Dua hari setelah perencanaan pernikahan dadakan Thalita dan Arion. Setelah rasa kaget yang mereka berikan pada keluarga Thalita. Arion berhasil meluluhkan kedua orangtua Thalita dengan pelunasan hutang dan juga rumah baru untuk mereka. Pernikahan itu berjalan cepat. Arion dan Thalita menandatangani surat nikah di KUA seperti menandatangani surat biasa. Andre yang menjadi saksi mereka hanya dapat mengelus dada.
Kedua orang itu membuat orang yang menyaksikan terheran heran. Thalita dengan pakaian casual, sedangkan Arion mengenakan kacamata hitam."Kenapa pasportku bisa cepat selesai? Apa kau sudah merencanakan dari awal?" Thalita menautkan alisnya pada Arion. Mereka sudah berada di bandara Soekarno Hatta.
"Sudah kubilang. Apapun keputusanmu. Aku akan tetap membawamu pergi," ucap Arion menarik tangan Thalita menuju check in.
"Aku bisa sendiri. Lepaskan tanganmu," bentak Thalita. Laki laki itu melepaskannya tangannya setelah mendapat pandangan sinis orang sekeliling karena suara Thalita yang meninggi.
"Kemana kita akan pergi?"
"Apa matamu buta? Kau tidak mengecek pasportmu?" ucap Arion dengan wajah dingin.
Thalita menaikan atas bibirnya kesal, lalu melihat tiket yang dipegangnya.Hah!Malaysia...
Thalita menggeret kopernya dengan kesal. Kakinya berlari kecil mengikuti Arion yang sudah meninggalkannya. Andre yang berada dibelakang mereka menggelengkan kepala. Kalau saja boleh memilih, dia ingin keluar dari pekerjaannya. Menghadapi seorang Arion sudah membuatnya naik darah di tambah lagi wanita itu, shit! Mereka sekarang sepasang suami istri.
"Punya uang banyak. Sering keluar negeri. Kenapa enggak beli pesawat pribadi?" gumam Thalita seorang diri.
Arion menyenderkan bahunya ke belakang, ia melirik wanita di sampingnya yang sedari tadi sibuk sendiri. Thalita sangat cantik tanpa makeup sekalipun, tapi tingkah wanita itu membuatnya sakit kepala. Bahkan di dalam pesawat pun dia tidak bisa tenang.
"Aku pikir kita akan pergi dengan pesawat pribadi dan keliling Eropa untuk bisnismu," suara Thalita menyindir pada Arion. Mereka masih belum membiasakan diri dengan status baru mereka, Arion masih dengan wajah kaku dan dingin. Satu sisi Thalita berubah menjadi banyak bicara dan kasar.
"Apa kau tidak ingin pindah tempat duduk. Aku tidak bisa tidur jika di sampingmu," ucap Thalita. Dia duduk di dekat jendela.
"Tidak akan ada yang ingin duduk denganmu." Jawab Arion.
Thalita mengalihkan pandangannya pada gadis berlipstik merah yang sedari tadi mencuri pandang pada Arion. Wanita muda itu sangat pintar menilai laki-laki. Thalita mengakui pesona Arion, sayangnya ia sama sekali tidak tertarik pada Arion.
"Permisi apa kau ingin tukar kursi denganku?" tanya Thalita pada wanita berlipstik merah itu. Arion membuka kacamatanya lalu menatap tajam pada Thalita.
"Aku?" ucapnya menunjuk diri sendiri.
"Iya...."
Wanita berlipstik merah itu mengangguk dengan cepat. Dia tak bisa menahan senyumnya lalu menoleh pada Arion, wajah tampan itu sangat familiar. Dia sering melihat di buletin dan media. Senyuman gadis itu hilang saat mendapat tatapan tajam dari Arion.
"Maaf...Istri saya punya gangguan otak. Harap dimaklumi," ucap Arion lalu matanya menoleh dingin pada Thalita. Wanita di sebrang itu membenarkan posisi duduknya dengan kesal.
