Bab 9 Merindukan
Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik. Sekertaris membawakan tas berisi alat golf. Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel, gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya.
"Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita.
Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu.
Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu hari-hari Arion. Untunglah Fara berlibur ke Singapura, membuat waktu Arion lebih leluasa dan ia bisa mengurus masalah pribadinya.
"Tunggu aku ke sini baru kita bisa ketemu,” keluh Fara. Walaupun kesal dia tetap tersenyum manis.
"Sorry Fara. Aku sibuk," jawab Arion singkat.
"Bisa dilihat." Fara
memperhatikan dari atas sampai bawah. Matanya pindah kepada Andre yang menenteng tas panjang. "Hai..Andre," sapa Fara lebih bersahabat."Lama tidak ketemu, Fara. Makin cantik," puji Andre. Dia melepaskan tasnya dengan kesal. Mereka semua tertawa.
Ratna melihat Fara dan Arion melepas senyum. Membuat Ratna tidak berkelip. Dia menyukai Fara untuk dijadikan menantu. Ratna sudah mengenal lama Gara dan juga keluarga gadis itu. Dari keluarga terpandang dan baik-baik, cocok untuk dijadikan menantu.
"Fara makan malam di sini ya. Tante nanti suruh bibi masakin kesukaan Fara." Ratna menawarkan sambil memegang lengan gadis itu untuk duduk di sofa kembali.
"Iya Tante. Fara mau banget." Mata Fara berbinar, lalu tersenyum pada Arion. Kedekatan Fara dan Ratna bisa dibilang sudah seperti anak sendiri. Ratna menunjukkan rasa sukanya terang-terangan pada Fara.
"Nanti Arion yang anterin kamu pulang, ya." Ratna memberi kode pada Arion, membuat anaknya itu mengangguk.
Hati Fara semakin berbunga. Arion teringat dengan Thalita. Bagaimana kalau ibunya tahu Arion sudah punya istri. Dia sudah menemukan gadis yang dia cari. Tapi, Thalita menolaknya lagi. Arion kebingungan.
Saat dia menoleh. Mata tajam Andre mengarah padanya sedari tadi."Kau belum mau pulang?" tanya Arion dengan nada mengusir. Dia takut Andre semakin membuat rumit.
"Tidak. Aku ikut makan malam di sini. Jangan lupa Tante Ratna adalah Tanteku." Andre mengingatkan.
"Hahah... Tentu saja Andre. Kau ikut makan malam di sini. Kita akan menunggu Om-mu juga." Ratna tertawa kecil melihat tingkah kedua laki-laki itu.
Arion anak tunggal dari keluarga Ortega. Orangtuanya memberikan yang terbaik untuk masa depan Arion. Termasuk pilihan istri. Ruang tamu itu menjadi berisik dengan tawa mereka. Obrolan ringan.
Setelah makan malam bersama. Arion berdiri di balkon. Dia membayangkan Thalita ikut berkumpul bersama keluarganya."Rion... Kau tidak mau menanyakan apa pun. Misalnya kabarku? Bagaimana pekerjaanku? Di Singapore aku dengan siapa? Kapan aku kembali ke Indonesia?" Fara menodongnya dengan ucapan berturut di belakang Arion.
Arion menoleh. Gadis itu tidak pernah berubah selalu cantik. Senyumnya ramah. Tubuhnya ramping tidak kalah dengan supermodel sekalipun. Dia mengagumi gadis itu sedari dulu. Tentu saja kagum dan cinta adalah sesuatu hal yang berbeda.
"Bagaimana kabarmu?" Arion basa-basi.
"Baik. Aku masih sama seperti dulu.Wanita yang menunggu laki-laki bernama Arion Ortega. Laki-laki yang sombong dan dingin,” ucap Fara sambil tertawa. Sekarang dia berdiri di samping Arion.
"Carilah laki-laki yang lain Fara. Kau wanita yang sempurna. Cantik. Berpendidikan. Semua yang laki-laki inginkan ada pada dirimu,” suara Arion lembut.
"Bagaimana dengan dirimu? Kau tidak menyukaiku? Kau juga laki-laki!" Fara menatap Arion. Fara sudah terbiasa dengan penolakan Arion, namun tidak pernah terbersit diotaknya untuk menjauhi laki-laki itu.
