“Wah …! sepertinya kamu sangat senang, ya, menjadi istri dari seorang Alexander Grey. Selamat! Kini tujuanmu sudah tercapai,” ujar Alex dengan lantang dan penuh penekanan.
Di dalam kamar megah nan luas itu Alex mulai menunjukkan sikap aslinya pada Allina, istri yang baru dia nikahi tadi siang. Alex yang baru saja ditinggal kekasihnya, hidupnya menjadi kacau, dan dia menuduh Allina lah penyebab kepergian sang kekasih. Atas dasar dendam, Alex membeli dan menikahi Allina.
Deg
Allina sungguh terkejut dengan apa yang diucapkan suaminya, Alex. Allina sungguh tidak mengerti apa maksud suaminya berbicara seperti itu. Jika ditanya apakah dia senang? Pasti jawabannya iya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan suami seperti Alexander Grey. Pria kaya raya, CEO dari Grey Corporation, perusahaan raksasa yang bergerak di berbagai bidang usaha. Namun, sungguh Allina tidak pernah menginginkannya. Jangankan berharap, membayangkan saja dia tidak berani.
"Apa maksudmu berbicara seperti itu? Sungguh aku tidak mengerti,” tanya Allina bingung.
Bukannya menjawab pertanyaan Allina, tanpa diduga Alex tiba-tiba menarik rambutnya, membuat kepalanya mendongak seketika. “Jangan berlagak bodoh! Aku tahu malam itu kamu telah menjebakku, kan?!” bentak Alex.
“Awh!” teriak Allina kesakitan. “Me-menjebak?” ucapnya terbata-bata sambil menahan sakit.
Allina benar-benar bingung dengan semua yang dikatakan oleh Alex. Senang? Jebakan? Sungguh Allina tidak pernah merasa dan melakukan itu. Wanita itu tidak tahu kenapa suaminya bisa berpikir seperti itu. Dia sadar, dirinya hanyalah seorang wanita malam sebelumnya. Namun, dia tidak pernah melakukan hal seperti yang dituduhkan suaminya itu.
"Sudah kubilang, jangan pura-pura di depanku. Apa kamu tahu, karena kejadian malam itu hidupku hancur. Clarissa kekasihku pergi dari hidupku. Maka dari itu, kamu harus terima semua akibatnya karena telah berani menjebakku."
Allina jadi teringat saat kejadian malam itu. Malam saat dia harus melayani salah satu pelanggannya. Waktu itu dia sungguh terkejut saat tahu ternyata tamu yang harus dia layani adalah bosnya sendiri. Hampir saja malam itu dia menolak, tetapi mengingat dia harus membiayai pengobatan adiknya, akhirnya dia menerima. Lagipula dia tidak mau membuat mucikari yang dia ikuti marah. Namun, dia tidak menyangka hal itu malah membuat Alex berpikir bahwa dia yang sudah menjebak. Kini Allina tahu apa alasan Alex menikahinya, tidak lain adalah untuk membalas dendam.
"Tapi, malam itu aku hanya menjalankan pekerjaanku saja. Aku tidak mungkin berani sengaja menjebakmu," ucap Allina masih menahan sakit karena suaminya itu semakin kuat menjambaknya.
“Perlu kamu tahu, Allina. Mau bagaimanapun kamu berpura-pura, aku tidak akan pernah bisa kamu tipu. Selama ini aku sudah berbaik hati memberimu pekerjaan, tapi apa yang telah kamu lakukan padaku? Sungguh murahan.”
Ya. Sebelum menjadi wanita malam, Allina sudah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan Alex. Namun, karena sebuah kecelakaan yang menimpa adiknya, dia harus mencari uang yang sangat banyak demi operasi adiknya yang masih terbaring koma di rumah sakit. Dia pun terpaksa mencari pekerjaan sampingan sebagai wanita malam karena menurutnya itulah cara cepat agar dia mendapatkan uang.
“Tapi, aku tidak melakukannya? Aku sungguh ….”
Belum selesai Allina bicara, tiba-tiba saja Alex menarik rambutnya lagi dan menghempaskannya dengan kasar hingga jatuh telentang ke atas ranjang. Allina hanya bisa menangis sambil menahan sakit. Dia sangat tahu, sebelumnya dia hanyalah wanita malam yang tidak pantas dinikahi oleh seseorang, tetapi dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan kasar. Apalagi yang dia tahu selama ini, suami alias bosnya itu orang yang baik dan cukup bijaksana.
Allina sempat menolak saat bosnya itu datang ke mucikari untuk membelinya. Namun, saat itu adiknya harus segera dioperasi dan dia butuh banyak uang untuk biayanya. Karena itu Allina langsung menerima tawaran menikah saat bosnya bersedia membelinya dengan harga 500 juta. Sungguh angka yang fantastis bagi seorang Allina.
