Air mata Irene sudah berada di ujung. Kepala Irene menunduk. Saat mendongak lagi, pandangannya telah terhalangi oleh sosok David. Ibu David terkaget dan menyuruh David untuk tidak usah menghiraukan keberadaan Irene. Namun David bersikeras menemui Irene untuk menjelaskan semuanya. Akhirnya ibunya mengiyakan dengan terpaksa.
Di sebuah taman kota, Irene dan David saling berhadapan. Mata merah Irene tak hentinya menatap tajam pada mata David. Sesungguhnya Irene sedang bertanya secara tidak langsung padanya. Mulut Irene sudah tidak kuat mengucapkan sepatah kata. Akhirnya David menghela nafas dan menunduk. Mengucapkan kata-kata rumit yang menusuk relung hati Irene. "Maaf"
Dinding hati Irene akhirnya roboh. Tidak. Sebenarnya sudah ambruk sedari awal ia melihat sosok wanita diruang tamu tadi."Untuk apa?" Tanya Irene datar.David menghela nafas panjang, "Apa perlu kujelaskan?"Irene menatap David dengan tatapan tak percaya dan mendesis "Bajingan"
Mata Irene beralih dari David ke kursi taman di depannya. Irene bertanya dengan susah payah, "Dari kapan?"
Kali ini David menghela nafas dengan berat. "Kenapa kamu bertanya itu?".
David menjeda sebentar. "Itu hanya akan semakin menyakitimu"
Bom dalam kepala Irene telah meledak. Ia geram segeram geramnya. "LALU KENAPA KAU LAKUKAN INI PADAKU??!"Amarah Irene telah memuncak. Mata merahnya meluruhkan hujan air mata yang kian lama kian deras. "APA PEDULIMU?! AKU SUDAH SANGAT SAKIT! HUBUNGAN KITA SUDAH 5 TAHUN, BAGAIMANA BISA AKU TIDAK TERLUKA HAH?!" Emosi Irene sudah tak terkendali.
Mata David melebar. Ia terdiam dan merasa bersalah. Pelan-pelan ia mendekati Irene.
"JANGAN DEKATI AKU!" Cegah Irene. Namun David terus mendekat hingga tangannya dapat meraih bahu Irene. Kemudian dirangkulnya tubuh Irene itu yang lebih pendek darinya. "Maaf..." Lirih David.
Dalam sedetik Irene sudah terlena dengan perlakuan lembut David. Namun, segera ia tersadar akan luka besar dalam hatinya.
"Maaf? Bajingan! Kenapa?" Irene dengan terbata-bata memaki David. Tangisannya pecah, "Kenapa kau begitu kejam... Apa salahku?" Irene merintih dalam tangisnya. Bagaimana bisa David hanya mengatakan maaf? Apakah hubungannya dengan Irene sebatas kata-kata manis? Dan bagaimana dengan semua kenangan indah bersama yang telah mereka buat? Apakah tak berarti apa-apa untuk David?
Dengan sekuat tenaga Irene mendorong dada David untuk melepaskan diri dari rangkulannya. Mata Irene menatap dalam dan menusuk pada David. Banyak hal yang ingin Irene tanyakan pada kekasihnya itu. Namun, hanya satu kalimat yang terlontar, "Apakah dia?" Tanya Irene merujuk pada wanita berambut sebahu di rumah David. David hanya menjawab dengan anggukan. Mata Irene terus menatap lekat sepasang mata David. semakin kesal, Irene bertanya lagi, "apa kelebihannya?"
Helaan nafas frustasi keluar dari bibir David, "Rene... Jangan buat dirimu sendiri terluka"
"Plak!!"
Mata David membelalak. Dengan memegang pipinya yang merah, David beralih menghadap Irene. Matanya meminta penjelasan kenapa Irene menamparnya.
Irene sudah kehilangan kata-kata. Ia tak mengira kalau kekasih yang selama ini ia percaya, cintai dan hormati ternyata adalah seorang pengecut yang tak dapat menyelesaikan masalah penting seperti ini. "Dasar sampah!" Setelah mengumpati David, Irene melenggang pergi meninggalkan David yang hanya bisa menunduk pasrah.
David tak bisa mengelak, pun dia tak punya hak untuk menghalangi Irene yang marah atau pergi. Yang ia tahu, hati Irene telah pecah berkeping-keping. Dan penyebabnya adalah dia.
Irene telah sampai di apartemennya. Langsung saja Irene membanting tasnya ke kasur. Melepas semua pakaiannya dengan kasar. Pelan-pelan ia melepas high heelsnya. Memandangi high heels tersebut dengan mata berkaca-kaca. High heels itu adalah hadiah ulang tahun Irene yang ke 26 tahun dari David untuknya. Irene menatap tajam high heels itu, kemudian dengan kasar ia lemparkan sepatu itu ke arah kaca hingga kaca tersebut sedikit pecah. Irene menunduk. Suaranya tercekat. Dadanya berdegup kencang menahan luapan tangis yang tak terucapkan. Bahu Irene melorot bersamaan dengan badannya yang terjatuh. Dia menangis sejadi-jadinya. Berteriak dengan lantang. "Bajingan!!!"