Istri! Dia menyebut istri.
"Jangan melihatku seperti itu. Atau aku akan loncat dari sini," ancam Thalita.
"Loncatlah!"
Thalita berdiri dari kursinya mencoba melewati Arion yang duduk di sampingnya. Laki-laki itu mencekram tangan Thalita dengan tatapan yang menghunus tajam."Aku hanya ingin ke toilet! Apa kau ingin ikut juga?"
Arion melepaskan tangannya. Ia bingung kenapa gadis ini sangat frontal. Thalita melewati pramugari yang sedang berkumpul.
Samar-samar Thalita bisa mendengar mereka mengagumi Arion. Mereka menatap Thalita dengan sinis. Astaga, apa yang mereka pikirkan. Thalita hanya mencuci tangan di toilet. Cepat-cepat dia kembali lagi ke bangkunya.
"Pelan Thalita!"
Tidak perduli dengan protesan Arion. Dia melengkahi kaki Arion dengan kasar. Thalita bukan cemburu. Dia hanya tidak suka banyak yang memuji Arion seakan tidak ada kekurangan laki-laki itu. Sedangkan dia tersiksa. Merelakan kehidupannya gara-gara Arion.
***
Thalita mengamati kamarnya dengan mata berbinar. Bibirnya tak henti tersenyum tapi dia mencoba menahannya. Thalita meletakkan kopernya dan berkeliling. Ada dua ruang tidur, ruang tamu, ruang makan dan juga kolam renang. Thalita bersorak gembira dalam hatinya. Hotel yang berkelas.
"Andre akan membantumu selagi aku pergi. Hanya jika ada yang penting," ucap Arion. Membuat Thalita terhenti dan melihat ke arah Andre. Mereka seperti kakak beradik, decak Thalita dalam hati. Andre tersenyum datar pada Thalita, terkesan tidak suka atau dia memang setipe dengan Arion yang punya muka datar. Kini Arion sudah berganti pakaian dengan jas hitam yang berkilau, Thalita memandangnya lima detik hampir saja Thalita terhipnotis dengan ketampanan suaminya itu.
"Kau akan pergi?" tanya Thalita semangat.
"Iya. Mengurus pekerjaanku. Kita akan bertemu saat makan malam," ucap Arion. Thalita memandang malas. Alangkah lebih baiknya bila Arion tidak usah kembali.
"Kau tidak perlu mencemaskanku. Aku baik-baik saja," balas Thalita dengan cuek. Ia melempar tas rancelnya ke atas kasur. Bersiap membuka sepatu sneakernya.
"Di luar pintu ada bodyguard yang menjagamu. Kau bisa istirahat dengan nyaman," ucap Arion seraya melangkah keluar kamar.
Bodyguard !
"Brengsek!" Thalita mengerang sambil melempar sneakernya ke arah Arion.
Andre menangkap dengan sigap lemparan Thalita. Arion berbalik melihat Thalita. Laki-laki itu menarik sudut bibirnya dan keluar. Thalita melempar tubuhnya ke atas kasur dengan emosi. Tangannya mendadap handphone di dalam tas rancel. Satu yang ingin dia ketahui. Hotel ini di mana letaknya.
Luxury hotel, Kuala lumpur.
Thalita berjalan ke arah tirai berwarna gelap. Kemudian menarik tirai itu. Kaca itu memberikan pemandangan yang sangat indah. Terlihat twins tower memberikan cahaya gemerlap pada sekelilingnya. Malam itu Thalita mencekram tirai dengan kuat matanya kosong memandangi pemandangan di depannya.
Bahkan twins tower itu tidak bisa memberikan kehangatan pada dirinya.
Dia akan mandi supaya pikirannya lebih baik. Thalita mengatur pemanas di bathtub sesuai dengan suhu yang diinginkan. Setelah lama berendam air hangat Thalita memakai kimono untuk tidur. Dia melupakan makan malam. Kakinya sudah menyelip di dalam selimut dan terlelap.
