Share

Bimbang

Penulis: Nayla
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-19 05:19:55

       

        Apartmen South Moritz begitu mewah. Pada malam hari pemandangan dari balkon sangat indah dihiasi lampu berwarna-warni. Thalita berdiri di tepi jendela apartment itu melihat panorama Jakarta. Matanya kosong menatap pemandangan di luar jendela. Tangannya gemetar, menahan perasaannya.

       Hampir sebulan Thalita tinggal di sini. Seakan baru semalam berlaku. Dia tidak bisa meninggalkan Arion, karena waktu mereka belum habis, setahun. Perjanjian mereka.

     Harusnya dia senang Arion jarang pulang. Laki-laki itu kembali ke rumah orang-tuanya. Arion belum memperkenalkan Thalita pada orangtuanya. Ya, pernikahan mereka masih dirahasiakan oleh media bahkan keluarga Arion juga tidak tahu. Tapi, ia tidak perduli itu. Karena pernikahan mereka hanya sementara.

    Entahlah kenapa. Thalita merasa kesepian tanpa Arion malam ini. Wajahnya kelihatan murung dan tidak ceria. Dia, menampik dirinya mulai tertarik pada suaminya. Dia hanya merasa kesepian tanpa teman.

     Sesekali Arion akan pulang menemaninya. Mereka masih seperti dulu berdebat. Kebiasaan yang membuat mereka semakin dekat. Hal sepele juga bisa menjadi alasan mereka berdebat. Mereka tidur satu kamar, tapi suaminya itu tidak pernah menyentuhnya seperti perjanjian Arion.

Tok! Tok! Tok!

      "Non Thalita. Makan malamnya mau mbok panasin?" suara lembut itu berasal dari wanita berumur. Dia biasa dipanggil Mbok Nur.

      "Mbok, Thalita kan udah bilang jangan panggil non. Thalita aja Mbok,"ucap Thalita yang sudah berulang kali menegur.

      "Aduh Non, mbok segan sama den Arion," balas Mbok Nur dengan wajah tidak enak hati.

      "Enggak pa-pa Mbok. Dia juga jarang dateng," suara Thalita lembut. Dia kembali melihat keluar jendela. Entah, kelopak matanya memanas mengucap itu.

     "Jangan sedih Non. Ehh...Thalita. Pasti si Aden akan tinggal di rumah istrinya selamanya nanti," hibur Mbok Nur.

Istri? Iya, Istri. Arion suaminya.

Thalita tersenyum pada wanita berumur itu. Dia senang kehadiran Mbok Nur bisa dijadikan teman bicara. Bayangkan saja Arion mengurung dirinya seperti seorang tahanan. Tidak bisa keluar dari rumah ini. Bahkan laki-laki itu tidak mengajaknya keluar untuk makan malam, seperti dulu yang dipakai Arion padanya.

      "Seorang istri harus patuh pada suami. Sudah hukumnya. Nanti kalau sudah waktunya semua akan indah pada waktunya,” timpal Mbok Nur.

      "Iyah Mbok. Thalita enggak pa-pa."

      "Jangan sedih ya. Mbok panasin makanannya dulu. Thalita kan belum makan dari siang."

     "Enggak usah Mbok. Thalita enggak lapar." Thalita menggeleng.

     Mbok Nur tersenyum penuh arti. Dia suka memberikan kabar tidak terduga yang membuat majikannya tersenyum.

     "Thalita." Panggil mbok Nur. " Si Aden pesan, katanya  malam ini dia makan malam di sini."

       Thalita menoleh pada Mbok Nur. Senyumnya merekah. Entahlah, kadang dia bingung setiap mendengar Arion datang dia kegirangan. Matanya berbinar menatap Mbok Nur, suka dengan pesan itu.

        Dia tidak mencintai Arion. Thalita menegaskan dalam hati. Tapi gerakannya tidak sesuai isi hatinya. Ia berjalan ke dapur sambil tersenyum. Mbok Nur memperhatikan Thalita.

       "Mbok ayam rica-rica tadi dipanasin yah." Thalita membuka kulkas mengambil plastik berisi brokoli.

      "Den Arion suka banget makan sayur brokoli," kata Mbok Nur melihat Thalita memotong brokoli. 

Thalita tersenyum. "Thalita mau bikin capcay, Mbok."

