Sepasang pelanggan yang menguras fokus Irene tersebut duduk tepat dibelakangnya. Diantara ketiga kawan makan Irene, hanya Rey yang sadar perubahan tingkah laku Irene. Rey mengamatinya sedari tadi. Mata Rey mengikuti arah matanya. Dan yang ia temukan adalah sesosok lelaki jangkung yang terlihat seperti pegawai kantoran dengan perempuan berambut sependek bahu. Rey kembali menatap Irene. Ia bertanya-tanya. Apa hubungan Irene dengan lelaki itu? Mengapa mata Irene sampai bergetar?
Di keramaian cafe itu, fokus Irene ke arah laki-laki tadi yang mana merupakan mantan kekasihnya, David. Mantan kekasihnya itu rupanya juga memperhatikan Irene. Dia duduk di seberang kiri tempat duduk Irene cs. Irene berusaha memalingkan pandangan ke arah ketiga teman makannya. Rey yang memperhatikan gerak gerik Irene, merasakan kegelisahannya. Dalam hati, Irene meracau, "kenapa harus sekarang?!". Situasi ini membuat semua mood Irene kacau balau. Irene menggigiti bibirnya. Ia merasa tidak nyaman. Ia rasanya ingin keluar dari situasi menjengkelkan ini.
"Guys, a-aku ke toilet bentar ya" tanpa perlu mendengar jawaban lawannya, sejurus kemudian Irene sudah meninggalkan tempat duduknya. Rey yang sadar dengan kondisi Irene, terlihat khawatir. Sedangkan teman-temannya terus melanjutkan perbincangan.
Irene menatap ke arah cermin besar yang terdapat di dalam toilet. Kedua tangan Irene menyanggah pada wastafel. Ia menghirup nafas panjang sembari menutup mata dengan lelah. Tangannya meraih penutup keran agar air dapat mengucur. Ia mengambil air dengan telapak tangannya, lalu membasuhkan pada wajahnya. Kepalanya mendongak ke atas. Matanya tertutup rapat. Bulir-bulir air menetes dari kedua kelopak matanya. Irene merasa kasihan pada dirinya sendiri. Ia juga malu. Padahal untuk apa Irene merasa malu? Dia kan tidak salah sama sekali. Irene lagi-lagi menghela nafas panjang yang berat. Ia setidaknya harus menguatkan hati hanya untuk hari ini. Setelah semua 'hutangnya' lunas, ia bisa menjerit lagi sepuasnya. Irene akhirnya membulatkan tekadnya untuk keluar dari toilet.
Ketika Irene keluar dari toilet dan mendongakkan kepalanya, betapa terkejutnya ia mendapati sang mantan kekasih berdiri tepat di depannya. David menatap Irene khawatir. Irene merasa jijik, lalu mengubah ekspresi kagetnya menjadi jutek.
"Minggir" ucap Irene datar
"Kamu gak papa?" Tanya David membuat Irene muak
"Aku gak punya urusan lagi sama kamu. Pergi dari sini atau aku yang pergi dari cafe ini" Ancam Irene
"Jangan begitu Rene... Aku ingin kita pisah dengan baik-baik.. supaya-"
"Baik-baik?" Irene terkekeh miris. "Simpan semua kata manismu itu untuk calon istrimu, karena aku sudah tak peduli" Irene menekan kata per kata dengan nada yang dingin.
David terdiam. Irene membuang wajahnya kesamping. "Oke, kalau kamu masih betah disini, aku yang pergi" Irene berjalan melewati David. Namun, lengan Irene dicegah oleh tangan David. "Tidak. Aku yang pergi. Dari cafe ini" ucap David pelan. Irene menghentakkan tangan David agar menyingkir dari lengannya. "Oke. Pergilah sekarang juga. Dan.. jangan menyentuhku lagi" Lalu Irene melenggang pergi.