Alex berjalan menuju meja yang ada di sisi ranjang, lalu mengambil sesuatu dari dalam laci. Tampak dia memegang sebuah map berwarna hijau, lalu melemparkan begitu saja ke wajah Allina. “Bangun! Buka map itu, baca, lalu tandatangani surat di dalamnya."
Allina tersentak. Tangannya segera meraih map yang diberikan Alex, lalu sekuat tenaga dia kembali bangkit dan duduk di tepi ranjang. Perlahan wanita itu membukanya, lalu membacanya. Seketika matanya membelalak. Ternyata itu adalah surat perjanjian pernikahan.
Di sana tertulis jelas bahwa Allina akan menjadi istrinya selama Alex menginginkannya. Artinya dia tidak akan terbebas sebelum Alex sendiri yang membebaskan atau menceraikannya. Selama dalam pernikahan juga, Allina harus selalu menuruti perintah Alex dan jika Allina melanggarnya maka Alex bebas memberinya hukuman.
Tidak ada satu hal pun isi dalam perjanjian itu yang menguntungkan Allina. Bahkan dalam perjanjian itu, akan lebih memudahkan Alex untuk bersikap semaunya. Dia hanya beruntung mendapatkan uang setiap bulannya sebanyak dua kali lipat dari dia saat bekerja sebagai wanita malam.
Allina sungguh dalam dilema, di satu sisi dia takut dengan sikap perlakuan kasar Alex, tetapi di sisi lain dia sangat membutuhkan uang itu untuk biaya pengobatan adiknya yang semakin hari semakin banyak. Apalagi adiknya harus menjalani operasi lagi untuk kedua kalinya. Jika dia sampai menolak, dia sudah tidak tahu lagi harus mencari uang di mana.
“Ayo! Cepat tandatangani surat itu atau aku akan melakukan hal yang lebih lagi?” ucap Alex tiba-tiba sambil menyodorkan sebuah pulpen untuk digunakan tanda tangan Allina.
Melihat Allina tetap terdiam, hampir saja tangan Alex terulur kembali untuk menjambak Allina. Namun, tangannya berhenti bergerak saat Allina berteriak.
“Baiklah! Baik, aku akan segera tandatangani.” Dengan tangan yang bergetar Allina meraih pulpen yang disodorkan Alex, lalu segera menandatangani surat perjanjiannya.
Allina terpaksa melakukan itu semua. Meski dia takut menghadapi Alex, tetapi tekadnya untuk menyembuhkan adiknya itu sangat kuat. Dia bisa kehilangan semua termasuk harga diri dan kehormatannya, asalkan dia bisa menyelamatkan adiknya.
Melihat Allina menandatangani surat itu, Alex tersenyum licik. Seperti orang tidak sabar, Alex merebut begitu saja saat melihat Allina sudah selesai menandatangani. “Bagus. Dengan begini aku bisa melakukan apapun padamu. Saatnya aku membalas semua yang telah kamu lakukan padaku,’ ucap Alex sambil memukul-mukul kepala Allina dengan map berisi surat perjanjian itu.
Allina hanya bisa mununduk takut. Ingin sekali dia memprotes atau setidaknya meminta kejelasan Alex tentang apa sebenarnya kesalahan yang dia lakukan. Apa bukti Alex sehingga menuduhnya seperti itu? Namun, perlakuan kasar yang dilakukan sang suami sebelumnya begitu membuatnya takut. Kini wanita itu hanya bisa menurut apa kata suaminya saja, sampai dia tahu yang sebenarnya dan bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Setelah puas melakukan semuanya, Alex pun pergi meninggalkan Allina sendirian. Di dalam kamar, Allina menangis sejadi-jadinya. Dia sungguh tidak menyangka akan mengalami hal buruk seperti ini. Namun, dia harus selalu kuat menghadapinya.
Mendadak Allina teringat dengan ucapan suaminya. Alex berkata dengan jelas bahwa dirinya telah menjebak suaminya itu. “Jika Alex bilang aku telah menjebak dirinya, apa artinya ada seseorang yang menjebaknya malam itu dan melimpahkan semua kesalahannya padaku?” gumam Allina.
