Aisa menatap Alan yang saat ini juga sedang menatapnya. Wajah yang selalu dirinya rindukan. Dia tidak akan memungkiri, kalau dirinya sangat merindukan sosok yang saat ini sedang menatapnya.Sekarang Aisa tidak bisa menghindar lagi, Alan berada di depannya saat ini. Dirinya juga tak bisa lagi lari dari masalah, apalagi kedua orang tuanya terus mendesaknya untuk segera mengakhiri pernikahannya dengan Alan.“Zal, aku akan menemuinya. Apa kamu bisa meninggalkan aku sendiri?” Aisa lalu melepas genggaman tangan Rizal. Bagaimanapun dia juga tidak ingin sampai Alan salah paham padanya.Rizal menggelengkan kepalanya, dia tetap bersikukuh ingin menemani Aisa. Apapun yang terjadi, dia tidak akan meninggalkan Aisa bersama dengan Alan. “Aku akan menemanimu.”“Tidak, Zal. Tolong tinggalkan aku, aku hanya ingin berbicara berdua dengan Alan.”Rizal kembali menggenggam tangan Aisa. “Aku tidak peduli, kalau perlu aku akan mengatakan kepada Alan, kalau aku sudah melamarmu, dan kita akan...”Rizal menghe
Alan memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa. Dia akan memenuhi janjinya kepada ibunya untuk membawa Aisa kembali ke Jakarta.Alan sendiri masih tidak menyangka, kalau Aisa akan meminta cerai darinya. Bahkan Aisa kemarin lebih memilih pergi bersama dengan Rizal daripada menyelesaikan masalah mereka.Alan baru saja selesai membersihkan dirinya. Dia dan Rendy menginap di hotel bintang lima yang ada di kota itu.“Ren, kamu cari tahu dimana Aisa bekerja.” Alan duduk di sofa, di atas meja sudah tersedia makanan dan minuman yang sudah Rendy siapkan untuknya.“Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu.” Rendy membungkukkan tubuhnya, lalu melangkah menuju pintu, keluar dari kamar hotel itu.Alan mulai memakan makanan yang Rendy siapkan untuknya. Tak berselang lama ponselnya berbunyi. Dia lalu mengambil ponselnya yang ada di atas meja, lalu melihat siapa yang menghubunginya.Setelah melihat siapa yang menghubunginya, Alan langsung menjawab panggilan itu. “Halo, Ma,” sapanya setela
Alan membawa Aisa ke kamar hotel tempatnya menginap selama berada di kampung halaman Aisa. Dia tidak mengizinkan Aisa bekerja, karena dirinya mampu menghidupi seluruh keluarga Aisa.“Ren, tinggalkan kami berdua. Kamu boleh pergi kemanapun, terserah kamu,” pinta Alan setelah memaksa Aisa masuk ke dalam kamarnya.Rendy menganggukkan kepalanya sambil membungkukkan sedikit tubuhnya. “Kalau Tuan membutuhkan sesuatu, segera hubungi saya. Saya permisi,” ucapnya lalu membalikkan tubuhnya, melangkah keluar dari kamar itu.Alan melangkah mendekati Aisa yang berdiri tak jauh darinya. “Apa kamu takut padaku? Bukankah ini bukan pertama kalinya kita berada dalam satu kamar?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya saat melihat wajah ketakutan Aisa.“Lan, kenapa kamu membawaku kesini? biarkan aku pergi, aku harus bekerja.” Aisa yang ingin melangkah menuju pintu, langsung ditarik oleh Alan.“Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dari sini.” Alan lalu menarik tangan Aisa, membawa Aisa menuju kamarnya.“L
Awalnya Alan hanya ingin menggoda Aisa dengan mencium bibirnya, tapi dia tidak menyangka, ternyata bibir merah muda itu bagaikan candu untuknya.Bukan hanya kecupan lembut atau sekedar bibir yang menempel, tapi dirinya benar-benar menyesap, merasakan manisnya bibir merah muda milik istrinya itu.Alan merasa tidak ada penolakan dari Aisa, membuatnya semakin berani melakukan hal lebih pada istrinya itu. Perlahan tangan kanannya mulai menyusup masuk ke belakang telinga Aisa, menarik tengkuk lehernya, membuat ciuman itu semakin dalam.Aisa sebenarnya ingin menolak, bahkan kedua tangannya sudah berada di dada bidang Alan, bersiap untuk mendorong tubuh kekar suaminya itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba tubuhnya membeku, mulai menikmati permainan Alan yang semakin mengeksplor semakin dalam.‘Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa menolak apa yang Alan lakukan padaku? Ini tidak seharusnya terjadi,’ gumam Aisa dalam hati, kedua matanya bahkan sudah terpejam, dengan detak jantungnya yang berpacu
