Allina tidak menyangka, orang yang selama ini selalu menunjukkan sikap baik padanya, ternyata mempunyai sisi kejam. Padahal selama ini yang Allina tahu, suaminya itu seorang pimpinan yang baik dan bijaksana. Namun sekarang, hanya karena kesalahan yang belum tentu Allina lakukan, Alex dengan tega bersikap kasar dan menyakitinya.
Begitu lama Allina menangis, meratapi nasibnya yang tragis. Sejak orang tuanya meninggal dia hanya hidup dengan sang adik, tetapi kini adiknya terbaring tak berdaya. Ia pun terpaksa hidup sebagai wanita malam. Saat Alex datang membelinya dan mengeluarkannya dari kehidupan yang gelap, dia pikir hidupnya akan berubah. Nyatanya dia seperti masuk kandang singa, harus rela menjadi pelampiasan amarah suaminya.
Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Allina beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Malam sudah semakin larut, sudah waktunya bagi Allina untuk tidur. Namun, pria yang baru menjadi suaminya itu belum juga masuk ke kamar. Mau bagaimanapun, malam ini adalah malam pertama bagi mereka, dia tidak mungkin berani tidur duluan.
Allina merasakan kantuk luar biasa. Menunggu sang suami yang tidak kunjung datang, akhirnya dia terpaksa memberanikan diri berbaring di atas ranjang. Tak lama Allina pun tertidur dengan lelapnya, sampai-sampai dia tidak sadar ada seseorang masuk ke kamar.
Alex tiba-tiba saja menarik selimut Allina dengan kasar. “Enak sekali, ya, tidur di ranjang empuk dan besar begini!” ucapnya dengan lantang.
Seketika Allina terbangun dan terjingkat. Dia terkejut saat mendapati sang suami sudah ada di sampingnya, mengatakan sesuatu yang terasa menusuk. Perlahan Allina bangkit dari tidurnya, lalu turun dari ranjang. “Ma-maaf, bukan maksudku begitu. Tadi aku lama menunggu. Karena sudah mengantuk, aku jadi tidur lebih dulu.”
“Kenapa bangun? Bukankah itu impianmu dari dulu.”
Tanpa Allina duga Alex menarik tangannya, lalu menghempaskannya hingga jatuh tersungkur di atas ranjang. Mendadak Allina merasakan takut luar biasa. Dia menoleh menatap wajah suaminya, tampak begitu garang dan menakutkan.
“Aku sampai lupa. Bukankah malam ini adalah malam pertama kita? Kamu pasti menanti-nantikan malam ini. Bagaimana kalau aku turuti saja keinginanmu?” Alex berkata sambil tersenyum menyeringai, lalu berjalan mendekati Allina.
Melihat Alex mendekat, Allina langsung beringsut ke belakang. Namun, Alex makin mendekat dan menatapnya tajam, mengikis jarak antara keduanya. Alex tak mempedulikan wajah takut Allina, justru dia malah tertawa senang melihat ekspresi wajah itu. Berhasil menyakiti Allina, membuatnya sangat bersemangat.
“Kamu sangat suka ini, kan? Baiklah, aku akan memuaskanmu malam ini.”
Allina menggelang cepat dan berusaha menghindar. Namun, Gerakan tangan Alex sangat cepat. Alex mencekal kedua tangan Allina begitu kuat. Sekuat tenaga Allina memberontak, tetapi semua sia-sia. Kekuatan Alex tidaklah sebanding dengannya. Dia tahu, sudah merupakan kewajiban sebagai seorang istri harus melayani suami, tapi tidak dengan pemaksaan dan perlakuan kasar. Allina merasakan hatinya bagai tersayat-sayat saat sang suami merobek paksa bajunya.
“Jangan lakukan itu! Kumohon!” ucapnya memohon, sementara wajahnya sudah penuh derai air mata. Namun, Alex tidak mengindahkan sama sekali ucapan permohonan istrinya. Dia terus memaksa Allina dan memuaskan hasrat dan keinginannya.
Pertahanan Allina runtuh juga. Dia hanya bisa pasrah. Semakin dia memberontak, semakin semangat Alex berlaku kasar dan menyiksanya. Bahkan Alex tak segan untuk memukulnya. Sepanjang malam Allina hanya bisa menangis sejadi-jadinya, sedangkan Alex tanpa belas kasihan terus memaksa dan melepaskan hasratnya.
Penderitaan Allina ternyata tidak cukup di situ saja. Setelah selesai melakukan itu semua, Alex dengan teganya menarik dan menghempaskan tubuh Allina yang masih tanpa busana hingga jatuh tersungkur ke lantai.
