminta maaf karena tadi pagi menggunakan semua uang Bapak. Saya berjanji akan menggantinya. Tapi percayalah. Saya tadi malam dijebak, Pak. Saya bukan gadis murahan yang sengaja menjual tubuhnya untuk lelaki kaya seperti—”“Kamu pikir saya sengaja memesan wanita malam untuk memuaskan saya?” sahut Regan cepat. Lelaki itu berjalan pelan memutari tubuh Reina.“Bukan seperti itu maksud saya, Pak. Mungkin kita sama-sama dijebak, Pak.”“Bagus! Kalau kamu paham. Jadi kamu harus bertanggung jawab. Di sini saya merasa dirugikan. Saya hilang keperjakaan gara-gara kamu, Reina.”‘What? Ini gila! Apakah dia sudah tidak waras? Jelas-jelas dia yang telah menghancurkan masa depan saya.’ Reina memeras kedua tangannya di sisi kiri dan kanan tubuhnya. Rasanya ia ingin menonjok wajah Regan saat itu juga.Sementara Regan masih terlihat serius dengan ucapannya yang semakin ngawur. Alias berkelit-kelit dan terkesan mengada-ngada. Sungguh tidak masuk akal.“Jadi Bapak maunya apa?” ucap Reina lantang.“Rindu mengatakan jika dia mengundurkan diri jadi sekretaris saya. Jadi mulai besok kamu harus menjadi sekretaris pribadi saya. Selain mengurus pekerjaan di kantor, kamu juga harus menyediakan keperluan pribadi saya. Kalau bisa kamu tinggal di apartemen milik saya.”“Apa?” Reina menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tidak mungkin. Itu hal yang sangat mustahil. Ibu tirinya pasti tidak akan mengizinkan. Bahkan Reina sendiri pun tidak sudi jika harus tinggal satu atap dengan lelaki aneh ini.“Bagaimana?” tanya Regan dengan ekspresi wajah yang sangat tenang.“Bapak jangan keterlaluan dong!” jawab Reina dengan sebuah protes. Tentu gadis itu akan mencari cara agar Regan muak dengan sikapnya.Melihat Reina tak kunjung memberikan jawaban, Regan bergerak maju mendekati Reina. Membuat gadis itu seketika melangkah mundur. Namun sayang sekali tubuhnya justru mentok ke tembok. Tidak bisa bergerak lagi.“Atau kamu mau saya mengatakan peristiwa malam itu kepada kekasihmu?” lirih Regan kemudian.Reina mendongakkan kepalanya. Bagaimana mungkin Regan bisa tahu jika dirinya sudah mempunyai seorang kekasih? Apa jangan-jangan lelaki ini adalah cenayang?“Tidak bisakah Bapak melupakan semuanya?” ucap Reina memohon kepada lelaki di hadapannya itiu.“Melupakan semuanya?” Regan tersenyum menyeringai lalu menarik tubuh Reina ke dalam pelukannya. “Enak saja.”“Cukup, Pak!” Reina mendorong tubuh Regan dengan sepenuh tenaga hingga lelaki itu sedikit terkejut. “Beri saya waktu untuk bernafas dulu.”Bodohnya Reina mengatakan kalimat yang membuat Regan semakin merasa di atas angin. CEO tampan itu memperhatikan Reina yang terlihat kacau.“Bahkan saya belum menyentuh bibir tipismu itu, Reina.” Regan kembali melangkah maju.Namun beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan pintu. Seketika Regan mengatur jarak dengan sekretaris barunya itu. Ia menganggap bahwa Reina sudah menyetujui permintaannya.“Saya, permisi.”Reina segera memanfaatkan kesempatan yang ada. Saat itu adalah waktu yang tepat untuk dirinya bisa kabur.Regan tidak punya pilihan lain. Ia membiarkan Reina keluar dari ruangannya.Reina segera membuka pintu dan tampaklah seorang lelaki berdiri di hadapan pintu dengan sedikit senyuman di wajahnya. Rupanya lelaki itu adalah Pak Burhan.Manajer itu masuk ke dalam ruangan CEO dan memberi kode kepada Reina agar ikut bersamanya.