Ghazi membuka mata. Ia menoleh dan terlihatlah Ara yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Dengan perlahan, Ghazi menarik tangannya yang dijadikan bantal oleh wanita itu. Ia bangkit, kemudian berjalan mengambil jaket miliknya.Setelah memastikan sang istri nyaman dan aman, Ghazi berjalan keluar dengan sedikit mengendap-endap. Saat pintu terbuka, beberapa pengawal terlihat berdiri menunggunya. "Jaga Nyonya dengan baik. Jangan sampai ada orang lain yang masuk ke dalam." Para pria itu langsung mengangguk. Saat Ghazi ingin kembali melanjutkan langkahnya, salah satu dari mereka bergerak menghalangi jalannya. "Maaf Tuan, bagaimana jika Nyonya terbangun dan menanyakan keberadaan Anda?" Ghazi terdiam. Ia mengamati wajah pria di depannya yang terlihat sedikit asing. "Sudah berapa lama?" Pengawal muda itu terlihat mengerjap bingung dengan pertanyaan Ghazi. Begitu pula dengan para pengawal lainnya yang kini saling lempar pandang."Maaf Tuan, dia baru saja bergabung sebulan yang lalu." Ghazi
"Nyonya, sebentar lagi jam makan siang, apa Anda ingin saya belikan makanan?" Ara yang sedang membaca sebuah laporan langsung mendongak menatap Carol. "Oh iya kah? Ya sudah ayo pergi keluar, kita cari makan." sahut Ara menutup leptopnya dan kembali menyimpan dokumen yang ada di tangannya.Sejak pagi tadi, Ara sudah berada di kantor miliknya ditemani oleh Carol. Banyaknya tawaran kerjasama, membuat wanita itu sangat sibuk beberapa hari ini. Belum lagi undangan dari para istri konglomerat yang kini sering berseliweran di mejanya, membuat Ara hanya bisa menghela napas pasrah."Kemana kita akan pergi, Nyonya?" tanya Carol saat dirinya sudah duduk di kursi kemudi. "Sebentar," Ara bergerak meraih ponselnya yang tiba-tiba berdenting. Saat dilihat, ternyata itu pesan dari sang suami yang mengingatkannya untuk makan siang.Melihat emotikon love yang tersemat diakhir kalimat, senyum Ara seketika mengembang. Sejak pulang dari acara bulan madu seminggu yang lalu, Ghazi memang menjadi lebih han
"Ara, where are you ...?" Ara yang sedang bermain dengan seekor landak langsung menoleh ketika suara Luisa terdengar. "Aku di sini Kak." sahut Ara ikut berseru. Tak lama kemudian, terlihatlah Luisa yang berjalan kearahnya. Seperti biasa, wanita itu berpaikan sexy, dengan rambut ikal yang digerai."Ayo pergi ke sini Ra, hari ini grand opening. Pasti banyak diskon di sana." Kedua alis Ara bertaut ketika matanya menatap gambar yang ada di ponsel Luisa."Toko pakaian dalam?" Luisa langsung mengangguk. Wanita itu mengambil duduk di samping Ara."Iya, kan kemarin kamu bilang kamu belum punya pakaian dinas, ya sudah ayo beli sekarang. Biar nanti malam, kamu bisa langsung eksekusi." sahut Luisa mengedipkan mata.Ara tersenyum canggung. Memang benar, kemarin dia sempat meminta Luisa untuk memberinya pencerahan tentang urusan ranjang, karena kelihatannya wanita itu tahu banyak, walau dirinya belum menikah. Tetapi Ara sama sekali tak menyangka, kalau Luisa akan menanggapinya seserius ini."Meman
Ara memandang pantulan dirinya sendiri di dalam kaca besar yang ada di kamarnya. Tubuh ideal berbalut gaun tidur wanita itu terlihat sangat menawan. Rambut hitam legamnya, tergelung menampilkan leher putih mulus tanpa cela. Make up tipis yang Ara gunakan, menambah kesan segar di wajahnya yang juita. Malam ini, Ara akan membuat Ghazi bertekuk lutut padanya. Ketika mendengar pintu kamarnya diketuk, Ara bergegas membukanya. Terlihatlah Carol yang langsung terkesiap, saat melihat penampilan sang nyonya."Anda terlihat sangat cantik, Nyonya." pujinya tanpa sadar. Bukannya merasa tersanjung, Ara semakin gugup."Apa ini berlebihan?" Carol menggeleng."Sama sekali tidak. Anda terlihat sempurna." sahutnya. Ara menghela napas lega. Wanita itu mengedarkan pandangan, memastikan kalau tidak ada orang lain lagi yang melihatnya."Apa tuan masih ada di ruang kerjanya?" tanya Ara. Ia memang sengaja menyuruh Carol datang kemari, untuk bisa membantunya memanggil Ghazi."Masih, Nyonya. Apa perlu saya se
