Jose langsung menyambar leher jenjang putih mulus milik Aruna. Aruna membola dan mencoba mendorong Jose menjauh, tapi sayang semakin kuat ia mencoba semakin erat juga Jose menariknya kedalam pelukannya. Jose meraba punggung Aruna dan mendorong perlahan Aruna ke dinding. Kini Aruna benar-benar terkurung oleh Jose.
Jose mengecup sensual leher Aruna. Semakin naik semakin membuat Aruna geli. Ini buat geli biasa karena digelitiki, ini seperti sensasi berbeda. Aruna memegang lengan atas Jose dan mencengkeramnya saat Jose menyesap kuat kulitnya. Membuat tanda kemerahan di sana.
Aruna mendesah. "Joss-ahh. S-sstopp," ucap Aruna.
Bukannya berhenti, Jose semakin liar. Ia meremas bokong Aruna yang cukup sintal. Aruna semakin kelabakan. Setelah menyesap cuping Aruna yang membuat si empu menutup mata setelah mendesah. Jose menatap wajah Aruna, tangannya tergerak meraba buah dada Aruna dengan tatapan masih di kedua manik Aruna yang tertutup.
"Jossh," pekik Aruna dan menatap Jose yang menatapnya datar.
Jose hendak menyambar bibir Aruna, tapi gadis itu malah memiringkan wajahnya. Jose mendengus sebal, ia hendak bermain-main dengan singa yang lapar? Aish, ia salah jika bisa lari dari cengkraman Jose yang sedang berdiri. Jose mencengkeram payudara kanan Aruna, membuat sang empu melenguh kaget.
"Stop," pinta Aruna melas.
"Stop? Ck, aku ini suamimu bodoh. Aku berhak menyetubuhimu," sahut Jose.
"Bukankah di perjanjian tidak ada sex," kelah Aruna.
Jose menempelkan tangannya ke tembok berlapis keramik dan berbisik, "Tapi ada point dimana kamu harus mau menuruti semua perintahku."
Aruna menegang, bisikan itu Aruna cukup paham. Bisikan dengan nada suara bergairah. Aruna mengerti, karena ia pernah membaca beberapa buku bergenre 21+.
"Ayo Aruna, cari jalan keluar. Cari jalan keluar!" batin Aruna memaksa.
Baru saja Jose menyambar bibir Aruna, lagi-lagi gagal saat gadis itu menutup mulutnya dengan tangan. "Bukankah kamu ada rapat," ucap Aruna mencoba kabur.
Sial, kenapa ia bisa lupa. Jika ini bukan karena klien yang amat penting, tidak mungkin Jose melepas mangsanya saat ini.
"Kita lanjutkan nanti, keluar!" tegas Jose. Aruna keluar dengan wajah kesalnya. Ia mengambil handuk dan menghentakkan kakinya sembari mengepalkan tangannya. Ia terus merutuki Jose di dalam hati.
"Ya kali gue ngerelain tubuh gue buat cowok kayak dia. Nope, tubuhku hanya untuk orang yang ku cintai," batin Aruna.
Jose sudah berangkat sejak 10 menit yang lalu. Kini Aruna tengah menonton kartun di kamar, ia juga harus mencari solusi untuk masalahnya. Masalah dengan pernikahan ini lebih tepatnya.
"Apa gue cari kerja ya? 'Kan lumayan bisa nyicil, terus cepet cerai dan bebas! Iya bebas!" pekik Aruna senang.
Lalu, dimana ia harus mencari pekerjaan? Aruna mengambil ponselnya dan mulai mencari lowongan di internet. Scroll-scroll dan ketemu. Aruna menyiapkan lamarannya dan menunggu jadwal interview.
"Gue harus akhiri masa penjajahan ini." Aruna mengepalkan tangannya dan menatap ke depan dengan tekad membara.
***
Seharian ini Aruna habiskan untuk menonton kartun, mencari info, memasak, menata apartemen. Ya walaupun apartemennya rapi sih, cuma butuh sedikit sentuhan Aruna yang perfeksionis. Malam tiba, bahkan sudah tengah malam. Akan tetapi, Jose belum pulang dari kantornya. Apa lembur?"Bodo amat dia mau pulang apa ngga, toh bukan urusan gue," ucap Aruna dan menutup matanya.
