Clarissa menatap Roy dengan tatapan tajam, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tangannya mengusap dada Roy dengan gerakan lembut, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu, berbisik dengan suara penuh desah.
“Roy, kenapa kamu terlihat khawatir?” katanya pelan. “Aku sangat yakin Alex tidak akan pernah tahu. Kita berdua sudah merencanakan ini dengan sangat hati-hati. Pasti semua akan berjalan lancar.”
Roy menelan ludah, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Dia sangat tahu bagaimana kekuasaan Alex, sahabatnya. Jika sampai Alex tahu, dia bisa saja kehilangan banyak hal. “Aku berharap kamu benar, Clar. Aku tidak mau kehilangan segalanya hanya karena satu malam.”
Clarissa menarik mundur sedikit, menatap Roy dengan senyum menggoda. "Kamu tidak akan kehilangan apa-apa, Roy. Kita sudah melangkah jauh, tinggal satu langkah lagi kita pasti berhasil."
Dengan kata-kata itu, Clarissa melangkah mundur, menuju meja di sudut kamar. Ia memutar tubuhnya, menatap Roy dengan penuh tantangan. Roy yang masih tampak ragu, akhirnya melangkah mendekat, matanya beralih antara keinginan dan keraguan.
“Aku akan ikut dengan rencanamu, Clar,” kata Roy akhirnya, suaranya lebih tegas, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan. “Tapi jika ini berakhir buruk, jangan harap aku akan ikut terlibat dalam kesulitan itu.”
Clarissa tertawa pelan, menikmati rasa kekuatan yang dia rasakan. “Tenang saja, Roy. Kita akan menikmati setiap detiknya, dan ketika semuanya selesai, Alex akan terjatuh dalam jebakan yang tak bisa dia hindari.”
Clarissa berdiri dengan percaya diri, menyandarkan tubuhnya pada meja sambil menatap Roy dengan sorot mata penuh kekuasaan. Senyum menggoda masih terukir di wajahnya, Namun kali ini ada ketegasan yang lebih dalam.
“Roy,” panggilnya dengan suara lembut, tapi terdengar tegas. “Aku ingin kamu kembali, pastikan keadaan dia bagaimana. Juga temui wanita yang kita suruh, pastikan dia berhasil apa tidak. Sampai sekarang wanita itu tidak ada kabar.”
Roy sangat mengerti apa yang dimaksud Clarissa. Dia hanya mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kecemasan yang semakin membesar di dalam dirinya.
“Baiklah, aku akan cek keadaan dia. Tapi aku harap kamu tahu apa yang sedang kita lakukan, Clar. Aku tidak ingin semuanya berbalik menjadi bencana.”
Clarissa tersenyum tipis, meresapi kata-kata Roy. "Tenang saja. Aku sudah mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Alex tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu."
***
Di kantor, tepatnya di sebuah ruangan yang terletak di lantai paling atas Gedung Grey Corporation, Alex tampak duduk di kursi kebesarannya sambil memijat kepalanya yang terasa berat. Pikirannya melayang-layang, teringat pada kejadian malam itu. Malam di mana dia terjebak. Saat itu dia mengadakan pesta tahunan perusahaan, tetapi sesaat setelah minum dan menemui beberapa tamunya, dia merasakan panas yang luar biasa di tubuhnya. Demi memuaskan hasratnya, dia membeli seorang wanita malam. Namun, yang membuat dia terkejut, wanita malam yang melayaninya ternyata adalah sekretarisnya sendiri Allina.
Hal yang tidak diduga Alex, entah dari mana Clarissa mengetahui kejadian itu dan meninggalkan dirinya begitu saja tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan. Tanpa ada kabar yang jelas, kekasihnya itu tiba-tiba menghilang. Mata Alex tertuju pada bingkai foto yang ada di meja. Dia pandangi lekat-lekat wajah cantik Clarissa, rasa bersalah bercampur kemarahan mulai merasuki pikirannya.