      "Udah malam Non, nanti Thalita capek malam-malem masak. Bentar lagi den Arion dateng."

     "Keburu kok Mbok. Tenang aja." Thalita dengan sigap membuat bumbu capcay. Karena terbiasa Thalita tahu kesukaan Arion.

      Setelah sejam ia berperang di dapur akhirnya selesai. Thalita terduduk di meja makan sendiri. Matanya memandangi jam dinding. Pukul 10.00 malam Arion belum datang. Wajahnya bercampur aduk antara cemas dan marah.

      Apa laki-laki itu tidak punya pikiran? Dia lupa ada mahkluk hidup yang terkurung di sini. Menunggunya, bedebah! Arion sungguh tidak berperasaan. Harusnya ia melepaskan saja dirinya kalau sudah tidak perduli lagi. Karena Thalita juga perlu kehidupan bebas.

Mendengar suara bel berbunyi Thalita berlari kecil ke arah sofa pura- pura menonton televisi. Mbok Nur membuka pintu.

      "Thalita. Kau belum tidur ?" Arion menghampiri. Sedari tadi dia tidak sabar ingin bertemu istrinya.

      "Lagi nonton drama Korea,” jawab Thalita ketus. Arion membuatnya lama menunggu.

     "Oh. Kau sudah makan? Kemari temani aku makan,” ucap Arion. Arion benci saat Thalita menonton drama Korea. Gadis itu akan berimajinasi tentang laki-laki Korea. Membuat Arion mencari di internet tentang laki-laki Korea. Sangat menjengkelkan.

     "Thalita."

       "Aku nggak makan malam! Lagipula nggak ada makan malam pukul 10. Kau akan gemuk makan jam segitu,” ketus Thalita. Arion tersenyum tipis, Thalita menunggunya, kah?

     "Aku lapar. Aku tidak akan makan kalau kau tidak menemaniku,” teriak Arion di meja makan. Laki-laki itu terkadang bersikap seperti anak kecil. Membuat Thalita geram.

        Thalita dengan malas berjalan. Akhir ini dia sering membayangkan wajah Arion. Dan sekarang laki-laki itu ada di depannya. Ada sesuatu yang menebus jantungnya melihat senyuman Arion.

      "Kau tidak akan gemuk jika makan sedikit saja.” Arion memaksa, "Aku tidak akan berpaling walaupun tubuhmu menjadi subur,” ucap Arion.

     "Aku nggak perduli dengan tanggapanmu,” balas Thalita. Sebenarnya dia senang mendengar itu.Thalita memalingkan wajahnya. Dia tidak boleh jatuh cinta pada Arion. Kalau tidak dia akan terluka nantinya.

      "Boleh aku pulang ke rumah orang tuaku,” suara Thalita pelan hampir tidak terdengar. Entahlah kemana sifat pembangkangnya.

        "Hanya berkunjung. Aku akan kembali ke sini lagi,” sambung Thalita saat Arion menatapnya tajam.

      "Aku akan mengantarmu,” jawab Arion. Dia memperbolehkan karena Thalita bersikap baik akhir-akhir ini.

      "Enggak usah, aku bisa sendiri.” Thalita mengaduk makanannya.

     "Kenapa belum di makan nasinya, Non? Den  paksa istrinya makan. Dari siang dia belum makan,” ucap Mbok Nur tiba-tiba saat menuang air putih ke gelas Arion.

      "Kau belum makan dari siang? Kau sakit?” suara Arion terdengar cemas. Dia mendekati Thalita dan membuat tangannya di kening Thalita.

      "Tidak panas,” ucap Arion. Thalita mengerjapkan matanya. Jika bersikap seperti ini membuat Thalita percaya Arion mencintainya.

      "Kalau kau makan, besok aku akan mengantarmu.” Thalita memasukkan nasi ke mulutnya cepat-cepat. Arion tersenyum.

     "Kau menginap di sini?"

      "Iya...Kau keberatan?"

      "Enggak! Maksudku ini rumahmu. Terserah. Bukan urusanku.” Thalita berkelit. Thalita meruntuki dirinya. Dia seperti orang bodoh. Arion tersenyum memandangi Thalita.