Pukul dua pagi Arion selesai dengan urusannya. Ia kembali ke hotel. Pandangannya mengarah pada tempat tidur. Thalita tertidur pulas. Arion berjalan lalu berjongkok melihat Thalita, tangannya menyapu rambut gadis itu yang menutupi matanya. Terdiam sejenak menikmati pemandangan indah di depannya. Sekarang dia punya istri. Seorang istri yang selalu menyambutnya dengan wajah cemberut. Arion tidak keberatan dengan itu, baginya asalkan Thalita ada bersamanya. Sudah cukup.
**
Thalita memukul pelan pada sampingnya. Ada gumpalan yang membuatnya semakin mengerutkan wajahnya. Perlahan matanya menoleh ke samping."Apa yang kau lakukan di kamarku!" teriak Thalita. Badannya sudah duduk menatap laki-laki di sampingnya.
"Kamar kita. Bukan kamarmu saja. Maaf mengkoreksi," ucap Arion dengan mata tertutup. Dia belum lagi tidur walaupun matanya tertutup. Berada di dekat Thalita membuat jantungnya tidak tenang. Dia harus menahan gairahnya.
"Kau bisa menyewa kamar satu lagi. Atau berikan aku kamar yang lebih murah. Jika kau keberatan!"
"Untuk apa? Kita suami istri. Sudah seharusnya tidur satu kamar,"jawab Arion. Bukan uang masalahnya. Tapi, karena Arion menginginkan sekamar.
Thalita menelan saliva.Tubuh Arion membuatnya tidak bisa konsentrasi. Kenapa dia bertelanjang dada. Thalita menatap kimononya, mana tahu ada tali kimononya yang lepas. Arion membuka matanya kecil, diamnya Thalita membuatnya penasaran.
"Aku tidak akan menyentuhmu. Kau bisa pegang ucapanku," ucap Arion. Dia membuka matanya menatap istrinya dengan kerutan di dahi.
"Kau bisa saja menerkamku saat aku lengah," ujar Thalita. Matanya mengintimidasi .
Arion duduk lalu menatap Thalita. Menarik nafas panjang mengingat mereka berdua sekarang suami istri. Pria mana yang akan tahan tidak menyentuh wanita yang tidur di sampingnya. Apalagi wanita itu mengenakan pakaian tidur. Arion menahannya dengan frustrasi.
"Aku bukan binatang Thalita. Aku akan menyentuhmu saat kau yang menginginkan," suara Arion memelas.
"Jangan berharap Tuan Arion. Itu enggak akan pernah terjadi," ucap Thalita dengan suara tinggi.
"Kita lihat saja apa yang akan terjadi nanti," ucap Arion yakin.
"Berfikirlah sesuka hatimu. Tapi jangan pernah gunakan tanganmu menyentuhku."
Hah!
Thalita menyeringai. Laki-laki mana yang bisa menahan nafsu birahinya apalagi mereka tidur satu kamar. Thalita meruntuki dirinya kenapa dia tidak membuat perjanjian untuk tidur di kamar terpisah dengan Arion. Thalita menatap Arion bagai hantu, ia turun dari tempat tidur melangkah ke kamar mandi.
Baiklah! Mungkin Arion bisa menahan gairahnya atau mencari pelampiasan pada wanita lain, bukan kah dia banyak uang. Sedangkan Thalita, ia juga adalah wanita normal. Tapi, tentu saja dia tidak akan melakukan dengan laki-laki asing. Baginya Arion masih asing.
Dia pastikan hubungan ini tidak akan lama."Thalita cepatlah keluar dari kamar mandi," teriak Arion dari atas tempat tidur. Suara derasan air dari kamar mandi membuatnya berimajinasi liar.
Arion mengusap wajahnya dengan frustasi, sungguh bodoh menikahi wanita tanpa bisa menyentuhnya. Bagiamana ia harus menghadapi gadis itu setiap hari dengan gairah menggila seperti ini. Perasaannya terhadap Thalita semakin kuat dan membuatnya tak berdaya.
