Home / Romansa / Second Lead / Penolakan

Share

Penolakan

Author: Nayla
last update Last Updated: 2021-06-19 04:49:37

          Pagi-pagi Arion sudah mengelilingi kamar. Ia mencari Thalita. Saat bangun tidur dia tidak mendapatkan Thalita di kamar. Ia bergegas menuju kolam renang, mungkin saja Thalita ingin berenang pagi ini. Sampai di sana tidak terlihat istrinya. Arion mendengus kesal dan saat ia berbalik melihat Thalita baru saja masuk.

       Entah mengapa, tidak melihat Thalita pagi hari membuat perasaannya ada yang kurang. Setidaknya dia sekarang sudah memperistri gadis itu, walaupun belum pernah ia sentuh. Sial! Keadaan itu sangat menyiksanya. 

      "Kemana saja kau pergi?" teriak Arion. Dia sangat posesif. Saat melihat wanitanya sudah di depannya.

     "Gym."

       "Gym? Kenapa kau pergi ke sana?!"

      Thalita tidak peduli raungan Arion. Dia mengelap keringatnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti baju Thalita melihat meja makan sudah ada sarapan. Arion tidak akan pergi kerja sebelum sarapan bersama Thalita. Andaikan Arion suami yang sesungguhnya bagi Thalita. Gadis itu pasti bahagia. 

Thalita menunggu di meja makan. Tiba-tiba Arion datang dengan ekspresi datar. Thalita kadang bingung melihat laki-laki itu. Dia bisa tenang tapi juga bisa mengamuk di waktu bersamaan.

Dari mana dia pergi tadi ?

      "Aku.” Thalita menghentikan ucapannya. Dia tidak ingin memulai pembicaraan lebih dahulu.

      "Aku mau kau tidak keluar dari tempat ini lagi. Kau dengar! Tinggal di sini sampai aku pulang kerja, kali ini kau harus mengikuti apa kataku." Tegas Arion. Bahkan tadi dia pergi untuk melihat tempat gym yang didatangi Thalita. Memastikan kalau di sana tidak bercampur dengan kaum laki-laki.

      "Kau dengar itu, Thalita Aryashuta!"

Suara Arion keras. Wajahnya serius. Renungannya cukup tajam. Kedua bola matanya sudah hampir keluar. Tapi tidak membuat Thalita sedikit pun merasa takut. 

Thalita menggeser piringnya. Moodnya jadi buruk. Dia menatap kasar pada Arion.

      "Kau tidak bisa melarangku!"

      "Aku yang mengatur. Bukan dirimu!"

       Mereka hanya tinggal berdua di dalam kamar menyebabkan Arion dengan mudah melakukan apa pun terhadap Thalita. Jeritan, sepak terjang dan segala maki sudah dibuat Thalita melawan Arion. Itu semua percuma.

        Yang diinginkan Thalita adalah keluar dari kehidupan Arion, bebas dari laki-laki yang sama sekali ia tidak kenal itu. Ia meruntuki Arion dalam hatinya, yang katanya mencintainya itu malah lebih banyak memarahinya daripada memberi perhatian.

      "Aku bukan burung yang harus diam di dalam sangkar emasnya,” jawab Thalita dengan berani.

      "Kemana lagi kau ingin pergi! Kau hanya perlu menunggu sampai aku pulang. Ini bukan negaramu Thalita." Arion keras dengan keputusannya. Thalita juga belum mau menyerah. Dia senang memancing amara Arion.

      "Aku bisa kemana pun yang aku inginkan." Thalita membantah.

      "Jangan membantah, Thalita!" bentak Arion.

      "Kau tidak bisa mengatur hidupku sesuka hatimu. Walaupun aku istrimu.” Lancar lidah Thalita berkata. Matanya jelas melawan Arion.

           Arion mendorong Thalita hingga jatuh ke atas tempat tidur. Ia merayap di atas tubuh gadis itu tanpa bersentuhan. Arion tidak bergeming menatap Thalita yang sudah ketakutan. Ia bisa melihat dengan jelas tubuh gadis itu gemetar. Kejadian kemarin membuat Arion gelisah. Ia tidak akan membiarkan Thalita lari untuk ke dua kalinya.

      "Jangan macam macam Arion! Kau sudah berjanji tidak akan menyentuhku,” suara Thalita gugup. Laki-laki itu menyunggingkan senyum.

