Alan menatap istrinya yang saat ini juga sedang menatapnya, menunggu jawaban yang akan dirinya berikan untuk pertanyaan istrinya.“Saya memang membutuhkan Aisa untuk bisa mengatasi masalah pada dirinya saya. Saya juga tidak akan berbohong, kalau awalnya saya memang ingin memanfaatkan Aisa, karena hanya Aisa wanita yang bisa saya ajak melakukan kontak fisik,” ucap Alan jujur.“Tapi, setelah saya berjauhan dengan Aisa selama beberapa minggu ini, saya mulai menyadari, kalau saya bukan hanya membutuhkan Aisa, tapi saya juga mencintainya,” ucap Alan lagi dengan tersenyum menatap ke arah istrinya.Aisa mengulum senyum, lalu berjalan mendekati Alan, memeluknya erat. Meskipun Alan hanya ingin memanfaatkannya saja, itu tidak akan jadi masalah buatnya, karena sumber masalah yang sebenarnya adalah dirinya.Aisa lalu melepaskan pelukannya, lalu beralih menatap ke arah kedua orang tuanya. “Yah, Bu. Aisa tidak masalah kalau Alan hanya ingin memanfaatkan Aisa untuk kesembuhannya. Jadi tolong, tolong
Alan menggandeng tangan Aisa, mereka berjalan melewati jalan desa. Panas teriknya matahari bahkan tidak mereka pedulikan sama sekali. Hingga sapaan dari arah belakang, membuat Alan dan Aisa menghentikan langkah mereka.Alan dan Aisa menoleh ke belakang.“Jadi benar, kamu Aisa,” ucap wanita yang tadi memanggil Aisa.“Vivi!” seru Aisa terkejut, tak menyangka akan bertemu dengan teman sekolahnya dulu.Aisa lalu bergegas mendekati sahabatnya itu, lalu memeluknya. “Kamu apa kabar, Vi?” tanyanya setelah melepaskan pelukannya.“Baik. Aku kira tadi aku salah lihat, tapi ternyata itu benar kamu. Kamu banyak berubah, Sa. Aku senang bisa melihatmu lagi,” ucap Vivi dengan menepiskan senyumannya.Dua tahun mereka tidak bertemu, mereka sama-sama sudah banyak mengalami perubahan.“Ngomong-ngomong kamu mau pergi kemana, Sa?” tanya Vivi penasaran, lalu melirik ke arah Alan yang sejak tadi diam.“Dia siapa ya? aku kira tadi dia Rizal, ternyata bukan,” ucap Vivi lagi.Aisa menoleh ke belakang, lalu memi
Rumah Aisa hanya memiliki tiga kamar. Kedua orang tua Aisa sebenarnya merasa keberatan saat Alan dan Rendy ingin tinggal di rumah mereka. Meskipun Alan dan Aisa sudah menikah, tapi kedua orang tua Aisa belum bisa menerima pernikahan mereka sampai saat ini.“Ayah, Ibu, Aisa mohon, izinkan mereka tinggal disini. Bu, Alan itu suami Aisa, menantu Ibu dan Ayah,” pinta Aisa, memohon kepada kedua orang tuanya, karena dirinya tidak mungkin meminta Alan dan Rendy untuk pergi dari rumahnya malam-malam.“Bu, sekarang para tetangga sudah tahu kalau Kak Alan itu suami Kak Aisa, jadi tidak akan jadi masalah kalau Kak Alan dan Kak Rendy tinggal disini. Apalagi ini sudah malam, tidak mungkinkan Ayah dan Ibu akan membiarkan mereka pergi dari rumah ini?” Niko ikut membujuk kedua orang tuanya. Dia mulai menyukai Alan, apalagi Alan sangat royal kepadanya dan juga keluarganya.Meskipun berasal dari keluarga kaya raya, Alan sama sekali tidak memandang rendah keluarganya, bahkan sangat peduli dan mencintai
Setelah mengantar Aisa ke tempat kerjanya untuk mengundurkan diri, Alan mengajak Aisa untuk pergi jalan-jalan ke taman. Dia ingin mencoba berbaur dengan orang-orang sekitar.Saat berada di taman, Alan dan Aisa bertemu dengan tetangga Aisa yang bernama Alin. Alin seumuran dengan Aisa.“Sa, kamu tidak mau mengenalkan aku sama suami kamu?” Alin sudah mendengar kabar tentang Aisa yang sudah menikah dengan pria kota.Alin menatap ke arah Alan yang berdiri di samping Aisa. “Pintar juga kamu nyari suami. Aku dengar suami kamu ini sangat kaya ya? tapi kenapa kamu merahasiakan pernikahan kalian? Kalau dia memang orang kaya, seharusnya pernikahan kalian dilaksanakan dengan sangat mewah,” ucapnya dengan sinis.Sejak tadi Aisa diam, karena dia memang tidak ingin menanggapi apapun ucapan Alin, karena sejak dulu dirinya memang tidak merasa dekat dengan tetangganya itu.Alin merasa kesal, karena Aisa masih saja mengabaikannya. “Oya, aku dengar kamu menjalin hubungan lagi dengan Rizal ya? sampai-samp