Thalita keluar mengenakan handuk di atas paha, memperlihatkan kakinya yang jenjang dengan rambut yang masih basah. Arion menelan saliva, ia membenci wajah cantik itu yang selalu menyiksanya. Dan kini gadis itu menatapnya juga.
"Apa matamu bisa melihat yang lain. Aku ingin mengambil baju," ucap Thalita dengan risih. Mata Arion seakan ingin menerkamnya.
"Tidak ada perjanjian dilarang melihat! Aku ingin melihat. Apa yang ingin kulihat!" ucap Arion. Ia mengekori Thalita dengan matanya. Beberapa kali Arion menelan saliva, menguatkan diri.
"Pergilah ke rumah bordil. Kau bisa melihat sesuka hatimu di sana!" ucap Thalita. Tangannya menarik baju dari lemari dengan kasar dan kembali ke kamar mandi.
"shit!
Arion melempar bantal yang ada di sampingnya ke depan dengan frustrasi. Dia harus bersabar. Thalita tidak akan memaafkannya jika ia nekad melakukan sesuatu.
**
"Apa kau bisa makan dengan tenang? Tidak ada yang akan merebut makananmu," ucap Arion. Piring Thalita penuh dengan makanan. Roti canai, sosis dua batang dan roti tawar. Padahal baru saja dia menghabiskan sepiring nasi lemak.
"Makan saja makananmu jangan menatapiku. Tadi malam aku enggak makan," balas Thalita sambil mengunyah sosisnya dengan tatapan dingin pada depannya.
"Apa kau menungguku semalam? Maaf. Aku pulang sangat larut," ucap Arion merasa bersalah.
"Permisi! Jangan merasa aku menunggumu. Aku terbiasa enggak makan malam, kalau kau ingin tahu," balas Thalita dengan datar.
Arion menekan garpunya pada sosis di piringnya. Tadi malam dia juga belum makan. Tapi membangunkan Thalita yang terlalu nyenyak tidur membuatnya tidak tega.
"Syukurlah kalau begitu. Aku bisa makan malam tanpa memikirkanmu," balas Arion datar.
"Silahkan.""Apa kau tidak bisa bicara manis sekali saja? Oh...Sudahlah lupakan. Aku menyukaimu apapun bentuknya," ucap Arion. Kata-kata yang menegaskan untuk dirinya sendiri.
"Apa kita akan makan di kamar terus menerus?" tanya Thalita tidak mengambil penting ucapan Arion.
Arion menatap kamar mereka, tidak ada yang salah. Kamar mereka dilengkapi ruang meja makan. Angin yang berhembus dari balkon sangat terasa."Ada yang salah? Say baby..."
"Kau ingin aku merasa seperti simpanan. Selalu terkurung dan memiliki bodyguard," suara Thalita meninggi, ia menyingkirkan piring yang ada di depannya.
"Jangan mengajakku berkelahi saat aku lagi makan," ucap Arion.
"Kenapa? Apa kau takut tersendak. Maaf...Aku malah menginginkan itu. Aku bisa terbebas darimu," ucap Thalita. Gadis itu bodoh, belum ada orang meninggal karena tersedak makanan. Atau mungkin ada. Ucapan Thalita menusuknya seperti belati.
Arion mengambil air putih di sampingnnya. Dari dulu dia mengkhayal akan sarapan berdua dengan gadis dalam mimpinya itu. Tapi, ternyata gadis itu bahkan tidak memberikannya waktu untuk mencerna makanannya.
"Kau bisa keluar bersama bodyguard atau dengan Andre. Pilih salah satu." Arion menawarkan.
Arion lupa Thalita seorang wanita. Dia pasti menginginkan shopping atau sekedar jalan-jalan melihat pemandangan. Arion memberikan kotak ke depan Thalita, sebuah handphone dengan merk terkenal. Ia berharap gadis itu tersenyum.
"Okay..." Jawab Thalita seraya melirik kotak itu.