“Meski aku sudah menikahimu, jangan kamu pikir aku akan memperlakukanmu seperti ratu!” ujar Alex sambil mencengkeram dagu Allina. “Bagiku kamu hanyalah wanita murahan yang dapat kubeli dengan mudah dan kubuang setelah aku puas. Jadi, untuk sekarang dan seterusnya kamu tidak boleh tidur di ranjang. Kamu lebih pantas tidur di lantai saja,” ujarnya lagi seraya melepaskan dagu Allina kasar. Allex pun membiarkan Allina begitu saja, lalu tidur tengkurap di atas ranjang.
Allina tidak berani membantah. Dia segera mengambil bajunya yang ada di koper untuk dia pakai, sebab bajunya tadi sudah tak terbentuk akibat ulah suaminya. Setelah memakai bajunya, Allina menatap nanar sang suami yang sudah tertidur dengan lelapnya di atas ranjang. Allina tidak tahu, sampai kapan dia akan bertahan dengan kondisi seperti ini. Dia hanya bisa berdo’a agar pelaku sesungguhnya yang telah menjebak suaminya itu segera terbongkar. Dengan begitu suaminya tidak akan menyalahkannya lagi.
Allina memunguti bajunya yang berserakan di lantai dan membuangnya di tempat sampah, lalu mengambil satu helai selimut tipis miliknya yang dia bawa dari rumah di dalam koper. Sebenernya di sisi sebelah pojok kanan dalam ruangan itu ada sofa panjang yang bisa dia gunakan untuk tidur, tetapi dia tidak berani melakukannya. Dia takut Alex kembali marah dan menyakitinya saat terbangun nanti.
Di malam yang dingin itu, Allina terpaksa menuruti perintah Alex untuk tidur di lantai berselimutkan kain tipis. Awalnya dia sangat kesulitan untuk tidur, tapi lama kelamaan matanya pun terpejam dengan sendirinya.
Pagi harinya, perlahan Allina membuka mata. Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela seketika membuatnya mengalihkan pandangan. Saat menoleh ke sisi ranjang, dia melihat sang suami masih terlelap dengan tidurnya. Segara Allina beranjak melipat selimutnya, lalu berjalan ke lamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lupa Allina menyiapkan air hangat dan baju ganti untuk suaminya.
“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Alex yang sudah bangun dan duduk di tepi ranjang.
Seketika Allina terjingkat, mendengar suara Alex yang menegurnya saat sedang menyetrika baju untuk suaminya.
“A-aku sedang menyiapkan baju untuk kamu pakai nanti. Aku juga sudah menyiapkan air hangat untukmu. Mandilah!”
Alex menatap wajah Allina yang menunduk ketakutan. Matanya memicing. Dia bingung dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Semalam dia sudah menyiksa dah menyakitinya, bahkan dia juga menghinanya, tetapi wanita itu malah melayaninya dengan baik. Mendadak timbul rasa penasaran dalam benak Alex. Istrinya itu benar-benar tulus padanya atau hanya ingin memanfaatkan kekayaannya seperti yang dia tuduhkan.
“Memang siapa yang menyuruhmu melakukan ini? Apa kamu pikir aku tidak tahu, kamu melakukan semua itu hanya untuk menarik simpatiku saja, kan?”
Dengan cepat Allina menggeleng. “Tidak. Aku lakukan ini hanya karena ini kewajibanku saja. Tidak lebih,” ucapnya membela diri.
“Apa kamu pikir aku akan percaya?” Alex beranjak dari ranjangnya, lalu berjalan mendekati Allina.
Tanpa sadar Allina memundurkan langkahnya, sampai dia merasa terpojok saat tubuhnya menabrak dinding. Namun, Alex tidak berhenti mendekat sehingga mengikis jarak antara keduanya. Alex menundukkan wajahnya dan kini tepat di samping telinga Allina.
“Ingat ini, wanita murahan! Apapun yang kamu lakukan tidak ada gunanya. Tunggu aku sampai berhasil membuktikan bahwa kamu menjebakku, saat itu kupastikan hidupmu akan mendekam di penjara.”