Baru beberapa menit hampir terlelap, suara bel berbunyi bergerumun. Aruna berdecak sebal, sabar bisa ngga sih. Aruna membuka pintu dan terkejut saat Jose merangkul pundak seorang gadis. Emm, bukan gadis sepertinya ladys club.
Satu hal yang menyita perhatian Aruna lagi, Jose mabuk. Aruna mengembuskan napasnya kesal. Image Jose yang dibilang oleh Woni adalah hoax. Apanya anak baik, tukang mabuk dan suka bawa cewek LC ke apart.
"Sorry, kamu siapa?" tanya wanita itu.
"Pembantu," sahut Aruna datar.
"Okay. So, please gue mau masuk." Aruna memundurkan tubuhnya dan kedua manusia itu masuk ke dalam.
Aruna menutup pintu dan membuntuti keduanya. Wanita itu membantu Jose merebahkan tubuhnya. Di sini bisa terlihat bagaimana peran LC, sesekali Aruna menangkap moment saat wanita itu menyentuh tubuh Jose sensual.
"Tolong dong ambilin air sama handuk," ucap wanita itu dengan angkuhnya.
Aruna keluar dan mengambil permintaan sang ratu dadakan itu tanpa berekspresi. Setelah mengambilnya dan masuk ke kamar, Aruna membola. Bagaimana tidak, ia melihat Jose tengah melampiaskan nafsunya dengan wanita yang kini di bawah kungkungannya.
"Mabuk, tapi masih sadar nafsu," batin Aruna menyindir. Aruna memutuskan keluar dari kamar dan memutuskan tidur di sofa depan televisi.
Baru saja hendak terlelap, suara aneh. Lebih tepatnya desahan sok merdu membuatnya mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Kalau mau begituan kenapa ngga di hotel sih. Ganggu orang tidur aja," gerutu Aruna.
Pada akhirnya Aruna menyumpal telinganya dengan earphone. Tak lama ia pun terlelap dengan posisi duduk.
***
Jose bangun dari tidurnya. Tubuh naked menjadi hal biasa setelah ia menghabiskan malamnya dari club. Jose menatap wanita di sampingnya yang masih terlelap dengan wajah datar. Ia berdiri dan mengambil baju santainya.Melempar uang ke wanita itu, tak lama wanita itu terbangun dan tersenyum menatap lembaran-lembaran di depannya. Jose mengambil sebuah batang rokok dari nakasnya dan duduk di sofa sembari menikmati kepulan asap dari mulutnya.
"Baby, kalau mau lagi hubungi aja ya," ucap wanita itu sensual sambil tangannya menyusup ke baju Jose.
Jose hanya berdehem. Setelah itu wanita itu beranjak pergi. "Oh ya, sekarang kamu punya pembantu?" tanya wanita itu di ambang pintu.
Jose mengerutkan keningnya, lalu teringat jika ia sekarang tidak tinggal sendiri. Ada Aruna di sini, tapi dimana gadis itu?
"Bukan urusan lo!" ketus Jose. Wanita itu mengendikan bahunya dan keluar dari apartemen.
Jose beranjak keluar dari kamar. Baru beberapa langkah, matanya tertuju pada gadis yang tengah terlelap di sofa dengan kepala bersandar di tangan sofa. Jose tersenyum miring dan duduk di samping kiri Aruna. Jose memandangi wajah Aruna dari samping.
"Cantik-cantik gini kalau gue ena-ena makin cantik ngga ya?" batin Jose konyol.
Sial, baru membayangkan membuat Jose harus menahan adiknya agar tidak berdiri. Satu hal yang aneh di sini adalah memandang tubuh Aruna saja bisa membuat adik Jose berdiri dengan sendirinya. Padahal biasanya ia harus dipancing terlebih dahulu dan dengan Aruna kemarin tanpa dipancing ia sudah bergairah. Jose mengepulkan asap rokoknya ke wajah Aruna, membuat sang empu terbatuk-batuk.
"Siapa sih pagi-pagi ngerokok," gerutu Aruna dengan mata yang masih menyipit.
"Suami lo," sahut Jose.
Aruna terjingkat kaget, ia lupa kalau punya suami. Dan, jam berapa ini?
"Ini jam berapa?" tanya Aruna.
"08.00," sahut Jose santai dan berjalan menuju kulkas.