"Setelah aku selesai dengan pekerjaanku. Aku akan menemanimu." Arion memberitahu.
"Jangan! Jangan! Aku cukup bersama bodyguardmu. Kau urus saja dirimu. Kau enggak lagi berfikir kita sedang honeymoon kan?" suara Thalita menyindir.
Arion sediki kecewa dengan penolakan Thalita, tetapi ia memilih mengesampingkan perasaan itu. Tentu saja tidak ada terlintas di otaknya untuk honeymoon. Sebelum pernikahan mereka, Arion sudah ada jadwal untuk ke Malaysia mengurus proyek.
"Jangan khawatir. Aku tidak membayangkan itu," ucap Arion. Dia juga tidak mengerti ucapannya mengarah kemana.
"Apa kau sering berkeliling seperti ini. Pindah-pindah tempat?" Thalita sekedar ingin tahu. Dia menyerup susu di gelasnya.
"Iya. Pekerjaanku yang mengharuskan," jawab Arion. Dia senang Thalita menanyakannya. Dia merasa diperhatikan.
"Berarti banyak wanita yang kau kencani. Pindah tempat pindah wanita. Setiap tempat pasti ada wanita yang dekat denganmu. Berarti kau tidur dengan berbagai wanita" kata Thalita. Gadis itu sering mendengar dari teman laki-lakinya. Mereka tidak bisa kesepian. Mereka butuh wanita. Apalagi pindah-pindah tempat.
Suasana yang kaku itu semakin mencekam. Thalita berhasil membuat darah Arion naik. Selera makannya hilang, rahangnya sudah mengeras. Arion tidak menjawab, ia menatap Thalita kemudian beranjak dari kursinya. Setelah beberapa langkah Arion terhenti dan berbalik lagi pada Thalita yang masih menikmati sarapannya.
"Dengar! Aku tidak perduli kau percaya atau tidak. Aku bukan laki laki seperti yang kau pikirkan. Satu bagiku cukup," ucap Arion melonggarkan dasinya yang mencekiknya.
Thalita terkejut. Ia berhenti merobek roti tawar di tangannya.Yang benar saja Arion datang lagi hanya untuk mengatakan itu.
"Jangan lagi mengatakan hal seperti itu! Kau tidak perlu menyakiti hatiku jika hatimu belum bisa menerimaku," ucap Arion lagi.
Arion terlalu sensitif. Thalita tidak bermaksud seperti itu. Dia memalingkan wajahnya. Tidak ingin membuatnya merasa bersalah. Arion membanting pintu.. Thalita menarik nafas. Dia takut melihat Arion seperti itu. Untunglah laki-laki itu tidak berlaku kasar padanya. Kasihan pintu itu jadi korban.
"Ada masalah Arion?" Andre menatap Arion, tercekat melihat dinginnya bola mata itu. Arion masuk ke mobil melewati Andre dengan wajah serius.
"Kau berkelahi lagi dengan Thalita?" tanya Andre. Seakan-akan hal itu sudah jadi kebiasaan mereka.
"Jangan sebut namanya!"Andre tidak menduga Arion benar-benar tertarik pada Thalita. Baru kali ini ia melihat Arion seperti itu, Arion tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada wanita mana pun. Di mobil mereka hening. Andre melirik Arion dari kaca depannya. Wajah Arion terlihat merah dengan rahang yang mengeras.
"Apa semua perempuan berfikir laki-laki hidung belang?" Arion tiba tiba bersuara.
"Apa ada yang terjadi?"
"Lupakan saja!" Arion memandang hampa keluar.
"Kau tidak ingin memberi tahu orang tuamu tentang pernikahan kalian?" tanya Andre. Sebagai seorang sepupu dia mengingatkan.
"Belum saatnya Andre. Tidak sekarang." Arion berfikir nanti saat Thalita menerimanya utuh.
"Bagaimana dengan Thalita. Apa dia akan terus berada di hotel?" tanya Andre lagi, ia mengerti pasti sangat membosankan tinggal di hotel.