Arion menarik hidung mancung Fara. Gadis itu mengerang. Mereka memang seperti itu sejak dulu. Arion menganggap Fara adik perempuannya. Walaupun kadang ia menginginkan Fara layaknya seorang laki-laki. Tidak ada laki-laki yang bisa menolak wanita secantik Fara, hanya saja masalah hati itu beda cerita.
"Jangan sentuh hidungku! Nanti semakin mancung seperti pinokio," teriak Fara mengelus hidungnya.
"Tenang saja walaupun hidungmu semakin mancung. Kau tetap cantik," puji Arion. Dia seperti laki-laki playboy jika menggoda Fara.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Arion." Rengek Fara.
"Lupakan Fara. Kau sudah tahu jawabannya," suara Arion dingin. Hatinya sudah memilih Thalita.
"Apa ada seseorang?"
"Hm..."
"Dia cantik? Keluarga kaya? Mana lebih cantik aku atau dia? Dia gadis sosialita juga. Katakan apa I*******m nya." Fara mengeluarkan handphone. Arion tergelak.
Thalita bukan sosialita. Gadis itu sederhana.
"Kau lebih cantik Fara. Aku serius!" jawab Arion. Gadis itu tidak terlalu senang mendengarnya. Tapi itulah faktanya, Fara wanita blesteran yang hot dan mempesona sedangkan Thalita, gadis naif dengan kesederhanaannya tapi membuat Arion tidak bosan memandang.
"Apa dia mencintaimu sebesar aku mencintaimu?" tanya Fara. Arion terdiam. Matanya hampa ke depan.
"Kenapa diam? Setidaknya aku harus tahu supaya aku bisa tenang melepaskanmu. Atau aku akan tetap menunggumu terus," ucap Faradita. Dia gadis manja yang suka memaksa kehendak. Sama seperti Arion. Baginya Arion adalah laki-laki sempurna. Dari dulu Fara mengaggap Arion future husband-nya.
"Kau terlalu banyak bertanya Fara. Hari ini cukup sekian,” jawab Arion.
"Dia tidak mencintaimu. Bisa aku tebak." Fara meledek. Jantungnya selalu berdetak kencang bila di dekat Arion. "Aku akan tetap menunggu!" wajahnya berubah serius.
Arion terkikih. Dia hanya menutupi tebakan Fara yang benar. Kadang dia merasa gadis itu sudah mencintainya. Tapi, kenyataan Thalita ingin pergi.
"Aku ingin dipeluk," ucap Faradita pelan, ia mendekatkan dirinya. Mengharapkan lebih dari pelukan.
"Tentu saja boleh. Kemari." Arion membuka lebar tangannya. Fara meloncat kepelukan Arion, mencium aroma parfum laki-laki itu.
"I really miss you!" Ujar Fara dengan suara yang keras. Meluapkan isi hatinya, tidak perlu malu karena Arion lebih tahu bagaimana perasaan Fara padanya.
Arion hanya mengusap rambut gadis itu, lembut seperti seorang kakak pada adiknya. Tapi lihatlah apa yang dilakukan Fara padanya. Gadis rewel itu meremas bokong Arion dan menarik laki-laki itu untuk lebih mendekat padanya. Sebagai seorang gadis Fara termasuk agresif, sangat agresif.
"Kau ingin berciuman?" tanya Arion menggoda Fara.
"Dia tidak akan marah?" Faradita bercanda.
"Tidak akan. Kenapa dia marah? Aku memeluk adikku dan mencium adikku," kata Arion menahan tawanya.
"Sialan..." Fara menghempaskan tangan Arion. Dia pergi dengan kesal.
"Fara ...Kau tidak ingin?" teriak Arion sambil tertawa kencang.
Sialan Arion! Siapa yang ingin jadi adiknya. Fara menekan kecewa dalam hati ketika Arion menyebutnya adik. Betapa beruntung yang bisa mendapatkan cinta Arion. Tidak! Fara tidak akan menyerah.
Arion masih berdiri di tempatnya, pandangannya kosong melihat kepergian gadis itu. Nyatanya yang ia inginkan bukanlah Fara. Arion mengepalkan tangannya.