“Bodoh. Kenapa malam itu aku begitu ceroboh?” gumam Alex seraya tangan menggenggam erat pena di mejanya.
Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunan Alex. “Masuk!” teriaknya. Tanpa bertanya siapa dulu Alex menyuruh masuk begitu saja. Saat pintu terbuka, mendadak wajah Alex memerah marah saat melihat wanita yang dia benci masuk dalam ruangan.
“Ini dokumen yang harus Anda tandatangani.” Allina menyerahkan dokumen dan menaruhnya di meja dengan kepala menunduk, tidak berani menatap Alex yang kini menatapnya dengan tajam.
Alex tidak menjawab, melainkan hanya menatap Allina dengan penuh kebencian. Alex sebenarnya belum tahu pasti pelaku penjebakan itu, tetapi dia tidak punya tersangka lain selain Allina. Sebelum kejadian malam itu, hanya Allina lah yang selalu di sampingnya. Sebagai sekretaris, hanya wanita itulah yang tahu apa pun yang dia lakukan di kantor dan punya peluang untuk menjebak dirinya.
Dugaan Alex semakin kuat saat teringat, wanita yang melayaninya adalah Allina. Entah motif wanita itu apa? Entah dia disuruh oleh seseorang atau atas kehendaknya sendiri. Yang jelas saat ini Alex begitu membenci wanita itu dan berjanji akan membalaskan dendamnya dengan menyakiti wanita itu. Bahkan dia rela menjadikan wanita itu sebagai istrinya hanya untuk balas dendam.
“Allina Zain! Wanita yang cantik dan cerdas, bahkan aku tanpa pikir panjang memberimu kesempatan untuk jadi sekretarisku, tetapi aku tidak menyangka kamu ternyata begitu licik,” ucap Alex tiba-tiba.
Mendapatkan ucapan seperti itu, seketika membuat tubuh Allina kembali gemetar. Bagaimana tidak, dia sudah merasakan sendiri bagaimana kejamnya bos sekaligus suaminya itu. Akan tetapi, Allina tidak mungkin akan mau mengakui kesalahan yang tidak dilakukannya.
“Maaf. Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud. Sungguh, kupikir sepertinya kamu salah paham,” ucap Allina masih dengan kepala menunduk.
“Ha ha ha ….” Alex tertawa, tetapi terlihat menakutkan di mata Allina. “Apa kamu pikir aku akan percaya? Apalagi pada rubah wanita sepertimu.” Bagi Alex, Allina hanyalah penipu wanita yang bermuka dua.
“Aku sungguh tidak mengerti. Bukan aku yang melakukan penjebakan itu.”
Allina mengangkat wajahnya perlahan, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh. Wajahnya tampak memelas, tetapi dia tahu, menunjukkan kelemahan di depan Alex hanya akan membuat keadaan semakin buruk.
“Tidak perlu berpura-pura polos di depan mataku,” ujar Alex dingin sambil bangkit dari kursinya. Langkahnya yang mantap terdengar jelas di ruangan itu, menghampiri Allina dengan tatapan penuh amarah. “Kamu pikir aku sebodoh itu, Allina? Malam itu bukan kebetulan. Kamu pasti sudah merencanakan semuanya.”
Allina menggigit bibir bawahnya, menahan ketakutan yang merayap di dadanya. “Percayalah, aku tidak tahu apa-apa soal itu. Aku hanya menjalankan tugas seperti biasa. Jika ada sesuatu yang terjadi malam itu, itu bukan salahku,” katanya dengan suara bergetar.
Namun, kata-katanya justru membuat Alex semakin marah. “Cukup! Aku muak mendengar kebohonganmu!” teriaknya, tangannya menghantam meja dengan keras. Suara itu bergema di seluruh ruangan, membuat Allina tersentak. “Aku sudah kehilangan Clarissa karena kamu, dan aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja!”