Tubuh Allina seakan membeku saat Alex berbisik di telinganya. Bahkan wanita itu sampai tidak sadar saat Alex pergi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa agar suaminya itu percaya bahwa bukanlah dia pelaku pejebakan itu. Allina memang butuh uang, tapi bukan berarti dia akan melakukan hal yang licik apalagi sampai menjebak bosnya sendiri.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi menyadarkan lamunan Allina. Segera dia memaksakan diri melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai menyiapkan baju untuk suaminya dan buru-buru ke dapur untuk memasak. Apapun perlakuan suaminya, tak menyurutkan Allina untuk memenuhi tugasnya.Hanya dalam waktu singkat, berbagai jenis makanan sudah tersaji di meja. Allina yang sudah terbiasa memasak sendiri dengan cepat menyelesaikannya. Kini dia hanya tinggal menunggu sang suami datang untuk sarapan. Namun, tiba-tiba saja ponsel yang ada di sakunya bergetar. Allina terkejut saat melihat ternyata itu panggilan dari rumah sakit. Bergegas
Clarissa menatap Roy dengan tatapan tajam, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tangannya mengusap dada Roy dengan gerakan lembut, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu, berbisik dengan suara penuh desah.“Roy, kenapa kamu terlihat khawatir?” katanya pelan. “Aku sangat yakin Alex tidak akan pernah tahu. Kita berdua sudah merencanakan ini dengan sangat hati-hati. Pasti semua akan berjalan lancar.”Roy menelan ludah, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Dia sangat tahu bagaimana kekuasaan Alex, sahabatnya. Jika sampai Alex tahu, dia bisa saja kehilangan banyak hal. “Aku berharap kamu benar, Clar. Aku tidak mau kehilangan segalanya hanya karena satu malam.”Clarissa menarik mundur sedikit, menatap Roy dengan senyum menggoda. "Kamu tidak akan kehilangan apa-apa, Roy. Kita sudah melangkah jauh, tinggal satu langkah lagi kita pasti berhasil."Dengan kata-kata itu, Clarissa melangkah mundur, menuju meja di sudut kamar. Ia memutar tubuhnya, menatap Roy dengan pen
Melihat yang datang adalah temannya Alex, Allina kembali meneruskan langkahnya. Namun, baru saja dia akan melangkah pergi, suara Alex terdengar tajam memanggilnya. “Allina, tunggu!”Ia membalikkan badan perlahan, menatap Alex yang kini berdiri di dekat Roy. “Setelah menaruh semua dokumen itu di mejamu, buatkan kopi untukku dan Roy dulu. Jangan terlalu lama,” perintahnya dengan nada dingin.“Baiklah,” jawab Allina, lalu pergi menjalankan tugasnya sesuai perintah Alex.Roy duduk di sofa panjang di sisi sebelah meja kerja Alex, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Aku dengar Clarissa pergi, ya. Apa itu benar? Sekarang di mana dia? Aku sangat terkejut mendengar kabar itu, makanya aku cepat-cepat ke sini,” tanyanya dengan nada santai, meskipun tatapan matanya penuh siasat.Alex mendengus, berjalan menyusul Roy untuk duduk di sofa. “Jika aku tahu, apa menurutmu aku akan membuang-buang waktu di sini? Dia pergi begitu saja tanpa kabar, Roy. Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali.”R
“Wah …! sepertinya kamu sangat senang, ya, menjadi istri dari seorang Alexander Grey. Selamat! Kini tujuanmu sudah tercapai,” ujar Alex dengan lantang dan penuh penekanan.Di dalam kamar megah nan luas itu Alex mulai menunjukkan sikap aslinya pada Allina, istri yang baru dia nikahi tadi siang. Alex yang baru saja ditinggal kekasihnya, hidupnya menjadi kacau, dan dia menuduh Allina lah penyebab kepergian sang kekasih. Atas dasar dendam, Alex membeli dan menikahi Allina.DegAllina sungguh terkejut dengan apa yang diucapkan suaminya, Alex. Allina sungguh tidak mengerti apa maksud suaminya berbicara seperti itu. Jika ditanya apakah dia senang? Pasti jawabannya iya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan suami seperti Alexander Grey. Pria kaya raya, CEO dari Grey Corporation, perusahaan raksasa yang bergerak di berbagai bidang usaha. Namun, sungguh Allina tidak pernah menginginkannya. Jangankan berharap, membayangkan saja dia tidak berani."Apa maksudmu berbicara seperti itu? Sungguh ak