"Biarkan saja. Aku sudah menyuruh bodyguard menjaganya. Selama kita di sini. Dia akan bersama bodyguard," kata Arion.
Shit!! Arion ingin berteriak dalam hati. Ia tidak mau gadis itu meninggalkannya, ia tahu pasti Thalita akan berusaha menghancurkan hubungan ini. Dia tidak akan membiarkan karena ia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu. Andre melirik Arion lagi, ekpresi khawatir begitu jelas pada pria itu.
Arion termenung. Thalita benar-benar membencinya. Dia mulai takut gadis itu akan pergi menjauh darinya.
Batu caves, Malaysia. Thalita duduk di batuan memandang patung Murugan yang tinggi tidak jauh di depannya. Burung burung merpati berterbangan di sekeliling. Hanya bisa memandang tapi tidak bisa meraih satu pun merpati yang ada di depan itu. Bibir Thalita gemetar. Dia iri melihat burung merpati yang bisa terbang bebas. Freedom. Kapan kebebasan seperti dulu bisa dinikmati lagi. Thalita mengenang masa lalu, sebelum dia bertemu dengan Arion. "Kalian enggak capek berdiri terus ?” tanya Thalita pada kedua laki-laki berwarna hitam itu. Entahlah dari mana Arion mendapatkan Bodyguard sehitam mereka. Kemana Thalita pergi mereka selalu mengikuti. "You tak payah pikir pasal kami. Kita orang punya tugas buat jaga you,” ucap laki-laki berkumis. Mereka berdua orang India dari logatnya Thalita bisa tebak. "Terserahlah. Kalian past
Pagi-pagi Arion sudah mengelilingi kamar. Ia mencari Thalita. Saat bangun tidur dia tidak mendapatkan Thalita di kamar. Ia bergegas menuju kolam renang, mungkin saja Thalita ingin berenang pagi ini. Sampai di sana tidak terlihat istrinya. Arion mendengus kesal dan saat ia berbalik melihat Thalita baru saja masuk. Entah mengapa, tidak melihat Thalita pagi hari membuat perasaannya ada yang kurang. Setidaknya dia sekarang sudah memperistri gadis itu, walaupun belum pernah ia sentuh. Sial! Keadaan itu sangat menyiksanya. "Kemana saja kau pergi?" teriak Arion. Dia sangat posesif. Saat melihat wanitanya sudah di depannya. "Gym." "Gym? Kenapa kau pergi ke sana?!" Thalita tidak peduli raungan Arion. Dia mengelap keringatnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti baju Thalita melihat meja makan suda
Phuket, Thailand.Thalita berdiri di anak tangga pesawat. Matanya menyisir sekeliling. Dia masih belum percaya semudah itu Arion bisa membawanya ke sini. Kali ini Arion membawanya dengan pesawat pribadi."Thalita! Cepatlah turun," teriak Arion dari bawah.Thalita dengan santai menuruni tangga bak ratu. Dia bukan sedang mengagumi kekayaan laki-laki itu. Dari awal mereka berangkat, Thalita sudah membuat emosi Arion. Terlambat bangun. Tidak mau pergi. Bahkan dia mogok makan. Thalita memang suka membangkang pada Arion. Dia selalu mencari cara untuk memancing emosi Arion.Shitt!Arion mendatangi Thalita dan mengangkat gadis itu seperti karung beras. Thalita meronta-ronta membuat Arion harus memukul pantat gadis itu. Di luar bandara sudah ada supir yang menjemput mereka. Dari perjalanan sampai ke hotel mereka selalu berdebat ."Aku ingin kamar sendiri," pinta Thalita
Apartmen South Moritz begitu mewah. Pada malam hari pemandangan dari balkon sangat indah dihiasi lampu berwarna-warni. Thalita berdiri di tepi jendela apartment itu melihat panorama Jakarta. Matanya kosong menatap pemandangan di luar jendela. Tangannya gemetar, menahan perasaannya. Hampir sebulan Thalita tinggal di sini. Seakan baru semalam berlaku. Dia tidak bisa meninggalkan Arion, karena waktu mereka belum habis, setahun. Perjanjian mereka. Harusnya dia senang Arion jarang pulang. Laki-laki itu kembali ke rumah orang-tuanya. Arion belum memperkenalkan Thalita pada orangtuanya. Ya, pernikahan mereka masih dirahasiakan oleh media bahkan keluarga Arion juga tidak tahu. Tapi, ia tidak perduli itu. Karena pernikahan mereka hanya sementara. Entah
