Home / Romansa / Second Lead / Batu Caves

Share

Batu Caves

Author: Nayla
last update Last Updated: 2021-06-19 04:48:54

Batu caves, Malaysia. 

        Thalita duduk di batuan memandang patung Murugan yang tinggi tidak jauh di depannya. Burung burung merpati berterbangan di sekeliling. Hanya bisa memandang tapi tidak bisa meraih satu pun merpati yang ada di depan itu. Bibir Thalita gemetar. Dia iri melihat burung merpati yang bisa terbang bebas. Freedom. Kapan kebebasan seperti dulu bisa dinikmati lagi. Thalita mengenang masa lalu, sebelum dia bertemu dengan Arion.

        "Kalian enggak capek berdiri terus ?” tanya Thalita pada kedua laki-laki berwarna hitam itu. Entahlah dari mana Arion mendapatkan Bodyguard sehitam mereka. Kemana Thalita pergi mereka selalu mengikuti.

       "You tak payah pikir pasal kami. Kita orang punya tugas buat jaga you,” ucap laki-laki berkumis. Mereka berdua orang India dari logatnya Thalita bisa tebak.

        "Terserahlah. Kalian pasti tahu tempat jualan minuman. Saya haus," kata Thalita. Di sekeliling hanya terlihat tenda penjual manisan dan sovenir khas India. Ia tidak melihat penjual minuman. 

Satu laki-laki mengangguk dan pergi mencari minuman.Thalita melirik laki- laki satunya yang masih berdiri tegap di sampingnya. Sepertinya ini adalah kesempatan emas untuknya.

       "Di bayar berapa biar mau jadi penjaga?” tanya Thalita. Laki-laki itu diam tidak menjawab.

        "Sebenarnya saya diculik. Kau bisa bantuiin ? Saya akan kasih berapa uang yang kau pinta.Tolong biariin saya pergi,” mohon Thalita pasang wajah sedih.

       "You tak payah bohong. I tahu you itu istri encik Arion. Penculik macem mana yang kasih you jalan-jalan macem ini." Bodyguard itu bersuara. Thalita mendengus kesal. Puluhan orang yang dia temui, tidak ada satu pun yang percaya dia diculik.

       "Kau tunggu sini saya mau ke toilet." Thalita hendak pergi. Matanya melihat sebelah kanan ada bangunan bertulis toilet di dindingnya.

       "Enggak usah khawatir saya enggak lari. Kau tunggu kawan kau datang di sini!"ucap Thalita saat pengawal itu ingin mengikutinya.

       "Tak ape. Saya ikut puan saja."

       "Tak ape... Tak ape! Saya yang ape ape,” gerutu Thalita. Untunglah bahasa Indonesia dan Malaysia mirip hingga dia tidak terlalu kewalahan berkomunikasi.

       "Saya tunggu kat luar,” ucap pengawal.

       "Astagaa..." Thalita pergi ke toilet dengan kesal. Pengawal itu berdiri di depan bangunan.

       "Huekk!! Rasanya Thalita ingin mengeluarkan semua isi perutnya. Aroma toilet sangat menyengat, ia keluar dengan cepat dari toilet, tangannya merogoh tas mencari tisu. Tidak ada.

       "Tisu.Tisuuuuu..!"teriak Thalita.

Kepalanya pening karena bau kare yang sangat menyengat. Matanya remang-remang. Dia searching di g****e pariwasata di Malaysia dan dapetnya Batu caves. Pariwisata yang menonjolkan kebudayan India. Ia sangat membenci kare, makanan tradisional India.

       "Tisuuuu! Elap..Kertas putih."teriak Thalita geram karna pengawalnya tidak bergerak.

       "Okay...You tunggu sini. Jangan kemana-mana ..."ucap pengawal. Kemudian balik lagi melihat Thalita.

"Kalau puan lari saya kena tanggung tau dekat encik Arion.” Thalita mengangguk. Tangannya mengibas-ngibas seperti mengusir nyamuk. Tanda mengerti.