Melihat yang datang adalah temannya Alex, Allina kembali meneruskan langkahnya. Namun, baru saja dia akan melangkah pergi, suara Alex terdengar tajam memanggilnya. “Allina, tunggu!”Ia membalikkan badan perlahan, menatap Alex yang kini berdiri di dekat Roy. “Setelah menaruh semua dokumen itu di mejamu, buatkan kopi untukku dan Roy dulu. Jangan terlalu lama,” perintahnya dengan nada dingin.“Baiklah,” jawab Allina, lalu pergi menjalankan tugasnya sesuai perintah Alex.Roy duduk di sofa panjang di sisi sebelah meja kerja Alex, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Aku dengar Clarissa pergi, ya. Apa itu benar? Sekarang di mana dia? Aku sangat terkejut mendengar kabar itu, makanya aku cepat-cepat ke sini,” tanyanya dengan nada santai, meskipun tatapan matanya penuh siasat.Alex mendengus, berjalan menyusul Roy untuk duduk di sofa. “Jika aku tahu, apa menurutmu aku akan membuang-buang waktu di sini? Dia pergi begitu saja tanpa kabar, Roy. Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali.”R
Clarissa menatap Roy dengan tatapan tajam, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tangannya mengusap dada Roy dengan gerakan lembut, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu, berbisik dengan suara penuh desah.“Roy, kenapa kamu terlihat khawatir?” katanya pelan. “Aku sangat yakin Alex tidak akan pernah tahu. Kita berdua sudah merencanakan ini dengan sangat hati-hati. Pasti semua akan berjalan lancar.”Roy menelan ludah, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Dia sangat tahu bagaimana kekuasaan Alex, sahabatnya. Jika sampai Alex tahu, dia bisa saja kehilangan banyak hal. “Aku berharap kamu benar, Clar. Aku tidak mau kehilangan segalanya hanya karena satu malam.”Clarissa menarik mundur sedikit, menatap Roy dengan senyum menggoda. "Kamu tidak akan kehilangan apa-apa, Roy. Kita sudah melangkah jauh, tinggal satu langkah lagi kita pasti berhasil."Dengan kata-kata itu, Clarissa melangkah mundur, menuju meja di sudut kamar. Ia memutar tubuhnya, menatap Roy dengan pen
Tubuh Allina seakan membeku saat Alex berbisik di telinganya. Bahkan wanita itu sampai tidak sadar saat Alex pergi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa agar suaminya itu percaya bahwa bukanlah dia pelaku pejebakan itu. Allina memang butuh uang, tapi bukan berarti dia akan melakukan hal yang licik apalagi sampai menjebak bosnya sendiri.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi menyadarkan lamunan Allina. Segera dia memaksakan diri melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai menyiapkan baju untuk suaminya dan buru-buru ke dapur untuk memasak. Apapun perlakuan suaminya, tak menyurutkan Allina untuk memenuhi tugasnya.Hanya dalam waktu singkat, berbagai jenis makanan sudah tersaji di meja. Allina yang sudah terbiasa memasak sendiri dengan cepat menyelesaikannya. Kini dia hanya tinggal menunggu sang suami datang untuk sarapan. Namun, tiba-tiba saja ponsel yang ada di sakunya bergetar. Allina terkejut saat melihat ternyata itu panggilan dari rumah sakit. Bergegas
Allina tidak menyangka, orang yang selama ini selalu menunjukkan sikap baik padanya, ternyata mempunyai sisi kejam. Padahal selama ini yang Allina tahu, suaminya itu seorang pimpinan yang baik dan bijaksana. Namun sekarang, hanya karena kesalahan yang belum tentu Allina lakukan, Alex dengan tega bersikap kasar dan menyakitinya.Begitu lama Allina menangis, meratapi nasibnya yang tragis. Sejak orang tuanya meninggal dia hanya hidup dengan sang adik, tetapi kini adiknya terbaring tak berdaya. Ia pun terpaksa hidup sebagai wanita malam. Saat Alex datang membelinya dan mengeluarkannya dari kehidupan yang gelap, dia pikir hidupnya akan berubah. Nyatanya dia seperti masuk kandang singa, harus rela menjadi pelampiasan amarah suaminya.Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Allina beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Malam sudah semakin larut, sudah waktunya bagi Allina untuk tidur. Namun, pria yang baru menjadi suaminya itu belum juga masuk ke kamar. Mau bagaimanapun, malam ini a
“Wah …! sepertinya kamu sangat senang, ya, menjadi istri dari seorang Alexander Grey. Selamat! Kini tujuanmu sudah tercapai,” ujar Alex dengan lantang dan penuh penekanan.Di dalam kamar megah nan luas itu Alex mulai menunjukkan sikap aslinya pada Allina, istri yang baru dia nikahi tadi siang. Alex yang baru saja ditinggal kekasihnya, hidupnya menjadi kacau, dan dia menuduh Allina lah penyebab kepergian sang kekasih. Atas dasar dendam, Alex membeli dan menikahi Allina.DegAllina sungguh terkejut dengan apa yang diucapkan suaminya, Alex. Allina sungguh tidak mengerti apa maksud suaminya berbicara seperti itu. Jika ditanya apakah dia senang? Pasti jawabannya iya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan suami seperti Alexander Grey. Pria kaya raya, CEO dari Grey Corporation, perusahaan raksasa yang bergerak di berbagai bidang usaha. Namun, sungguh Allina tidak pernah menginginkannya. Jangankan berharap, membayangkan saja dia tidak berani."Apa maksudmu berbicara seperti itu? Sungguh ak