***

       Setiap kali akan tidur bersama, wajah mereka kikuk dan salah tingkah. Seperti baru pertama kali tidur berdua satu ranjang. Seakan mereka akan melakukan malam pertama mereka. Nyatanya ini sudah kesekian kalinya mereka tidur di satu tempat tidur, tanpa bersentuhan.

     Thalita sudah memberikan bantal guling di tengah-tengah mereka. Tanda supaya Arion tidak keluar dari batasnya. Tentu saja batin Arion meronta-ronta, apalagi Thalita dengan sengaja memakai baju yang transparan. Padahal dulu wanita itu selalu memakai baju seperti astronot, serba tertutup dari atas sampai bawah.

         "Jangan sampai kau menendang banta ini lagi." Thalita memperingati sambil menepuk bantal gulingnya.

       "Aku? Kapan?" tanya  Arion seraya naik ke atas tempat tidur.

       "Pura-pura lupa, atau kau punya penyakit amnesia. Terakhir kau membuat bantal guling ini pindah ke depan toilet!" ucap Thalita geram.

        "Benarkah? Itu sudah lama sekali, kau masih mengingatnya. Daya ingatmu sangat tajam Thalita, harusnya kau kerja di kantorku bukan jadi istriku."

        "Kalau itu aku setuju. Aku dengan senang hati kerja di kantormu, daripada menemanimu tidur." Ketus Thalita. Membuat Arion berdehem.

         "Sayangnya itu tidak akan terjadi. Aku jamin kali ini bantal guling itu tidak akan punya kaki untuk sampai di depan toilet lagi," kata Arion menaikan bahunya. Thalita jelas tahu kaki itu milik Arion Ortega yang terhormat itu, tapi ia gengsi mengakui.

       Thalita tidak ingin berdebat lagi, karena ia tahu pasti akan kalah melawan Arion. Ia berbaring dan menarik selimutnya ke atas dada. Matanya terpejam, dengan jantung yang tidak tenang. Akhir-akhir ini jantungnya tidak tenang setiap kali tidur di dekat Arion. Padahal dulu tidak seperti itu.

       Dua jam setelah matanya mencoba tertutup, kaki Arion bergerak menendang bantal guling hingga terjatuh di bawah tempat tidur. Kini tidak ada lagi yang menghalangi antara dirinya dan Thalita.

      Gadis itu kalau sudah tidur nyenyak tidak akan sadar akan sekelilingnya. Terakhir kali, Arion hanya menatapi bagian tubuh Thalita dibalik dress-nya setelah berhasil membuat guling pindah tempat di depan kamar mandi.

     Kini setelah, Arion menarik selimut Thalita perlahan. Terlihat gaun tidur Thalita naik ke atas perutnya. Arion mengagumi pakaian berbentuk segitiga berenda itu, dan tidak sabaran ingin menyentuh dibalik segitiga itu.

        Sangat menyiksa memiliki istri tapi tidak bisa ia sentuh, membuat gadis berkulit putih mulus itu sia-sia tidur di sampingnya. Arion laki-laki normal dan memiliki kebutuhan seksual yang bisa dikatakan tinggi. Ia tidak pernah lagi bercinta dengan wanita lain setelah menikah dengan Thalita.

       Kini tangan Arion menarik dress Thalita ke atas dada. Matanya terbelalak melihat dua gundukan besar itu. Arion menyukai payudara Thalita, saat ia menyentuhnya sangat pas di tangannya. Seakan tercipta khusus untuknya.

        Arion tidak kuasa menahan gairahnya. Ia mencium merah jambu yang terus menyapanya. Menjilat, dan menggigitnya pelan. Lidah Arion merasakan bagian itu sudah mengeras. Suara erangan lolos dari mulut mungil itu. Tanpa gadis itu sadari ia telah orgasme, Arion tersenyum tipis. Ia memainkan puting itu dalam lidahnya. Merasakan aliran listrik yang sudah menyengat dalam tubuhnya yang membangkitkan adiknya yang di bawah.

     "Good night. Sleep tight, baby." Gumam Arion.

Ia turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Untuk menyegarkan diri. Jika gadis itu bangun, Thalita akan membunuhnya. Arion tidak mau kehilangan istrinya.

     

**

     "Maaa." teriakan Thalita terdengar ke seluruh rumah. Thalita kegirangan. Arion mengikuti dari belakang, dia ikutan tersenyum melihat tingkah Thalita. Kurang lebih tiga jam mereka diperjalanan naik mobil.