"Astaghfirullah bisa-bisanya gue bangun jam segini," rutuk Aruna pada dirinya sendiri.
"Makanya, kalau jam tidur ya tidur."
"Mikinyi kilii jim tidir yi tidir," ejek Aruna.
"Gara-gara suara laknat itu gue jadi ngga bisa tidur," gerutu Aruna pelan, tapi masih bisa dimengerti Jose.
Jose hanya terkekeh kecil. "Baru juga suara orang lain, belum lo yang gue bikin ngga tidur semalaman," batin Jose.
"Udah ngga usah bengong, masak sarapan. Pembantu."
Aruna menatap datar Jose yang duduk di meja makan. "Iya, Tuan!" sahut Aruna dengan senyum dipaksakan.
Ia pun berdiri dan mulai memasak. Jose diam-diam memandangi Aruna yang tengah memasak, kalaupun tangannya sibuk dengan ponselnya.
"Besok gue ada perjalanan bisnis ke Jerman," ucap Jose sambil mengunyah makanannya.
"Hm," sahut Aruna tak acuh.
"Lo ikut."
Aruna tersedak. Ia langsung mengambil gelas berisi air dan menenggaknya.
"Makanya pelan-pelan, kayak dapat berita mau kiamat aja," ucap Jose santai.
"Gue ngga mau ikut," kekeh Aruna.
"Sayangnya gue ngga terima penolakan."
"Dan sayangnya gue ngga peduli."
Jose menatap Aruna tajam, dibalas tak kalah tajam oleh Aruna. "Lo ikut, titik ngga pakai tolak menolak!" tegas Jose.
"Gue ngga mau, titik!" balas Aruna.
"Runa!"
Tunggu, darimana ia tahu panggilan itu? Aruna terdiam, bukan karena bentakan Jose. Akan tetapi, karena merasa ada sesuatu berbeda saat Jose memanggilnya dengan nama itu.
"Gitu 'kan enak. Diem artinya iya."
Aruna masih diam dan melanjutkan makannya tanpa ekspresi. Jose mengerutkan keningnya melihat wajah Aruna.
"Kok ngga ngelawan?" batin Jose.
"Bodo amat, malas gue harus gunain paksaan," lanjutnya.
Sedari kemarin Aruna tidak banyak bicara. Ia hanya menjawab singkat jika ditanya dan cenderung sangat menghindari perdebatan dengan Jose, sekalipun Jose selalu memancingnya. Jujur Jose tidak pernah peduli dengan hal-hal seperti ini, toh biasanya cewek-cewek yang akan berbicara sendiri padanya. Akan tetapi, entah kenapa Jose terusik untuk saat ini.Jose yang tengah menatap iPad-nya sesekali mencuri pandang Aruna yang tengah menata baju untuk ke Jerman besok pagi. Wajahnya masih datar dan mulutnya tetap tidak mau membuka dengan tangan yang sibuk melipat baju, lalu memasukkannya ke koper."Besok jangan telat bangun, jam 6 pagi harus udah ada di bandara," ucap Jose tanpa menatap Aruna.Aruna tak bergeming dan memilih tak menyahut. Jose menghembuskan napasnya jengah."Gue ngomong sama manusia apa patung sih!" kesal Jose.Aruna masih diam dan kini berdiri. Mendorong kopernya ke dekat pintu agar mudah untuk membawanya besok. Setelah itu ia ma
Aruna menarik selimut sampai ke dada Jeso yang tertidur menghadapnya. Lelaki itu sedari tadi masih memeluk pinggangnya, bahkan matanya telah tertutup dan mendengkur halus. Jika dilihat-lihat wajah Jeso saat tidur sangat tampan, ah Aruna terpaku. Aruna tergerak mengelus tulang hidung Jeso dengan jari telunjuknya.Bukannya terusik, Jeso semakin merapatkan dirinya ke Aruna. Aruna tersenyum tipis dan mengelus lembut rahang tegas Jeso. Tunggu, lelaki ini sudah berapa lama tidak mencukur bulu halusnya. Tiba-tiba tangan Aruna diarahkan Jeso ke puncak kepalanya.Aruna cukup peka maksudnya dan pada akhirnya ia mengelus rambut Jeso. Ah, besok berangkat ke Jerman pagi-pagi dan ini sudah jam 1 dini hari. Tanpa Aruna sadari ia terlelap dengan sendirinya. Merasa ada sesuatu yang berada di atas kepalanya, Jeso membuka matanya.Listrik sudah menyala beberapa menit sebelum Jeso bangun. Jeso mendongak ke atas, Aruna tertidur di atas kepalanya. Akhirnya Jeso memindahkan dan mem