       Lama Thalita terduduk di depan bangunan. Matanya melihat bus yang akan berjalan. Kepala otaknya bekerja terlalu cepat. Kakinya sudah berlari kencang mengejar bus itu.

      "Saya mau ke bandara,” ucap Thalita pada supir. Ia sudah masuk ke dalam bus.

       "Awak nak ke Kuala lumpur?" tanya supir.

       "Iyahh..." Supir menunjuk kursi kosong untuk Thalita duduk. Thalita mengangguk lalu berjalan ke kursi. 

Dia tidak berani menoleh pada bangunan toilet tadi. Siapa tahu pengawalnya melihat dan mengejar. Sia-sia lari setengah mati. 

      Supir bus itu menoleh pada Thalita. Gadis itu melarikan pandangannya ke luar kaca. Dia cukup takut melihat wajah hitam pekat itu. Matanya merah dengan postur tubuh subur. Thalita tidak mengerti kenapa Malaysia banyak orang India. Thalita menatap sekeliling penumpang bus. Mayoritas orang India yang jadi penumpang.

       "Maaf. Saya mau tanya dari Kuala lumpur mau ke bandara masih jauh atau dekat lagi?” tanya Thalita pada wanita berpakaian sari di sampingnya, di tengah  keningnya dihiasi setitik warna merah ati.

      "Awak tinggal naik taxi sahaja. Lepas itu bilang supir taxi nak ke airport." Jawab wanita itu.

      "Baik. Terima kasih.” Thalita tersenyum mengerti. Hotelnya di Kuala lumpur jadi mudah baginya mengenal Kuala lumpur, ada twins tower. Wanita bersari  itu menggelengkan kepala sambil tersenyum.

       Thalita turun di tengah kota, Kuala lumpur. Dia berdiri di depan background Padini yang menjulang tinggi. Di depannya sudah ada lampu merah. Percayalah semacet-macetnya Kuala lumpur tidak separah Indonesia. Di sini tidak terdengar suara klakson yang tidak sabaran. Semua orang yang lalu lalang  bergerak aman dan teratur. 

Thalita menyetop taksi dengan tangannya, segampang itu juga dia bisa mendapatkan taxi.

      "Pak'cik bandara ya,” ucap Thalita naik duduk di bangku penumpang.

      "Awak nak pegi bandara buat ape?” tanya Supir basa basi, kali ini supirnya orang melayu.

      "Saya mau terbang,” jawab Thalita asal.

     "Udah booking tiket?"

     "Beli di sana saja pakcik. Biar cepat.” Sahutnya. Dia sudah tidak sabar ingin cepat naik pesawat.

       "Byee ...Byeee Arion," gumam Thalita tersenyum puas. Matanya melihat ke arah twins tower dari kaca mobil. Thalita akan memastikan Arion tidak akan menemukannya di Indonesia. Dia akan terbang ke Medan tempat sepupunya. Arion tidak tahu tentang sepupunya.

         Suara ponselnya berdering. Panggilan dari Arion. Mengganggu saja. Thalita menonaktifkan ponselnya dan memasukkan ke dalam tas. Ia membenci Arion tapi tidak di pungkiri ia menyukai pemberian Arion. Sampai di  bandara Thalita langsung menuju costumer servis.

      "Tiket pesawat ke Medan, Indonesia," pesan Thalita pada counter.

      "Sore ini tak ade udah penuh kalau nak, tiket malam nanti mau?” ucap wanita penjaga counter.

Thalita diam sejenak, "Baiklah...Saya mau," jawab Thalita. Di belakangnya sudah ada berderet orang mengantri.

      "Pasport." Thalita membuka tasnya. Kepalanya seperti mendapat serangan batu dadakan. Pasport itu tidak ada di tasnya. Dia melupakan pasport.

     "Maaf Mbak ketinggalan. Saya tadi tergesa-gesa ke sini. Boleh pesan tanpa pasport?" 