      "Lita!!" suara dari belakang keluar.

      "Ma... Aku rindu.” Thalita memeluk wanita paruh baya itu. Marta mengelus rambut anaknya hangat.

      "Lita! Kamu sudah datang. Kamu juga ngajak Arion.” Daniel memeluk menantunya. Thalita tersenyum, rasanya bahagia melihat orangtuanya menyukai Arion. Laki-laki itu juga merangkul orangtuanya.

Marta membawa teh manis dan cemilan ke ruang tamu.

      "Bagaimana honeymoon kalian?” Marta memberikan teh ke depan Arion. Thalita terdiam, kenapa mamanya tidak membahas topik lain.

      "Aku tidak sabar ingin menimang cucu,” ucap Daniel tertawa. Arion menelan saliva. Bagaimana kalau mertuanya tahu mereka sama sekali belum bersetubuh.

Thalita semakin salah tingkah. Dia pergi ke dapur menyiapkan makanan.

      "Thalita kenapa pergi?" Daniel tertawa. Dia sangat menyayangi putri satu-satunya itu.

      "Biarkan saja. Dia ingin menyiapkan makanan untuk suaminya.” Marta tersenyum pada Arion.

      "Kalian nyaman tinggal sini?" Arion bertanya.

      "Tentu. Kami bersyukur kau memberikan rumah ini, nak," ucap Marta. Dia sangat bangga memiliki menantu seperti Arion, kini Marta bisa menyombongkan diri pada tetangganya.

      "Tapi bukan berarti kami menjual Thalita padamu. Aku akan menganggap ini adalah mas kawin untuk Thalita,” kata Daniel. Mata sendunya menatap Arion.

       "Jangan sungkan. Katakan saja keperluan kalian. Aku akan menyiapkan," ujar Arion.

      "Kau baik sekali. Beruntung kami punya menantu sepertimu. Tidak seprti Morgan, dia selalu menyusahkan Thalita,” oceh Marta.

Daniel menatap istrinya kesal. Wanita memang begitu matre. Arion tertawa. Semenjak menikah dengan Thalita. Dia menyuruh Andre mengurus keperluan keluarga ini.

**

        Saat matahari tenggelam mereka kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan Thalita tidak bersuara membuat Arion bingung.

      "Kau marah padaku, Thalita?" Arion menegur Thalita saat sudah keluar dari mobil.

     Thalita tetap diam. Dia menekuk wajahnya. Sampai kamar, Thalita membanting pintu  pas di depan Arion saat ingin masuk. Untunglah hidung mancungnya masih aman.

       "Thalita.."

       "Kau sudah puas melecehkan orang tuaku." Thalita menoleh pada Arion dengan kesal. Arion bingung dengan ucapan Thalita.

      "Apa yang kulakukan?"

     "Kau memberi uang pada orangtuaku! Kau menanggung kehidupan kami! Bahkan, rumah yang mereka tempati pemberianmu," teriak Thalita.

      "Aku tidak--"

      "Aku melihatnya Arion. Kau diam-diam memberi uang tunjangan pada ibuku!" Thalita menatap tajam Arion. Ada rasa malu yang ditutupinya.

        Jika Arion bersikap seperti itu pada hidupnya. Thalita merasa tidak pantas berdampingan dengan Arion. Entahlah, perasaannya bercampur aduk sekarang.

Dulu Thalita tidak masalah Arion membayar hutangnya. Membelikan rumah untuk orangtuanya. Entahlah sekarang hal itu membuatnya tidak nyaman.

      "Sudah kewajibanku, Thalita!"

      "Kenapa? Karena kami miskin. Ayahku bukan Pengusaha seperti kalian,” hardiknya.

      "Diam Thalita! Aku suamimu. Tidak ada yang salah jika aku membantu kehidupanmu!" balas Arion. Matanya menyala. Dia lebih emosi dari Thalita.

     "Dengar Arion Ortega! Pernikahan kita hanya sementara. Aku hanya menunggu sampai batas waktu yang kau tentukan." Thalita menekan kata katanya. Laki-laki itu terpaku.

       "Aku akan mencari kerja. Jadi, berhentilah seolah kau seorang suami atau menantu untuk orangtuaku."