Allina mencoba mengatur napasnya yang mulai tersengal. Dia tahu, apa pun yang dia katakan, Alex tidak akan percaya. “Kalau memang aku harus membayar sesuatu yang bukan salahku, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan mengakui hal yang tidak pernah kulakukan,” ucap Allina tegas, meski suaranya terdengar lirih.
Mendengar jawaban itu, Alex tersenyum sinis. “Kita lihat saja seberapa lama kamu bisa bertahan, Allina. Aku akan memastikan hidupmu tidak pernah tenang,” bisiknya penuh ancaman sebelum berjalan kembali ke kursinya.
Allina hanya bisa menahan napas panjang. Dia tahu, badai yang lebih besar akan datang. Namun dalam hati, ia bertekad untuk menemukan siapa sebenarnya dalang di balik semua ini. Karena hanya kebenaran yang bisa menyelamatkan dirinya dari amarah Alex yang membara.
“Baiklah. Pergi dari ruanganku, lalu bawa semua dokumen itu dan periksalah. Aku tidak mau ada kesalahan sekecil apapun,” ucap alex seraya menunjuk pada tumpukan dokumen yang setinggi gunung.
Seketika mata Allina membelalak melihat tumpukan dokumen itu. Bagaimana dia bisa menyelesaikan semuanya sebanyak itu hanya dalam sekali waktu? Tetapi Allina hanya bisa diam dan menurut, lalu mengambil semua dokumen itu dan berbalik beranjak pergi. Namun, baru saja Allina hendak membuka pintu, tiba-tiba pintu terbuka dari luar begitu saja dan muncul sosok lelaki yang tak asing di matanya.
“Roy!” panggil Alex yang berdiri di belakang Allina.
Melihat yang datang adalah temannya Alex, Allina kembali meneruskan langkahnya. Namun, baru saja dia akan melangkah pergi, suara Alex terdengar tajam memanggilnya. “Allina, tunggu!”Ia membalikkan badan perlahan, menatap Alex yang kini berdiri di dekat Roy. “Setelah menaruh semua dokumen itu di mejamu, buatkan kopi untukku dan Roy dulu. Jangan terlalu lama,” perintahnya dengan nada dingin.“Baiklah,” jawab Allina, lalu pergi menjalankan tugasnya sesuai perintah Alex.Roy duduk di sofa panjang di sisi sebelah meja kerja Alex, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Aku dengar Clarissa pergi, ya. Apa itu benar? Sekarang di mana dia? Aku sangat terkejut mendengar kabar itu, makanya aku cepat-cepat ke sini,” tanyanya dengan nada santai, meskipun tatapan matanya penuh siasat.Alex mendengus, berjalan menyusul Roy untuk duduk di sofa. “Jika aku tahu, apa menurutmu aku akan membuang-buang waktu di sini? Dia pergi begitu saja tanpa kabar, Roy. Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali.”R
“Wah …! sepertinya kamu sangat senang, ya, menjadi istri dari seorang Alexander Grey. Selamat! Kini tujuanmu sudah tercapai,” ujar Alex dengan lantang dan penuh penekanan.Di dalam kamar megah nan luas itu Alex mulai menunjukkan sikap aslinya pada Allina, istri yang baru dia nikahi tadi siang. Alex yang baru saja ditinggal kekasihnya, hidupnya menjadi kacau, dan dia menuduh Allina lah penyebab kepergian sang kekasih. Atas dasar dendam, Alex membeli dan menikahi Allina.DegAllina sungguh terkejut dengan apa yang diucapkan suaminya, Alex. Allina sungguh tidak mengerti apa maksud suaminya berbicara seperti itu. Jika ditanya apakah dia senang? Pasti jawabannya iya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan suami seperti Alexander Grey. Pria kaya raya, CEO dari Grey Corporation, perusahaan raksasa yang bergerak di berbagai bidang usaha. Namun, sungguh Allina tidak pernah menginginkannya. Jangankan berharap, membayangkan saja dia tidak berani."Apa maksudmu berbicara seperti itu? Sungguh ak