Wanita petugas counter menggeleng. Siapa pun tidak bisa membeli tiket tanpa pasport. Wanita itu memperhatikan Thalita sambil menelpon seseorang.

Arion kurang ajar! Dia lebih mempercayakan pasport pada pengawal dari pada pemiliknya.

      "Bisa enggak tanpa pasport? Saya kasih harga lebih,” bisik Thalita. Mengajak kompromi. Cukup Thalita itu adalah pertanyaan bodoh. 

Tidak jauh dua laki-laki berseragam security menghampiri Thalita.

      "Silahkan ikut kami."

      "Heh..kalian mau apa?"

      "Ikut kami ke kantor,” ucap salah seorang.

      "Mau apa ke kantor? Saya bukan kriminal. Saya ini turis tahu!" teriak Thalita saat dipaksa ikut. Orang- orang yang melihat berbisik-bisik. 

Thalita memberikan jawaban yang tergantung dan tidak jelas. Akhirnya ia ditahan. 

*** 

       Thalita duduk di kursi dekat meja security sambil memilin-milin tali tasnya. Laki-laki itu pasti murka padanya. Tidak lama ia melihat Arion datang bersama  Andre. Wajahnya tampak kesal memegang ponselnya.

      "Kami harus memastikan sesuatu. Apa benar encik ini suami puan?” tanya laki-laki berseragam.

      "Iyahh..."jawab Thalita dengan senyum terpaksa.

Oh Tuhan.Tolong katakan ini semua hanya mimpi, bathin Thalita meringis.

Setelah Arion memberikan pasport Thalita pada petugas, mereka mengizinkan Thalita untuk di bawa. 

      "Kemana kau akan pergi? Say baby..."suara Arion membuat Thalita menarik nafas. Laki-laki itu benar-benar marah. Matanya menyala. Tangannya mengepal tapi percayalah dia tidak akan menyakiti Thalita.

      Thalita terdiam di depan Arion, mereka sudah di samping mobil hitam  sewaan Arion tapi kenapa susah sekali dia ingin melangkah masuk. Thalita tidak berani menatap Arion.

      "Apa kau mencoba kabur?” Arion menekan lengan Thalita kencang wajahnya begitu serius. Andre terperanjat dengan perangai bossnya  yang tiba-tiba.

      "Jangan memaksaku untuk teriak di sini, atau polisi akan datang," teriak Thalita. Dia menyembunyikan rasa takutnya.

Arion membuka pintu mobil. Dia mendorong masuk Thalita ke dalam kemudian ikut masuk. Andre duduk di samping supir. Dia tidak akan bersuara selagi Arion belum menyuruhnya bersuara. 

      "Kenapa bukan aku saja yang megang pasportku sendiri. Bayangkan kalau terjadi apa-apa dan aku tanpa identitas,” ujar Thalita. Dia menaikan dagunya tapi tidak berani melihat Arion.

Andre melihat dari kaca menunggu ekpresi Arion yang akan diberikan pada Thalita.

      "Kenapa? Kau ingin terbang bebas seperti yang kau lakukan sekarang. Itu tidak akan terjadi lagi, Thalita,” suara Arion menakutkan. “Kau mencoba lari dari ku.”

Thalita mendiamkan diri. Arion bisa melihat Thalita sedang menyembunyikan tangannya yang gematar.

      "Aku sudah menurutimu. Tapi, apa yang kau lakukan. Kau mau aku mengurungmu di dalam kamar  selamanya,” suara Arion garang.

      Wajah Thalita pucat. Arion mengamuk seperti singa yang kelaparan. Arion menarik dagu Thalita dengan kasar. Dia mau Thalita melihat padanya.

Thalita menepisnya. Arahan Arion tidak dipedulikan.

      "Jika kau seperti ini. Aku akan melompat dari mobilmu,” ancam Thalita. Air matanya sudah membasahi pipi. Arion tertegun. Air mata Thalita membuatnya tak berkutik.