      "Tunggu aku pulang setelah itu aku akan membawamu keluar seperti apa yang kau inginkan.” Arion bangkit dari atas Thalita. Matanya  penuh kemenangan.

      "Tidak perlu! Aku tidak akan kemana- mana denganmu. Aku akan tetap di sini. Di kamar biadap ini sampai besok, besok dan besoknya lagi?” teriaknya penuh emosi.

      "Jika itu maumu. Aku tidak bisa memaksa. Tapi yang perlu kau ingat aku tidak akan lagi membiarkan kau pergi sendiri atau pun dengan pengawal,” tengking Arion. Selalu saja Thalita menolaknya, dengan cara kasar atau pun lembut.

      "Apa itu caramu menunjukkan rasa yang kau pernah bilang? Membuat aku jatuh cinta padamu. Arion kita akan terus seperti ini.Terus berperang dan pada akhirnya kau akan menyerah dan melepaskan ku." Thalita berdiri melawan Arion.

      "Kita belum mulai lagi, Thalita. Aku tidak akan menyerah padamu. Bertahun-tahun aku mencari mu,” teriak Arion.

      "Bullshit!"

      "Kau tidak akan percaya aku yakin itu. Suatu hari  nanti kau akan percaya,” ucap Arion matanya mulai melembut. Kemudian berjalan perlahan  keluar.

         Thalita menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia terisak. Menangisi kehidupannya, tangannya  meremas ujung bajunya. Ini bukan kehidupan yang dia inginkan walaupun Arion memberikan segalanya. Thalita lebih menyukai dirinya yang dulu bekerja dengan gaji sedikit tapi dia bebas. 

     Tapi kini ia malah terperangkap oleh permainan Arion, entah laki-laki seperti apa. yang ia nikahi itu. Tidak pernah senyum, tidak banyak bicara. Terkesan dingin dan tak tergapai.

       Tunggu! Kenapa harus digapai?

** 

         Setelah dua jam perjalanan akhirnya Arion sampai ke destinasinya. Arion mengancing jas hitamnya, tangannya memasang kaca mata hitam pada matanya. Wajahnya yang memerah karena emosi itu kini berubah santai dan berkarisma. 

      Arion sangat ahli memasang wajah profesionalnya di depan clien, hingga tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan laki-laki itu. Tatapannya dingin dan tegas membuat siapapun yang melihat merasa terintimidasi.

      "Kita sudah  terlambat. Aku harap mereka tidak akan membatalkan kerja sama yang sudah disepakati.” Runtuk Andre.

      "Di sini Aku bossnya." Arion menunjukkan keangkuhan.

      "Aku tahu.Tapi --"

      "Kau hanya melakukan apa yang aku perintahkan. Setelah itu aku yang mengurus,” kata Arion. Mereka berjalan menghampiri laki-laki yang sudah  menunggu mereka. 

      "Arion! Wah... Lu punya time kenapa ngaret? Udah kaya tali, ohh..." Lelaki keturunan Tionghoa menyambut Arion. Tersenyum sumbing menjabat tangan Arion.

      "Lu taulah time is money. Kali ini gue berbaik hati. Tapi, jangan lupa komisen gue tau."

      "Of course." Arion duduk menyilangkan kakinya.

      "Senang gue dengernya. Kalau gitu awak nak perempuan tak? Gue mau kasih perempuan kerja dekat kelab malam. You pasti butuh hiburan kan?" 

      "No, thanks,” tolak Arion.

      "Apa pasal awak tolak? Di kelab malam banyak hiburan. Ada muzik dan arak. Tamba lagi perempuan yang menemani."

      "Saya nak to the points pasal kerja. Boleh,” ucap Arion dengan nada Melayu. Mata hijaunya menatap tajam pada laki-laki itu.

        "Oh. Ok."

         Andre yang berdiri di belakang Arion mengerutkan kening. Arion akan menyesal menolak ajakan itu. Mereka berjalan mengikuti orang itu menuju ruang meeting. Hari ini mereka ada janji, meeting dengan pegawai Union Engineering Sdn.Bhd. 

Dua pegawai Union Engineering sudah menunggu di dalam ruangan. Mereka memperkenalkan diri sebagai Fauzi dan Munira. Arion menunjuk Sulaiman sebagai jurutera.