Allina tidak menyangka, orang yang selama ini selalu menunjukkan sikap baik padanya, ternyata mempunyai sisi kejam. Padahal selama ini yang Allina tahu, suaminya itu seorang pimpinan yang baik dan bijaksana. Namun sekarang, hanya karena kesalahan yang belum tentu Allina lakukan, Alex dengan tega bersikap kasar dan menyakitinya.Begitu lama Allina menangis, meratapi nasibnya yang tragis. Sejak orang tuanya meninggal dia hanya hidup dengan sang adik, tetapi kini adiknya terbaring tak berdaya. Ia pun terpaksa hidup sebagai wanita malam. Saat Alex datang membelinya dan mengeluarkannya dari kehidupan yang gelap, dia pikir hidupnya akan berubah. Nyatanya dia seperti masuk kandang singa, harus rela menjadi pelampiasan amarah suaminya.Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Allina beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Malam sudah semakin larut, sudah waktunya bagi Allina untuk tidur. Namun, pria yang baru menjadi suaminya itu belum juga masuk ke kamar. Mau bagaimanapun, malam ini a
Tubuh Allina seakan membeku saat Alex berbisik di telinganya. Bahkan wanita itu sampai tidak sadar saat Alex pergi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa agar suaminya itu percaya bahwa bukanlah dia pelaku pejebakan itu. Allina memang butuh uang, tapi bukan berarti dia akan melakukan hal yang licik apalagi sampai menjebak bosnya sendiri.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi menyadarkan lamunan Allina. Segera dia memaksakan diri melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai menyiapkan baju untuk suaminya dan buru-buru ke dapur untuk memasak. Apapun perlakuan suaminya, tak menyurutkan Allina untuk memenuhi tugasnya.Hanya dalam waktu singkat, berbagai jenis makanan sudah tersaji di meja. Allina yang sudah terbiasa memasak sendiri dengan cepat menyelesaikannya. Kini dia hanya tinggal menunggu sang suami datang untuk sarapan. Namun, tiba-tiba saja ponsel yang ada di sakunya bergetar. Allina terkejut saat melihat ternyata itu panggilan dari rumah sakit. Bergegas
Melihat yang datang adalah temannya Alex, Allina kembali meneruskan langkahnya. Namun, baru saja dia akan melangkah pergi, suara Alex terdengar tajam memanggilnya. “Allina, tunggu!”Ia membalikkan badan perlahan, menatap Alex yang kini berdiri di dekat Roy. “Setelah menaruh semua dokumen itu di mejamu, buatkan kopi untukku dan Roy dulu. Jangan terlalu lama,” perintahnya dengan nada dingin.“Baiklah,” jawab Allina, lalu pergi menjalankan tugasnya sesuai perintah Alex.Roy duduk di sofa panjang di sisi sebelah meja kerja Alex, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Aku dengar Clarissa pergi, ya. Apa itu benar? Sekarang di mana dia? Aku sangat terkejut mendengar kabar itu, makanya aku cepat-cepat ke sini,” tanyanya dengan nada santai, meskipun tatapan matanya penuh siasat.Alex mendengus, berjalan menyusul Roy untuk duduk di sofa. “Jika aku tahu, apa menurutmu aku akan membuang-buang waktu di sini? Dia pergi begitu saja tanpa kabar, Roy. Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali.”R
Clarissa menatap Roy dengan tatapan tajam, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tangannya mengusap dada Roy dengan gerakan lembut, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu, berbisik dengan suara penuh desah.“Roy, kenapa kamu terlihat khawatir?” katanya pelan. “Aku sangat yakin Alex tidak akan pernah tahu. Kita berdua sudah merencanakan ini dengan sangat hati-hati. Pasti semua akan berjalan lancar.”Roy menelan ludah, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Dia sangat tahu bagaimana kekuasaan Alex, sahabatnya. Jika sampai Alex tahu, dia bisa saja kehilangan banyak hal. “Aku berharap kamu benar, Clar. Aku tidak mau kehilangan segalanya hanya karena satu malam.”Clarissa menarik mundur sedikit, menatap Roy dengan senyum menggoda. "Kamu tidak akan kehilangan apa-apa, Roy. Kita sudah melangkah jauh, tinggal satu langkah lagi kita pasti berhasil."Dengan kata-kata itu, Clarissa melangkah mundur, menuju meja di sudut kamar. Ia memutar tubuhnya, menatap Roy dengan pen