Alan menatap wajah lelap Aisa yang saat ini terlelap di sebelahnya. Satu jam yang lalu, mereka benar-benar sudah menyempurnakan pernikahan mereka. Pernikahan yang hampir berada diambang kehancuran, kini akan dia perjuangkan kembali.Alan menyikap rambut Aisa yang menghalanginya menatap wajah cantik istrinya. “Terima kasih, Sa. Terima kasih sudah mengizinkan aku untuk memilikimu. Aku berjanji, setelah ini kita akan berjuang bersama-sama untuk meyakinkan kedua orang tuamu.”Alan mengecup lembut kening Aisa. “Aku mencintaimu,” ucapnya dengan mengulum senyum.Alan membiarkan Aisa tetap tidur, istrinya itu mungkin kelelahan setelah pertempuran yang mereka lakukan tadi.Alan sendiri masih tidak menyangka, dirinya benar-benar melakukan hubungan itu sama Aisa. Bersama Aisa, dirinya bisa menjadi lelaki normal pada umumnya, tak perlu menjaga jarak ataupun menghindar seperti pada wanita lainnya.Alan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, karena tubuhnya rasanya tidak nyaman. S
Alan menatap Aisa yang sedang berdiri di hadapannya. Istrinya itu saat ini memakai kemeja miliknya, kemeja warna hitam yang terlihat kedodoran di tubuh mungil Aisa. Kemeja itu menutup sebagian besar kedua paha Aisa yang putih mulus.“Jangan menatapku seperti itu,” pinta Aisa dengan menunduk malu saat Alan terus saja menatap ke arahnya.Alan mengulum senyum, dirinya masih tak percaya kalau saat ini dirinya bisa menghabiskan waktu bersama dengan istrinya. Wanita yang sudah hampir dua bulan tidak pernah ditemuinya, yang mampu membuatnya rindu setengah mati.“Sa, semua ini bukan mimpi kan? Ini benar-benar kamu kan?” Alan memegang kedua pipi Aisa, menatap kedua mata indah milik istrinya yang saat ini juga sedang menatapnya.“Aku pikir kamu benar-benar akan meninggalkan aku. Maafkan aku karena sudah egois dan meninggalkan kamu disini sendiri menghadapi kedua orang tuamu.” Alan lalu menarik Aisa ke dalam pelukannya.“Tapi sekarang kita akan berjuang bersama-sama, kita hadapi kedua orang tuam
Niko menatap wajah kakaknya yang saat ini sedang tersenyum saat sedang mengobrol dengan Alan dan Rendy. Keputusan yang kakaknya ambil sangat mengejutkan dirinya, tapi dirinya akan mendukung keputusan kakaknya itu selama kakaknya bahagia.“Nik, untuk sementara kamu jangan kasih tahu Ayah sama Ibu tentang Alan,” pinta Aisa yang tidak ingin sampai kedua orang tuanya tahu dari orang lain tentang keputusan yang diambilnya.“Apa kakak yakin dengan keputusan Kakak ini?” tanya Niko kembali ingin memastikan.“Hmm, bukankah kamu pernah bilang sama Kakak kalau Kakak harus mengikuti hati Kakak?” Aisa lalu menatap ke arah Alan.“Kakak harus menepati janji Kakak pada Alan. Dulu Kakak pernah berjanji tidak akan pernah meninggalkannya, kini sudah saatnya bagi Kakak untuk menepati janji Kakak itu,” lanjut Aisa dengan senyuman di wajahnya.Selain tak ingin kehilangan Alan lagi, Aisa juga masih harus menepati janjinya untuk membuat Alan lepas dari trauma masa lalunya. Saat melihat Alan yang kembali berp