Aruna menatap takjub tembok-tembok yang berjejer dengan berbagai coretan indah di sana. East Side Gallery menjadi destinasi pertama Aruna. Jujur ia tidak tahu mau kemana, tapi tak butuh perjalanan jauh ia tiba di sini. Aruna menyandarkan sepedanya di pos dan berkeliling."Kamu tidak perlu terlalu banyak tujuan, karena kamu akan melewatkan ada spot bagus jika kamu terlalu fokus dengan tujuanmu."Aruna mengembangkan senyum manisnya. Entah kenapa setiap coretan yang tercipta di sana ada penumpahan rasa. Ini membuat Aruna merasa bisa menjelajah dunia fantasi. Sudah lama ia tidak berkeliling, menikmati kehidupan sederhana.Selama ini ia sibuk dengan lembaran-lembaran kertas dan dunia bisnis yang ia pelajari. Ia tak punya waktu bermain, atau me time. Rencana mendirikan perusahaan sendiri pun tidak tercapai, ya kalian tahu lah apa sebabnya. Namun, Aruna tidak terlalu memusingkan itu. Ia percaya Tuhan punya sesuatu indah suatu saat nanti, tugas kita hanya menik
Aruna merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar hotel.Ting...Aruna meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Ada pesan dari Ibu Sambungnya."Aruna bisakah kamu memberikan Mama uang? Kebutuhan dapur habis dan scincare Mama."Aruna menghela napas. Sampai kapan Ibunya itu selalu mementingkan fashion dan fashion. Akan tetapi, bagaimanapun juga Ibu sambungnya telah merawatnya selama ini. Walaupun, kasih sayangnya ke Liza lebih besar daripada kepada dirinya.Aruna mengirimkan sisa tabungannya, sebesar Rp 2.000.000. Ia harus berhemat, kalaupun Jeso memberikan uang untuk bulanan. Namun, itu bukan haknya sepenuhnya. Uang yang Jeso berikan kepada Aruna ia gunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan menabungnya, itupun Aruna membuka rekening baru untuk menyimpan uangnya. Mana mungkin ia lupa jika ia hanya istri sementara.Merasa badannya perlu diguyur air, Aruna memutuskan mandi. Selesai membersihkan diri dan men
Aruna membuka matanya perlahan dan meraih ponselnya di meja. Pukul 06.30, lagi-lagi ia telat bangun. Aruna berjalan lunglai sembari membuka tirai. Terpampang indah suasana pagi hari di Jerman. Aruna menggeser pintu kaca dan mendekati pembatas balkon.Aruna menghirup napas serakah. Udara pagi hari adalah hal langka bagi orang sibuk dan Aruna salah satunya. Bola mata Aruna berkeliling menikmati indahnya panorama pagi di Jerman. Saking fokusnya dengan apa yang ia lihat, tanpa ia sadari seseorang berdiri di sampingnya dan juga menatap lurus ke depan.Aruna menoleh dan berjingkat kaget. Jeso menaikkan alisnya kala Aruna memegang dadanya menetralkan degup jantungnya. Aruna memilih pergi untuk mandi, tapi cekalan tangan Jeso membuatnya menoleh."Gue laper," cengir Jeso. Aruna mengangguk paham dan melepas cekalan Jeso.Ia mengambil ponselnya dan menghubungi Frakus untuk membawakan sarapan ke hotel. Selesai mengirimkan pesan, Aruna merapikan is
Jose mengusap kening Aruna dengan tisu. Wajah pucat itu berangsur membaik."Pak Pram bisa nyalakan AC-nya," ucap Jeso.Supir yang bernama Pramana itu menyalakan AC mobil. Namanya Indonesia ya? Memang, sebab Pram adalah supir terpercaya Jose dari Indonesia. Jose sering mengikutsertakan Pram dalam perjalanan bisnisnya, sebab Jose tidak mudah percaya dengan orang baru. Pramana juga terbilang handal dalam menguasai rute, walaupun itu di luar negeri.Aruna membuka matanya perlahan dan memegang kepalanya yang masih sedikit pening. Jose merapikan rambut Aruna ke belakang. Pram menyodorkan air mineral ke Aruna dan diterima Jose."Minum," titah Jose setelah membuka tutup botolnya.Aruna meraih botol itu dengan kondisi lemas. Ditenggaknya minuman itu dengan bantuan Jose tentunya. Merasa masih belum bisa bergerak banyak, Aruna kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi."Pak kita balik ke hotel," ucap Jose. Aruna m