“Maaf, Pak Regan. Ada hal yang harus saya tanyakan kepada Reina. Ini menyangkut masalah di bagian divisi pemasaran dan pengembangan. Hanya Reina yang mengetahuinya karena dia belum memberikan laporan kepada saya.”Regan kembali ke tempat duduknya. Sesungguhnya ia sedikit curiga dengan gerak-gerik manajer itu.“Baiklah, kamu bisa membawa Reina kembali ke ruang kerjanya semula.”“Terima kasih, Pak.”Manajer itu segera mengajak Reina untuk ikut bersamanya. Reina memang bekerja sebagai karyawan bagian pengembangan bisnis. Ia selalu berhasil meyakinkan para pelanggannya. Baik secara virtual ataupun bertemu langsung. Banyak teman-teman kerjanya yang iri karena para atasan menyukai kemampuan Reina yang luar biasa meskipun masih terbilang sebagai karyawan baru.“Terima kasih Pak Burhan, sudah menyelamatkan saya,” ungkap Reina keceplosan.“Memangnya kenapa?” tanya Burhan jadi penasaran.Reina justru terdiam. Tidak mungkin ia menceritakan semua tingkah menyebalkan Regan.“Saya mendengar kabar jika Rindu telah mengundurkan diri. Kemungkinan kamu yang akan ditunjuk sebagai sekretaris penggantinya. Maka dari itu, saya meminta kamu menyelesaikan pekerjaan kamu yang kemarin belum selesai. Kamu masih ingatkan? Harusnya tadi pagi kamu mengerjakannya. Tetapi kamu malah datang terlambat,” terang Burhan mengingatkan.“Ah, iya, Pak. Saya benar-benar minta maaf.”Ternyata berita pengunduran diri Rindu sudah sampai ke manajer Reina. Dia pikir Regan hanya bercanda dan ingin mengerjainya saja. Ternyata lelaki itu tidak berbohong.“Tidak apa-apa, Reina. Saya hanya bisa bilang, kamu harus tetap semangat. Dan banyak bersabar menghadapi Pak Regan. Saya akan sangat-sangat merindukan kamu nanti.”‘Hah? Apa maksudnya? Apakah Pak Regan memang bos yang kejam? Seorang Rindu saja bisa mengundurkan diri.’“Ya, sudah. Tidak usah terlalu dipikirkan.”Reina mengangguk saja. Ia mengikuti langkah sang manajer di belakangnya.Ketika hendak memasuki ruang kerja bagian pemasaran, Reina dikejutkan dengan kehadiran dua orang yang sangat ia kenali. Mereka terlihat mesra. Dan sepertinya baru saja pulang dari mengikuti event di luar kantor.“Leon?” ucap Reina lirih. Bibirnya bergetar hebat. Ada rasa cemburu yang bergemuruh di dalam hatinya.Tau kan siapa Leon??? Ngapain ya dia, kira-kira???
Reina melihat sang kekasih hati datang bersama Karin—sahabatnya. Hal itu membuat hatinya terasa ada yang menusuk. Gadis itu juga penasaran dengan kejadian tadi malam. Apakah benar Karin yang telah menjebaknya dengan memberikan minuman yang mengandung alkohol? Reina ingin tahu apa alasan sang sahabat melakukan hal itu kepadanya. “Leon? Kalian—” Ucapan Reina terhenti. Leon langsung memotong kalimatnya yang masih menggantung. Bahkan gadis itu bisa melihat raut wajah terkejut pada kekasihnya. “Kami dapat tugas di luar, Sayang. Tetapi Karin tiba-tiba merasa tidak enak badan. Jadi aku membawanya ke sini sebentar untuk mengambil barang penting yang ketinggalan.” Reina manggut-manggut. Namun ia tetap curiga kepada Karin. Gadis itu mengalihkan pandangan kepada sahabatnya. “Karin, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu. Ini soal tadi malam—” “Aduh! Kepalaku sakit banget!” Karin merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. Membuat Reina cukup panik. Tangannya terulur hendak memegangi bahu sa
