Alan menggandeng tangan Aisa, mereka berjalan melewati jalan desa. Panas teriknya matahari bahkan tidak mereka pedulikan sama sekali. Hingga sapaan dari arah belakang, membuat Alan dan Aisa menghentikan langkah mereka.Alan dan Aisa menoleh ke belakang.“Jadi benar, kamu Aisa,” ucap wanita yang tadi memanggil Aisa.“Vivi!” seru Aisa terkejut, tak menyangka akan bertemu dengan teman sekolahnya dulu.Aisa lalu bergegas mendekati sahabatnya itu, lalu memeluknya. “Kamu apa kabar, Vi?” tanyanya setelah melepaskan pelukannya.“Baik. Aku kira tadi aku salah lihat, tapi ternyata itu benar kamu. Kamu banyak berubah, Sa. Aku senang bisa melihatmu lagi,” ucap Vivi dengan menepiskan senyumannya.Dua tahun mereka tidak bertemu, mereka sama-sama sudah banyak mengalami perubahan.“Ngomong-ngomong kamu mau pergi kemana, Sa?” tanya Vivi penasaran, lalu melirik ke arah Alan yang sejak tadi diam.“Dia siapa ya? aku kira tadi dia Rizal, ternyata bukan,” ucap Vivi lagi.Aisa menoleh ke belakang, lalu memi
Rumah Aisa hanya memiliki tiga kamar. Kedua orang tua Aisa sebenarnya merasa keberatan saat Alan dan Rendy ingin tinggal di rumah mereka. Meskipun Alan dan Aisa sudah menikah, tapi kedua orang tua Aisa belum bisa menerima pernikahan mereka sampai saat ini.“Ayah, Ibu, Aisa mohon, izinkan mereka tinggal disini. Bu, Alan itu suami Aisa, menantu Ibu dan Ayah,” pinta Aisa, memohon kepada kedua orang tuanya, karena dirinya tidak mungkin meminta Alan dan Rendy untuk pergi dari rumahnya malam-malam.“Bu, sekarang para tetangga sudah tahu kalau Kak Alan itu suami Kak Aisa, jadi tidak akan jadi masalah kalau Kak Alan dan Kak Rendy tinggal disini. Apalagi ini sudah malam, tidak mungkinkan Ayah dan Ibu akan membiarkan mereka pergi dari rumah ini?” Niko ikut membujuk kedua orang tuanya. Dia mulai menyukai Alan, apalagi Alan sangat royal kepadanya dan juga keluarganya.Meskipun berasal dari keluarga kaya raya, Alan sama sekali tidak memandang rendah keluarganya, bahkan sangat peduli dan mencintai
Setelah mengantar Aisa ke tempat kerjanya untuk mengundurkan diri, Alan mengajak Aisa untuk pergi jalan-jalan ke taman. Dia ingin mencoba berbaur dengan orang-orang sekitar.Saat berada di taman, Alan dan Aisa bertemu dengan tetangga Aisa yang bernama Alin. Alin seumuran dengan Aisa.“Sa, kamu tidak mau mengenalkan aku sama suami kamu?” Alin sudah mendengar kabar tentang Aisa yang sudah menikah dengan pria kota.Alin menatap ke arah Alan yang berdiri di samping Aisa. “Pintar juga kamu nyari suami. Aku dengar suami kamu ini sangat kaya ya? tapi kenapa kamu merahasiakan pernikahan kalian? Kalau dia memang orang kaya, seharusnya pernikahan kalian dilaksanakan dengan sangat mewah,” ucapnya dengan sinis.Sejak tadi Aisa diam, karena dia memang tidak ingin menanggapi apapun ucapan Alin, karena sejak dulu dirinya memang tidak merasa dekat dengan tetangganya itu.Alin merasa kesal, karena Aisa masih saja mengabaikannya. “Oya, aku dengar kamu menjalin hubungan lagi dengan Rizal ya? sampai-samp
"Ini kan ....?" Mata Aisa membelalak kala membuka amplop coklat misterius yang tiba-tiba ada di kasur kostnya.[Surat Perjanjian Pernikahan.] Poin pertama: Pihak kedua harus mau menuruti semua perintah yang diberikan dan tidak diperbolehkan untuk menolak. Poin kedua: Pihak kedua tidak boleh melarikan diri sebelum perjanjian berakhir. Kalau sampai melanggar, maka akan dikenakan denda sebesar dua ratus lima puluh juta. Aisa hanya membaca kedua poin penting yang tertera di atas dan tidak melanjutkan poin lainnya. Dia menggelengkan kepalanya membaca satu persatu poin yang tertera. Dia lalu membaca keuntungan yang akan dia dapat jika menerima perjanjdian itu. Poin pertama: Untuk semua kebutuhan hidup keluarga pihak kedua akan dijamin oleh pihak pertama. Poin kedua: Pihak kedua bebas menikmati semua fasilitas yang ada di rumah pihak pertama. Poin ketiga: Pihak kedua dapat meminta satu permintaan jika misi yang dilakukan pihak kedua telah berhasil.Deg!Aisa terkesiap. Ia jadi t
