Niko menatap wajah kakaknya yang saat ini sedang tersenyum saat sedang mengobrol dengan Alan dan Rendy. Keputusan yang kakaknya ambil sangat mengejutkan dirinya, tapi dirinya akan mendukung keputusan kakaknya itu selama kakaknya bahagia.“Nik, untuk sementara kamu jangan kasih tahu Ayah sama Ibu tentang Alan,” pinta Aisa yang tidak ingin sampai kedua orang tuanya tahu dari orang lain tentang keputusan yang diambilnya.“Apa kakak yakin dengan keputusan Kakak ini?” tanya Niko kembali ingin memastikan.“Hmm, bukankah kamu pernah bilang sama Kakak kalau Kakak harus mengikuti hati Kakak?” Aisa lalu menatap ke arah Alan.“Kakak harus menepati janji Kakak pada Alan. Dulu Kakak pernah berjanji tidak akan pernah meninggalkannya, kini sudah saatnya bagi Kakak untuk menepati janji Kakak itu,” lanjut Aisa dengan senyuman di wajahnya.Selain tak ingin kehilangan Alan lagi, Aisa juga masih harus menepati janjinya untuk membuat Alan lepas dari trauma masa lalunya. Saat melihat Alan yang kembali berp
Rizal mencengkram erat ponsel yang digenggamnya. Dirinya sudah meremehkan Alan selama ini. Dirinya pikir sudah berhasil menyingkirkan Alan dari kehidupan Aisa, tapi ternyata pria itu belum juga mau melepaskan Aisa sampai saat ini.“Sial! Sekarang apa yang harus aku lakukan! aku bahkan tidak bisa keluar dari rumah ini!” Rizal sejak tadi pagi tidak bisa keluar dari rumahnya, karena kedua orang tuanya mengurungnya dan tidak membiarkan dirinya pergi setelah apa yang dirinya lakukan kepada Sasa.Rizal memutuskan pertunangannya dengan Sasa di depan kedua orang tua Sasa, membuat kedua orang tuanya murka, karena dirinya lebih memilih Aisa. Bahkan kedua orang tuanya mengancam akan membuat hidup keluarga Aisa hancur kalau dirinya masih berani menemui Aisa.Rizal bergegas keluar dari kamarnya, saat ini juga dirinya harus segera ke rumah Aisa. Dirinya tidak akan membiarkan Aisa kembali kepada Alan.“Rizal, mau kemana kamu?” tanya seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya Rizal.Rizal
Alan membuka kedua matanya, dia menatap sekeliling ruangan itu. Ternyata dirinya sekarang sudah berada di dalam kamarnya.Kenapa aku bisa ada disini? Bukannya tadi aku sedang di restoran bersama dengan Aisa.Alan merasakan ada yang menggenggam tangannya. Dia lalu menoleh ke arah kanan, dimana tangannya digenggam oleh Aisa.Aisa yang awalnya ingin menjaga Alan, tapi dirinya justru ketiduran setelah memastikan demam Alan mulai mereda.Alan menggerakkan tangan kirinya untuk mengusap puncak kepala Aisa. “Sa, bangun,” pintanya.Aisa merasa tidurnya terganggu, langsung membuka kedua matanya secara perlahan. “Kamu sudah bangun?” tanyanya saat melihat Alan yang ternyata sudah bangun.Aisa lalu beranjak dari duduknya, beralih duduk di tepi ranjang. Ditempelkannya telapak tangannya di kening Alan.“Demamnya sudah turun. Sekarang bagaimana perasaan kamu? apa masih sakit?” tanya Aisa cemas.Alan bangun, mengubah duduknya menjadi duduk bersandar di sandaran ranjang. Dia lalu melihat jam dinding di
Alan yang semula tertidur nyenyak, kini mulai membuka kedua matanya secara perlahan. Seingat dirinya, semalam dirinya melewati malam yang penuh keringat bersama dengan Aisa. Tapi saat dirinya terbangun, istrinya itu sudah tidak ada di sampingnya.Alan ingat kalau setelah pertempuran yang begitu menguras tenaga dan keringat, mereka sama-sama langsung tertidur lelap. Bahkan semalam dirinya tidur sambil memeluk tubuh mungil istrinya.Tapi sekarang dimana istrinya berada?Alan bergegas turun dari ranjang, mengambil celana pendek yang tersampir di atas ranjang, lalu memakainya. Dia lalu keluar dari kamarnya.“Sa, dimana kamu?” panggil Alan sambil terus mencari keberadaan istrinya.Alan melihat Rendy yang sedang duduk di sofa ruang tengah. “Ren, apa kamu melihat Aisa?” tanyanya sambil mendekati asisten pribadinya.Rendy yang sedang menikmati secangkir kopi panas buatan Aisa, langsung menyemburkan cairan hitam yang baru saja masuk ke dalam mulutnya saat melihat penampilan Alan saat ini.“Ais
