Happy Reading*****Lita melengos dan meninggalkan suaminya. Berjalan ke arah kasir dengan kemarahan penuh. Sementara Andrian, lelaki itu dengan santai mendekati Tari. Duduk di sebelah gadis itu."Capek nggak nungguin? Sabar, ya, Tar. Lita emang lama kalau belanja, tapi sekarang dia sedang antri di kasir," kata Andrian lembut. Tari menggeser posisi duduknya hingga menghadap si bos. Lalu, dia berkata, "Kenapa Bapak mempersulit hidup saya? Bapak tidak melihat mata Bu Lita penuh kebencian saat memandang saya?"Andrian menggerakkan kepala dan menatap ke arah sang istri yang sedang mengantri. "Lita nggak seperti itu. Jangan terlalu perasa, Tar. Kedua istriku nggak akan pernah saling membenci.""Bapak yakin?" Tari menatap tak percaya. Begitu tinggi percaya diri Andrian bahwa kedua istrinya tidak akan saling membenci karena cemburu, sedangkan dia pernah melihat tangisan Nina di rooftop kantor. "Sangat yakin, Nina bahkan dengan senang hati merestui setiap pernikahanku dengan perempuan-perem
Happy Reading*****"Beri satu alasan kenapa aku harus menjauhimu?" ucap Andrian serius sebelum menjalankan mobil meninggalkan rumah istri keduanya. Dia bukan lelaki tak punya hati hingga membiarkan sang sekretaris menangis seperti itu. "Kalau kamu nggak bisa memberi alasan itu, maka jangan berharap aku akan menjauhimu."Andrian menyalakan kunci mobil. Dia juga sudah memasukkan gigi mesin, bersiap menjalankan kendaraan itu untuk mengantarkan sang sekretaris. Setelah mobil berjalan, dia mulai mendengarkan jawaban Tari dengan serius."Bukan cuma satu, Pak. Saya akan mengatakan banyak alasan supaya Bapak menjauhi saya saat ini dan dari banyaknya alasan itu, status Bapak dengan dua istri yang paling penting. Karena alasan itulah, maka jauhi saya." Tari menyeka air mata yang semakin menganak sungai."Kenapa dengan status dua istri. Bukankah agama kita tidak melarangnya?" Andrian melirik Tari. Lelaki itu ingin tahu apa jawaban dari sang sekretaris. Kendaraan melaju cukup lambat. Andrian sen
Happy Reading *****"Apaan, sih, Pak. Teriak-teriak tidak jelas. Sudah malam ini, sebaiknya kendalikan kemarahan Anda. Saya tidak mau seisi kosan mencibir karena teriakan Bapak."Setelah memarkir mobil dengan baik di halaman kos-kosan Tari. Andrian segera turun dan membukakan pintu untuk perempuan itu. Padahal Tari sudah bersiap turun."Turunlah! Besok aku akan membelikan HP baru untukmu. Suka tidak suka, kamu harus menerimanya sebagai pengganti dan ucapan maaf atas semua kesalahanku malam ini." Andrian mengulurkan tangannya, mengajak Tari.Tari menepis tangan si bos, dia turun sendiri tanpa memegang tangan Andrian. Sedikit menunjukkan kemarahan, dia berkata, "Tidak perlu, Pak! Saya mampu untuk membeli benda itu sendiri. Sebaiknya, Bapak pulang sekarang. Ini sudah malam, saya mau langsung istirahat. Selamat malam." Tangan Andrian sekali lagi terjulur untuk menuntun si gadis, tetapi Tari lagi-lagi menangkis tangan lelaki itu. Dia benar-benar jengkel dengan tabiat Andrian yang tukang
Happy Reading*****Andrian duduk di sebelah Tari sambil membaui minyak kayu putih ke hidung perempuan itu. Sesekali, dia memijat telapak kaki si gadis supaya cepat tersadar. Sungguh, lelaki itu sangat khawatir. Berkali-kali, di melihat ponselnya. Barangkali si dokter sudah sampai, tetapi nihil. Sang dokter belum memberinya kabar lagi.Lebih setengah jam sudah terlewat, Tari belum juga menggerakkan anggota tubuhnya. Andrian menghentikan membaui minyak kayu putih pada hidung Tari. Dia mengambil ponsel dan menekan kontak sang dokter. Sudahkah dia menuju alamat yang dikirimkan tadi.Begitu panggilan terangkat, sang dokter berkata. "Saya sudah ada di gerbang lokasi yang Bapak share tadi, tetapi ragu untuk masuk. Alamat yang saya temui adalah sebuah kos-kosan. Apa betul alamat yang Bapak kirimkan?""Betul, Dok. Memang alamat yang saya kirim tadi adalah kos-kosan. Masuk saja, Dok! Saya ada di kamar paling ujung dekat dengan parkiran. Saya tunggu di depan kamar supaya dokter nggak bingung ny