Jeso menatap Aruna dan mengelus pipi gadis itu. Aruna hanya menatap lurus dan kedua lengannya masih bergelantung di leher Jeso. Jujur Aruna masih belum tersadar, entah kenapa bibir Jeso membiusnya seperti ini. Lihatlah ia membiarkan Jeso mengambil first kissnya, bahkan ia meladeninya."Masih mau di sini?" tanya Jeso. Aruna tersadar dan menggeleng polos. Jeso tersenyum dan naik ke atas, diikuti Aruna yang juga naik ke atas.***Sesuai dengan rencana malam ini, selesai mandi dan makan malam Aruna bersiap-siap. Namun, baru saja hendak masuk ke kamar mandi. Suara Jeso menginterupsinya dari ambang pintu, Jeso berjalan mendekat ke arah Aruna."Pakai ini," ucap Jeso."Apa ini?" tanya Aruna sembari mengambil paper bag tersebut.Aruna membuka kotak hadiah berwarna hitam dari dalam paper bag. Aruna membulatkan matanya sempurna."Gaun?" tanya Aruna. Jeso mengangguk.Aruna mengambil gaun tersebut dan mengamatiny
Jeso menggendong Aruna menuju kamar hotel. Gadis itu tertidur selama perjalanan, jadi Jeso tidak tega membangunkannya. Setelah pintu kamar terbuka, pelan-pelan Jeso membaringkan Aruna. Jeso melepas aksesoris di rambut Aruna dan high heels Aruna.Jeso menelan salivanya gelagapan saat melihat dada Aruna yang hampir terekspos penuh. Ingatkan Jeso untuk tidak memberikan gaun seperti ini pada Aruna. Ia harus habis-habisan menahan nafsunya. Segera Jeso menarik selimut sampai leher Aruna dan ia membersihkan dirinya di kamar mandi.Selesai ganti baju, Jeso merebahkan dirinya di samping Aruna yang masih terlelap. Baru saja memejamkan mata Jeso mengerutkan dahinya saat Aruna bangun dan memegang perutnya."Kenapa?" tanya Jeso. Aruna menggeleng dan beranjak masuk kamar mandi.Jeso menatap heran Aruna, tapi ujungnya ia memilih tidur kembali. Merasa sudah lama Aruna di kamar mandi membuat Jeso dibuat semakin bingung. Akhirnya, Jeso mengetuk pintu kamar ma
"Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, maaf nih saya ganggu waktu nontonnya sebentar. Begini, ini ada Bapak sama Ibu dari kota yang mau gabung nonton sekaligus traktir makan buat semua yang ada di sini," ucap Ibu penjaga rumah makan. Aruna dan Jeso tersenyum menyapa seluruh orang yang bersorak bahagia di sana. "Silahkan Pak, Bu. Mari sini duduk, masih ada tikar kosong kok," ucap seorang lelaki paruh baya dengan peci di kepalanya. Jeso mengangguk dan menggandeng Aruna menuju tempat dimana sebuah tikar yang sudah terpasang sempurna, tepat di bawah pohon. "Maklum Pak, Bu, seadanya," timpal seorang wanita dengan hijab panjang warna pink. "Tidak apa-apa, Bu. Diterima dengan baik saja sudah cukup kok," jawab Aruna sopan. "Silahkan dinikmati, Pak, Bu." "Terima kasih, Bu." "Kalau perlu sesuatu jangan sungkan ya, Pak. Saya ketua RT di sini, nama saya Pak Samsul," ucap lelaki paruh baya tadi. Jeso menyambut