Oh Tuhan, aku sangat merindukan Thalita. Istriku. Aku sangat tersiksa menahan hasrat ini.
**
Brak..
Thalita terpeleset di kamar mandi. Entahlah apa yang dipikirkan sampai tidak konsentrasi di kamar mandi. Ini rumah Renata mungkin karena itu dia tidak konsentrasi.
"Lita, kau baik-baik saja?" suara khawatir dari depan pintu. Thalita meringis kesakitan.
"Pelan-pelan..." Renata memapah Thalita ke kamarnya. Dia sudah mendengar kisah Thalita, semalaman mereka bercerita.
Kamar Renata sangat berantakan. Dia hanya menyewah satu ruangan besar. Tempat tidur, lemari, sofa dan meja makan dekat dapur. Semuanya terletak satu ruangan dengan kamar mandi di dalam.
Seharian mereka hanya di dalam kamar tanpa melakukan apa pun. Cemilan dan minuman berserak di lantai.
"Kau seperti anak kecil jatuh dari kamar mandi," oceh Renata.
Thalita terlihat berantakan. Rambut panjangnya berantakan jarang disisir. Renata menggelekan kepala. Thalita tidak pernah seperti ini. Bahkan dulu saat Morgan meninggalkannya.
"Aku nggak pa-pa, Ree," Thalita menggoyang-goyangkan kakinya. Renata melempar tubuhnya ke samping Thalita. Mereka melihat atap dengan mata hampa.
"Kau merindukan dia. Laki-laki misteriusmu?" tanya Renata dengan suara ringan.
"Iya. Aku bodoh!" Thalita tertawa seakan merindukan Arion adalah hal lucu. Selama ini dia menolak. Sekarang merindu.
"Kau memang bodoh. Tolool!"
"Reee!!" Thalita mendengus kesal.
"Aku mengatakan dari hati Lita. Laki-laki sempurna itu sudah kau tolak."
"Aku takut mencintainya, Ree. Aku takut terlalu bermimpi. Jatuh dari tempat tinggi sangat menyakitkan,” ucap Thalita. Sedangkan hanya terpeleset saja sakit minta ampun.”Enggak! Aku enggak ada perasaan padanya.”
"Enggak bisa seperti ini terus, Thalita! Badanmu bau, jarang mandi. Pakaianmu berantakan. Kau kusut enggak ada selera hidup," bentak Renata. Ia bangkit dari tidurnya. Sebenarnya Renata khawatir.
"Kau mau apa?" Thalita bingung. Renata menariknya ke meja rias.
"Kau perlu sesuatu mengalihkan pikiranmu,” kata Renata. Dia mengeluarkan isi lemarinya.
"Enggak Ree...! Aku enggak akan pergi ke manapun," tolak Thalita. Dia kembali ke tempat tidur. Malas melakukan apa pun. Otaknya hanya memikirkan Arion yang sebulan tidak menemuinya. Merindukan seseorang itu menyakitkan.
"Ayolahh sayang! Kau perlu sesuatu yang baru. Penampilanmu sangat kacau," cibir Renata. Tangan satunya di atas pinggang. Ucapannya seakan perintah yang harus dituruti.
Renata benar. Gadis itu duduk di tempat tidur. Dia tidak mau terlalu suntuk. Renata membuka lemarinya. Menelusuri isi lemari ."Aku ingin potong rambut!"
Renata terperanjat. Dia menghentikan tangannya yang sedang memilah baju. Potong rambut biasanya untuk orang yang patah hati.
"Kau benar-benar mencintai dia," decak Renata.
“Yang benar saja Ree.”
Thalita mencari gunting dengan frustrasi. Dia tidak akan ke salon. Thalita membongkar laci-laci Renata.
"Jangan kau yang memotong. Biar aku saja!" teriak Renata mendapati Thalita di kamar mandi menghadap kaca sambil memegang gunting.
"Tenanglah Lita. Aku akan membuatmu cantik. Demi Tuhan, aku menyesal memprovokasi mu. Ternyata kau lebih nekat."
Mereka menatapi rambut panjang yang berjatuhan di lantai. Thalita terlalu mencintai rambut panjangnya. Sekarang sudah sebahu.