      "Thalita,” suara Arion lembut.

      "Jangan menyentuhku!” ucap Thalita. Dia berharap Arion pergi.

      "Aku minta maaf. Tolong jangan menangis.” Arion mengusap pipi Thalita .

     Di perjalanan mereka hening. Arion sesekali melirik Thalita. Memastikan gadis itu sudah tenang. Arion mengakui. Dia takut kehilangan Thalita. Mendengar Thalita kabur, membuatnya hilang arah.

      "Aku tidak akan kembali ke hotel sebelum aku melihat air menari dengan lampu dan music di KLCC,” ucap Thalita mencabar kesabaran Arion. Mereka sudah berhenti di depan hotel.

      "Andre." Satu isyarat yang diberikan pada Andre. Asistennya itu mengerti maksud bosnya tanpa panjang kali lebar.

    Andre menyuruh supir memutar arah ke twins tower seperti yang diinginkan Thalita. Sampai di KLCC Thalita berlari kecil di tepi danau depan menara KLCC. Air itu sedang berdangsa mengikuti alunan music. Sangat indah. Lampu yang berubah- ubah warna mengikuti irama music menambah hangat malam itu.

        Arion duduk di pinggir bersama puluhan manusia yang melihat pemandangan danau itu. Baginya seindah apa pun danau itu tidak akan bisa mengalahkan keindahan gadis yang sedang tersenyum riang melihat air mancur, Thalita. Gadis itu tidak berhenti terkagum dengan keistimewaan danau itu. Kalau siang atraksi ini tidak akan terjadi, hanya pada malam hari saja.

      "Apa kau benar-benar sedang jatuh cinta?” tanya Andre yang berada di samping Arion. Dia bisa jadi sebagai teman dan juga asisten yang handal bagi Arion. 

      "Menurutmu?” Arion masih memandangi  Thalita. Gadis itu menari-nari dengan senyuman merekah.

      "Bisa kulihat,” ucap Andre mengikuti tujuan mata Arion,"Kapan kau akan mengajaknya ke rumahmu? Mungkin saat dia mengenal orangtuamu perasaannya bisa berubah." Andre  menyarankan.

Apalagi gadis itu terlihat matre, bathin Andre.

      "Tunggu sampai dia menerimaku. Aku tidak mau membuatnya tertekan." 

Mata Arion tidak akan lepas mengamati gadis itu, kemanapun gadis itu melangkah. Dia berjanji akan lebih sabar lagi menghadapi gadis itu.

      "Aku lapar,” rungut Thalita di depan Arion. Wajahnya langsung berubah dingin melihat Arion. Tangannya mengelus perutnya yang sudah berbunyi.

      "Nanti kita akan pergi cari makan. Kau puaskan saja dulu melihat pemandangan ini," ucap Arion. Baginya terlalu jarang melihat senyum Thalita membuatnya tahan berlama-lama duduk di seperti ini.

      "Kau ingin melihatku mati kelaparan. Kurus kerempeng!” ujar Thalita. Hampir saja Andre tertawa keras mendengar ucapan Thalita.

        Arion memasang kacamata hitamnya dan melangkah masuk kedalam KLCC dengan mata kesal di balik kacamata. Walaupun kesal aura sultannya tak akan hilang. Thalita dan Andre mengikuti Arion di belakang. Laki-laki itu sengaja melewati toko-toko berjenama untuk menarik perhatian Thalita. Tapi, sayangnya Thalita tidak bergeming sama sekali. Dia hanya mengagumi patung  pakaian di dalam toko. Wanita mana yang tidak akan tergiur oleh barang berjenama.

      "Sampai kapan kita akan berkeliling terus? Aku lapar,” keluh Thalita menghentikan kakinya. Matanya memandang kesal pada Arion.

      "Bentar lagi. Di depan ada restoran Korea,” ucap Andre yang berdiri di samping Thalita. 

      "Sejauh mana lagi?" Thalita tidak sabaran.