“Jangan berteriak, Reina. Ini aku!” tegas seorang lelaki kepada Reina. Reina sangat mengenali suara itu. Tetapi kenapa bahasanya seolah mereka telah akrab? Apakah benar lelaki di dekatnya ini adalah Regan? Belum sempat Reina membalas ucapan itu, lampu-lampu telah menyala. “Lepaskan!” Reina berusaha memberontak. Seketika tangan yang membungkam mulutnya terlepas begitu saja. Gadis itu langsung menatap tajam ke arah lelaki di depannya. Dan benar saja. Dia adalah Regan, atasannya. Lelaki itu hanya diam. Ekspresi wajahnya sangat tenang. Tidak merasa bersalah sama sekali. “Pak Regan kenapa ada di sini? Pak Regan ngikutin saya, ya? Jujur saja!” Reina membuang muka sambil bersedekap dada. Ia sangat percaya diri sekali mengatakan kalimat itu kepada atasannya. Regan geleng-geleng kepala. Tidak habis dengan sikap Reina yang baginya walaupun sangat menyebalkan tetapi gadis itu membuatnya merasa semakin penasaran. “Kebetulan ada yang ketinggalan di ruangan kerjaku. Jadi terpaksa aku harus ke
Dengan muka yang ditekuk dan kusut, ibu tiri Reina terpaksa membukakan pintu rumah yang masih tertutup itu. Walau bagaimanapun ia masih ada rasa belas kasihan terhadap anak tirinya.Terlihat seorang wanita tua berdiri di depan pintu dengan bibir yang menyunggingkan sebuah senyuman. Wanita itu menundukkan kepalanya sejenak. “Ibu cari siapa, ya? Ada perlu apa datang malam-malam seperti ini?” tanya Linda bernada tegas. “Maaf, Bu. Saya diutus oleh Tuan untuk memijat kaki Non Reina yang katanya terkilir. Bolehkah saya masuk?” izin wanita itu terlihat cemas. Linda melirik ke arah Reina. Gadis itu masih tampak kesakitan. Membuatnya tidak tega. Ia juga takut jika besok Reina tidak berangkat ke kantor lagi. Tentu hal itu bisa merepotkannya. Belum lagi dengan gajinya. Pasti akan terpotong dan tidak bisa memberi uang lebih kepadanya. “Ya sudah kalau begitu. Masuk saja. Saya ke belakang dulu.” Setelah mengatakan kalimat itu, ibu tiri Reina segera pergi ke belakang. Perutnya terasa melilit kar
Beberapa pesan dari Leon membuat Reina merasa kecewa. Rupanya kekasihnya itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Karin daripada dia. Meski Leon telah meminta maaf karena tidak bisa menjemputnya saat pulang dari lembur, tetapi Reina belum sepenuhnya bisa memaafkan. “Kamu tega banget, Leon. Tidak peka jika aku sangat membutuhkan kamu. Bagaimana kalau tadi tidak ada Pak Regan?!” omel Reina seorang diri.Karena terlanjur kecewa, Reina mengabaikan pesan dari Leon. Ia sengaja tidak membalas pesan dari kekasihnya tersebut. Akan tetapi lelaki itu justru terus meneleponnya. Membuat Reina harus kembali merasa kalah. Hatinya masih terlalu berat untuk mengabaikan Leon. “Ada apasih, meneleponku? Ini sudah malam, Leon?!” Akhirnya Reina menjawab telepon itu. “Aku benar-benar minta maaf, Sayang. Aku tidak mungkin bisa tidur jika kamu tidak memaafkan aku.” Suara itu terdengar memohon. Leon masih terus-terusan berusaha mengambil hati Reina kembali. Ia tak segan merayu dan mengeluarkan ungkapan-
“Kalau begitu ... aku ke toilet dulu ya, Rei?” Karin pamit kepada Reina. Reina merasa lega. Ini artinya ia ada kesempatan untuk bisa berduaan dengan Leon. Sesungguhnya ada hal yang ingin ia tanyakan. Gadis itu merindukan perhatian sang kekasih yang seperti dulu. Seperti awal-awal mereka jadian dan sebelum leon mengenal Karin. “Leon ... aku mau—” “Em, aku juga kebelet nih! Sampai ketemu lagi di ruang kerja nanti ya,” sahut Leon cepat. Ia belum tahu jika Reina tak lagi bekerja satu ruangan dengannya. Mulai hari ini dan seterusnya Reina akan bekerja sebagai sekretaris Regan. Itu artinya posisi Reina tak lagi setara dengan Leon. Reina mendesah pelan. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Rasanya ia ingin menumpahkan segala kegundahan hatinya. Entah kepada siapa lagi ia harus bercerita. Reina menatap kebergian kekasih dan sahabatnya dengan lemas. Ke toilet pun mereka sangat kompak. Dengan berat hati gadis itu segera berjalan menuju lift. Ia langsung pergi ke ruangan sekretaris. Reina me