BERSAMBUNG
Dari pagi hingga sore, Irene hanya tergolek dikasurnya. Setelah tadi malam ia menangis berjam-jam lamanya hingga matanya bengkak. Hari ini ia memutuskan absen dari kantor dan memilih untuk istirahat total. Karena, ia tidak yakin akan fokus dengan pekerjaannya jika ia tetap memilih untuk hadir di kantor.Matahari yang tadinya dari Barat, kini sudah menuju ke arah timur. Kelopak mata Irene pelan-pelan terbuka. Matanya masih sedikit bengkak. Ia meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia berusaha bangun untuk duduk dipinggir kasur. Dia meraih HP yang ada di atas meja, lalu melihat jam yang ditampilkan. Jam menunjukkan pukul 16.00. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Pasalnya ia belum mandi sama sekali dari tadi malam.Irene merasa plong seusai mandi. Ia menyisir rambut dengan tenang. Namun, matanya kosong. Ia masih merasakan sedih dan kecewa. Tiba-tiba ia tersadarkan sesuatu. Ia lupa membayar makanan di cafe "Love Latte" !!Dengan terburu-buru, se
Perempuan cantik berambut panjang yang diikat ponytail itu sedang meniup-niup tangannya yang kedinginan. Udara di bulan juni ini begitu dingin. Perempuan cantik itu adalah Ana. Dia menunggu teman lelakinya selesai bekerja. Dia ingin mengajak temannya itu ke cafe Bintang sambil mendiskusikan tugas kuliah. Mengapa Ana berdiskusi dengannya? Karena mereka berdua mengambil mata kuliah yang sama dan ada di kelas yang sama pula. Dari kejauhan, Rey sudah dapat melihat sosok Ana dengan balutan jas coklat panjang dan celana jeans. Mata Rey tampak khawatir melihat Ana yang kedinginan. Rey berlari kecil menuju kearahnya. Saat melihat wajah Ana, mata Rey terjerat oleh dengan wajah manis dan anggunnya. Rey sudah jatuh cinta pada Ana semenjak pertama bertemu. Yaitu ketika mereka berdua duduk sebangku saat masa pengenalan Kuliah. -----------Flashback-------------- &nb
Sepasang pelanggan yang menguras fokus Irene tersebut duduk tepat dibelakangnya. Diantara ketiga kawan makan Irene, hanya Rey yang sadar perubahan tingkah laku Irene. Rey mengamatinya sedari tadi. Mata Rey mengikuti arah matanya. Dan yang ia temukan adalah sesosok lelaki jangkung yang terlihat seperti pegawai kantoran dengan perempuan berambut sependek bahu. Rey kembali menatap Irene. Ia bertanya-tanya. Apa hubungan Irene dengan lelaki itu? Mengapa mata Irene sampai bergetar? Di keramaian cafe itu, fokus Irene ke arah laki-laki tadi yang mana merupakan mantan kekasihnya, David. Mantan kekasihnya itu rupanya juga memperhatikan Irene. Dia duduk di seberang kiri tempat duduk Irene cs. Irene berusaha memalingkan pandangan ke arah ketiga teman makannya. Rey yang memperhatikan gerak gerik Irene, merasakan kegelisahannya. Dalam hati, Irene meracau, "kenapa harus sekarang?!". Situasi ini membuat semua mood Irene kacau balau. Irene menggigiti bibirnya. Ia merasa tidak nyaman. Ia rasa
Pagi itu, dari celah gorden, cahaya menelusuk masuk ke kamar Irene. Dia merasakan panasnya cahaya matahari dan mulai membuka kelopak matanya. Irene menguap. Hari ini dia sudah harus masuk ke kantor. Dia bangun dari atas kasur dan masuk ke kamar mandi.Irene sudah mengenakan pakaian dengan rapi. Tubuhnya dibaluti dengan blouse putih beaksen pita putih di dada dan rok hitam pendek selutut. Dia pergi ke kantor menaiki bus.Sesampainya di kantor, Irene mulai bekerja dengan menghidupkan laptopnya. 40 menit sudah terlewati, namun entah mengapa Irene merasakan kepalanya sedikit pusing. Ia lantas berhenti mengetik dan mematikan laptopnya. Ia menuju ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya rasa pusingnya akan hilang setelah meminum kopi. Dia menunggu hingga setengah jam, tapi denyutan dikepalanya belum menghilang. Akhirnya ia memutuskan keluar dari gedung kantor untuk mencari angin segar.Irene berjalan-jalan di sekitaran kantornya. Dia duduk di kursi taman dekat deng
