Awalnya Alan hanya ingin menggoda Aisa dengan mencium bibirnya, tapi dia tidak menyangka, ternyata bibir merah muda itu bagaikan candu untuknya.Bukan hanya kecupan lembut atau sekedar bibir yang menempel, tapi dirinya benar-benar menyesap, merasakan manisnya bibir merah muda milik istrinya itu.Alan merasa tidak ada penolakan dari Aisa, membuatnya semakin berani melakukan hal lebih pada istrinya itu. Perlahan tangan kanannya mulai menyusup masuk ke belakang telinga Aisa, menarik tengkuk lehernya, membuat ciuman itu semakin dalam.Aisa sebenarnya ingin menolak, bahkan kedua tangannya sudah berada di dada bidang Alan, bersiap untuk mendorong tubuh kekar suaminya itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba tubuhnya membeku, mulai menikmati permainan Alan yang semakin mengeksplor semakin dalam.‘Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa menolak apa yang Alan lakukan padaku? Ini tidak seharusnya terjadi,’ gumam Aisa dalam hati, kedua matanya bahkan sudah terpejam, dengan detak jantungnya yang berpacu
Alan menatap wajah lelap Aisa yang saat ini terlelap di sebelahnya. Satu jam yang lalu, mereka benar-benar sudah menyempurnakan pernikahan mereka. Pernikahan yang hampir berada diambang kehancuran, kini akan dia perjuangkan kembali.Alan menyikap rambut Aisa yang menghalanginya menatap wajah cantik istrinya. “Terima kasih, Sa. Terima kasih sudah mengizinkan aku untuk memilikimu. Aku berjanji, setelah ini kita akan berjuang bersama-sama untuk meyakinkan kedua orang tuamu.”Alan mengecup lembut kening Aisa. “Aku mencintaimu,” ucapnya dengan mengulum senyum.Alan membiarkan Aisa tetap tidur, istrinya itu mungkin kelelahan setelah pertempuran yang mereka lakukan tadi.Alan sendiri masih tidak menyangka, dirinya benar-benar melakukan hubungan itu sama Aisa. Bersama Aisa, dirinya bisa menjadi lelaki normal pada umumnya, tak perlu menjaga jarak ataupun menghindar seperti pada wanita lainnya.Alan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, karena tubuhnya rasanya tidak nyaman. S
Alan menatap Aisa yang sedang berdiri di hadapannya. Istrinya itu saat ini memakai kemeja miliknya, kemeja warna hitam yang terlihat kedodoran di tubuh mungil Aisa. Kemeja itu menutup sebagian besar kedua paha Aisa yang putih mulus.“Jangan menatapku seperti itu,” pinta Aisa dengan menunduk malu saat Alan terus saja menatap ke arahnya.Alan mengulum senyum, dirinya masih tak percaya kalau saat ini dirinya bisa menghabiskan waktu bersama dengan istrinya. Wanita yang sudah hampir dua bulan tidak pernah ditemuinya, yang mampu membuatnya rindu setengah mati.“Sa, semua ini bukan mimpi kan? Ini benar-benar kamu kan?” Alan memegang kedua pipi Aisa, menatap kedua mata indah milik istrinya yang saat ini juga sedang menatapnya.“Aku pikir kamu benar-benar akan meninggalkan aku. Maafkan aku karena sudah egois dan meninggalkan kamu disini sendiri menghadapi kedua orang tuamu.” Alan lalu menarik Aisa ke dalam pelukannya.“Tapi sekarang kita akan berjuang bersama-sama, kita hadapi kedua orang tuam
Niko menatap wajah kakaknya yang saat ini sedang tersenyum saat sedang mengobrol dengan Alan dan Rendy. Keputusan yang kakaknya ambil sangat mengejutkan dirinya, tapi dirinya akan mendukung keputusan kakaknya itu selama kakaknya bahagia.“Nik, untuk sementara kamu jangan kasih tahu Ayah sama Ibu tentang Alan,” pinta Aisa yang tidak ingin sampai kedua orang tuanya tahu dari orang lain tentang keputusan yang diambilnya.“Apa kakak yakin dengan keputusan Kakak ini?” tanya Niko kembali ingin memastikan.“Hmm, bukankah kamu pernah bilang sama Kakak kalau Kakak harus mengikuti hati Kakak?” Aisa lalu menatap ke arah Alan.“Kakak harus menepati janji Kakak pada Alan. Dulu Kakak pernah berjanji tidak akan pernah meninggalkannya, kini sudah saatnya bagi Kakak untuk menepati janji Kakak itu,” lanjut Aisa dengan senyuman di wajahnya.Selain tak ingin kehilangan Alan lagi, Aisa juga masih harus menepati janjinya untuk membuat Alan lepas dari trauma masa lalunya. Saat melihat Alan yang kembali berp