Bab 9 Merindukan Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik. Sekertaris membawakan tas berisi alat golf. Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel, gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya. "Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita. Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu. Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu ha
Thalita keluar dengan tergesa-gesa.Pakaiannya sudah rapih. Rambutnya sudah ditata. Memakai makeup yang tidak terlalu tebal. Pagi ini ia akan interview. "Non! Sarapan dulu," teriak Mbok Nur.Thalita terhenti dan tersenyum pada wanita paruh baya itu, "Nggak sempat Mbok. Doaiin ya, semoga interviewnya lancar." "Iya...Mbok doain." Mbok Nur melihat Thalita hingga tak terlihat. "Punya suami kaya raya. Buat apa susah-susah cari kerja. Non Thalita ada-ada saja?" gumam Mbok Nur. Dia kembali ke belakang menyelesaikan pekerjaannya. Thalita sudah memesan grab car. Walaupun Arion sudah menyediakan mobil dan supir pribadi, Thalita tidak pernah menggunakannya. Hari ini dia interview di boutique terkenal, Lady's boutique. Tempat bekerja Renata yang baru. Jika diterima mereka akan satu tempat kerja lagi. Tidak ada yang melamar kec
Thalita memakaikan patung dengan gaun berwarna cream untuk dipajang. Helaan nafas saat melihat harga yang tercantum. Arion pernah membelikan baju semahal ini. Bahkan lebih mahal. Terkadang membodohi diri sendiri itu mudah. Cukup merindukannya walau tak terbalaskan, cukup bertahan meskipun dia sudah tak lagi nyaman. Setelah selesai menyusun pakaian. Thalita berdiri menunggu pelanggan. Gadis itu akan tersenyum pada orang yang melihat ke arah toko mereka. Pagi ini belum ramai pengunjung. "Sepertinya kau tahu banyak tentang barang mahal? Maksudku sudah terbiasa. Gimana ya ngomongnya. Kau ngerti kan? Aku bukan mau meledek." Fara berhati-hati menyampaikan. Dia merasa puas dengan pekerjaan Thalita. Gadis itu tahu memperlakukan barang mahal. "Kebetulan dulu ada seseorang yang memperkenalkan aku dengan kemewahan," ucap Thalita sam
Sudah banyak malam yang terlewati menahan rindu yang tak kunjung henti. Thalita memandangi ponselnya yang senyap. Ada ragu dalam hati. Apa Arion sudah lupa ada seseorang yang harus dia kabari.Thalita merenung di kamarnya. Pulang kerja tadi dia membereskan apartment hingga kebagian sudut sudut. Melakukan semua pekerjaan rumah. Ia menyibukkan diri.Di lemari ada baju Arion. Thalita mendekap kaus oblong milik Arion. Tanpa dia sadari baju itu sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Terlalu besar tapi sangat nyaman. Thalita memakai hingga tertidur."Thalita. Bangun. Nggak berangkat kerja?" suara lembut Mbok Nur membangunkan."Jam berapa Mbok?" suara Thalita lemas di balik selimut."Kenapa Non? Lemes banget." Mbok Nur meletakkan tangannya ke dahi Thalita."Aduuh, Non panas banget badannya." Mbok Nur panik. Ia pergi ke dapur mengambil air untuk mengompres Thalita."Ini pasti gara-gara beberesan kemarin. Mbok udah larang malah enggak denge
"Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit
Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &
Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.
Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa
Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik
"Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha
Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi
MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang
Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men