Allina tidak menyangka, orang yang selama ini selalu menunjukkan sikap baik padanya, ternyata mempunyai sisi kejam. Padahal selama ini yang Allina tahu, suaminya itu seorang pimpinan yang baik dan bijaksana. Namun sekarang, hanya karena kesalahan yang belum tentu Allina lakukan, Alex dengan tega bersikap kasar dan menyakitinya.Begitu lama Allina menangis, meratapi nasibnya yang tragis. Sejak orang tuanya meninggal dia hanya hidup dengan sang adik, tetapi kini adiknya terbaring tak berdaya. Ia pun terpaksa hidup sebagai wanita malam. Saat Alex datang membelinya dan mengeluarkannya dari kehidupan yang gelap, dia pikir hidupnya akan berubah. Nyatanya dia seperti masuk kandang singa, harus rela menjadi pelampiasan amarah suaminya.Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Allina beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Malam sudah semakin larut, sudah waktunya bagi Allina untuk tidur. Namun, pria yang baru menjadi suaminya itu belum juga masuk ke kamar. Mau bagaimanapun, malam ini a
Tubuh Allina seakan membeku saat Alex berbisik di telinganya. Bahkan wanita itu sampai tidak sadar saat Alex pergi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa agar suaminya itu percaya bahwa bukanlah dia pelaku pejebakan itu. Allina memang butuh uang, tapi bukan berarti dia akan melakukan hal yang licik apalagi sampai menjebak bosnya sendiri.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi menyadarkan lamunan Allina. Segera dia memaksakan diri melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai menyiapkan baju untuk suaminya dan buru-buru ke dapur untuk memasak. Apapun perlakuan suaminya, tak menyurutkan Allina untuk memenuhi tugasnya.Hanya dalam waktu singkat, berbagai jenis makanan sudah tersaji di meja. Allina yang sudah terbiasa memasak sendiri dengan cepat menyelesaikannya. Kini dia hanya tinggal menunggu sang suami datang untuk sarapan. Namun, tiba-tiba saja ponsel yang ada di sakunya bergetar. Allina terkejut saat melihat ternyata itu panggilan dari rumah sakit. Bergegas
Clarissa menatap Roy dengan tatapan tajam, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tangannya mengusap dada Roy dengan gerakan lembut, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu, berbisik dengan suara penuh desah.“Roy, kenapa kamu terlihat khawatir?” katanya pelan. “Aku sangat yakin Alex tidak akan pernah tahu. Kita berdua sudah merencanakan ini dengan sangat hati-hati. Pasti semua akan berjalan lancar.”Roy menelan ludah, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Dia sangat tahu bagaimana kekuasaan Alex, sahabatnya. Jika sampai Alex tahu, dia bisa saja kehilangan banyak hal. “Aku berharap kamu benar, Clar. Aku tidak mau kehilangan segalanya hanya karena satu malam.”Clarissa menarik mundur sedikit, menatap Roy dengan senyum menggoda. "Kamu tidak akan kehilangan apa-apa, Roy. Kita sudah melangkah jauh, tinggal satu langkah lagi kita pasti berhasil."Dengan kata-kata itu, Clarissa melangkah mundur, menuju meja di sudut kamar. Ia memutar tubuhnya, menatap Roy dengan pen
Melihat yang datang adalah temannya Alex, Allina kembali meneruskan langkahnya. Namun, baru saja dia akan melangkah pergi, suara Alex terdengar tajam memanggilnya. “Allina, tunggu!”Ia membalikkan badan perlahan, menatap Alex yang kini berdiri di dekat Roy. “Setelah menaruh semua dokumen itu di mejamu, buatkan kopi untukku dan Roy dulu. Jangan terlalu lama,” perintahnya dengan nada dingin.“Baiklah,” jawab Allina, lalu pergi menjalankan tugasnya sesuai perintah Alex.Roy duduk di sofa panjang di sisi sebelah meja kerja Alex, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Aku dengar Clarissa pergi, ya. Apa itu benar? Sekarang di mana dia? Aku sangat terkejut mendengar kabar itu, makanya aku cepat-cepat ke sini,” tanyanya dengan nada santai, meskipun tatapan matanya penuh siasat.Alex mendengus, berjalan menyusul Roy untuk duduk di sofa. “Jika aku tahu, apa menurutmu aku akan membuang-buang waktu di sini? Dia pergi begitu saja tanpa kabar, Roy. Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali.”R