Alan pikir Rizal akan menyerah setelah ancaman yang dirinya berikan malam itu, tapi ternyata mantan kekasih istrinya itu masih terus berusaha untuk mengusik kehidupannya bersama dengan Aisa.Sepertinya kali ini Alan tidak bisa tinggal diam begitu saja, karena apa yang Rizal lakukan membuat keluarga Aisa merasa tidak nyaman.“Ren, apa kamu sudah mendapatkan apa yang aku minta?” tanya Alan yang saat ini sedang berada di dalam kamar bersama dengan Rendy.“Sudah, Tuan. Keluarga Rizal memiliki usaha dalam bidang bahan pangan. Mereka memiliki beberapa toko beras yang sedang maju pesat sekarang. Toko-toko mereka tersebar luas di beberapa kota,” ucap Rendy sambil menunjukkan tablet yang dipegangnya kepada Alan.Tablet itu memperlihatkan tentang beberapa usaha yang keluarga Rizal miliki.“Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kan, Ren?” tanya Alan dengan menyunggingkan senyumannya.“Apa kita harus melakukannya sejauh ini, Lan?” Rendy berbicara sebagai sahabat sekarang, bukan lagi sebagai bawah
Setelah berbicara dengan ayahnya semalam, Aisa mulai membicarakannya dengan Alan. Aisa ingin menunjukkan kepada kedua orang tuanya kalau mereka benar-benar serius dengan pernikahan mereka.“Aku sudah melakukan segala cara, Sayang. Tapi sepertinya sangat sulit untuk meluluhkan hati kedua orang tuamu,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.“Apa kamu akan menyerah sekarang?” tanya Aisa dengan dahi mengernyit.Alan menggelengkan kepalanya, tentu saja dirinya tidak akan menyerah begitu saja. Meskipun dirinya harus membuang jauh-jauh harga dirinya, dirinya akan terus berjuang untuk mendapatkan restu kedua orang tua Aisa.“Kalau begitu, apa yang akan kamu lakukan sekarang?”“Aku akan lamar kamu secara langsung kepada kedua orang tuamu. Mungkin kedua orang tuamu merasa terluka, karena aku menikahimu tanpa melamarmu kepada mereka,” ucap Alan yakin dengan idenya.’“Apa kamu akan kembali ke Jakarta?” Aisa sepertinya berat untuk melepas Alan kembali pulang ke Jakarta, apalagi setelah apa yang
Sebelum kembali ke Jakarta, Alan berniat untuk mengajak Aisa jalan-jalan. Dia ingin menghabiskan waktunya bersama dengan Aisa, karena mungkin mereka tidak akan bertemu untuk beberapa hari, karena Alan harus mengurus semua persiapan untuk melamar Aisa kepada kedua orang tuanya.“Ren, aku akan pergi berdua dengan Aisa. Kamu tetap disini bersama dengan yang lainnya.” Alan tidak ingin kencannya diganggu oleh Rendy dan para pengawalnya. Dirinya juga butuh privasi.“Tidak, Tuan. Saya tidak akan membiarkan anda dan Nona Aisa pergi sendirian.” Rendy tidak ingin terjadi apa-apa dengan Alan, karena Alan masih membutuhkan pengawasan. Apalagi saat ini para warga ingin mengusir Aisa dari desa ini.“Apa kamu mulai melawan perintahku sekarang? aku bisa menjaga diri aku sendiri, Ren! Kamu tenang saja. Kalau sampai aku tahu kamu mengikuti diam-diam, maka aku tidak akan segan-segan untuk memecatmu!” seru Alan, membuat Rendy dan Aisa terkejut. Baru kali ini mereka melihat Alan semarah ini setelah sekian
Alan menatap Aisa, dia lalu menggelengkan kepalanya. Dirinya rela mati di tangan Rizal, tapi dirinya tidak akan rela melihat Aisa menikah dengan Rizal.“Sa, lebih baik aku mati daripada aku harus melihatmu menjadi milik orang lain!” teriak Alan keras dengan kedua tangan dicekal oleh kedua anak buah Rizal.Alan bahkan tak peduli dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia terus memberontak, mencoba lepas dari keempat anak buah Rizal.Aisa menyeka kedua sudut matanya, dia tak tega melihat Alan yang terlihat sedang menahan rasa sakitnya.“Ok, sekarang kamu akan melihat kematiannya, Sa.” Rizal meminta anak buahnya untuk menghabisi Alan sekarang juga.Sasa dan ketiga temannya berteriak histeris saat melihat keempat anak buah Alan menghajar Alan secara bergantian.“Sa, bagaimana ini? kita tidak bisa diam saja. Kasihan mereka,” ucap salah satu teman Sasa sambil memegang tangan kiri Sasa.“Sa, kamu juga tahu kalau Rizal yang mengejar Aisa. Aisa tidak salah. Kita harus selamatkan mereka,” ucap