"Mm." Aruna membasahi bibirnya. "Sahabatku kerja di sana, Kak."
Della membola. "Serius?"
Aruna mengangguk.
"Wahh, sepertinya kita punya misi penting Aruna."
Baru saja hendak bertanya, makanan sudah tiba di meja mereka. Ternyata Della memesan cukup banyak.
"Hehe, maaf ya. Aku kalau makan emang banyak," ucap Della diakhiri senyum lebarnya.
Aruna tersenyum maklum dan mengangguk. "Santai aja, Kak."
"Aku makan dulu, sambung setelah makan. Okay?"
Aruna mengangguk dan menyesap kopinya. Satu hal yang Aruna kagum dari Della, sekalipun ia makan banyak. Akan tetapi, tubuhnya tetap ternyata langsing. Bisa Aruna pastikan ini akan membuat iri banyak orang di luar sana, padahal jika dipikir lagi pasti Della juga ingin gemuk.
Namun, ia tidak bisa. Persis seperti Aruna. Mau digimanain lagi, ya udah ini dia. Menerima itu lebih baik, tidak usah iri dengan yang lain.
"Kamu beneran ngga mau pesan maka
"Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, maaf nih saya ganggu waktu nontonnya sebentar. Begini, ini ada Bapak sama Ibu dari kota yang mau gabung nonton sekaligus traktir makan buat semua yang ada di sini," ucap Ibu penjaga rumah makan. Aruna dan Jeso tersenyum menyapa seluruh orang yang bersorak bahagia di sana. "Silahkan Pak, Bu. Mari sini duduk, masih ada tikar kosong kok," ucap seorang lelaki paruh baya dengan peci di kepalanya. Jeso mengangguk dan menggandeng Aruna menuju tempat dimana sebuah tikar yang sudah terpasang sempurna, tepat di bawah pohon. "Maklum Pak, Bu, seadanya," timpal seorang wanita dengan hijab panjang warna pink. "Tidak apa-apa, Bu. Diterima dengan baik saja sudah cukup kok," jawab Aruna sopan. "Silahkan dinikmati, Pak, Bu." "Terima kasih, Bu." "Kalau perlu sesuatu jangan sungkan ya, Pak. Saya ketua RT di sini, nama saya Pak Samsul," ucap lelaki paruh baya tadi. Jeso menyambut
Gadis yang baru saja menamatkan masa Sarjana Bisnisnya satu bulan yang lalu menatap kedua wanita di depannya. Mereka asik dengan isi dari sekian banyak paper bag yang mereka bawa dari pusat pembelanjaan hits di Kota Jakarta. Hal seperti ini sudah biasa atau bahkan menjadi rutinitas mereka. Aruna hanya menatap jengah Kakak dan Ibu sambungnya.Aruna Brawista, biasa dipanggil Ana. Usianya 21 tahun dengan rambut pendek berwarna coklat dan sedikit cat blonde. Tinggi badan yang terbilang tinggi di Indonesia, yaitu 170 cm.Postur tubuh yang ideal, tak ayal ia menjadi gandrungan bagi lelaki. Wajah cantik sudah menjadi anugerah dari Tuhan, sekalipun tanpa polesan make up. Ya namanya juga cantik dari lahir, diapain aja tetep cantik.Satu lagi anugerah yang menjadi nilai plus untuknya, bahkan ini menjadi anugerah yang banyak sekali gadis di luar sana inginkan. Selain lahir cantik, ia juga lahir dari kalangan keluarga berada. Brawista Company, perusahaan ternama di Indon
Aruna menatap makanannya malas. Berapa jam lagi ia harus menunggu lelaki itu? Ini sudah larut, bahkan sebentar lagi jam 12 malam. Jika bukan karena Om Woni yang meminta, ia malas sekali. Jika mau sudah sedari tadi ia pulang. Tak lama seseorang datang dengan santainya duduk di samping Aruna setelah memindahkan kursi dari depan. Ia mengepulkan asap rokok dari mulutnya dan membuang puntung itu di piring Aruna. Aruna melotot sempurna. Kurang ajar, siapa dia dengan selancang itu berbuat tidak sopan. Baru saja Aruna hendak bicara, lelaki itu sudah memotong duluan. "Lo Aruna? Cewek yang dijodohin sama gue?" tanyanya sembari memakan daging steak yang tadi di potong Aruna. "Kamu siapa?" tanya Aruna sopan dan bersabar. "Jose," singkatnya. Ternyata lelaki ini yang akan dijodohkan denganku. Apanya yang disebut lelaki berparas good boy, bad boy iya. Aku melongo sempurna saat setengah makanan di meja ludes ia makan. Ini ngga makan seminggu apa
Jose langsung menyambar leher jenjang putih mulus milik Aruna. Aruna membola dan mencoba mendorong Jose menjauh, tapi sayang semakin kuat ia mencoba semakin erat juga Jose menariknya kedalam pelukannya. Jose meraba punggung Aruna dan mendorong perlahan Aruna ke dinding. Kini Aruna benar-benar terkurung oleh Jose.Jose mengecup sensual leher Aruna. Semakin naik semakin membuat Aruna geli. Ini buat geli biasa karena digelitiki, ini seperti sensasi berbeda. Aruna memegang lengan atas Jose dan mencengkeramnya saat Jose menyesap kuat kulitnya. Membuat tanda kemerahan di sana.Aruna mendesah. "Joss-ahh. S-sstopp," ucap Aruna.Bukannya berhenti, Jose semakin liar. Ia meremas bokong Aruna yang cukup sintal. Aruna semakin kelabakan. Setelah menyesap cuping Aruna yang membuat si empu menutup mata setelah mendesah. Jose menatap wajah Aruna, tangannya tergerak meraba buah dada Aruna dengan tatapan masih di kedua manik Aruna yang tertutup."Jossh,"