      "Kami dah faham segala pelan dan kehendak syarikat Encik Arion. Kami juga sudah berbincang dengan Encik Andre mengenai projek ini. Kalau semua okey, syarikat kami akan mulakan projek ini dua minggu mulai dari sekarang.” Fauzi memulai pembicaraan.

      "Kenapa dua minggu? Buang-buang waktu saja. Kenapa tidak dua hari lagi. Saya tidak punya waktu banyak lagi dibsini," ucap Arion.

      "Seminggu lagi. Kasih kami waktu. Kami harus mengagihkan barang dan mencari supplier. Lepas itu kami akan mulakan." Munira berkata. 

          Andre memberikan masukan pada Arion. Laki-laki laki itu mengangguk. Sesekali Munira menjeling pada Arion. Dia terpesona pada ketampanan Arion, tidak menyangka laki-laki yang sering ia baca di media dan sering wara-wiri televisi kini ada di depannya. Terlihat gagah dan sangat maskulin.

       "Bagaimana Encik Arion?" Munira bertanya pada Arion.

      "Baiklah, saya setuju tapi syarat payment ada problem sedikit." 

Semua mata memandang pada Arion.

        "Kami buat projek ini bukan uang sedikit. Milyard. Coba kalian tukar ke mata uang kalian. Berjuta-juta. Kami tidak mau gagal. Deposit 20 %."

      "Begini Encik Arion, kami kena bincang dengan bos kami Mr Harwinder. Kalau okey, tak ada masalah," kata Munira. Dia tersenyum pada Arion, mengisyaratkan sesuatu.

      "Baiklah. Saya mau secepat mungkin."

      "Baik Encik." Munira merenung pada wajah Arion. Dia semakin terpikat dengan wibawa Arion.

      "Okey. Next saya akan datang setelah projek ini selesai. Kalian bisa berurusan dengan Sulaiman sebagai perwakilan saya,” ucap Arion. Membuat Munira kecewa, pasalnya ia ingin bertemu Arion lagi.

      "Baik Encik Arion. Bagaimana kalau  sekarang saya nak menjamu Encik Arion dengan makanan khas Malaysia,” ajak Munira. "Jauh-jauh Encik datang dari Indonesia, sayang kalau belum coba makanan sini."

      "Lain kali mungkin." Tolak  Arion tanpa berfikir panjang. Dia tahu gadis itu sedang mengodanya. Arion mengakui kecantikan Munira. Tapi, baginya tak sebanding dengan Thalita.  Pikirannya sekarang terbang pada Thalita. Entah apa yang sedang dilakukan istrinya sekarang.

      "Istri saya sedang menunggu di hotel,” sambungnya. Arion terang-terangan mengatakan istri, padahal orang lain belum ada yang tahu Arion Ortega sudah menikah. 

       "Encik Arion sudah menikah? Saye kira masih lajang," tawanya garing. Munira kecewa, ia kira itu adalah cara penolakan halus Arion.

     Andre melihat ke arah Arion. Sejak kapan Thalita menunggunya. Dia hampir ingin tertawa. Andre sangat menyayangkan penolakan Arion. Padahal Munira cantik. Anggun dan ramah. Berbeda dengan Thalita yang selalu membangkang Arion. 

** *

      Malam itu, Thalita mencelipkan matanya. Dia berusaha bangun tapi tidak berdaya. Kepalanya terasa berat. Thalita membulatkan matanya hingga ingin melompat dari kasur. Seorang laki-laki sedang tidur nyenyak di sebelahnya.

Arion! Dia masih belum terbiasa dengan keadaan mereka tidur satu ranjang. Padahal ini sudah kesekian kalinya mereka tidur bersama.

      "Kenapa sudah bangun?"

Thalita berpaling pada Arion dan laki- laki itu hanya tersenyum dengan tubuh yang bertelanjang dada. Sialnya, jantung Thalita berdetak kencang melihat penampilan suaminya itu.

      "Kau cantik. Segalanya cantik," puji Arion tawanya pelan. Thalita masih terdiam tak ingin menoleh.

      "Harusnya kau menungguku pulang kerja. Kau tidak ingin keluar untuk melihat pemandangan di Kuala lumpur?” sambungnya lagi. Thalita hanya mendengar kata-kata Arion tanpa membalasnya. Dia hampir saja terhanyut dengan ucapan laki-laki itu.