      "Kau akan tahu saat kita  jalan ke depan." Jawab Andre.

      "Kalau jawabanmu seperti itu. Lebih bagus tidak usah menjawab," oceh Thalita. Menyentakkan kakinya.

Boss sama asistennya sama-sama bikin emosi.

      "Kenapa kalian lama sekali,” teriak Arion yang sudah jalan paling depan.

      "Laparku hilang. Kita kembali ke hotel. Kau bisa makan di hotel,” ucap Thalita melewati Arion. Dia berjalan menuju pintu luar.

      "Kau baik-baik saja?" tanya Andre pada Arion yang terdiam tangannnya mengepal dengan tatapan hampa. 

      "Tentu." 

*** 

         Arion menghela nafas, menatap Thalita sedang merapikan sofa untuk  di tidurinya. Dia baru saja mandi air dingin, setelah pulang ke hotel. Dan kini Thalita membuatnya geram. Di kamar ini ada dua ruang tidur, kenapa Thalita memilih sofa.

Arion resah. Bagaimana mungkin dia membiarkan Thalita tidur di sofa! 

      "Kau bisa tidur di tempat tidur. Aku tidak akan berbuat sesuatu yang kau benci." Ia mengelus kepala gadis itu. Arion terkejut saat Thalita menepis tangannya.

      "Biar aku disini." Thalita menarik selimut menutupi tubuhnya. “Kau enggak perlu khawatir, aku sudah biasa tidur seperti ini.”

      "Kau ingin makan apa?" Arion bertanya,"Aku akan membelikannya untukmu."

      "Tidak perlu! Kau lupa. Aku tidak makan malam,” ketus Thalita.  Sebenarnya cacing di dalam perutnya sedang menari.

      "Kau ingin jalan-jalan besok pagi. Waktu kita tidak lama lagi di sini. Mungkin ada tempat yang ingin kau kunjungi.” Arion menawarkan.

      "Aku ingin tidur! Berhentilah bicara padaku!" 

Tidak berapa lama Arion menggendong Thalita. Gaya bridal. Dia tidak peduli gadis itu meronta-ronta. Arion sudah menahannya sedari tadi.

      "Tidur di sini. Malam ini aku akan mengalah. Hanya untuk malam ini. Kita tidur terpisah." Tegas Arion. Dia mengambil bantal menuju ke sofa. Matanya tidak akan berhenti mengawasi gadis itu. Dia tidak akan tidur berjauhan dari gadis itu.

       Thalita melihat Arion sudah berbaring di sofa. Laki-laki itu tinggi pasti tidak nyaman tidur di sofa. Thalita mengacuhkannya. Ia memiringkan tubuhnya. Tidak terasa air matanya mengalir. Bantal itu basah. Dia merindukan kehidupannya yang dulu. Thalita merenung hingga terlelap.

       Arion bangun dari baringnya. Sedari tadi dia mencoba tidur tapi tidak bisa. Arion melangkah pelan mendekati Thalita. Gadis itu terlelap dengan mata bengkak. Sungguh, hatinya sakit menerima penolakan Thalita. Ia semakin teriris  melihat Thalita tidak bahagia. Ego-nya terlalu besar. Dia tidak akan melepaskan Thalita.

Hari itu. Dia tidak akan bisa sadar tanpa wajah Thalita yang membangunkannya, dulu. Sewaktu dia koma di rumah sakit. Arion memperbaiki selimut Thalita. Dia berharap gadis itu bermimpi yang indah.