Inikah jawaban Thalita. Di saat dia merasa gadis itu mulai membuka hatinya. Thalita berencana untuk pergi. Gadis itu tidak mencintainya.

        "Apa yang kau harapkan Arion. Aku mencintaimu? Kau mengharapkan perasaan? Jangan naif. Kau menginginkan tubuhku. Supaya hasratmu terpenuhi. Kau-"

      "Cukup! Cukup!" Arion menghentikan Thalita dengan jengkel.

      "Kau tidak punya hati Thalita!"

      Laki-laki itu pergi dengan emosi yang meledak ledak. Thalita hampir berlari mengejar Arion. Laki-laki itu mengambil kunci mobilnya seperti orang kesetanan.

Maaf

Thalita terduduk di lantai. Tangannya memukul dadanya yang sesak.

***

Bab terkait

  • Second Lead   Merindukan

    Bab 9 Merindukan Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik. Sekertaris membawakan tas berisi alat golf. Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel, gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya. "Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita. Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu. Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu ha

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • Second Lead   Hujan lebat

    Thalita keluar dengan tergesa-gesa.Pakaiannya sudah rapih. Rambutnya sudah ditata. Memakai makeup yang tidak terlalu tebal. Pagi ini ia akan interview. "Non! Sarapan dulu," teriak Mbok Nur.Thalita terhenti dan tersenyum pada wanita paruh baya itu, "Nggak sempat Mbok. Doaiin ya, semoga interviewnya lancar." "Iya...Mbok doain." Mbok Nur melihat Thalita hingga tak terlihat. "Punya suami kaya raya. Buat apa susah-susah cari kerja. Non Thalita ada-ada saja?" gumam Mbok Nur. Dia kembali ke belakang menyelesaikan pekerjaannya. Thalita sudah memesan grab car. Walaupun Arion sudah menyediakan mobil dan supir pribadi, Thalita tidak pernah menggunakannya. Hari ini dia interview di boutique terkenal, Lady's boutique. Tempat bekerja Renata yang baru. Jika diterima mereka akan satu tempat kerja lagi. Tidak ada yang melamar kec

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • Second Lead   Hatimu

    Thalita memakaikan patung dengan gaun berwarna cream untuk dipajang. Helaan nafas saat melihat harga yang tercantum. Arion pernah membelikan baju semahal ini. Bahkan lebih mahal. Terkadang membodohi diri sendiri itu mudah. Cukup merindukannya walau tak terbalaskan, cukup bertahan meskipun dia sudah tak lagi nyaman. Setelah selesai menyusun pakaian. Thalita berdiri menunggu pelanggan. Gadis itu akan tersenyum pada orang yang melihat ke arah toko mereka. Pagi ini belum ramai pengunjung. "Sepertinya kau tahu banyak tentang barang mahal? Maksudku sudah terbiasa. Gimana ya ngomongnya. Kau ngerti kan? Aku bukan mau meledek." Fara berhati-hati menyampaikan. Dia merasa puas dengan pekerjaan Thalita. Gadis itu tahu memperlakukan barang mahal. "Kebetulan dulu ada seseorang yang memperkenalkan aku dengan kemewahan," ucap Thalita sam

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • Second Lead   Aku suka

    Sudah banyak malam yang terlewati menahan rindu yang tak kunjung henti. Thalita memandangi ponselnya yang senyap. Ada ragu dalam hati. Apa Arion sudah lupa ada seseorang yang harus dia kabari.Thalita merenung di kamarnya. Pulang kerja tadi dia membereskan apartment hingga kebagian sudut sudut. Melakukan semua pekerjaan rumah. Ia menyibukkan diri.Di lemari ada baju Arion. Thalita mendekap kaus oblong milik Arion. Tanpa dia sadari baju itu sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Terlalu besar tapi sangat nyaman. Thalita memakai hingga tertidur."Thalita. Bangun. Nggak berangkat kerja?" suara lembut Mbok Nur membangunkan."Jam berapa Mbok?" suara Thalita lemas di balik selimut."Kenapa Non? Lemes banget." Mbok Nur meletakkan tangannya ke dahi Thalita."Aduuh, Non panas banget badannya." Mbok Nur panik. Ia pergi ke dapur mengambil air untuk mengompres Thalita."Ini pasti gara-gara beberesan kemarin. Mbok udah larang malah enggak denge

