Share

Thalita

Author: Nayla
last update Last Updated: 2021-06-18 09:19:16

      "Thalita! Manager memanggilmu.” panggil Renata dari belakang. Thalita menghentikan tangannya yang sedang menyusun pakaian untuk di pajang.

      "Ada apa?”

      "Entahlah, aku pun enggak  tahu,” jawab Renata. Dia mengambil alih pekerjaan Thalita. 

        Thalita berjalan ke ruang manager. Mall ini belum buka, biasanya sebelum pukul 9 semua staf dan karyawan sudah mempersiapkan pembukaan mall.

      Thalita menatap Ronald dengan mata menyala. Keputusan Ronald belum bisa dia terima. Bisa-bisanya Ronald memecatnya. Jangan bilang masalah pribadi dijadikan alasan. Thalita pernah menolak perasaan Ronald.

      "Keputusan sudah final Thalita. Percuma kau memaksa,"ucap Ronald, setengah pantatnya duduk di atas meja dengan tangan berlipat.

      "Memecat orang tanpa alasan yang kuat. Tidak masuk akal. Aku tidak akan menerima keputusan kalian,” geram Thalita. Baju seragamnya yang fress body membuatnya sesak.

      "Kami mengurangi tenaga kerja. Aku menyodorkan namamu. Maaf Thalita, pekerjaanmu untukku kurang memuaskan," ujar Ronald. Laki-laki berkumis tipis itu menatap Thalita penuh arti.

      "Pekerjaan atau kau pakai alasan pribadi?”

      "Terserah apa yang kau pikirkan yang jelas kau dipecat. Dan sekarang kau boleh pergi,” usir Ronald. Tangannya menunjuk pintu keluar.

      "Dengar ...Aku akan protes pada atasan,” ucap Thalita. Manager bukanlah jabatan paling atas bukan.

      "Percuma karena aku sudah memblacklist namamu dari sini.” Ronald tegas. Matanya mencetak kemenangan.

      Thalita menggertakan giginya. Entahlah apa yang dilakukan Ronald padanya hingga Ronald berhasil memecatnya. Thalita seorang karyawan yang taat peraturan dan rajin. Thalita membuka pintu dengan kesal.

       "Thalita.” Thalita menoleh, “ Selamat untuk pertunanganmu yang gagal.”

      "Terima kasih,” sahut Thalita.

      Thalita menatap tajam pada laki-laki yang sudah duduk di bangkunya itu. Thalita, bersyukur tidak menerima cinta laki-laki itu dulu. Dia seorang laki-laki bangsat. Thalita meruntukinya. Kenapa dia dikelilingi laki-laki yang tidak punya otak. 

Apa di dunia ini ada banyak laki-laki yang seperti Morgan dan Ronald. 

      "Kau dipecat!" teriak Renata. Dia menemani Thalita membersihkan lokernya. Baru Thalita sadari isi lokernya terlalu banyak. Sebagian besar hadiah dari Morgan. Thalita membuang ke tong sampah dekat loker. Tidak ada gunanya menyimpan barang-barang dari orang yang tidak pernah menghubunginya lagi.

      "Entahlah Ree... Aku sudah menerima keputusan itu. Daripada harus melihat wajah Ronald setiap hari!" tukas Thalita. Tangannya memasukkan barang ke dalam kardus dengan kesal. Demi apa pun ia meruntuki nasibnya.

      "Sabar Thalita. Aku tahu kau sedang dalam masa yang sangat ..." Renata memeluk Thalita. Tidak bisa membayangkan berada diposisi temannya itu.

      "Aku stress Ree...Rentenir mendatangiku. Morgan menjual namaku saat meminjam uang,” keluh Thalita. Ia berusaha menahan air mata supaya tidak turun. Beberapa hari ini banyak rentenir mendatanginya.

      "Morgan. Laki-laki brengsek!" umpat Renata.

      "Kau benar." Thalita terisak. 

        Setelah semua barangnya selesai di packing ke kardus kecil. Thalita memegang  kardus itu di depan dadanya sambil berjalan. Semua kawan-kawannya melihat kepergian Thalita. Percayalah, tidak semua ikut bersedih. Ada juga yang menyunggingkan senyum sinis melihat kepergian Thalita. Itu biasa dalam pekerjaan. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk menyukai kita. 