"Kau terlihat fresh." Renata menatap Thalita dengan bangga. Hasil karyanya.
Sedangkan Thalita membeku menatap dirinya di depan kaca. Astagaa...Wajahnya langsung berbeda. Dasarnya cantik, mau diapaiin juga tetap cantik.
"Arion marah nggak ya? Aku motong rambut," tanpa sadar Thalita bertanya.
Renata kebingungan menjawab pertanyaan Thalita. Dia belum pernah bertemu yang namanya Arion. Sebagai wanita dia iri melihat kecantikan Thalita.
"Lupakan laki-laki itu," ketus Renata."Buang jauh jauh laki-laki itu dari kepalamu. Mulailah mencari laki-laki lain."
"Dia suamiku, Ree. Kami sudah menikah," ucap Thalita. Setelah setahun mungkin dia akan kembali menjadi single. Lebih tepatnya janda.
Thalita meraih handphonenya dia membuka I*******m. Mencari lowongan pekerjaan. Di Ig ada akun yang khusus memberikan informasi lowongan pekerjaan.
"Kenapa tergesa-gesa? Dia memberi tunjangan hidup, bukan?" Renata mendekatkan kepalanya pada layar handphone di tangan Thalita.
"Itu uangnya. Bukan hakku!"
"Kau kan istrinya.” Thalita merengut. “Baiklah. Aku bantu mencari loker. Aku banyak mengenal karyawan mall. Siapa tahu ada yang cocok untukmu," Lanjut Renata.
"Trimaksih, Ree.." Thalita memeluk Renata dengan gemas.
"Lepas Litaa...Aku enggak bisa bernafas."
"Kau yang terbaik, Ree..!"
"Aku tahu...Sekarang kita keluar cari angin," ajak Renata. Dia sudah membayangkan club malam yang akan mereka kunjungi.
**
Thalita mendengus kesal. Renata meninggalkannya seorang diri di meja dekat bartender. Thalita minum juice non alkohol sambil melihat sekeliling. Renata sedang menari bersama pria yang baru saja dia kenal. Dia memang gadis yang terlalu ramah.
"Sudah lama kita tidak bertemu, Lita."
Suara berat itu sangat familiar. Thalita seperti mendapat mimpi buruk. Astagaa...Kakinya berat melangkah, padahal dia ingin lari dari tempat itu secepatnya.
"Thalita. Aku ingin minta maaf," ucap Morgan. Laki-laki itu terlihat lemas dan lusuh.
"Tolong. Jangan mendekat Morgan! Aku enggak mau bicara apa pun denganmu," bentak Thalita.
"Aku mohon Thalita. Kita perlu bicara. Aku menyesal meninggalkanmu," ucap Morgan. Dia tidak peduli dengan penolakan gadis itu.
"Enggak ada lagi yang perlu dibicarakan! Kita sudah berpisah semenjak kau meninggalkanku pada pertunangan kita,” suara Thalita pelan tapi cukup tajam.
Thalita melangkah. Morgan membuatnya kembali mengingat hal yang buruk. Laki-laki itu mengejar hingga ke lobi.
"Aku tahu. Kau masih mencintaiku. Kau membuatku terbebas dari semua hutang. Kita bisa kembali seperti dulu." Morgan mengemis. Dia berlutut di depan Thalita.
"Benar. Aku membayar hutangmu. Aku menyesal! Kau membuatku terjebak dalam masalah," makinya. Dia memukul Morgan dengan air mata yang bercucuran.
"Jangan lagi kau berani menemuiku!" Thalita mengangkat bahunya.
"Maaf. Tolong maafkan aku. Aku janji akan melakukan apa pun untukmu." Morgan memelas.
"Diam sialan! Kau enggak punya malu. Bersyukurlah hutangmu sudah lunas. Sekarang kau bisa hidup normal," hardik Thalita. Laki-laki itu bisa hidup normal sedangkan dirinya. Entah apa yang akan terjadi nanti.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu." Morgan bersimpati. Dia menangkap Renata sudah berdiri di dekat mereka.
"Jangan kau berani mengganggu Thalita lagi Morgan!" teriak Renata. Matanya menyala melihat Morgan. Renata menarik tangan Thalita untuk menjauh dari Morgan.