***

HAI JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YAHH ♥️♥️♥️

TINGGALKAN JEJAK KALIAN KARENA SANGAT BERARTI BUAT AUTHOR 🙏

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR 🙏 

Good night baby 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Uswatunhasanah
bagus....ceritanya..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Second Lead   Penolakan

    Pagi-pagi Arion sudah mengelilingi kamar. Ia mencari Thalita. Saat bangun tidur dia tidak mendapatkan Thalita di kamar. Ia bergegas menuju kolam renang, mungkin saja Thalita ingin berenang pagi ini. Sampai di sana tidak terlihat istrinya. Arion mendengus kesal dan saat ia berbalik melihat Thalita baru saja masuk. Entah mengapa, tidak melihat Thalita pagi hari membuat perasaannya ada yang kurang. Setidaknya dia sekarang sudah memperistri gadis itu, walaupun belum pernah ia sentuh. Sial! Keadaan itu sangat menyiksanya. "Kemana saja kau pergi?" teriak Arion. Dia sangat posesif. Saat melihat wanitanya sudah di depannya. "Gym." "Gym? Kenapa kau pergi ke sana?!" Thalita tidak peduli raungan Arion. Dia mengelap keringatnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti baju Thalita melihat meja makan suda

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Phuket

    Phuket, Thailand.Thalita berdiri di anak tangga pesawat. Matanya menyisir sekeliling. Dia masih belum percaya semudah itu Arion bisa membawanya ke sini. Kali ini Arion membawanya dengan pesawat pribadi."Thalita! Cepatlah turun," teriak Arion dari bawah.Thalita dengan santai menuruni tangga bak ratu. Dia bukan sedang mengagumi kekayaan laki-laki itu. Dari awal mereka berangkat, Thalita sudah membuat emosi Arion. Terlambat bangun. Tidak mau pergi. Bahkan dia mogok makan. Thalita memang suka membangkang pada Arion. Dia selalu mencari cara untuk memancing emosi Arion.Shitt!Arion mendatangi Thalita dan mengangkat gadis itu seperti karung beras. Thalita meronta-ronta membuat Arion harus memukul pantat gadis itu. Di luar bandara sudah ada supir yang menjemput mereka. Dari perjalanan sampai ke hotel mereka selalu berdebat ."Aku ingin kamar sendiri," pinta Thalita

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Bimbang

    Apartmen South Moritz begitu mewah. Pada malam hari pemandangan dari balkon sangat indah dihiasi lampu berwarna-warni. Thalita berdiri di tepi jendela apartment itu melihat panorama Jakarta. Matanya kosong menatap pemandangan di luar jendela. Tangannya gemetar, menahan perasaannya. Hampir sebulan Thalita tinggal di sini. Seakan baru semalam berlaku. Dia tidak bisa meninggalkan Arion, karena waktu mereka belum habis, setahun. Perjanjian mereka. Harusnya dia senang Arion jarang pulang. Laki-laki itu kembali ke rumah orang-tuanya. Arion belum memperkenalkan Thalita pada orangtuanya. Ya, pernikahan mereka masih dirahasiakan oleh media bahkan keluarga Arion juga tidak tahu. Tapi, ia tidak perduli itu. Karena pernikahan mereka hanya sementara. Entah

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Merindukan

    Bab 9 Merindukan Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik. Sekertaris membawakan tas berisi alat golf. Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel, gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya. "Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita. Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu. Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu ha

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Hujan lebat

    Thalita keluar dengan tergesa-gesa.Pakaiannya sudah rapih. Rambutnya sudah ditata. Memakai makeup yang tidak terlalu tebal. Pagi ini ia akan interview. "Non! Sarapan dulu," teriak Mbok Nur.Thalita terhenti dan tersenyum pada wanita paruh baya itu, "Nggak sempat Mbok. Doaiin ya, semoga interviewnya lancar." "Iya...Mbok doain." Mbok Nur melihat Thalita hingga tak terlihat. "Punya suami kaya raya. Buat apa susah-susah cari kerja. Non Thalita ada-ada saja?" gumam Mbok Nur. Dia kembali ke belakang menyelesaikan pekerjaannya. Thalita sudah memesan grab car. Walaupun Arion sudah menyediakan mobil dan supir pribadi, Thalita tidak pernah menggunakannya. Hari ini dia interview di boutique terkenal, Lady's boutique. Tempat bekerja Renata yang baru. Jika diterima mereka akan satu tempat kerja lagi. Tidak ada yang melamar kec