      Thalita sudah memesan ojek online. Dia menunggu di pinggir jalan dekat post satpam. Baju seragamnya sudah ditutup sweater. Sayangnya dia tidak membawa sendal jepit. High'helsnya sangat menggangu. Sudah hampir lima menit dia menunggu.

      "Thalita?"

      "Iya ...,” jawab Thalita pada laki-laki yang ada di depannya. Penampilan laki-laki itu bukan seperti tukang ojek online.

       Jas hitam. Sepatu pantofel. Berbadan tegap dan kacamata hitam. Jelas, tidak ada tukang ojek memakai pakaian seperti itu. Thalita  mengeratkan tangannya pada kardus.  Apakah orang ini salah satu rentenir tempat Morgan meminjam uang?!

Morgan aku akan membunuhmu, bathin Thalita.

    "Silahkan ikut saya,” ucap laki-laki itu.

      "Maaf. Tapi aku bukan Thalita,”  ujar Thalita mundur selangkah dengan mata cemas.

      "Tadi kau menjawab saat dipanggil." Laki-laki itu menatap tajam.

      "Mungkin kau salah dengar,"sahut Thalita.

"Kau ingin cara kasar atau lembut?” tegas laki-laki itu membuka kacamata hitamnya.

          Thalita menelan saliva. Tadi malam dia menonton berita. Terlalu banyak tindakan kriminal. Begal, pemerkosaan dan laki-laki ini bisa saja memutilasinya dan menjual organ tubuhnya untuk melunasi hutang Morgan. Thalita terlalu banyak berfikir.

       "Kau enggak perlu melakukan apa pun. Aku akan ikut,” ucap Thalita, memaksa tersenyum.

        Thalita masuk ke  mobil mewah sejenis Toyota. Entahlah apa merk-nya. Thalita tidak terlalu mengenal tentang mobil mewah atau semacamnya. Setelah beberapa jam mereka sampai. Thalita masuk ke  hotel berbintang. Tempat yang tidak mungkin untuk melakukan pembunuhan atau semacamnya. Iya kan? 

Thalita menggigit bibir bawahnya, perasaan tidak tenang. Dia mengikuti laki-laki berjas hitam yang di depannya. Tangannya masih mendekap kardus kecil berisi  barangnya.

      "Silahkan..!"

Thalita masuk pada kamar yang di arahkan sebut saja bodyguard tadi. Kamar yang luas dan nyaman. Royal suite. Thalita mengedarkan matanya pada tiap sudut kamar. 

       "Selamat datang Thalita Aryashuta." Seorang laki-laki mendekati. Sejenak Thalita mengagumi laki-laki tinggi putih itu. Dia hanya sebahu laki-laki itu, mata hijau laki-laki itu menatap lekat pada Thalita.

Laki-laki ini lebih menarik dan berkharisma. Cukup, bukan saatnya terpikat pada laki-laki itu!

      "Kau mengenalku?" tanya Thalita. Laki-laki itu menyebut nama lengkap Thalita Aryashuta.

      "Sangat..."

      "Apa Morgan memberi tahumu?" suara lantang Thalita. Membuat laki-laki itu tersenyum. Dia tersenyum?

      "Morgan. Bukan! Aku sudah lama mencarimu,"ucap Arion. Dia duduk di sofa sedangkan Thalita masih berdiri sambil memegang kotaknya.

      Thalita menatapnya lekat-lekat. Dia tidak pernah mengenal laki-laki itu. Tapi, tunggu. Mereka pernah  bertemu. Tiba-tiba Thalita mengingatnya, sangat jarang ia menemukan laki-laki seperti ini. Mana mungkin terlupakan begitu saja.

      "Sudah lama mencari? Bukankah kau yang aku tabrak di hotel tempo hari,” tukas Thalita.

      "Kau mengingaku? Senang mendengarnya.” Arion tersenyum berkarisma membuat Thalita hampir lupa diri.

      "Kalau kau mau menagih hutang Morgan. Maaf... Aku enggak punya uang. Aku baru saja dipecat,” ucap Thalita, itu bukan curhat tapi menegaskan. 

