Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal.
"Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri.
"Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.”
Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.
Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan.
Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.
<Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &
"Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit
Bab 1Bali, O5 Juni 2015"Aku menghabiskan waktuku di pantai Kelingking Nusa Peninda, Bali, bersama teman temanku untuk berlibur. Kami menginap di villa. Udaranya yang sejuk mengikis hingga ketulang. Aku berdiri dipinggiran puncak, menikmati pemandangan dengan teropong. Teropong itu menangkap mahkluk yang paling indah yang belum pernah ku lihat. Seorang gadis tertawa riang menari di pinggir laut. Rambut panjangnya terurai indah mengikuti angin. Mataku terpaku. "Apa yang kau lihat?" temanku menghampiri sambil meminta teropong."Bercanda! Perempuan?" Kekehnya dengan nada meledek menatap kearah teropong. "Wanita mahluk yang indah untuk mata. Tapi juga bisa menghancurkan hidup kita.""Berhentilah menggurui. Kau tahu dimana gadis itu?" tanyaku. "Serius mau ke sana ? Itu sangat mudah, kita hanya perlu mengelilingi pantai."Aku pergi begitu saja tak ingin membua
"Thalita! Manager memanggilmu.” panggil Renata dari belakang. Thalita menghentikan tangannya yang sedang menyusun pakaian untuk di pajang. "Ada apa?” "Entahlah, aku pun enggak tahu,” jawab Renata. Dia mengambil alih pekerjaan Thalita. Thalita berjalan ke ruang manager. Mall ini belum buka, biasanya sebelum pukul 9 semua staf dan karyawan sudah mempersiapkan pembukaan mall. Thalita menatap Ronald dengan mata menyala. Keputusan Ronald belum bisa dia terima. Bisa-bisanya Ronald memecatnya. Jangan bilang masalah pribadi dijadikan alasan. Thalita pernah menolak perasaan Ronald. "Keputusan sudah final Thalita. Percuma kau memaksa,"ucap Ronald, setengah pantatnya duduk di atas meja dengan tangan berlipat. "Memecat orang tanpa alasan yang kuat. Tidak masuk akal. Aku ti
Thalita tidak tidur semalam suntuk. Matanya sudah ada lingkar hitam. Dia tidak tenang, sekejap berdiri sekejap duduk. Kemudian berdiri lagi dan mengelilingi tempat tidur. Arion belum lagi datang semenjak terakhir mereka bertemu, laki-laki itu serius mengurungnya di sini. Ucapan Arion masih terngiang di telinga Thalita. Bedebah, laki-laki itu sakit jiwa!KREKK!Thalita menoleh dengan cepat ke arah pintu yang terbuka. Seorang wanita bertubuh subur membawa troly. Cleaning service. Thalita mengambil kesempatan untuk mengintip keluar. Melihat siapa yang menjaga. Dari cela ia melihat keadaan yang aman, seulas senyum tipis terlukis di bibirnya."Maaf ...Saya mau bersihiin kamar ini."Thalita mengangguk. Dia mencari high heels yang dia lempar pada Arion tempo hari. Thalita mengendap-endap keluar dari kamar dengan mata penuh waspada. Ini adalah kesempatan untuknya lari. Siapa yang tahu laki-laki itu punya rencana jahat padanya. Menjual organ tubuhnya atau me
Dua hari setelah perencanaan pernikahan dadakan Thalita dan Arion. Setelah rasa kaget yang mereka berikan pada keluarga Thalita. Arion berhasil meluluhkan kedua orangtua Thalita dengan pelunasan hutang dan juga rumah baru untuk mereka. Pernikahan itu berjalan cepat. Arion dan Thalita menandatangani surat nikah di KUA seperti menandatangani surat biasa. Andre yang menjadi saksi mereka hanya dapat mengelus dada.Kedua orang itu membuat orang yang menyaksikan terheran heran. Thalita dengan pakaian casual, sedangkan Arion mengenakan kacamata hitam."Kenapa pasportku bisa cepat selesai? Apa kau sudah merencanakan dari awal?" Thalita menautkan alisnya pada Arion. Mereka sudah berada di bandara Soekarno Hatta."Sudah kubilang. Apapun keputusanmu. Aku akan tetap membawamu pergi," ucap Arion menarik tangan Thalita menuju check in."Aku bisa sendiri. Lepaskan tanganmu," bentak Thalita. Laki laki itu melepaskannya tangannya setelah mendapat pandangan sinis ora
Batu caves, Malaysia. Thalita duduk di batuan memandang patung Murugan yang tinggi tidak jauh di depannya. Burung burung merpati berterbangan di sekeliling. Hanya bisa memandang tapi tidak bisa meraih satu pun merpati yang ada di depan itu. Bibir Thalita gemetar. Dia iri melihat burung merpati yang bisa terbang bebas. Freedom. Kapan kebebasan seperti dulu bisa dinikmati lagi. Thalita mengenang masa lalu, sebelum dia bertemu dengan Arion. "Kalian enggak capek berdiri terus ?” tanya Thalita pada kedua laki-laki berwarna hitam itu. Entahlah dari mana Arion mendapatkan Bodyguard sehitam mereka. Kemana Thalita pergi mereka selalu mengikuti. "You tak payah pikir pasal kami. Kita orang punya tugas buat jaga you,” ucap laki-laki berkumis. Mereka berdua orang India dari logatnya Thalita bisa tebak. "Terserahlah. Kalian past
Pagi-pagi Arion sudah mengelilingi kamar. Ia mencari Thalita. Saat bangun tidur dia tidak mendapatkan Thalita di kamar. Ia bergegas menuju kolam renang, mungkin saja Thalita ingin berenang pagi ini. Sampai di sana tidak terlihat istrinya. Arion mendengus kesal dan saat ia berbalik melihat Thalita baru saja masuk. Entah mengapa, tidak melihat Thalita pagi hari membuat perasaannya ada yang kurang. Setidaknya dia sekarang sudah memperistri gadis itu, walaupun belum pernah ia sentuh. Sial! Keadaan itu sangat menyiksanya. "Kemana saja kau pergi?" teriak Arion. Dia sangat posesif. Saat melihat wanitanya sudah di depannya. "Gym." "Gym? Kenapa kau pergi ke sana?!" Thalita tidak peduli raungan Arion. Dia mengelap keringatnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti baju Thalita melihat meja makan suda
"Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit
Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &
Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.
Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa
Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik
"Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha
Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi
MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang
Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men