      "Kalau kau ingin. Sekarang kita bisa keluar." Arion mulai duduk. Gadis itu berpakaian baju tidur serba panjang membuat Arion sedikit kecewa. 

      "Tidak. Terima kasih. Aku ingin tidur kembali.” Thalita menarik selimutnya sampai ke atas dan membelakangi Arion.

      "Thalita. Kau tidak ingin menceritakan kegiatanmu hari ini? Aku ingin mendengarmu bercerita," ucap Arion memandangi belakang pundak Thalita. Ia masih belum menyerah mengajak istrinya bicara. Berharap hubungan mereka semakin dekat.

      "Aku bukan pendongeng," ketusnya sambil menarik selimut semakin ke atas menutupi rambutnya. Arion tersenyum geli.

      "Baiklah. Lanjutkan tidurmu. Kau harus cukup tidur  supaya kesehatanmu tidak terganggu," ucap Arion dengan nada menyindir.

      "Jika kau terus bicara aku tidak bisa tidur!"

       Istrinya sangat frontal membuat Arion semakin ingin menggodanya. Sadar waktu hampir subuh membuat Arion membiarkan Thalita kembali tidur. Arion meruntuki dirinya yang menolak tawaran tadi siang. Dan sekarang setiap pulang kerja dia hanya mendapati Thalita sudah  tertidur. Gadis itu mungkin sengaja menghindar.

      "Thalita. Aku ingin bicara," ucap Arion tidak sabar memberikan kejutan.

      "Apa!" Thalita cuek.

      "Aku ingin mengajakmu berlibur. Kita akan pergi ke Thailand. Pantai di sana sangat indah,” kata Arion lembut.

         Thalita membalikan tubuhnya melihat Arion. Sesungguhnya dia lebih suka kabar kalau mereka akan pulang ke Indonesia. Tapi, Thailand tidak buruk juga. Keinginannya untuk keluar dari hotel membuat egonya menurun.

      "Kapan?”

      "Besok."

      "Sungguh?"

Thalita serba salah. Perkataan apa yang ingin dilontarkannya. Arion menatap Thalita, hatinya lega melihat Thalita sepertinya senang dengan rencananya.

      "Untuk apa kita ke sana? Hanya berlibur atau sekaligus ada pekerjaanmu,” ketus Thalita.

Arion terdiam.

      "Aku harap karena ada pekerjaanmu. Karena, kalau nggak! Aku nggak akan pergi ke sana untuk berlibur denganmu.” Thalita menegaskan.

      "Tentu saja karena ada urusan pekerjaan!" jawab Arion berbohong. Dia menarik selimut dan membelakangi Thalita.

Kini giliran Thalita yang memandang belakang bahu laki-laki itu. Hatinya sama sekali tidak tersentuh oleh laki-laki itu. 

Arion menepati janjinya. Laki-laki itu belum pernah sama sekali menyentuhnya. 

Tapi, sampai kapan mereka akan seperti ini. 

      "Arion."

Arion terbelalak di posisinya. Thalita memanggil namanya dengan lembut. Betapa senang hatinya.

      "Hmm." Arion menutupi perasaannya.

     "Lihat aku,” pinta Thalita. Gadis itu sudah terduduk dari tidurnya.

      "Katakan saja." Arion tidak mengubah posisinya. Jika ia menoleh pada gadis itu, ia tidak yakin bisa mengawal dirinya.

      "Kita butuh batas waktu. Berapa lama kau akan memberikan waktu? Jangan membuang waktu sia- sia,” ucap Thalita dengan lembut. Arion ingin marah. Tapi, dia sadar gadis itu akan semakin menjauh. Selama ini dia selalu mendapatkan apa yang ingin dia dapatkan.

     Namun, Arion sudah bertekad akan menjadikan Thalita miliknya selamanya dengan cara apapun. Mungkin kalau gadis lain pasti tidak akan menolaknya, Arion pikir otak Thalita ada sedikit kerusakan. Katakanlah Arion tidak sempurna, tapi dia akan berusaha sempurna untuk gadisnya.

      "Setahun. Kita punya waktu setahun. Jika, waktu itu sudah berakhir. Hatimu belum berubah. Aku akan melepaskanmu." 