      "Aku ingin memilikimu." Arion menatap Thalita dengan penuh keinginan. Ucapan yang tiba-tiba. Seperti anak kecil yang ingin permen, semudah itu.

Thalita terkejut. 

     "Sinting!"

Arion menatapnya tajam. Ia bangkit dari kursinya sambil mengancing jas hitamnya.

      "Kau tidak akan bisa menolakku. Sebut saja permintaanmu. Aku akan memberikan segalanya.”

      "Aku bukan pelacur bodoh! Aku tidak berniat jadi pelacur.” Thalita hendak pergi. Dia tidak peduli dengan penawaran laki-laki aneh itu.

      Semenit kemudian Arion menarik lengan Thalita hingga kardus di tangan Thalita  jatuh ke lantai. Matanya memancarkan kekuasaan. Thalita terkejut dengan tubuh yang sudah gemetar, namun ia mencoba menyembunyikan itu.

      "Aku bukan barang untuk dimiliki orang. Terlebih pada orang yang tidak aku kenal.” Thalita menghempaskan tangannya.

      Tidak perduli lagi kardus itu. Thalita berlari cepat mengarah pintu. Laki-laki itu membuatnya takut. Dari belakang Arion mengangkat Thalita seperti karung beras saat wanita itu sudah bersiap membuka pintu. Thalita meronta-ronta, kedua tangannya memukul bahu Arion keras.

      "Lepaskan ... Brengsek." Makinya.

       Arion meletakkan Thalita pada meja yang bersender di dinding. Gadis itu duduk di atas meja. Arion mendekatkan dirinya hingga mereka sejajar. Tidak laki-laki itu lebih tinggi. Arion menundukkan bahunya hingga mata mereka bertemu.

      "Dengar! Aku sudah lama mencarimu dan aku tidak akan melepaskanmu,” ucap Arion dengan mata dinginnya.

      "Bullshit!"

Arion menatap senang pada Thalita, walaupun gadis itu membangkangnya.

      "Kita akan menikah!"

      Thalita terbelalak kemudian menyeringai. Hal gila yang pernah dia dengar. Setelah kegagalan pertunangannya. Dia tidak lagi percaya laki-laki ataupun apa pun itu. Apalagi ikatan. Terlebih lagi pada pria yang baru saja dikenalnya. Tidak, Thalita tidak mengenalnya sama sekali.

     "Kau hanya perlu memilih. Menculikmu atau kau diikat dengan status. Aku tidak akan tinggal di Jakarta lama. Pekerjaanku menunggu. Tapi aku tidak akan melepaskanmu,” tegas Arion.

Mata Thalita membulat besar. Jika ini mimpi ia ingin segera bangun.

      "Pergilah ke neraka!" Thalita mendorong Arion menjauh darinya. Ia mencoba turun dari meja. Tapi, Arion mencekram rahang Thalita. Itu tidak akan membunuh gadis itu karena baginya Thalita berharga.

      "Aku akan membawamu paksa. Kemana pun aku pergi. Kau akan ikut denganku,” desih Arion di dekat kuping Thalita.

      "Lepas...,"erang Thalita. 

        Arion melepaskan tangannya. Mengusap wajahnya dengan frustasi. Dia menjaga jarak supaya tidak melukai gadis itu. Dia sungguh sudah tergila-gila pada gadis itu. Melihatnya sedekat ini membuatnya semakin ingin memiliki.

      "Aku akan memberikan waktu. Jika batas waktu itu habis dan jika semua yang kulakukan tidak bisa membuatmu mencintaiku. Aku akan melepaskanmu,” ucap Arion. 

Thalita mengangkat kakinya ke udara. Menarik high'helsnya dan melempar ke arah Arion dengan geram. Laki-laki itu menghindar dengan cepat.

      "Brengsek! Aku punya keluarga,” berangnya.

      "Biar kunasehati. Lebih baik kau mau terikat denganku atas pernikahan daripada kau ikut terpaksa tanpa ikatan,"ucap Arion. “ Apa pun pilihanmu. Aku akan tetap membawamu.”