Rizal mencengkram erat ponsel yang digenggamnya. Dirinya sudah meremehkan Alan selama ini. Dirinya pikir sudah berhasil menyingkirkan Alan dari kehidupan Aisa, tapi ternyata pria itu belum juga mau melepaskan Aisa sampai saat ini.“Sial! Sekarang apa yang harus aku lakukan! aku bahkan tidak bisa keluar dari rumah ini!” Rizal sejak tadi pagi tidak bisa keluar dari rumahnya, karena kedua orang tuanya mengurungnya dan tidak membiarkan dirinya pergi setelah apa yang dirinya lakukan kepada Sasa.Rizal memutuskan pertunangannya dengan Sasa di depan kedua orang tua Sasa, membuat kedua orang tuanya murka, karena dirinya lebih memilih Aisa. Bahkan kedua orang tuanya mengancam akan membuat hidup keluarga Aisa hancur kalau dirinya masih berani menemui Aisa.Rizal bergegas keluar dari kamarnya, saat ini juga dirinya harus segera ke rumah Aisa. Dirinya tidak akan membiarkan Aisa kembali kepada Alan.“Rizal, mau kemana kamu?” tanya seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya Rizal.Rizal
Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te
Sudah seminggu Alan tak sadarkan diri. Setiap hari baik Aisa dan Merlin terus menangis, berharap Alan akan segera bangun dan kembali bersama dengan mereka lagi.Semenjak perbincangannya dengan Aisa waktu itu, Merlin mengizinkan Aisa untuk menunggu Alan, bergantian dengan dirinya, suaminya dan juga Rendy. Kini dirinya sudah merasa lega, akhirnya Alan dan Aisa bisa kembali bersatu seperti dulu lagi.Tapi kali ini mereka bersatu bukan karena surat perjanjian, melainkan karena cinta. Merlin akhirnya bisa melihat Alan kembali bahagia seperti dulu lagi.“Masuklah.” Merlin membiarkan Aisa masuk ke dalam ruang ICU untuk menggantikan dirinya, karena sejak tadi dirinya yang menunggu Alan disaat Aisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian.Aisa memang kalau pagi hari pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan bekal makanan untuk kedua mertuanya, Rendy, dan Dedi. Dia tahu kalau keluarga suaminya sangat kaya, tapi dia tetap ingin membawakan makanan hasil masakannya sendiri untuk Merlin dan yang l
Setelah mendapat telepon dari Rendy, Merlin langsung meminta Dedi untuk mengantarnya ke kampung halaman Aisa. Mereka sampai di Semarang malam hari dan langsung menuju rumah sakit tempat Alan dirawat.Rendy menjemput Merlin dan Dedi di depan rumah sakit, lalu mengajaknya ke ruang ICU tempat Alan dirawat.“Bagaimana keadaan Alan, Ren? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak menjaga Alan?” Merlin terus bertanya sambil berjalan menuju ruang ICU.“Maafkan kelalaian saya, Nyonya. Saya siap untuk menerima hukuman,” ucap Rendy yang berjalan di sebelah Merlin.Merlin menghela nafas panjang, dia sudah tidak sabar ingin melihat kondisi putranya.Sesampainya di ruang ICU, Merlin melihat dua orang paruh baya dan seorang pria muda yang diyakini adalah keluarga Aisa, karena dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga Aisa sampai detik ini.“Mereka keluarga Nona Aisa, Nyonya,” ucap Rendy saat melihat Merlin yang sedang menatap ke arah Niko dan kedua orang tuanya.Merlin berjalan menghampi
Sasa menemani Aisa ke toilet untuk membersihkan kedua telapak tangannya yang terkena noda darah Alan. Dia juga mencuci telapak tangannya.“Sa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kalian tadi. Maaf, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Rizal dan anak buahnya menyakiti Alan,” ucap Sasa sambil menatap Aisa dari cermin besar yang ada di depannya.Aisa hanya diam sambil menggosok telapak tangannya dengan sabun.“Aku janji, aku akan bersaksi di depan polisi dan mengatakan yang sebenarnya terjadi tadi,” lanjut Sasa lagi.“Kenapa? kenapa kamu jadi baik sama aku? bukankah kamu sangat membenciku karena Rizal memutuskan hubungan pertunangan kalian?” Aisa bahkan tidak menatap ke arah Sasa.“Aku salah, tolong maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, sampai aku tidak bisa melihat kalau Rizal tidak pernah mencintaiku selama ini. Tapi sekarang aku sadar, kalau Rizal bukan pria yang pantas untuk aku pertahankan.”Aisa menoleh kesamping, menatap Sasa yang juga sedang menatap