Sudah satu jam lebih Alan dan Rendy sampai di kampung halaman Aisa. Tapi, Alan belum juga menghubungi Aisa. Entah mengapa, dia menjadi sangat gugup hanya untuk bertemu dengan istri yang sudah hampir dua bulan ini tidak ditemuinya.Rindu. Alan memang sangat merindukan Aisa, dia tidak akan menampik itu. Bahkan setiap malam sebelum dia memejamkan kedua matanya, dia selalu menatap foto-foto pernikahan mereka.Alan menghela nafas. “Ren, sekarang apa yang harus aku lakukan?”“Hubungi Nona Aisa, minta dia untuk datang kesini. Apa lebih baik saya yang menjemputnya?” Rendy bersiap-siap untuk berdiri dari duduknya, tapi Alan melarangnya.“Kalau kamu menjemputnya, Aisa akan tau kalau kamu tidak datang sendirian. Aku juga tidak bisa menghubunginya.” Alan menatap keluar jendela, karena saat ini dirinya dan Rendy tengah duduk di kursi pojokan dekat jendela.Alan menatap begitu banyak kendaraan yang berlalu-lalang lewat di depan restoran itu. Dia juga melihat sepasang kekasih yang tengah berjalan sa
Aisa menatap Alan yang saat ini juga sedang menatapnya. Wajah yang selalu dirinya rindukan. Dia tidak akan memungkiri, kalau dirinya sangat merindukan sosok yang saat ini sedang menatapnya.Sekarang Aisa tidak bisa menghindar lagi, Alan berada di depannya saat ini. Dirinya juga tak bisa lagi lari dari masalah, apalagi kedua orang tuanya terus mendesaknya untuk segera mengakhiri pernikahannya dengan Alan.“Zal, aku akan menemuinya. Apa kamu bisa meninggalkan aku sendiri?” Aisa lalu melepas genggaman tangan Rizal. Bagaimanapun dia juga tidak ingin sampai Alan salah paham padanya.Rizal menggelengkan kepalanya, dia tetap bersikukuh ingin menemani Aisa. Apapun yang terjadi, dia tidak akan meninggalkan Aisa bersama dengan Alan. “Aku akan menemanimu.”“Tidak, Zal. Tolong tinggalkan aku, aku hanya ingin berbicara berdua dengan Alan.”Rizal kembali menggenggam tangan Aisa. “Aku tidak peduli, kalau perlu aku akan mengatakan kepada Alan, kalau aku sudah melamarmu, dan kita akan...”Rizal menghe
Alan memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa. Dia akan memenuhi janjinya kepada ibunya untuk membawa Aisa kembali ke Jakarta.Alan sendiri masih tidak menyangka, kalau Aisa akan meminta cerai darinya. Bahkan Aisa kemarin lebih memilih pergi bersama dengan Rizal daripada menyelesaikan masalah mereka.Alan baru saja selesai membersihkan dirinya. Dia dan Rendy menginap di hotel bintang lima yang ada di kota itu.“Ren, kamu cari tahu dimana Aisa bekerja.” Alan duduk di sofa, di atas meja sudah tersedia makanan dan minuman yang sudah Rendy siapkan untuknya.“Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu.” Rendy membungkukkan tubuhnya, lalu melangkah menuju pintu, keluar dari kamar hotel itu.Alan mulai memakan makanan yang Rendy siapkan untuknya. Tak berselang lama ponselnya berbunyi. Dia lalu mengambil ponselnya yang ada di atas meja, lalu melihat siapa yang menghubunginya.Setelah melihat siapa yang menghubunginya, Alan langsung menjawab panggilan itu. “Halo, Ma,” sapanya setela
Alan membawa Aisa ke kamar hotel tempatnya menginap selama berada di kampung halaman Aisa. Dia tidak mengizinkan Aisa bekerja, karena dirinya mampu menghidupi seluruh keluarga Aisa.“Ren, tinggalkan kami berdua. Kamu boleh pergi kemanapun, terserah kamu,” pinta Alan setelah memaksa Aisa masuk ke dalam kamarnya.Rendy menganggukkan kepalanya sambil membungkukkan sedikit tubuhnya. “Kalau Tuan membutuhkan sesuatu, segera hubungi saya. Saya permisi,” ucapnya lalu membalikkan tubuhnya, melangkah keluar dari kamar itu.Alan melangkah mendekati Aisa yang berdiri tak jauh darinya. “Apa kamu takut padaku? Bukankah ini bukan pertama kalinya kita berada dalam satu kamar?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya saat melihat wajah ketakutan Aisa.“Lan, kenapa kamu membawaku kesini? biarkan aku pergi, aku harus bekerja.” Aisa yang ingin melangkah menuju pintu, langsung ditarik oleh Alan.“Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dari sini.” Alan lalu menarik tangan Aisa, membawa Aisa menuju kamarnya.“L