Tangan Irene menarik kursi yang tadi ia duduki. Rey dari sudut matanya melihat Irene yang sedikit pucat. Ana dan Alex tidak menyadari apapun. Mereka berdua sibuk berbincang-berbincang sambil sesekali memakan dessert coklat dihadapan mereka. Irene samar-samar menghela nafas lalu berusaha tersenyum.
Mata Irene menyelidik ke arah tempat duduk mantan kekasihnya. Benar saja, David sudah hilang dari peredaran. Irene sangat lega.
Rey memperhatikan Irene yang terlihat berkeringat, padahal cuacanya dingin. Rey kemudian berinisiatif memberikan minumannya yang belum ia sentuh sama sekali pada Irene. Agak terkejut, Irene berusaha menolak.
"Kakak kelihatan haus. Aku gak terlalu suka minuman ini"
"Makasih" Irene tersenyum tipis.
Ditengah perbincangan, Irene menanyakan dimana kampus mereka bertiga.
"Universitas Exford kak" jawab Ana. "Mereka berdua fakultas teknik elektro dan aku fakultas bahasa" imbuh Ana.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9.45 malam. Mereka berempat sudah puas berbincang-bincang dan tertawa. Sudah waktunya untuk mereka pulang kerumah masing-masing. Irene menaiki taxi yang sudah berhenti di depan cafe. Tiga sekawan Universitas Exford melambaikan tangan pada Irene.
Ana dan Rey sedang menunggu Alex yang sedang ke toilet. Ana memandangi Rey sekilas.
"Kamu suka kak Irene ya?" Tanya Ana tiba-tiba pada Rey
Rey terkejut, "maksudmu?"
"Tadi kamu ngeliatin kak Irene mulu" ucap Ana dengan mata selidik
Rey lagi-lagi terkejut. Apa Ana memperhatikannya dari tadi? Padahal wanita yang Rey sukai itu Ana.
"Bukan gitu, aku cuma khawatir soalnya-" Rey menjeda ucapan karena sadar ia hampir membocorkan sesuatu, yaitu fakta bahwa tadi ia melihat Irene dan seorang lelaki bertengkar di toilet.
Ana menunggu Rey melanjutkan cerita. Untungnya Rey terselamatkan dengan kedatangan Alex. Rey pun mengalihkan pembicaraan untuk mengajak pulang mereka bertiga. Ketiganya pun berjalan beriringan menuju halte bus terdekat.
BERSAMBUNG
Pagi itu, dari celah gorden, cahaya menelusuk masuk ke kamar Irene. Dia merasakan panasnya cahaya matahari dan mulai membuka kelopak matanya. Irene menguap. Hari ini dia sudah harus masuk ke kantor. Dia bangun dari atas kasur dan masuk ke kamar mandi.Irene sudah mengenakan pakaian dengan rapi. Tubuhnya dibaluti dengan blouse putih beaksen pita putih di dada dan rok hitam pendek selutut. Dia pergi ke kantor menaiki bus.Sesampainya di kantor, Irene mulai bekerja dengan menghidupkan laptopnya. 40 menit sudah terlewati, namun entah mengapa Irene merasakan kepalanya sedikit pusing. Ia lantas berhenti mengetik dan mematikan laptopnya. Ia menuju ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya rasa pusingnya akan hilang setelah meminum kopi. Dia menunggu hingga setengah jam, tapi denyutan dikepalanya belum menghilang. Akhirnya ia memutuskan keluar dari gedung kantor untuk mencari angin segar.Irene berjalan-jalan di sekitaran kantornya. Dia duduk di kursi taman dekat deng