"Maaf kan aku, Bu. Aku terpaksa harus melakukan semua ini. Aku tau Ibu pasti akan terluka jika Ibu tau aku menjual harga diri aku hanya demi uang. Tapi aku terpaksa, Bu. Maafin anakmu ini." Aisa bergegas membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah mewah dan megah itu. Dia sudah tidak sanggup lagi jika harus terus memikirkan hal buruk yang akan terjadi pada ayahnya jika dalam jangka waktu tiga hari tidak segera mendapatkan uang itu. Aisa dengan terpaksa harus menerima penawaran yang ditawarkan oleh nyonya besar keluarga Admaja. Dengan sangat tergesa-gesa, Aisa berlari ke jalan untuk mencari angkutan umum untuk pergi menuju rumah keluarga Admaja. Aisa terus berlari tiada henti, bahkan dia tidak memperdulikan lalu lalang kendaraan. "Awas!" teriak seseorang dari dalam mobil, membuat sang supir langsung menginjak rem secara mendadak setelah mendengar teriakan dari pria yang duduk di sampingnya. Tubuh Aisa tersungkur di depan sebuah mobil mewah. "Ada apa? Kenapa berh
Aisa kini sedang berdiri di depan pintu gerbang rumah mewah yang tak lain adalah rumah Keluarga Admaja. Dia lalu memencet tombol bel yang berada di dekat pintu gerbang. Pria bertubuh kekar yang tak lain adalah penjaga keamanan di rumah itu membuka pintu gerbang. Dahi pria itu mengernyit saat melihat Aisa yang berdiri di depannya. "Maaf, anda mencari siapa ya?" tanya pria itu yang memang baru pertama kali melihat Aisa, karena waktu Aisa berada di rumah itu, pria itu sedang tidak bertugas. "Saya mencari Nyonya Merlin, Pak. Apa saya bisa bertemu dengan Nyonya Merlin?" tanya Aisa dengan perasaan was-was, takut pria bertubuh kekar yang berdiri di depannya melarangnya untuk masuk. "Apa anda sudah membuat janji dengan Nyonya Merlin sebelumnya?" tanya pria itu, karena dia tak bisa sembarangan membiarkan orang asing masuk ke dalam rumah majikannya. Aisa menggelengkan kepalanya, karena dirinya memang belum membuat janji temu dengan Merlin. Dirinya tidak sempat menghubungi pemilik rumah itu
Setelah mendapatkan uang dari Merlin, Aisa segera pulang ke kampung halamannya. Dia ingin segera memberikan uang itu kepada keluarganya. Aisa tak bisa menundanya lagi, karena ibunya sangat membutuhkan uang itu secepatnya, kalau tidak nyawa ayahnya yang akan menjadi taruhannya. Aisa diperbolehkan pulang ke kampung halamannya dengan dikawal oleh Rode dan anak buahnya. Merlin hanya tidak ingin sampai Aisa ingkar janji dan kabur bersama dengan uang yang diberikannya kepada Aisa. Aisa tak punya pilihan lain selain menyetujui syarat yang diberikan oleh calon mertuanya, karena baginya yang terpenting dirinya segera sampai di rumah sakit tempat ayahnya dirawat saat ini. Aisa kini tengah memikirkan jawaban apa yang harus dia katakan kepada keluarganya jika mereka menanyakan siapa orang-orang yang bersamanya. Apa dia harus berbohong kepada ibu dan adiknya? Aisa menghela nafas panjang sambil menatap keluar jendela mobil. Dia tidak menyadari jika ada sepasang mata yang mengamatinya l
Apa dia pria yang kasar atau berhati lembut? Apa dia akan hidup dalam pernikahan yang seperti neraka, penuh tekanan dan siksaan? Seperti itulah yang tengah di pikirkan Aisa saat ini. Rode mengantar Aisa untuk mengambil barang-barangnya yang ada di kontrakannya. Sekarang Aisa harus mempersiapkan dirinya untuk memulai hidup barunya, mempersiapkan diri untuk menikah dengan pria yang sama sekali belum pernah ditemuinya. Aisa berharap pria yang akan dinikahi menolak pernikahan itu, dengan begitu dirinya tidak perlu menjalani pernikahan itu. ** Jantung Aisa berdetak dengan sangat kencang, dia juga terlihat sangat gugup. Saat ini dia akan bertemu dengan pria yang akan dinikahi. Keringat dingin kini membasahi kedua telapak tangannya. Aisa saat ini tengah duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Merlin dan Alan. Tubuh Aisa semakin gemetar saat dia mendengar langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. Dia lalu menundukkan wajahnya, tidak berani menatap wajah pria yang akan m