Melihat yang datang adalah temannya Alex, Allina kembali meneruskan langkahnya. Namun, baru saja dia akan melangkah pergi, suara Alex terdengar tajam memanggilnya. “Allina, tunggu!”Ia membalikkan badan perlahan, menatap Alex yang kini berdiri di dekat Roy. “Setelah menaruh semua dokumen itu di mejamu, buatkan kopi untukku dan Roy dulu. Jangan terlalu lama,” perintahnya dengan nada dingin.“Baiklah,” jawab Allina, lalu pergi menjalankan tugasnya sesuai perintah Alex.Roy duduk di sofa panjang di sisi sebelah meja kerja Alex, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Aku dengar Clarissa pergi, ya. Apa itu benar? Sekarang di mana dia? Aku sangat terkejut mendengar kabar itu, makanya aku cepat-cepat ke sini,” tanyanya dengan nada santai, meskipun tatapan matanya penuh siasat.Alex mendengus, berjalan menyusul Roy untuk duduk di sofa. “Jika aku tahu, apa menurutmu aku akan membuang-buang waktu di sini? Dia pergi begitu saja tanpa kabar, Roy. Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali.”R
Clarissa menatap Roy dengan tatapan tajam, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tangannya mengusap dada Roy dengan gerakan lembut, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu, berbisik dengan suara penuh desah.“Roy, kenapa kamu terlihat khawatir?” katanya pelan. “Aku sangat yakin Alex tidak akan pernah tahu. Kita berdua sudah merencanakan ini dengan sangat hati-hati. Pasti semua akan berjalan lancar.”Roy menelan ludah, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Dia sangat tahu bagaimana kekuasaan Alex, sahabatnya. Jika sampai Alex tahu, dia bisa saja kehilangan banyak hal. “Aku berharap kamu benar, Clar. Aku tidak mau kehilangan segalanya hanya karena satu malam.”Clarissa menarik mundur sedikit, menatap Roy dengan senyum menggoda. "Kamu tidak akan kehilangan apa-apa, Roy. Kita sudah melangkah jauh, tinggal satu langkah lagi kita pasti berhasil."Dengan kata-kata itu, Clarissa melangkah mundur, menuju meja di sudut kamar. Ia memutar tubuhnya, menatap Roy dengan pen
Tubuh Allina seakan membeku saat Alex berbisik di telinganya. Bahkan wanita itu sampai tidak sadar saat Alex pergi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa agar suaminya itu percaya bahwa bukanlah dia pelaku pejebakan itu. Allina memang butuh uang, tapi bukan berarti dia akan melakukan hal yang licik apalagi sampai menjebak bosnya sendiri.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi menyadarkan lamunan Allina. Segera dia memaksakan diri melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai menyiapkan baju untuk suaminya dan buru-buru ke dapur untuk memasak. Apapun perlakuan suaminya, tak menyurutkan Allina untuk memenuhi tugasnya.Hanya dalam waktu singkat, berbagai jenis makanan sudah tersaji di meja. Allina yang sudah terbiasa memasak sendiri dengan cepat menyelesaikannya. Kini dia hanya tinggal menunggu sang suami datang untuk sarapan. Namun, tiba-tiba saja ponsel yang ada di sakunya bergetar. Allina terkejut saat melihat ternyata itu panggilan dari rumah sakit. Bergegas
Allina tidak menyangka, orang yang selama ini selalu menunjukkan sikap baik padanya, ternyata mempunyai sisi kejam. Padahal selama ini yang Allina tahu, suaminya itu seorang pimpinan yang baik dan bijaksana. Namun sekarang, hanya karena kesalahan yang belum tentu Allina lakukan, Alex dengan tega bersikap kasar dan menyakitinya.Begitu lama Allina menangis, meratapi nasibnya yang tragis. Sejak orang tuanya meninggal dia hanya hidup dengan sang adik, tetapi kini adiknya terbaring tak berdaya. Ia pun terpaksa hidup sebagai wanita malam. Saat Alex datang membelinya dan mengeluarkannya dari kehidupan yang gelap, dia pikir hidupnya akan berubah. Nyatanya dia seperti masuk kandang singa, harus rela menjadi pelampiasan amarah suaminya.Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Allina beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Malam sudah semakin larut, sudah waktunya bagi Allina untuk tidur. Namun, pria yang baru menjadi suaminya itu belum juga masuk ke kamar. Mau bagaimanapun, malam ini a
“Wah …! sepertinya kamu sangat senang, ya, menjadi istri dari seorang Alexander Grey. Selamat! Kini tujuanmu sudah tercapai,” ujar Alex dengan lantang dan penuh penekanan.Di dalam kamar megah nan luas itu Alex mulai menunjukkan sikap aslinya pada Allina, istri yang baru dia nikahi tadi siang. Alex yang baru saja ditinggal kekasihnya, hidupnya menjadi kacau, dan dia menuduh Allina lah penyebab kepergian sang kekasih. Atas dasar dendam, Alex membeli dan menikahi Allina.DegAllina sungguh terkejut dengan apa yang diucapkan suaminya, Alex. Allina sungguh tidak mengerti apa maksud suaminya berbicara seperti itu. Jika ditanya apakah dia senang? Pasti jawabannya iya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan suami seperti Alexander Grey. Pria kaya raya, CEO dari Grey Corporation, perusahaan raksasa yang bergerak di berbagai bidang usaha. Namun, sungguh Allina tidak pernah menginginkannya. Jangankan berharap, membayangkan saja dia tidak berani."Apa maksudmu berbicara seperti itu? Sungguh ak