Gemericik hujan terdengar syahdu dari dalam cafe kecil yang terasa hangat. Ara terlihat duduk menikmati secangkir coklat panas yang tersaji di depannya. Setengah jam yang lalu, wanita itu baru saja bertemu dengan salah satu klien, dan memutuskan untuk meneduh karena hujan turun sangat deras."Carol, apa kamu sudah punya pasangan?" Carol yang sedang menambahkan gula ke dalam kopinya seketika tersenyum tipis."Belum, Nyonya. Salah satu syarat bekerja dengan Tuan adalah tidak memiliki pasangan, dan tidak boleh berhubungan dengan siapapun termasuk keluarga." sahutnya."Loh? Aturan macam apa itu? Bukankah itu berarti kebebasan kalian telah dibeli?" tanya Ara tak habis pikir. Sungguh ia nya baru tahu kalau Ghazi menetapkan sebuah aturan yang menurutnya terlalu berlebihan. Ara sendiri juga punya banyak pekerja, tetapi ia tak pernah memberi aturan sekejam itu. Carol menggeleng. Matanya masih fokus menatap gelas kopi miliknya. "Itu hanya berlaku selama kami terikat dengan Tuan, Nyonya. Kalau k
Tik, tok, tik, tok.Suara detak jarum jam terus menggema mengisi keheningan yang melingkupi sebuah ruangan temaram. Di dalamnya, terlihat seorang wanita yang tengah duduk di kursi tunggal berwarna merah, sembari menikmati segelas koktail ditangannya. Menyesap sedikit demi sedikit, membiarkan minuman penggugah hasrat itu perlahan membasahi kerongkongannya. Menghadirkan rasa nikmat disetiap teguknya."Bawa dia kemari."Suara wanita itu mengalun rendah memecah keheningan. Membuat salah satu pria yang sedari tadi berdiri di belakangnya, seketika mengangguk dan melangkah keluar.Hanya sepersekian detik, pria itu kembali diikuti oleh dua orang lain yang memapah seorang pria yang terlihat tak berdaya. Wajah pria itu babak belur, dengan banyak sayatan pisau di tubuhnya."Lepaskan dia." Bruk! Kaki yang tak siap menopang tubuhnya sendiri, membuat pria itu terjatuh berlutut tak jauh dari si wanita. "Bagaimana kabarmu hari ini? Apa menyenangkan?" Pria yang sedari tadi menunduk, perlahan mendonga
"Nyonya, apa Anda sudah sarapan?" Ara hanya diam mengabaikan seruan Carol. Wanita itu tampak berdiri di balkon kamarnya, sembari memandang langit biru yang kini dipenuhi gumpalan kapas putih. Ini adalah hari kedua setelah Ara mengetahui kebohongan Ghazi, dan selama itu pula, dirinya hanya berdiam diri di dalam kamar. Ghazi yang sedang bekerja di luar kota pun membuat Ara tak perlu memikirkan cara untuk menghindari pria itu. "Saya sudah sarapan Carol." sahut Ara. Ia bisa melihat Carol yang kini menghela napas lega, dari balik ponsel miliknya yang ia sambungan dengan CCTV di bagian luar."Syukurlah kalau begitu, Nyonya. Saya juga ingin memberitahu Anda kalau Tuan akan pulang hari ini." Mendengar ucapan Carol, wajah Ara langsung berubah cemas. Wanita itu bergegas masuk ke dalam kamar, dan mulai mengemasi barang-barang miliknya. Ia benar-benar belum siap kalau harus bertemu kembali dengan Ghazi. Sebab Ara masih sangat merasa kesal sekaligus kecewa pada pria itu."Anda ingin pergi keman
"Saya mau tidur di luar."Ghazi yang baru saja selesai mandi sontak mendelik. Pria itu melempar handuknya asal, dan beranjak duduk di samping Ara."Saya nggak setuju. Saya nggak mau tidur sendirian Ra." sahutnya menolak.Sejak pertengkaran mereka kemarin, Ara memang menjaga jarak dari Ghazi dan mendiami pria itu. Sebenarnya Ara sendiri tak tega bersikap demikian kepada sang suami. Karena ia bisa memahami, kalau tindakan Ghazi itu adalah hal yang cukup wajar dilakukan. Pria itu hanya tak mau dibenci oleh istrinya sendiri. Dan Ara juga tidak bisa menyalahkan Ghazi atas kematian sang papa. Sebab Dany menyelidiki kasus itu, murni atas tuntunan pekerjaan, dan kemauannya sendiri. Bahkan kalau dipikir-pikir, Ara seharusnya membantu pria itu untuk segera menemukan pelakunya, agar ia juga bisa tahu siapa dalang dibalik kecelakaan sang papa.Namun, Ara tetap tidak bisa memaafkan Ghazi begitu saja. Hatinya sudah terlanjur kecewa, karena pria itu tak bisa menepati ucapannya sendiri. Ara masih san