Cuiiiihh 

Thalita melemparkan ludahnya ke wajah Arion. Laki-laki itu mengusap ludah Thalita tanpa rasa jijik. 

       "Enggak akan pernah!  Aku akan melaporkanmu ke polisi. Kau sakit jiwa,” teriak Thalita.

      "Aku akan menyiapkan segalanya." Arion pergi meninggalkan Thalita. 

        Siapa dia? Otaknya tidak punya urat yang berfungsi atau dia punya penyakit kelainan. Thalita mondar-mandir di kamar, sambil menggigit kukunya. Bola matanya berputar mencari akal untuk lari. Thalita  mengambil tasnya dari dalam kardus. Dia lupa dengan ponselnya. Cepat-cepat tangannya mencari nomor seseorang mencari bantuan.

Krek.Krekk.

       Suara kunci pintu terbuka. Thalita tersentak. Dia menyembunyikan tangannya di belakang. Baru saja ia ingin mendial nomor Renata. Seorang pria berpakaian rapih dengan jas hitam mendekati Thalita. Entahlah apa perkerjaan mereka membuat Thalita menatap heran.

      "Aku Andre. Kau bisa memanggilku jika butuh sesuatu." Laki-laki bertubuh tegap itu memperkenalkan diri. Mata birunya menatap tajam dan dingin.

      "Aku tidak perduli!" Thalita berlari ke arah pintu, sayangnya Andre menahan tangan Thalita.

      "Maaf... Handphonemu aku sita.” Andre menarik handphone dari tangan Thalita dengan paksa.

      "Kalian sudah gila!” teriak Thalita.

      "Bukan aku yang gila. Tapi Arion! Dia yang tergila-gila padamu." Andre menatapnya dengan dingin, ia tidak mengerti mengapa Arion mencintai gadis ini. Menurutnya gadis ini biasa saja, jauh di banding wanita-wanita yang mendekati Arion. 

Arion! Thalita  baru pertama kali mendengar nama itu.

      "Aku hanya menjalankan perintah. Pintu kamar ini akan dikunci. Jika kau perlu sesuatu. Kau bisa menggedor pintu, di luar sudah ada pengawal," ucap Andre hendak pergi. Thalita terdiam memandang sekeliling kamar. Seolah-olah tidak rela akan terkurung di kamar mewah ini.

      "Aku akan melaporkan kalian semua ke polisi!" teriak Thalita.

      "Brengsek!"

Thalita melempar segala sesuatu pada pintu. Otaknya tidak bisa berfikir jernih kecuali lari dari sini. 

** 

        Dua hari Thalita berada di hotel. Segala keperluan Thalita Andre yang mengurus. Sesekali pelayan hotel membawanya makanan atas perintah Arion. Thalita terlihat kusut, rambutnya dibiarkan berantakan dan pakaiannya masih sama seperti pertama kali ia datang.

      "Aku sudah menghubungi keluargamu. Sepertinya mereka tidak keberatan kau hilang," ucap Andre. Dia datang membawa paper bag berisi pakaian.

      "Kau menelpon keluargaku?" geram Thalita terduduk di lantai.

       "Tidak. Aku menyuruh pelayan di sini berpura-pura menjadi temanmu,” jawab Andre. Thalita mendekati meja tempat Andre meletakkan pakaian.

       "Kalian tidak bisa menyuapku! Aku ingin keluar dari sini." Thalita melempar barang yang diberikan Andre.

      "Lupakan! Arion tidak akan melepaskanmu. Jika kau percaya aku juga mengharapkan kau pergi dari sini," ujar Andre dengan nada tidak suka.

      "Bagus. Kalau begitu kau bisa membantuku keluar dari sini,” pinta Thalita. Dia menantang Andre dengan senyum sinis.

      "Sayangnya, aku bukan tipe penghianat pada atasan.” Mendengar itu Thalita semakin frontal. Ia mengutip pakaian yang berserak di lantai dan melempar kembali ke wajah Andre. Laki-laki itu tidak memberikan reaksi apa pun.

      "Dimana bosmu itu,hah? Bilang padanya aku ingin bertemu. Suruh dia mengeluarkanku,” teriak Thalita seperti orang yang kesurupan.