"Mm." Aruna membasahi bibirnya. "Sahabatku kerja di sana, Kak." Della membola. "Serius?" Aruna mengangguk. "Wahh, sepertinya kita punya misi penting Aruna." Baru saja hendak bertanya, makanan sudah tiba di meja mereka. Ternyata Della memesan cukup banyak. "Hehe, maaf ya. Aku kalau makan emang banyak," ucap Della diakhiri senyum lebarnya. Aruna tersenyum maklum dan mengangguk. "Santai aja, Kak." "Aku makan dulu, sambung setelah makan. Okay?" Aruna mengangguk dan menyesap kopinya. Satu hal yang Aruna kagum dari Della, sekalipun ia makan banyak. Akan tetapi, tubuhnya tetap ternyata langsing. Bisa Aruna pastikan ini akan membuat iri banyak orang di luar sana, padahal jika dipikir lagi pasti Della juga ingin gemuk. Namun, ia tidak bisa. Persis seperti Aruna. Mau digimanain lagi, ya udah ini dia. Menerima itu lebih baik, tidak usah iri dengan yang lain. "Kamu beneran ngga mau pesan maka
"Je, may I come in?" tanya Aruna. Jeso yang tengah berbaring menoleh ke belakang. "Tumben izin, biasanya asal nyelonong aja," sahut Jeso. Aruna berdecak dan berjalan ke arah ranjang. "Aku boleh ngomong sesuatu ngga?" tanya Aluna setelah duduk di tepi ranjang. Jeso berbalik dan memundurkan tubuhnya, menepuk sisi depannya yang kosong mengisyaratkan agar Aruna tidur di sampingnya. Aruna menurut dan membaringkan tubuhnya ke sisi kiri Jeso. "Mau ngomong apa?" tanya Jeso. Aruna memiringkan tubuhnya menghadap Jeso. "Kamu keberatan ngga--" "Ngga." Aluna mencapit hidung Jeso dengan kedua jarinya. "Aku belum selesai ngomong!" kesal Aruna. Jeso tertawa. "Keberatan soal apa? Kamu di atas aku? Ngga masalah." Aluna berdecak. "Pikiran kamu tuh sekali-kali jangan sex bisa ngga sih?" "Ngga bisa, 'kan aku cowok." "Ya tahu, tapi ya jangan selalu soal itu lah
Aruna mengintip dari balik tembok, di sana Jeso dan Ardis tengah bercengkrama sebentar sebelum Jeso pergi. Saat Jeso melintas di depannya, sontak Aruna langsung menatap ke sisi kanan. Tepatnya ke arah kaca dan mencoba menutupi wajahnya dengan ponsel. Merasa sudah aman, Aruna mengelus dadanya dan menghela napas lega. Baru saja hendak menghampiri Ardis, Aruna kembali berhenti dan bersembunyi. "Saya sudah menandatangani kontrak tersebut, jadi kita jalankan rencananya," ucap Ardis kepada seseorang di seberang sana. "Rencana? Kontrak?" beo Aruna di balik tembok. "Apa ini ada hubungannya sama perusahaan Jeso?" lanjut Aruna. Aruna yang terus berpikir tanpa sadar Ardis mengerutkan keningnya dan menatapnya dari samping. "Kamu mau di sini terus atau kembali ke kantor?" tanya Ardis dingin. Aruna tersentak dan menoleh ke arah kiri. "Iya, Pak. Maaf." "Minta maaf mulu, lebaran masih lama," sahut Ardis pelan.&n
Aruna kembali menatap minumannya setelah memastikan Jeso tidak berulah dengan Ayahnya. Ya, memang lelaki itu tidak seburuk itu. Ah, Aruna hanya takut lelaki itu bisa berbicara aneh-aneh. Bukan soal kontrak mereka, tapi ya mungkin hal lain. Entahlah lupakan, hanya kekhawatiran sesaat. Saking asiknya menatap cairan dalam gelas, Aruna tidak menyadari ada seseorang berdiri di sampingnya menandinginya dengan kening berkerut. "What's happen with you, mu daughter-in-law," ucap Erni. Aruna langsung teralih dan tersenyum. "Nothing, Mam. Mama sama Ayah?" Erni mengangguk. "Dia sedang bernostalgia dengan anaknya." Aruna membalikkan badan, tak jauh dari sana Jeso sedang bercengkrama dengan Woni. "Ah, gimana kabar kalian?" tanya Erni sembari mengambil beberapa buah dessert di sana. Aruna kembali menatap Erni dan tersenyum. "Everything okay, Mam." Erni tersenyum dan mengangguk senang. "Mama tahu kamu bisa