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Hatimu

    Thalita memakaikan patung dengan gaun berwarna cream untuk dipajang. Helaan nafas saat melihat harga yang tercantum. Arion pernah membelikan baju semahal ini. Bahkan lebih mahal. Terkadang membodohi diri sendiri itu mudah. Cukup merindukannya walau tak terbalaskan, cukup bertahan meskipun dia sudah tak lagi nyaman. Setelah selesai menyusun pakaian. Thalita berdiri menunggu pelanggan. Gadis itu akan tersenyum pada orang yang melihat ke arah toko mereka. Pagi ini belum ramai pengunjung. "Sepertinya kau tahu banyak tentang barang mahal? Maksudku sudah terbiasa. Gimana ya ngomongnya. Kau ngerti kan? Aku bukan mau meledek." Fara berhati-hati menyampaikan. Dia merasa puas dengan pekerjaan Thalita. Gadis itu tahu memperlakukan barang mahal. "Kebetulan dulu ada seseorang yang memperkenalkan aku dengan kemewahan," ucap Thalita sam

    Last Updated : 2021-06-20
  • Second Lead   Aku suka

    Sudah banyak malam yang terlewati menahan rindu yang tak kunjung henti. Thalita memandangi ponselnya yang senyap. Ada ragu dalam hati. Apa Arion sudah lupa ada seseorang yang harus dia kabari.Thalita merenung di kamarnya. Pulang kerja tadi dia membereskan apartment hingga kebagian sudut sudut. Melakukan semua pekerjaan rumah. Ia menyibukkan diri.Di lemari ada baju Arion. Thalita mendekap kaus oblong milik Arion. Tanpa dia sadari baju itu sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Terlalu besar tapi sangat nyaman. Thalita memakai hingga tertidur."Thalita. Bangun. Nggak berangkat kerja?" suara lembut Mbok Nur membangunkan."Jam berapa Mbok?" suara Thalita lemas di balik selimut."Kenapa Non? Lemes banget." Mbok Nur meletakkan tangannya ke dahi Thalita."Aduuh, Non panas banget badannya." Mbok Nur panik. Ia pergi ke dapur mengambil air untuk mengompres Thalita."Ini pasti gara-gara beberesan kemarin. Mbok udah larang malah enggak denge

    Last Updated : 2021-06-20
  • Second Lead   Meow

    Arion mengecek berkas yang di bawa Andre padanya. Mereka berada di ruang tengah. Projek yang sedang berjalan di Malaysia memberikan perkembangan yang pesat. Mood Arion sangat baik hari ini. Andre menautkan alisnya melihat pemandangan di depannya. Thalita berbaring sambil membaca novel di sofa. Di bawah Arion duduk dengan meja yang berserak. Luar biasa Arion bisa bekerja di bawah. "Sulaiman mengambil bagiannya dengan baik,” ucap Arion. Dia tidak menemukan sesuatu yang salah dalam berkas. Andre mengangguk, matanya masih risih memandangi sepasang suami istri itu. Andre tidak akan bertanya apa pun. Dia sedang berfikir untuk memfoto mereka dan memberikan pada Fara. Gadis itu akan mempercayainya. Andre tersenyum picik membayangkan wajah Fara. Tunggu kenapa dia membayangkan Fara? "Kenapa kau tersenyum seperti itu? Ada yang salah?" tan

    Last Updated : 2021-06-21

Latest chapter

  • Second Lead   Ending

    "Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit

  • Second Lead   Anak kami

    Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &

  • Second Lead   Bersama

    Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.

  • Second Lead   Rela dan ikhlas itu berbeda

    Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa

  • Second Lead   Melepaskan

    Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik

  • Second Lead   Belum Mengelus

    "Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha

  • Second Lead   Dalang

    Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi

  • Second Lead   Menakutkan

    MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang

  • Second Lead   Hamil

    Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men

DMCA.com Protection Status