Happy Reading *****Merasa diterima oleh sang sekretaris, Andrian bisa leluasa menyentuh Tari. Dia akan merengkuh dalam dekapannya untuk masuk kamar mandi. "Tidak perlu sampai memeluk, Pak. Cukup dituntun saja," pinta Tari. Terus terang, dia sangat risih jika Andrian sampai memapahnya seperti tadi."Aku cuma pengen membantu untuk menebus semua kesalahanku, Tar. Nggak ada niat apa pun." Wajah Andrian dibuat semelas mungkin agar Tari kembali bersimpati padanya seperti tadi."Tidak harus mencuri kesempatan dalam kesempitan juga Pak." Tari menatap Andrian serius sebelum masuk kamar mandi. "Saya akan membiarkan Bapak menebus semua kesalahan, tapi berjanjilah. Setelah ini Bapak akan pergi jauh dari kehidupan saya.""Ya, nggak bisalah, Tar. Mana mungkin aku pergi jauh. Kamu lupa apa posisimu di kantor. Kita ini bos dan atasan. Ingat itu." Mulut Andrian maju satu sentimeter. Sebenarnya, tidak pantas lelaki setengah matang macam dirinya manja seperti itu."Ish. Bukan itu yang saya maksud. Ba
Happy Reading*****"Makan, Pak. Jangan banyak gombal. Merayu itu tidak akan menyebabkan perut kenyang," balas Tari atas godaan yang dilancarkan Andrian."Kata siapa nggak kenyang? Aku itu, cuma lihat wajahmu saja sudah kenyang, Tar." Andrian malah menambah godaannya."Emang saya makanan apa?" Tari memainkan bibir sambil mengunyah makanan. Ketika mendongak, terlihat Andrian akan membuka suaranya dengan cepat gadis berkerudung dan memiliki alis tebal itu mengangkat kelima jarinya. "Pas lagi makan, jangan banyak omong. Kegigit sama tersedak baru tahu rasa."Andrian kembali tertawa, dia terpaksa tidak meneruskan gombalan pada sang sekretaris karena mata Tari sudah melotot. Mulai menyuapkan makanan, Andrian sesekali melirik gadisnya. "Enak, Tar?" "Alhamdulillah, enak. Bapak makan tadi, sudah baca doa belum?" Tari menyipitkan mata. Dia memang sempat melirik Andrian saat menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri. Bibirnya sama sekali tidak bergerak untuk mengucapkan doa. Oleh karena itulah,
Happy Reading*****Gemas, Andrian ingin sekali menelepon sekretarisnya itu. Namun, ponsel Tari sudah tidak aktif. "Mungkinkah HP-nya nge-blank. Tadi saja, dia kesulitan pas mau hidupin. Kayaknya aku harus mengganti dengan yang baru. Susah jika sampai rusak parah. Aku nggak bakal bisa hubungi dia untuk menggoda," gumam Andrian sendirian. Dia pun terlelap setelah bertarung dengan pikirannya sendiri yang tak bisa menghubungi sekretarisnya.Baru sekitar tiga jam Andrian terlelap, suara azan berkumandang dan alarm ponselnya berbunyi. Lelaki itu membuka mata dengan penuh semangat. Di sisinya, sang istri cuma menggeliat, tetapi tak membuka mata. Nina malah menaikkan selimutnya sampai di atas dada.Pria dengan kulit kuning langsat itu tersenyum, lalu mencium kening sang istri sebelum beranjak dari tempat tidur. Sudah berjanji dalam hati akan berubah demi memantaskan diri untuk bersanding dengan Tari. Andrian menuju kamar mandi. Lima belas menit kemudian, Andrian keluar dan langsung menggela
Happy Reading*****Setelah mencium ketiga buah hatinya, Andrian keluar rumah ditemani sang istri sampai di teras. Lalu, lelaki itu mengecup kening, setelah Nina mencium punggung tangannya."Jaga anak-anak, ya, Bun. Malam ini, jadwal Ayah menginap di rumah Lita. Kalau masih ada kesempatan, sore nanti Ayah pulang ke sini dulu." Sekali lagi, Andrian mencium kening Nina cukup lama. Lalu, berbalik dan masuk mobil. Sengaja, hari ini Andrian tidak menggunakan sopir. Dia ingin menikmati waktu berduaan dengan si gadis pujaan. Ya, sebelum ke kantor, lelaki itu akan ke kosan Tari untuk menjenguk sekaligus memberikan sarapan sesuai janjinya tadi malam.Andrian mengeluarkan ponsel dan memencet kontak sang sekretaris. Namun, lagi-lagi gawai gadis itu tidak aktif. "Mungkinkah HP-nya rusak? Ah, bodoh sekali aku. Semalam, saat Tari menghidupkan, benda pipih itu memang berkedip-kedip tak mau menyapa. Apa sebaiknya aku langsung ke kosnya? Nanti kalau dia sudah berangkat gimana?" Banyak pertanyaan mu