     "Baik, nanti akan kusampaikan." Jawab Andre lalu keluar dari kamar. 

Related chapters

  • Second Lead   Memaksa

    Thalita tidak tidur semalam suntuk. Matanya sudah ada lingkar hitam. Dia tidak tenang, sekejap berdiri sekejap duduk. Kemudian berdiri lagi dan mengelilingi tempat tidur. Arion belum lagi datang semenjak terakhir mereka bertemu, laki-laki itu serius mengurungnya di sini. Ucapan Arion masih terngiang di telinga Thalita. Bedebah, laki-laki itu sakit jiwa!KREKK!Thalita menoleh dengan cepat ke arah pintu yang terbuka. Seorang wanita bertubuh subur membawa troly. Cleaning service. Thalita mengambil kesempatan untuk mengintip keluar. Melihat siapa yang menjaga. Dari cela ia melihat keadaan yang aman, seulas senyum tipis terlukis di bibirnya."Maaf ...Saya mau bersihiin kamar ini."Thalita mengangguk. Dia mencari high heels yang dia lempar pada Arion tempo hari. Thalita mengendap-endap keluar dari kamar dengan mata penuh waspada. Ini adalah kesempatan untuknya lari. Siapa yang tahu laki-laki itu punya rencana jahat padanya. Menjual organ tubuhnya atau me

    Last Updated : 2021-06-18
  • Second Lead   Twins towers

    Dua hari setelah perencanaan pernikahan dadakan Thalita dan Arion. Setelah rasa kaget yang mereka berikan pada keluarga Thalita. Arion berhasil meluluhkan kedua orangtua Thalita dengan pelunasan hutang dan juga rumah baru untuk mereka. Pernikahan itu berjalan cepat. Arion dan Thalita menandatangani surat nikah di KUA seperti menandatangani surat biasa. Andre yang menjadi saksi mereka hanya dapat mengelus dada.Kedua orang itu membuat orang yang menyaksikan terheran heran. Thalita dengan pakaian casual, sedangkan Arion mengenakan kacamata hitam."Kenapa pasportku bisa cepat selesai? Apa kau sudah merencanakan dari awal?" Thalita menautkan alisnya pada Arion. Mereka sudah berada di bandara Soekarno Hatta."Sudah kubilang. Apapun keputusanmu. Aku akan tetap membawamu pergi," ucap Arion menarik tangan Thalita menuju check in."Aku bisa sendiri. Lepaskan tanganmu," bentak Thalita. Laki laki itu melepaskannya tangannya setelah mendapat pandangan sinis ora

    Last Updated : 2021-06-18
  • Second Lead   Batu Caves

    Batu caves, Malaysia. Thalita duduk di batuan memandang patung Murugan yang tinggi tidak jauh di depannya. Burung burung merpati berterbangan di sekeliling. Hanya bisa memandang tapi tidak bisa meraih satu pun merpati yang ada di depan itu. Bibir Thalita gemetar. Dia iri melihat burung merpati yang bisa terbang bebas. Freedom. Kapan kebebasan seperti dulu bisa dinikmati lagi. Thalita mengenang masa lalu, sebelum dia bertemu dengan Arion. "Kalian enggak capek berdiri terus ?” tanya Thalita pada kedua laki-laki berwarna hitam itu. Entahlah dari mana Arion mendapatkan Bodyguard sehitam mereka. Kemana Thalita pergi mereka selalu mengikuti. "You tak payah pikir pasal kami. Kita orang punya tugas buat jaga you,” ucap laki-laki berkumis. Mereka berdua orang India dari logatnya Thalita bisa tebak. "Terserahlah. Kalian past

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Penolakan

    Pagi-pagi Arion sudah mengelilingi kamar. Ia mencari Thalita. Saat bangun tidur dia tidak mendapatkan Thalita di kamar. Ia bergegas menuju kolam renang, mungkin saja Thalita ingin berenang pagi ini. Sampai di sana tidak terlihat istrinya. Arion mendengus kesal dan saat ia berbalik melihat Thalita baru saja masuk. Entah mengapa, tidak melihat Thalita pagi hari membuat perasaannya ada yang kurang. Setidaknya dia sekarang sudah memperistri gadis itu, walaupun belum pernah ia sentuh. Sial! Keadaan itu sangat menyiksanya. "Kemana saja kau pergi?" teriak Arion. Dia sangat posesif. Saat melihat wanitanya sudah di depannya. "Gym." "Gym? Kenapa kau pergi ke sana?!" Thalita tidak peduli raungan Arion. Dia mengelap keringatnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti baju Thalita melihat meja makan suda