Sedari kemarin Aruna tidak banyak bicara. Ia hanya menjawab singkat jika ditanya dan cenderung sangat menghindari perdebatan dengan Jose, sekalipun Jose selalu memancingnya. Jujur Jose tidak pernah peduli dengan hal-hal seperti ini, toh biasanya cewek-cewek yang akan berbicara sendiri padanya. Akan tetapi, entah kenapa Jose terusik untuk saat ini.Jose yang tengah menatap iPad-nya sesekali mencuri pandang Aruna yang tengah menata baju untuk ke Jerman besok pagi. Wajahnya masih datar dan mulutnya tetap tidak mau membuka dengan tangan yang sibuk melipat baju, lalu memasukkannya ke koper."Besok jangan telat bangun, jam 6 pagi harus udah ada di bandara," ucap Jose tanpa menatap Aruna.Aruna tak bergeming dan memilih tak menyahut. Jose menghembuskan napasnya jengah."Gue ngomong sama manusia apa patung sih!" kesal Jose.Aruna masih diam dan kini berdiri. Mendorong kopernya ke dekat pintu agar mudah untuk membawanya besok. Setelah itu ia ma
Aruna menarik selimut sampai ke dada Jeso yang tertidur menghadapnya. Lelaki itu sedari tadi masih memeluk pinggangnya, bahkan matanya telah tertutup dan mendengkur halus. Jika dilihat-lihat wajah Jeso saat tidur sangat tampan, ah Aruna terpaku. Aruna tergerak mengelus tulang hidung Jeso dengan jari telunjuknya.Bukannya terusik, Jeso semakin merapatkan dirinya ke Aruna. Aruna tersenyum tipis dan mengelus lembut rahang tegas Jeso. Tunggu, lelaki ini sudah berapa lama tidak mencukur bulu halusnya. Tiba-tiba tangan Aruna diarahkan Jeso ke puncak kepalanya.Aruna cukup peka maksudnya dan pada akhirnya ia mengelus rambut Jeso. Ah, besok berangkat ke Jerman pagi-pagi dan ini sudah jam 1 dini hari. Tanpa Aruna sadari ia terlelap dengan sendirinya. Merasa ada sesuatu yang berada di atas kepalanya, Jeso membuka matanya.Listrik sudah menyala beberapa menit sebelum Jeso bangun. Jeso mendongak ke atas, Aruna tertidur di atas kepalanya. Akhirnya Jeso memindahkan dan mem
Aruna menatap takjub tembok-tembok yang berjejer dengan berbagai coretan indah di sana. East Side Gallery menjadi destinasi pertama Aruna. Jujur ia tidak tahu mau kemana, tapi tak butuh perjalanan jauh ia tiba di sini. Aruna menyandarkan sepedanya di pos dan berkeliling."Kamu tidak perlu terlalu banyak tujuan, karena kamu akan melewatkan ada spot bagus jika kamu terlalu fokus dengan tujuanmu."Aruna mengembangkan senyum manisnya. Entah kenapa setiap coretan yang tercipta di sana ada penumpahan rasa. Ini membuat Aruna merasa bisa menjelajah dunia fantasi. Sudah lama ia tidak berkeliling, menikmati kehidupan sederhana.Selama ini ia sibuk dengan lembaran-lembaran kertas dan dunia bisnis yang ia pelajari. Ia tak punya waktu bermain, atau me time. Rencana mendirikan perusahaan sendiri pun tidak tercapai, ya kalian tahu lah apa sebabnya. Namun, Aruna tidak terlalu memusingkan itu. Ia percaya Tuhan punya sesuatu indah suatu saat nanti, tugas kita hanya menik
Aruna merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar hotel.Ting...Aruna meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Ada pesan dari Ibu Sambungnya."Aruna bisakah kamu memberikan Mama uang? Kebutuhan dapur habis dan scincare Mama."Aruna menghela napas. Sampai kapan Ibunya itu selalu mementingkan fashion dan fashion. Akan tetapi, bagaimanapun juga Ibu sambungnya telah merawatnya selama ini. Walaupun, kasih sayangnya ke Liza lebih besar daripada kepada dirinya.Aruna mengirimkan sisa tabungannya, sebesar Rp 2.000.000. Ia harus berhemat, kalaupun Jeso memberikan uang untuk bulanan. Namun, itu bukan haknya sepenuhnya. Uang yang Jeso berikan kepada Aruna ia gunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan menabungnya, itupun Aruna membuka rekening baru untuk menyimpan uangnya. Mana mungkin ia lupa jika ia hanya istri sementara.Merasa badannya perlu diguyur air, Aruna memutuskan mandi. Selesai membersihkan diri dan men