Alan sudah memutuskan untuk menghadapi kedua orang tua Aisa. Dia tidak ingin disebut sebagai seorang pengecut yang bersembunyi di belakang Aisa, karena bagaimanapun dirinya adalah suami Aisa, sudah menjadi tugasnya untuk melindungi istrinya itu.“Lan, sebaiknya kamu urungkan niat kamu itu, ok? Aku akan kasih tahu Ayah dan Ibu, setelah itu kamu baru boleh menemui mereka,” bujuk Aisa sambil menggenggam tangan Alan.“Sudah aku bilang, aku tidak akan merubah keputusanku.” Alan menggenggam erat tangan Aisa.“Ayo kita berjuang sama-sama, ok?” Alan mengulum senyum, lalu mengusap puncak kepala Aisa dengan lembut.Aisa menghela nafas panjang, lalu mengangguk. Dia lalu menatap ke arah Niko dan Rendy yang duduk di kursi depan.“Nik, kita keluar sekarang,” ajak Aisa, lalu membuka pintu mobil, melangkah keluar dari mobil. Begitu juga dengan Alan, diikuti oleh Niko dan Rendy.Niko berjalan lebih dulu menuju rumahnya, sementara Alan, Rendy, dan Aisa masih diam di tempat mereka berdiri.Aisa melihat
Alan menatap istrinya yang saat ini juga sedang menatapnya, menunggu jawaban yang akan dirinya berikan untuk pertanyaan istrinya.“Saya memang membutuhkan Aisa untuk bisa mengatasi masalah pada dirinya saya. Saya juga tidak akan berbohong, kalau awalnya saya memang ingin memanfaatkan Aisa, karena hanya Aisa wanita yang bisa saya ajak melakukan kontak fisik,” ucap Alan jujur.“Tapi, setelah saya berjauhan dengan Aisa selama beberapa minggu ini, saya mulai menyadari, kalau saya bukan hanya membutuhkan Aisa, tapi saya juga mencintainya,” ucap Alan lagi dengan tersenyum menatap ke arah istrinya.Aisa mengulum senyum, lalu berjalan mendekati Alan, memeluknya erat. Meskipun Alan hanya ingin memanfaatkannya saja, itu tidak akan jadi masalah buatnya, karena sumber masalah yang sebenarnya adalah dirinya.Aisa lalu melepaskan pelukannya, lalu beralih menatap ke arah kedua orang tuanya. “Yah, Bu. Aisa tidak masalah kalau Alan hanya ingin memanfaatkan Aisa untuk kesembuhannya. Jadi tolong, tolong
Alan menggandeng tangan Aisa, mereka berjalan melewati jalan desa. Panas teriknya matahari bahkan tidak mereka pedulikan sama sekali. Hingga sapaan dari arah belakang, membuat Alan dan Aisa menghentikan langkah mereka.Alan dan Aisa menoleh ke belakang.“Jadi benar, kamu Aisa,” ucap wanita yang tadi memanggil Aisa.“Vivi!” seru Aisa terkejut, tak menyangka akan bertemu dengan teman sekolahnya dulu.Aisa lalu bergegas mendekati sahabatnya itu, lalu memeluknya. “Kamu apa kabar, Vi?” tanyanya setelah melepaskan pelukannya.“Baik. Aku kira tadi aku salah lihat, tapi ternyata itu benar kamu. Kamu banyak berubah, Sa. Aku senang bisa melihatmu lagi,” ucap Vivi dengan menepiskan senyumannya.Dua tahun mereka tidak bertemu, mereka sama-sama sudah banyak mengalami perubahan.“Ngomong-ngomong kamu mau pergi kemana, Sa?” tanya Vivi penasaran, lalu melirik ke arah Alan yang sejak tadi diam.“Dia siapa ya? aku kira tadi dia Rizal, ternyata bukan,” ucap Vivi lagi.Aisa menoleh ke belakang, lalu memi
Rumah Aisa hanya memiliki tiga kamar. Kedua orang tua Aisa sebenarnya merasa keberatan saat Alan dan Rendy ingin tinggal di rumah mereka. Meskipun Alan dan Aisa sudah menikah, tapi kedua orang tua Aisa belum bisa menerima pernikahan mereka sampai saat ini.“Ayah, Ibu, Aisa mohon, izinkan mereka tinggal disini. Bu, Alan itu suami Aisa, menantu Ibu dan Ayah,” pinta Aisa, memohon kepada kedua orang tuanya, karena dirinya tidak mungkin meminta Alan dan Rendy untuk pergi dari rumahnya malam-malam.“Bu, sekarang para tetangga sudah tahu kalau Kak Alan itu suami Kak Aisa, jadi tidak akan jadi masalah kalau Kak Alan dan Kak Rendy tinggal disini. Apalagi ini sudah malam, tidak mungkinkan Ayah dan Ibu akan membiarkan mereka pergi dari rumah ini?” Niko ikut membujuk kedua orang tuanya. Dia mulai menyukai Alan, apalagi Alan sangat royal kepadanya dan juga keluarganya.Meskipun berasal dari keluarga kaya raya, Alan sama sekali tidak memandang rendah keluarganya, bahkan sangat peduli dan mencintai