Setahun waktu yang lama bagi Thalita. Menunggu waktu adalah hal yang membosankan.

      "Apa tidak terlalu lama. Setahun sangat lama." Ucap Thalita pelan. Ucapan itu jelas menyulut amarahnya, namun Arion berusaha untuk tidak berlaku kasar pada istrinya. Setidaknya ia tidak memukul.

      "Kau begitu membenciku,” teriak Arion. Dia sekarang memandang Thalita tajam.

      "Kau sudah tahu jawabannya,” sahutnya. 

Related chapters

  • Second Lead   Phuket

    Phuket, Thailand.Thalita berdiri di anak tangga pesawat. Matanya menyisir sekeliling. Dia masih belum percaya semudah itu Arion bisa membawanya ke sini. Kali ini Arion membawanya dengan pesawat pribadi."Thalita! Cepatlah turun," teriak Arion dari bawah.Thalita dengan santai menuruni tangga bak ratu. Dia bukan sedang mengagumi kekayaan laki-laki itu. Dari awal mereka berangkat, Thalita sudah membuat emosi Arion. Terlambat bangun. Tidak mau pergi. Bahkan dia mogok makan. Thalita memang suka membangkang pada Arion. Dia selalu mencari cara untuk memancing emosi Arion.Shitt!Arion mendatangi Thalita dan mengangkat gadis itu seperti karung beras. Thalita meronta-ronta membuat Arion harus memukul pantat gadis itu. Di luar bandara sudah ada supir yang menjemput mereka. Dari perjalanan sampai ke hotel mereka selalu berdebat ."Aku ingin kamar sendiri," pinta Thalita

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Bimbang

    Apartmen South Moritz begitu mewah. Pada malam hari pemandangan dari balkon sangat indah dihiasi lampu berwarna-warni. Thalita berdiri di tepi jendela apartment itu melihat panorama Jakarta. Matanya kosong menatap pemandangan di luar jendela. Tangannya gemetar, menahan perasaannya. Hampir sebulan Thalita tinggal di sini. Seakan baru semalam berlaku. Dia tidak bisa meninggalkan Arion, karena waktu mereka belum habis, setahun. Perjanjian mereka. Harusnya dia senang Arion jarang pulang. Laki-laki itu kembali ke rumah orang-tuanya. Arion belum memperkenalkan Thalita pada orangtuanya. Ya, pernikahan mereka masih dirahasiakan oleh media bahkan keluarga Arion juga tidak tahu. Tapi, ia tidak perduli itu. Karena pernikahan mereka hanya sementara. Entah

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Merindukan

    Bab 9 Merindukan Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik. Sekertaris membawakan tas berisi alat golf. Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel, gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya. "Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita. Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu. Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu ha

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Hujan lebat

    Thalita keluar dengan tergesa-gesa.Pakaiannya sudah rapih. Rambutnya sudah ditata. Memakai makeup yang tidak terlalu tebal. Pagi ini ia akan interview. "Non! Sarapan dulu," teriak Mbok Nur.Thalita terhenti dan tersenyum pada wanita paruh baya itu, "Nggak sempat Mbok. Doaiin ya, semoga interviewnya lancar." "Iya...Mbok doain." Mbok Nur melihat Thalita hingga tak terlihat. "Punya suami kaya raya. Buat apa susah-susah cari kerja. Non Thalita ada-ada saja?" gumam Mbok Nur. Dia kembali ke belakang menyelesaikan pekerjaannya. Thalita sudah memesan grab car. Walaupun Arion sudah menyediakan mobil dan supir pribadi, Thalita tidak pernah menggunakannya. Hari ini dia interview di boutique terkenal, Lady's boutique. Tempat bekerja Renata yang baru. Jika diterima mereka akan satu tempat kerja lagi. Tidak ada yang melamar kec