Tubuh Allina seakan membeku saat Alex berbisik di telinganya. Bahkan wanita itu sampai tidak sadar saat Alex pergi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa agar suaminya itu percaya bahwa bukanlah dia pelaku pejebakan itu. Allina memang butuh uang, tapi bukan berarti dia akan melakukan hal yang licik apalagi sampai menjebak bosnya sendiri.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi menyadarkan lamunan Allina. Segera dia memaksakan diri melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai menyiapkan baju untuk suaminya dan buru-buru ke dapur untuk memasak. Apapun perlakuan suaminya, tak menyurutkan Allina untuk memenuhi tugasnya.Hanya dalam waktu singkat, berbagai jenis makanan sudah tersaji di meja. Allina yang sudah terbiasa memasak sendiri dengan cepat menyelesaikannya. Kini dia hanya tinggal menunggu sang suami datang untuk sarapan. Namun, tiba-tiba saja ponsel yang ada di sakunya bergetar. Allina terkejut saat melihat ternyata itu panggilan dari rumah sakit. Bergegas
Allina tidak menyangka, orang yang selama ini selalu menunjukkan sikap baik padanya, ternyata mempunyai sisi kejam. Padahal selama ini yang Allina tahu, suaminya itu seorang pimpinan yang baik dan bijaksana. Namun sekarang, hanya karena kesalahan yang belum tentu Allina lakukan, Alex dengan tega bersikap kasar dan menyakitinya.Begitu lama Allina menangis, meratapi nasibnya yang tragis. Sejak orang tuanya meninggal dia hanya hidup dengan sang adik, tetapi kini adiknya terbaring tak berdaya. Ia pun terpaksa hidup sebagai wanita malam. Saat Alex datang membelinya dan mengeluarkannya dari kehidupan yang gelap, dia pikir hidupnya akan berubah. Nyatanya dia seperti masuk kandang singa, harus rela menjadi pelampiasan amarah suaminya.Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Allina beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Malam sudah semakin larut, sudah waktunya bagi Allina untuk tidur. Namun, pria yang baru menjadi suaminya itu belum juga masuk ke kamar. Mau bagaimanapun, malam ini a
“Wah …! sepertinya kamu sangat senang, ya, menjadi istri dari seorang Alexander Grey. Selamat! Kini tujuanmu sudah tercapai,” ujar Alex dengan lantang dan penuh penekanan.Di dalam kamar megah nan luas itu Alex mulai menunjukkan sikap aslinya pada Allina, istri yang baru dia nikahi tadi siang. Alex yang baru saja ditinggal kekasihnya, hidupnya menjadi kacau, dan dia menuduh Allina lah penyebab kepergian sang kekasih. Atas dasar dendam, Alex membeli dan menikahi Allina.DegAllina sungguh terkejut dengan apa yang diucapkan suaminya, Alex. Allina sungguh tidak mengerti apa maksud suaminya berbicara seperti itu. Jika ditanya apakah dia senang? Pasti jawabannya iya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan suami seperti Alexander Grey. Pria kaya raya, CEO dari Grey Corporation, perusahaan raksasa yang bergerak di berbagai bidang usaha. Namun, sungguh Allina tidak pernah menginginkannya. Jangankan berharap, membayangkan saja dia tidak berani."Apa maksudmu berbicara seperti itu? Sungguh ak