"Tunggu, Ree! Kasih aku kesempatan memperbaiki hubungan kami." Morgan membuat Renata berhenti dan menoleh lagi.
"Aku akan memasukkanmu ke penjara jika kau masih mengganggu Thalita!"
***
HAI SEMUA... JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YAHH ♥️♥️ TINGGALKAN JEJAK KALIAN KARENA SANGAT BERARTI BUAT AUTHOR 🙏👏
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR YA 🙏
Thalita keluar dengan tergesa-gesa.Pakaiannya sudah rapih. Rambutnya sudah ditata. Memakai makeup yang tidak terlalu tebal. Pagi ini ia akan interview. "Non! Sarapan dulu," teriak Mbok Nur.Thalita terhenti dan tersenyum pada wanita paruh baya itu, "Nggak sempat Mbok. Doaiin ya, semoga interviewnya lancar." "Iya...Mbok doain." Mbok Nur melihat Thalita hingga tak terlihat. "Punya suami kaya raya. Buat apa susah-susah cari kerja. Non Thalita ada-ada saja?" gumam Mbok Nur. Dia kembali ke belakang menyelesaikan pekerjaannya. Thalita sudah memesan grab car. Walaupun Arion sudah menyediakan mobil dan supir pribadi, Thalita tidak pernah menggunakannya. Hari ini dia interview di boutique terkenal, Lady's boutique. Tempat bekerja Renata yang baru. Jika diterima mereka akan satu tempat kerja lagi. Tidak ada yang melamar kec
Thalita memakaikan patung dengan gaun berwarna cream untuk dipajang. Helaan nafas saat melihat harga yang tercantum. Arion pernah membelikan baju semahal ini. Bahkan lebih mahal. Terkadang membodohi diri sendiri itu mudah. Cukup merindukannya walau tak terbalaskan, cukup bertahan meskipun dia sudah tak lagi nyaman. Setelah selesai menyusun pakaian. Thalita berdiri menunggu pelanggan. Gadis itu akan tersenyum pada orang yang melihat ke arah toko mereka. Pagi ini belum ramai pengunjung. "Sepertinya kau tahu banyak tentang barang mahal? Maksudku sudah terbiasa. Gimana ya ngomongnya. Kau ngerti kan? Aku bukan mau meledek." Fara berhati-hati menyampaikan. Dia merasa puas dengan pekerjaan Thalita. Gadis itu tahu memperlakukan barang mahal. "Kebetulan dulu ada seseorang yang memperkenalkan aku dengan kemewahan," ucap Thalita sam
Sudah banyak malam yang terlewati menahan rindu yang tak kunjung henti. Thalita memandangi ponselnya yang senyap. Ada ragu dalam hati. Apa Arion sudah lupa ada seseorang yang harus dia kabari.Thalita merenung di kamarnya. Pulang kerja tadi dia membereskan apartment hingga kebagian sudut sudut. Melakukan semua pekerjaan rumah. Ia menyibukkan diri.Di lemari ada baju Arion. Thalita mendekap kaus oblong milik Arion. Tanpa dia sadari baju itu sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Terlalu besar tapi sangat nyaman. Thalita memakai hingga tertidur."Thalita. Bangun. Nggak berangkat kerja?" suara lembut Mbok Nur membangunkan."Jam berapa Mbok?" suara Thalita lemas di balik selimut."Kenapa Non? Lemes banget." Mbok Nur meletakkan tangannya ke dahi Thalita."Aduuh, Non panas banget badannya." Mbok Nur panik. Ia pergi ke dapur mengambil air untuk mengompres Thalita."Ini pasti gara-gara beberesan kemarin. Mbok udah larang malah enggak denge
Arion mengecek berkas yang di bawa Andre padanya. Mereka berada di ruang tengah. Projek yang sedang berjalan di Malaysia memberikan perkembangan yang pesat. Mood Arion sangat baik hari ini. Andre menautkan alisnya melihat pemandangan di depannya. Thalita berbaring sambil membaca novel di sofa. Di bawah Arion duduk dengan meja yang berserak. Luar biasa Arion bisa bekerja di bawah. "Sulaiman mengambil bagiannya dengan baik,” ucap Arion. Dia tidak menemukan sesuatu yang salah dalam berkas. Andre mengangguk, matanya masih risih memandangi sepasang suami istri itu. Andre tidak akan bertanya apa pun. Dia sedang berfikir untuk memfoto mereka dan memberikan pada Fara. Gadis itu akan mempercayainya. Andre tersenyum picik membayangkan wajah Fara. Tunggu kenapa dia membayangkan Fara? "Kenapa kau tersenyum seperti itu? Ada yang salah?" tan