“A‒apa?” ucap Reina terbata.Dengan kekasihnya saja Reina tidak pernah melakukan perbuatan seperti itu. Berpelukan saja tidak pernah. Apalagi berciuman. Dan untuk peristiwa malam itu ... tentu saja tidak ada unsur kesengajaan sama sekali. Bahkan Reina mati-matian berusaha melupakan malam terlarang yang penuh kekhilafan. Reina menggelengkan kepalanya. Ia masih diam terpaku di tempatnya. “Tunggu apalagi? Mau hukuman yang lebih dari ini?!” tegas Regan berapi-api. “Ja‒jangan, Pak. Baiklah, saya akan melepaskan pakaian Bapak. Tapi Bapak jangan lihat, ya?” Reina mencoba bernegosiasi. Wajahnya terlihat sangat gugup. Hal itu membuat Regan menahan tawa di bibirnya. Baginya Reina sangat lucu. “Cepatlah!” Regan sudah tidak sabaran. Dengan perlahan Reina mulai melepaskan satu persatu kancing baju milik Regan. Hingga saat terbuka kancing paling bawah, terlihatlah perut kotak-kotak yang sangat dibenci oleh indera penglihatan milik gadis itu. Sebenarnya bukan benci. Lebih tepatnya Reina tidak in
Reina hampir saja pingsan. Beruntung ada yang dengan cepat langsung menangkap tubuhnya. “Reina, kamu tidak apa-apa?” “Pak Regan ....” Setelah mengatakan dua kata itu, Reina benar-benar pingsan. Regan langsung membawa Reina ke dalam ruangan pribadinya. Sementara Karin dan Leon tampak kebingungan. “Leon, bagaimana ini? Reina sudah tahu semuanya. Ini semua gara-gara kamu.” “Tadi kamu bilang apa? Sepertinya kamu tadi ingin mengatakan sesuatu kepadaku,” balas Leon mengalihkan pembicaraan. “Aku hamil, Leon. Aku hamil anak kamu. Kamu harus segera menikahiku.” “Apa? Tidak mungkin, Karin. Kamu pasti bercanda. Bagaimana mungkin. Aku belum jadi dipromosikan. Entah kapan. Sepertinya perasaanku tak enak.” Leon melangkah pergi. Niatnya ingin menyusul kepergian Reina. Ia masih berusaha membujuk kekasihnya tersebut meski kemungkinan besar ia akan diputuskan. “Leon, tunggu! Kamu tidak percaya dengan ucapanku?! Kamu tega sekali Leon. Bagaimana kalau perut ini semakin membesar?! Aku takut akan d
Karin mendekatkan tubuhnya kepada Leon. Ia tepuk pelan bahu kanan kekasihnya itu. “Kamu tidak perlu mempedulikan Reina lagi. Dia itu cuma gadis murahan. Bahkan dia rela jual diri demi uang,” ungkap Karin bernada serius. “Apa maksud kamu, Karin? Kamu tidak sedang berhalusinasi ‘kan?” Kening Leon berkerut. Bagaimana mungkin selingkuhannya itu bisa berkata seperti itu? Jelas-jelas Reina selalu menolak saat Leon meminta sesuatu yang berharga dari gadis tersebut. “Aku punya buktinya.” Karin mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan gambar-gambar saat Reina masuk ke dalam kamar hotel berkat jebakannya. Kedua mata Leon meniti dengan seksama. Apakah gambar tersebut benar milik Reina atau hanya editan belaka. “Sekarang kamu percaya ‘kan sama aku? Aku ada sebuah ide yang bagus. Aku yakin kamu pasti puas saat mendengar penjelasanku nanti.” “Katakanlah, secepatnya!” Leon sudah tidak sabaran. Karin tersenyum smirk. Lalu ia membisikkan sesuatu ke telinga Leon. Berharap kekasihnya tersebut bersed