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Hatimu

    Thalita memakaikan patung dengan gaun berwarna cream untuk dipajang. Helaan nafas saat melihat harga yang tercantum. Arion pernah membelikan baju semahal ini. Bahkan lebih mahal. Terkadang membodohi diri sendiri itu mudah. Cukup merindukannya walau tak terbalaskan, cukup bertahan meskipun dia sudah tak lagi nyaman. Setelah selesai menyusun pakaian. Thalita berdiri menunggu pelanggan. Gadis itu akan tersenyum pada orang yang melihat ke arah toko mereka. Pagi ini belum ramai pengunjung. "Sepertinya kau tahu banyak tentang barang mahal? Maksudku sudah terbiasa. Gimana ya ngomongnya. Kau ngerti kan? Aku bukan mau meledek." Fara berhati-hati menyampaikan. Dia merasa puas dengan pekerjaan Thalita. Gadis itu tahu memperlakukan barang mahal. "Kebetulan dulu ada seseorang yang memperkenalkan aku dengan kemewahan," ucap Thalita sam

    Last Updated : 2021-06-20
  • Second Lead   Aku suka

    Sudah banyak malam yang terlewati menahan rindu yang tak kunjung henti. Thalita memandangi ponselnya yang senyap. Ada ragu dalam hati. Apa Arion sudah lupa ada seseorang yang harus dia kabari.Thalita merenung di kamarnya. Pulang kerja tadi dia membereskan apartment hingga kebagian sudut sudut. Melakukan semua pekerjaan rumah. Ia menyibukkan diri.Di lemari ada baju Arion. Thalita mendekap kaus oblong milik Arion. Tanpa dia sadari baju itu sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Terlalu besar tapi sangat nyaman. Thalita memakai hingga tertidur."Thalita. Bangun. Nggak berangkat kerja?" suara lembut Mbok Nur membangunkan."Jam berapa Mbok?" suara Thalita lemas di balik selimut."Kenapa Non? Lemes banget." Mbok Nur meletakkan tangannya ke dahi Thalita."Aduuh, Non panas banget badannya." Mbok Nur panik. Ia pergi ke dapur mengambil air untuk mengompres Thalita."Ini pasti gara-gara beberesan kemarin. Mbok udah larang malah enggak denge

    Last Updated : 2021-06-20
  • Second Lead   Meow

    Arion mengecek berkas yang di bawa Andre padanya. Mereka berada di ruang tengah. Projek yang sedang berjalan di Malaysia memberikan perkembangan yang pesat. Mood Arion sangat baik hari ini. Andre menautkan alisnya melihat pemandangan di depannya. Thalita berbaring sambil membaca novel di sofa. Di bawah Arion duduk dengan meja yang berserak. Luar biasa Arion bisa bekerja di bawah. "Sulaiman mengambil bagiannya dengan baik,” ucap Arion. Dia tidak menemukan sesuatu yang salah dalam berkas. Andre mengangguk, matanya masih risih memandangi sepasang suami istri itu. Andre tidak akan bertanya apa pun. Dia sedang berfikir untuk memfoto mereka dan memberikan pada Fara. Gadis itu akan mempercayainya. Andre tersenyum picik membayangkan wajah Fara. Tunggu kenapa dia membayangkan Fara? "Kenapa kau tersenyum seperti itu? Ada yang salah?" tan

    Last Updated : 2021-06-21
  • Second Lead   Keadaan

    Thalita membuka matanya terlihat seorang laki-laki tertidur pulas. Jemarinya menyentuh rambut laki-laki itu. Perasaan aneh bergejolak. Baru kali ini dia menyisir laki-laki itu dengan pandangan lembut. Rambutnya yang biasa rapih kini berantakan. Dia menuruni tangannya meraba kening, mata, hidung, bibirnya dan turun ke dadanya yang bidang. Sekarang semua itu miliknya. Thalita menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya. Dia tersipu malu saat menyadari tidak ada sehelai benang pun dalam tubuhnya. Dia turun dari tempat tidur pelan mengutip baju-baju yang berantakan. Asataga... kamar mereka seperti kapal pecah. Mereka melakukan hubungan selayaknya suami istri. Seharusnya sudah sejak dahulu. Thalita merona mengingatnya. Berulang kali Arion membisikan kata cinta di telinganya. Bisika

    Last Updated : 2021-06-21

Latest chapter

  • Second Lead   Ending

    "Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit

  • Second Lead   Anak kami

    Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &

  • Second Lead   Bersama

    Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.

  • Second Lead   Rela dan ikhlas itu berbeda

    Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa

  • Second Lead   Melepaskan

    Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik

  • Second Lead   Belum Mengelus

    "Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha

  • Second Lead   Dalang

    Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi

  • Second Lead   Menakutkan

    MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang

  • Second Lead   Hamil

    Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status