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • Second Lead   Meow

    Arion mengecek berkas yang di bawa Andre padanya. Mereka berada di ruang tengah. Projek yang sedang berjalan di Malaysia memberikan perkembangan yang pesat. Mood Arion sangat baik hari ini. Andre menautkan alisnya melihat pemandangan di depannya. Thalita berbaring sambil membaca novel di sofa. Di bawah Arion duduk dengan meja yang berserak. Luar biasa Arion bisa bekerja di bawah. "Sulaiman mengambil bagiannya dengan baik,” ucap Arion. Dia tidak menemukan sesuatu yang salah dalam berkas. Andre mengangguk, matanya masih risih memandangi sepasang suami istri itu. Andre tidak akan bertanya apa pun. Dia sedang berfikir untuk memfoto mereka dan memberikan pada Fara. Gadis itu akan mempercayainya. Andre tersenyum picik membayangkan wajah Fara. Tunggu kenapa dia membayangkan Fara? "Kenapa kau tersenyum seperti itu? Ada yang salah?" tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Second Lead   Keadaan

    Thalita membuka matanya terlihat seorang laki-laki tertidur pulas. Jemarinya menyentuh rambut laki-laki itu. Perasaan aneh bergejolak. Baru kali ini dia menyisir laki-laki itu dengan pandangan lembut. Rambutnya yang biasa rapih kini berantakan. Dia menuruni tangannya meraba kening, mata, hidung, bibirnya dan turun ke dadanya yang bidang. Sekarang semua itu miliknya. Thalita menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya. Dia tersipu malu saat menyadari tidak ada sehelai benang pun dalam tubuhnya. Dia turun dari tempat tidur pelan mengutip baju-baju yang berantakan. Asataga... kamar mereka seperti kapal pecah. Mereka melakukan hubungan selayaknya suami istri. Seharusnya sudah sejak dahulu. Thalita merona mengingatnya. Berulang kali Arion membisikan kata cinta di telinganya. Bisika

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Second Lead   Bahagia

    Thalita merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Setelah seharian dia memakai high'hels mundar mandir sambil tersenyum meladeni para pembeli. Hari ini di toko banyak pengunjung. "Suami macem apa seharian enggak ada kasih kabar sama istrinya!" Thalita melirik jam dinding pukul 10 biasanya pukul 8 Arion sudah pulang. Sudah terbiasa di rumah seorang diri, Thalita tidak takut lagi untuk mundar-mandir tengah malam. Sebentar ke kamar terus berpindah ke dapur ngutak-atik kompor lalu pindah ke ruang tv. Tangannya berulang kali mengganti Chanel TV.Tidak lama kemudian suara pintu terbuka. "Thalita." Arion kaget istrinya sudah ada di depannya melipat tangan ke depan dada dengan tatapan tajam. "Kenapa berdiri di situ? Wajahmu mengerikan.” Arion melepaskan jas hitamnya. &nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Second Lead   Ed-Sharen

    Ost Perfect - Ed SheeranKita makan malam di luar Isi pesan Arion membuat Thalita tidak sabaran. Bahkan dia berdandan ria hanya untuk makan malam bersama Arion. Memikirkan dulu ia menolak laki-laki itu dan sekarang ajakan Arion membuatnya kegirangan. "Pakaianmu seperti ini?" protes Andre saat Thalita membuka pintu. Dimana Arion? Kenapa harus Andre yang menjemput, Thalita mengerutkan keningnya melihat Andre di depan pintu. Andre memperhatikan pakaian Thalita dari atas sampai bawah. Tatapan wajahnya sangat sinis. Thalita hanya mengenakan kaus biasa dan celana jeans. Andre mendengus. Percuma saja wajah cantik tapi tidak berpenampilan menarik. Itu akan mengurangi nilainya. "Kenapa? Ada yang salah." Thalita merasa risih dengan p

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21

Bab terbaru

  • Second Lead   Ending

    "Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit

  • Second Lead   Anak kami

    Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &

  • Second Lead   Bersama

    Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.

  • Second Lead   Rela dan ikhlas itu berbeda

    Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa

  • Second Lead   Melepaskan

    Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik

  • Second Lead   Belum Mengelus

    "Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha

  • Second Lead   Dalang

    Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi

  • Second Lead   Menakutkan

    MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang

  • Second Lead   Hamil

    Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status