Sabtu sore, setelah kuliah pagi selesai, Rey sudah bersiap-siap di depan halte bus untuk menunggu Ana. Sesuai janji yang telah dibuat, mereka berdua berencana pergi ke museum lukisan.Dengan nafas yang memburu, Ana berlari kecil ke arah Rey. Ia menemui senyum manis milik Rey. Akhirnya bus yang ditunggu telah tiba. Mereka masuk ke dalam dan sopir segera melajukan bus dengan kecepatan sedang.Di museum itu, terpampang berbagai lukisan milik pelukis terkenal dari seluruh dunia. Mata Ana berbinar-binar memandangi setiap lukisan sampai ke detail terkecil. Ada lukisan Vincent Van Gogh, Pablo Picasso, Leonardo Da Vinci dan masih banyak lagi. Rey juga melihat lukisan-lukisan itu dengan khusyuk. Entah mengapa hati Rey menjadi tenang.Ditempat lain, Irene sedang mengerjakan tugas kantornya dengan cekatan. Ia tak sabar untuk cepat menyelesaikannya, karena ia akan berjalan-jalan ke Mall untuk membeli pakaian baru setelah bekerja.Irene menaiki bus untuk sampai
Irene menggigil kedinginan. Sepertinya ia sedang demam. Sedari pagi hingga sore, Irene mengunci diri di kamar dengan menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia tak kuat untuk bangun dan badannya terasa sangat lemah. Seusai kehujanan semalaman, Irene terus bersin-bersin. Ia tidak langsung membilas badannya dengan air hangat ataupun minum air rebusan. Namun, ia langsung ganti pakaian dan tidur. Akibatnya ia jadi jatuh sakit. Irene berusaha mengambil handphone di meja dekat kasurnya. Setelah bersusah payah meraihnya, ia menekan layar dan mencari nomor kontak yang bisa ia telpon. Jarinya berhenti di kontak "Ibu". Ia berdiam lama. Ibunya pasti sedang sibuk dengan tokonya. Ia tidak mau membuat sang ibu khawatir, karena kediaman ibunya sangat jauh. Ayahnya pun sekarang sedang bekerja di luar kota. Irene menscroll lagi kebawah. Nafasnya semakin memburu. Ia sudah ditingkat terlemahnya. Dengan terpaksa, ia langsung menelpon seseorang. Orang ini adalah satu-satunya harapan Irene.
Kuliah siang hari adalah dambaan setiap mahasiswa. Begitupun dengan Rey, ia dapat tidur lebih lama daripada biasanya. Badan Rey rasa-rasanya akan remuk, sebab kemarin dari pagi hingga malam ia sangat sibuk di luar rumah. Suara alarm dari handphone membangunkan Rey. Ia membuka matanya perlahan. Tangannya meraih handphone dan mematikan alarmnya. Ia berdiri untuk pergi mandi dan ganti pakaian. Profesor sudah memasuki ruangan. Ana memandangi jam tangannya lalu celingak celinguk mencari keberadaan Rey. Syukurlah sedetik kemudian Rey muncul dari balik pintu sebelum profesor memulai pembelajaran. Tampilannya terlihat segar dengan setelan celana dan jaket jeans. Ana menunjukkan ekspresi lega, karena ia khawatir terjadi sesuatu pada Rey. Pasalnya semalam Rey tampak lelah sebelum akhirnya pergi ke apartemen Irene. Rey dan Ana fokus mencatat poin-poin penting yang disampaikan oleh Profesor. Saat sedang fokus menulis, seketika ingatan Rey melambung ke kejadian tadi malam di
Semenjak obrolan via Whyapps kemarin, Rey dan Irene semakin sering melakukan percakapan online. Setelah kuliah pagi hari ini, Rey bergegas pergi ke cafe untuk bekerja shift siang. Rey berjalan di lorong gedung kampusnya saat Ana memanggil lantang namanya. Ana terburu-buru menuju ke arah Rey untuk menanyakan kemanakah ia akan pergi. Rey menjawab bahwa ia akan pergi bekerja. Ana tersenyum dan tiba-tiba saja menanyakan sesuatu."Kak Irene gimana kondisinya sekarang?"Rey terkejut sebentar lalu menjawab, "belum pulih banget. Cuma udah mendingan"Ana mengangguk-anggukkan kepala. Ia ingin melanjutkan obrolan, namun terdengar bunyi notifikasi handphone dari balik saku celana Rey. Tangan Rey merogoh sakunya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan. Ternyata Irene. Setelah membaca pesannya, Rey berpamitan pada Ana untuk pergi duluan. Ana melambaikan tangan pada Rey yang juga melambai-lambaikan tangannya. Di dalam lift apartemen Merlin, Rey menekan tombol 5, dimana merupakan lantai tempat tin