Aruna terdiam. Parfum Ardis memang soft, tapi wanginya akan lama menempel jika berada di dekatnya. And you know lah, seharian dia bolak-balik ke ruangan lelaki itu bahkan mengikuti rapat yang dimana posisi duduk mereka selalu berdekatan. "Honey," panggil Jose, membuyarkan lamunan Aruna. Lebih tepatnya, diamnya Aruna yang entah harus menjawab seperti apa. "Emm, ah iya tadi calonnya kak Liza 'kan datang. Ya dia lelaki dengan selera parfum yang benar-benar anti-mainstream," alibi Aruna. Jeso mengerutkan keningnya. "Apa kalian banyak menghabiskan waktu berdekatan?" Aruna meneguk salivanya samar dan meringis. "Ya aku harus akrab dengannya, bukan?" Jeso membuka mulutnya, tapi detik selanjutnya ia memutuskan untuk menghentikan sesi wawancara ini. Pasalnya, ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu saat ini. "Sudahlah lupakan, kita lanjutkan." Tanpa menunggu balasan Aruna, Jeso kembali menyusuri tubuh Aruna deng
Hai readers, gimana nih kabarnya? Aku harap kalian baik-baik saja ya. Jangan lupa jaga kesehatan dan selalu bahagia ya. Niatku membuat ini untuk mengucapkan terima kasih atas keluangan waktu kalian membaca novel ku ini. Ini adalah karya pertamaku di sini, aku harap kalian benar-benar menikmati ini and I hope your coment, guys. Maaf jika mungkin terkesan tidak sehebat novel hebat lain, but I'll always do my best. So, maybe there's a review later to give you comfort and convenience. Jangan lupa ajak temen-temen kalian buat baca yuk, siapa tahu cocok. Kayak Jeso sama Aruna. Wkwkwk. Sekali lagi, thanks a bunch, guys. Enjoy yash. And, I wish I could finish this novel well. Jangan lupa ya, ambil hikmah ceritanya. Jangan enaknya aja. Wkwkwk, just kidding, guys. See you next part and big love for you.
Aruna menatap sepatu formalnya, perkataan Jeso tadi pagi membuatnya terus berpikir, "Ada apa dengan Jeso?". "Bu Aruna, silahkan masuk ke ruangan untuk wawancara akhir," ucap wanita yang menjabat sebagai HRD membuyarkan lamunan Aruna. Aruna mengangguk dan tersenyum, lalu masuk setelah mengucapkan terima kasih. Aruna menatap pintu di depannya, baru saja hendak masuk. Akan tetapi seorang lelaki keluar dan menatap Aruna sejenak. "Aruna?" tanyanya sembari menunjuk Aruna dengan map di tangannya. Aruna mengangguk dan tersenyum. "Langsung aja, ikut saya rapat." Aruna melongo sempurna. Tunggu, wawancaranya bagaimana? Bentar, kok langsung ikut rapat. "Hei, rapat ini tidak menunggu dirimu ya, Aruna," ucap lelaki itu setelah berbalik dan melipat tangannya di dada. Aruna tersadar dan menunduk meminta maaf. Lalu, mengikuti langkah lelaki di depannya. Sepanjang langkahnya, Aruna menatap punggu
Aruna membuka matanya perlahan, lalu menoleh ke kanan tepatnya ke sumber cahaya. "Jam berapa ini?" tanyanya dengan suara serak. Tidak ada sahutan, padahal entah kepada siapa dia bertanya. Namun, tiba-tiba suara dengkuran menerpa telinganya. Aruna menoleh, di sisi kirinya seorang lelaki yang tak lain tak bukan sudah membuatnya tidak tidur semalaman kini dengan seenak jidat ia menampilkan wajah imutnya saat tidur. "Emang dasar Jeso," dumel Aruna pelan. Aruna memiringkan tubuhnya, walaupun selangkangannya perih saat ada gesekan di bawah sana. Mau tahu ulah siapa? Ya pastinya biang kerok Jeso lah. "Je, kamu ngga bangun?" tanya Aruna sembari merapikan rambut Jeso ke belakang. Bukannya bangun, Jeso malah mengeram kesal dengan mata tertutup. "Seharusnya aku yang capek, kamu main tanpa jeda," gerutu Aruna. "Udah tugas kamu," sahut Jeso masih menutup mata. Aruna berdecak.