Awalnya Alan hanya ingin menggoda Aisa dengan mencium bibirnya, tapi dia tidak menyangka, ternyata bibir merah muda itu bagaikan candu untuknya.Bukan hanya kecupan lembut atau sekedar bibir yang menempel, tapi dirinya benar-benar menyesap, merasakan manisnya bibir merah muda milik istrinya itu.Alan merasa tidak ada penolakan dari Aisa, membuatnya semakin berani melakukan hal lebih pada istrinya itu. Perlahan tangan kanannya mulai menyusup masuk ke belakang telinga Aisa, menarik tengkuk lehernya, membuat ciuman itu semakin dalam.Aisa sebenarnya ingin menolak, bahkan kedua tangannya sudah berada di dada bidang Alan, bersiap untuk mendorong tubuh kekar suaminya itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba tubuhnya membeku, mulai menikmati permainan Alan yang semakin mengeksplor semakin dalam.‘Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa menolak apa yang Alan lakukan padaku? Ini tidak seharusnya terjadi,’ gumam Aisa dalam hati, kedua matanya bahkan sudah terpejam, dengan detak jantungnya yang berpacu
Alan menatap wajah lelap Aisa yang saat ini terlelap di sebelahnya. Satu jam yang lalu, mereka benar-benar sudah menyempurnakan pernikahan mereka. Pernikahan yang hampir berada diambang kehancuran, kini akan dia perjuangkan kembali.Alan menyikap rambut Aisa yang menghalanginya menatap wajah cantik istrinya. “Terima kasih, Sa. Terima kasih sudah mengizinkan aku untuk memilikimu. Aku berjanji, setelah ini kita akan berjuang bersama-sama untuk meyakinkan kedua orang tuamu.”Alan mengecup lembut kening Aisa. “Aku mencintaimu,” ucapnya dengan mengulum senyum.Alan membiarkan Aisa tetap tidur, istrinya itu mungkin kelelahan setelah pertempuran yang mereka lakukan tadi.Alan sendiri masih tidak menyangka, dirinya benar-benar melakukan hubungan itu sama Aisa. Bersama Aisa, dirinya bisa menjadi lelaki normal pada umumnya, tak perlu menjaga jarak ataupun menghindar seperti pada wanita lainnya.Alan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, karena tubuhnya rasanya tidak nyaman. S
Alan menatap Aisa yang sedang berdiri di hadapannya. Istrinya itu saat ini memakai kemeja miliknya, kemeja warna hitam yang terlihat kedodoran di tubuh mungil Aisa. Kemeja itu menutup sebagian besar kedua paha Aisa yang putih mulus.“Jangan menatapku seperti itu,” pinta Aisa dengan menunduk malu saat Alan terus saja menatap ke arahnya.Alan mengulum senyum, dirinya masih tak percaya kalau saat ini dirinya bisa menghabiskan waktu bersama dengan istrinya. Wanita yang sudah hampir dua bulan tidak pernah ditemuinya, yang mampu membuatnya rindu setengah mati.“Sa, semua ini bukan mimpi kan? Ini benar-benar kamu kan?” Alan memegang kedua pipi Aisa, menatap kedua mata indah milik istrinya yang saat ini juga sedang menatapnya.“Aku pikir kamu benar-benar akan meninggalkan aku. Maafkan aku karena sudah egois dan meninggalkan kamu disini sendiri menghadapi kedua orang tuamu.” Alan lalu menarik Aisa ke dalam pelukannya.“Tapi sekarang kita akan berjuang bersama-sama, kita hadapi kedua orang tuam
Niko menatap wajah kakaknya yang saat ini sedang tersenyum saat sedang mengobrol dengan Alan dan Rendy. Keputusan yang kakaknya ambil sangat mengejutkan dirinya, tapi dirinya akan mendukung keputusan kakaknya itu selama kakaknya bahagia.“Nik, untuk sementara kamu jangan kasih tahu Ayah sama Ibu tentang Alan,” pinta Aisa yang tidak ingin sampai kedua orang tuanya tahu dari orang lain tentang keputusan yang diambilnya.“Apa kakak yakin dengan keputusan Kakak ini?” tanya Niko kembali ingin memastikan.“Hmm, bukankah kamu pernah bilang sama Kakak kalau Kakak harus mengikuti hati Kakak?” Aisa lalu menatap ke arah Alan.“Kakak harus menepati janji Kakak pada Alan. Dulu Kakak pernah berjanji tidak akan pernah meninggalkannya, kini sudah saatnya bagi Kakak untuk menepati janji Kakak itu,” lanjut Aisa dengan senyuman di wajahnya.Selain tak ingin kehilangan Alan lagi, Aisa juga masih harus menepati janjinya untuk membuat Alan lepas dari trauma masa lalunya. Saat melihat Alan yang kembali berp