Sabtu sore, setelah kuliah pagi selesai, Rey sudah bersiap-siap di depan halte bus untuk menunggu Ana. Sesuai janji yang telah dibuat, mereka berdua berencana pergi ke museum lukisan.Dengan nafas yang memburu, Ana berlari kecil ke arah Rey. Ia menemui senyum manis milik Rey. Akhirnya bus yang ditunggu telah tiba. Mereka masuk ke dalam dan sopir segera melajukan bus dengan kecepatan sedang.Di museum itu, terpampang berbagai lukisan milik pelukis terkenal dari seluruh dunia. Mata Ana berbinar-binar memandangi setiap lukisan sampai ke detail terkecil. Ada lukisan Vincent Van Gogh, Pablo Picasso, Leonardo Da Vinci dan masih banyak lagi. Rey juga melihat lukisan-lukisan itu dengan khusyuk. Entah mengapa hati Rey menjadi tenang.Ditempat lain, Irene sedang mengerjakan tugas kantornya dengan cekatan. Ia tak sabar untuk cepat menyelesaikannya, karena ia akan berjalan-jalan ke Mall untuk membeli pakaian baru setelah bekerja.Irene menaiki bus untuk sampai
Irene menggigil kedinginan. Sepertinya ia sedang demam. Sedari pagi hingga sore, Irene mengunci diri di kamar dengan menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia tak kuat untuk bangun dan badannya terasa sangat lemah. Seusai kehujanan semalaman, Irene terus bersin-bersin. Ia tidak langsung membilas badannya dengan air hangat ataupun minum air rebusan. Namun, ia langsung ganti pakaian dan tidur. Akibatnya ia jadi jatuh sakit. Irene berusaha mengambil handphone di meja dekat kasurnya. Setelah bersusah payah meraihnya, ia menekan layar dan mencari nomor kontak yang bisa ia telpon. Jarinya berhenti di kontak "Ibu". Ia berdiam lama. Ibunya pasti sedang sibuk dengan tokonya. Ia tidak mau membuat sang ibu khawatir, karena kediaman ibunya sangat jauh. Ayahnya pun sekarang sedang bekerja di luar kota. Irene menscroll lagi kebawah. Nafasnya semakin memburu. Ia sudah ditingkat terlemahnya. Dengan terpaksa, ia langsung menelpon seseorang. Orang ini adalah satu-satunya harapan Irene.
Kuliah siang hari adalah dambaan setiap mahasiswa. Begitupun dengan Rey, ia dapat tidur lebih lama daripada biasanya. Badan Rey rasa-rasanya akan remuk, sebab kemarin dari pagi hingga malam ia sangat sibuk di luar rumah. Suara alarm dari handphone membangunkan Rey. Ia membuka matanya perlahan. Tangannya meraih handphone dan mematikan alarmnya. Ia berdiri untuk pergi mandi dan ganti pakaian. Profesor sudah memasuki ruangan. Ana memandangi jam tangannya lalu celingak celinguk mencari keberadaan Rey. Syukurlah sedetik kemudian Rey muncul dari balik pintu sebelum profesor memulai pembelajaran. Tampilannya terlihat segar dengan setelan celana dan jaket jeans. Ana menunjukkan ekspresi lega, karena ia khawatir terjadi sesuatu pada Rey. Pasalnya semalam Rey tampak lelah sebelum akhirnya pergi ke apartemen Irene. Rey dan Ana fokus mencatat poin-poin penting yang disampaikan oleh Profesor. Saat sedang fokus menulis, seketika ingatan Rey melambung ke kejadian tadi malam di
Semenjak obrolan via Whyapps kemarin, Rey dan Irene semakin sering melakukan percakapan online. Setelah kuliah pagi hari ini, Rey bergegas pergi ke cafe untuk bekerja shift siang. Rey berjalan di lorong gedung kampusnya saat Ana memanggil lantang namanya. Ana terburu-buru menuju ke arah Rey untuk menanyakan kemanakah ia akan pergi. Rey menjawab bahwa ia akan pergi bekerja. Ana tersenyum dan tiba-tiba saja menanyakan sesuatu."Kak Irene gimana kondisinya sekarang?"Rey terkejut sebentar lalu menjawab, "belum pulih banget. Cuma udah mendingan"Ana mengangguk-anggukkan kepala. Ia ingin melanjutkan obrolan, namun terdengar bunyi notifikasi handphone dari balik saku celana Rey. Tangan Rey merogoh sakunya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan. Ternyata Irene. Setelah membaca pesannya, Rey berpamitan pada Ana untuk pergi duluan. Ana melambaikan tangan pada Rey yang juga melambai-lambaikan tangannya. Di dalam lift apartemen Merlin, Rey menekan tombol 5, dimana merupakan lantai tempat tin