Thalita membuka matanya terlihat seorang laki-laki tertidur pulas. Jemarinya menyentuh rambut laki-laki itu. Perasaan aneh bergejolak. Baru kali ini dia menyisir laki-laki itu dengan pandangan lembut. Rambutnya yang biasa rapih kini berantakan. Dia menuruni tangannya meraba kening, mata, hidung, bibirnya dan turun ke dadanya yang bidang. Sekarang semua itu miliknya. Thalita menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya. Dia tersipu malu saat menyadari tidak ada sehelai benang pun dalam tubuhnya. Dia turun dari tempat tidur pelan mengutip baju-baju yang berantakan. Asataga... kamar mereka seperti kapal pecah. Mereka melakukan hubungan selayaknya suami istri. Seharusnya sudah sejak dahulu. Thalita merona mengingatnya. Berulang kali Arion membisikan kata cinta di telinganya. Bisika
Thalita merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Setelah seharian dia memakai high'hels mundar mandir sambil tersenyum meladeni para pembeli. Hari ini di toko banyak pengunjung. "Suami macem apa seharian enggak ada kasih kabar sama istrinya!" Thalita melirik jam dinding pukul 10 biasanya pukul 8 Arion sudah pulang. Sudah terbiasa di rumah seorang diri, Thalita tidak takut lagi untuk mundar-mandir tengah malam. Sebentar ke kamar terus berpindah ke dapur ngutak-atik kompor lalu pindah ke ruang tv. Tangannya berulang kali mengganti Chanel TV.Tidak lama kemudian suara pintu terbuka. "Thalita." Arion kaget istrinya sudah ada di depannya melipat tangan ke depan dada dengan tatapan tajam. "Kenapa berdiri di situ? Wajahmu mengerikan.” Arion melepaskan jas hitamnya. &nb
Ost Perfect - Ed SheeranKita makan malam di luar Isi pesan Arion membuat Thalita tidak sabaran. Bahkan dia berdandan ria hanya untuk makan malam bersama Arion. Memikirkan dulu ia menolak laki-laki itu dan sekarang ajakan Arion membuatnya kegirangan. "Pakaianmu seperti ini?" protes Andre saat Thalita membuka pintu. Dimana Arion? Kenapa harus Andre yang menjemput, Thalita mengerutkan keningnya melihat Andre di depan pintu. Andre memperhatikan pakaian Thalita dari atas sampai bawah. Tatapan wajahnya sangat sinis. Thalita hanya mengenakan kaus biasa dan celana jeans. Andre mendengus. Percuma saja wajah cantik tapi tidak berpenampilan menarik. Itu akan mengurangi nilainya. "Kenapa? Ada yang salah." Thalita merasa risih dengan p
HmmhmmTangannya menarik ujung sepray dengan wajah yang sudah berpeluh. Nafasnya sesak tidak bisa menghirup udara.Mata Thalita terbuka, kemudian menarik napas, "Arion." Thalita mengusap keningnya yang sudah basah. Matanya melirik bantal di sampingnya.Arion belum pulang.Dia melihat cincin di jari manisnya. Sudah lama tidak mimpi buruk. Di saat seperti ini dia ingin dipeluk Arion. Jam dinding masih pukul 2 subuh.Thalita pergi ke dapur mengambil botol air mineral di kulkas. Sekali teguk sebotol habis dia minum.Brubrukk brukkk!Suara keras dari arah pintu. Buru-buru Thalita membuka pintu.ArionBiasanya Arion tidak pernah seperti ini. Dia tahu pasword pintu apartment mereka. Thalita ragu-ragu saat membuka pintu."Lama bener buka pintunya!" teriak Arion dengan aroma alkohol di tubuhnya. Matanya merah, lang
"Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit
Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &
Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.
Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa
Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik
"Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha
Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi
MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang
Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men