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Phuket

    Phuket, Thailand.Thalita berdiri di anak tangga pesawat. Matanya menyisir sekeliling. Dia masih belum percaya semudah itu Arion bisa membawanya ke sini. Kali ini Arion membawanya dengan pesawat pribadi."Thalita! Cepatlah turun," teriak Arion dari bawah.Thalita dengan santai menuruni tangga bak ratu. Dia bukan sedang mengagumi kekayaan laki-laki itu. Dari awal mereka berangkat, Thalita sudah membuat emosi Arion. Terlambat bangun. Tidak mau pergi. Bahkan dia mogok makan. Thalita memang suka membangkang pada Arion. Dia selalu mencari cara untuk memancing emosi Arion.Shitt!Arion mendatangi Thalita dan mengangkat gadis itu seperti karung beras. Thalita meronta-ronta membuat Arion harus memukul pantat gadis itu. Di luar bandara sudah ada supir yang menjemput mereka. Dari perjalanan sampai ke hotel mereka selalu berdebat ."Aku ingin kamar sendiri," pinta Thalita

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Bimbang

    Apartmen South Moritz begitu mewah. Pada malam hari pemandangan dari balkon sangat indah dihiasi lampu berwarna-warni. Thalita berdiri di tepi jendela apartment itu melihat panorama Jakarta. Matanya kosong menatap pemandangan di luar jendela. Tangannya gemetar, menahan perasaannya. Hampir sebulan Thalita tinggal di sini. Seakan baru semalam berlaku. Dia tidak bisa meninggalkan Arion, karena waktu mereka belum habis, setahun. Perjanjian mereka. Harusnya dia senang Arion jarang pulang. Laki-laki itu kembali ke rumah orang-tuanya. Arion belum memperkenalkan Thalita pada orangtuanya. Ya, pernikahan mereka masih dirahasiakan oleh media bahkan keluarga Arion juga tidak tahu. Tapi, ia tidak perduli itu. Karena pernikahan mereka hanya sementara. Entah

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Merindukan

    Bab 9 Merindukan Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik. Sekertaris membawakan tas berisi alat golf. Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel, gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya. "Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita. Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu. Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu ha

    Last Updated : 2021-06-19
  • Second Lead   Hujan lebat

    Thalita keluar dengan tergesa-gesa.Pakaiannya sudah rapih. Rambutnya sudah ditata. Memakai makeup yang tidak terlalu tebal. Pagi ini ia akan interview. "Non! Sarapan dulu," teriak Mbok Nur.Thalita terhenti dan tersenyum pada wanita paruh baya itu, "Nggak sempat Mbok. Doaiin ya, semoga interviewnya lancar." "Iya...Mbok doain." Mbok Nur melihat Thalita hingga tak terlihat. "Punya suami kaya raya. Buat apa susah-susah cari kerja. Non Thalita ada-ada saja?" gumam Mbok Nur. Dia kembali ke belakang menyelesaikan pekerjaannya. Thalita sudah memesan grab car. Walaupun Arion sudah menyediakan mobil dan supir pribadi, Thalita tidak pernah menggunakannya. Hari ini dia interview di boutique terkenal, Lady's boutique. Tempat bekerja Renata yang baru. Jika diterima mereka akan satu tempat kerja lagi. Tidak ada yang melamar kec

    Last Updated : 2021-06-19

Latest chapter

  • Second Lead   Ending

    "Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit

  • Second Lead   Anak kami

    Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &

  • Second Lead   Bersama

    Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.

  • Second Lead   Rela dan ikhlas itu berbeda

    Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa

  • Second Lead   Melepaskan

    Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik

  • Second Lead   Belum Mengelus

    "Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha

  • Second Lead   Dalang

    Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi

  • Second Lead   Menakutkan

    MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang

  • Second Lead   Hamil

    Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status