Mereka berdua duduk sofa. Rey melihat ke jam dinding yang menunjukkan pukul 7 malam. "Apa hari ini kamu gak kuliah?" Tanya Irene memulai pembicaraan setelah keadaan chaos tadi."Sudah tadi pagi kak" Jawab Rey seadanya. Lalu suasana menjadi sedikit canggung karena mereka berdua sama-sama diam. Tak lama terdengar suara asing yang berasal dari perut Rey. Mereka berdua saling bertatapan."Kamu lapar?" Tanya IreneRey hanya bisa tersenyum malu."Karna aku lapar juga, aku mau delivery. Gimana kalau pizza?" Cetus IreneMata Rey membulat bahagia. Tangan Rey menarik lapisan pizza perlahan dan melahapnya. Sore menjelang malam memang enak untuk memakan junkfood. Irene juga tak kalah lahap dengan Rey. Ia menyukai sensasi keju mozarela yang elastis. "Apa kuliah di teknik elektro sulit?" Irene bertanya sambil mengunyah.Rey tampak berfikir sejenak. "Setengah-setengah? Ada saatnya materinya sangat sulit tapi ada juga yang mudah" Rey berbicara sembari menelan potongan pizza. "Tapi sepertinya kam
14 Februari 2021. Sabtu, pukul 17.00 WIB. Waktu yang terpampang di layar HP Irene. Irene tersenyum tipis dan mulai membereskan meja kerjanya. Hari ini valentine, Irene berbunga-bunga memikirkan alur cerita indah bersama David, sang pacar. Sudah 5 tahun mereka berdua menjalin asmara. Selama itu pula, rasa cinta Irene pada David tak pernah pudar.Kaki yang dibalut highells hitam itu berjalan dengan gembira. Irene segera menghentikan taxi, lalu duduk di dalam taxi dengan mata berbinar. Hari ini ia dan David berencana menghabiskan waktu makan malam berdua di sebuah cafe bernama "Love Latte". Kopi disana sangat enak menurut David. 10 menit kemudian, taxi yang membawa Irene telah sampai didepan cafe tersebut. Mata Irene celingak celinguk mencari keberadaan kekasih hatinya. Tapi Nihil. Tak ada David disana. Mungkin kekasihnya itu sedang dalam perjalanan atau terkendala macet. Irene memilih tempat duduk di baris sebelah kanan, didekat jendela yang mengarah ke jalanan.Ke
Air mata Irene sudah berada di ujung. Kepala Irene menunduk. Saat mendongak lagi, pandangannya telah terhalangi oleh sosok David. Ibu David terkaget dan menyuruh David untuk tidak usah menghiraukan keberadaan Irene. Namun David bersikeras menemui Irene untuk menjelaskan semuanya. Akhirnya ibunya mengiyakan dengan terpaksa. Di sebuah taman kota, Irene dan David saling berhadapan. Mata merah Irene tak hentinya menatap tajam pada mata David. Sesungguhnya Irene sedang bertanya secara tidak langsung padanya. Mulut Irene sudah tidak kuat mengucapkan sepatah kata. Akhirnya David menghela nafas dan menunduk. Mengucapkan kata-kata rumit yang menusuk relung hati Irene. "Maaf"Dinding hati Irene akhirnya roboh. Tidak. Sebenarnya sudah ambruk sedari awal ia melihat sosok wanita diruang tamu tadi."Untuk apa?" Tanya Irene datar.David menghela nafas panjang, "Apa perlu kujelaskan?"Irene menatap David deng