Rizal mencengkram erat ponsel yang digenggamnya. Dirinya sudah meremehkan Alan selama ini. Dirinya pikir sudah berhasil menyingkirkan Alan dari kehidupan Aisa, tapi ternyata pria itu belum juga mau melepaskan Aisa sampai saat ini.“Sial! Sekarang apa yang harus aku lakukan! aku bahkan tidak bisa keluar dari rumah ini!” Rizal sejak tadi pagi tidak bisa keluar dari rumahnya, karena kedua orang tuanya mengurungnya dan tidak membiarkan dirinya pergi setelah apa yang dirinya lakukan kepada Sasa.Rizal memutuskan pertunangannya dengan Sasa di depan kedua orang tua Sasa, membuat kedua orang tuanya murka, karena dirinya lebih memilih Aisa. Bahkan kedua orang tuanya mengancam akan membuat hidup keluarga Aisa hancur kalau dirinya masih berani menemui Aisa.Rizal bergegas keluar dari kamarnya, saat ini juga dirinya harus segera ke rumah Aisa. Dirinya tidak akan membiarkan Aisa kembali kepada Alan.“Rizal, mau kemana kamu?” tanya seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya Rizal.Rizal
Alan membuka kedua matanya, dia menatap sekeliling ruangan itu. Ternyata dirinya sekarang sudah berada di dalam kamarnya.Kenapa aku bisa ada disini? Bukannya tadi aku sedang di restoran bersama dengan Aisa.Alan merasakan ada yang menggenggam tangannya. Dia lalu menoleh ke arah kanan, dimana tangannya digenggam oleh Aisa.Aisa yang awalnya ingin menjaga Alan, tapi dirinya justru ketiduran setelah memastikan demam Alan mulai mereda.Alan menggerakkan tangan kirinya untuk mengusap puncak kepala Aisa. “Sa, bangun,” pintanya.Aisa merasa tidurnya terganggu, langsung membuka kedua matanya secara perlahan. “Kamu sudah bangun?” tanyanya saat melihat Alan yang ternyata sudah bangun.Aisa lalu beranjak dari duduknya, beralih duduk di tepi ranjang. Ditempelkannya telapak tangannya di kening Alan.“Demamnya sudah turun. Sekarang bagaimana perasaan kamu? apa masih sakit?” tanya Aisa cemas.Alan bangun, mengubah duduknya menjadi duduk bersandar di sandaran ranjang. Dia lalu melihat jam dinding di
Alan yang semula tertidur nyenyak, kini mulai membuka kedua matanya secara perlahan. Seingat dirinya, semalam dirinya melewati malam yang penuh keringat bersama dengan Aisa. Tapi saat dirinya terbangun, istrinya itu sudah tidak ada di sampingnya.Alan ingat kalau setelah pertempuran yang begitu menguras tenaga dan keringat, mereka sama-sama langsung tertidur lelap. Bahkan semalam dirinya tidur sambil memeluk tubuh mungil istrinya.Tapi sekarang dimana istrinya berada?Alan bergegas turun dari ranjang, mengambil celana pendek yang tersampir di atas ranjang, lalu memakainya. Dia lalu keluar dari kamarnya.“Sa, dimana kamu?” panggil Alan sambil terus mencari keberadaan istrinya.Alan melihat Rendy yang sedang duduk di sofa ruang tengah. “Ren, apa kamu melihat Aisa?” tanyanya sambil mendekati asisten pribadinya.Rendy yang sedang menikmati secangkir kopi panas buatan Aisa, langsung menyemburkan cairan hitam yang baru saja masuk ke dalam mulutnya saat melihat penampilan Alan saat ini.“Ais
Alan sudah memutuskan untuk menghadapi kedua orang tua Aisa. Dia tidak ingin disebut sebagai seorang pengecut yang bersembunyi di belakang Aisa, karena bagaimanapun dirinya adalah suami Aisa, sudah menjadi tugasnya untuk melindungi istrinya itu.“Lan, sebaiknya kamu urungkan niat kamu itu, ok? Aku akan kasih tahu Ayah dan Ibu, setelah itu kamu baru boleh menemui mereka,” bujuk Aisa sambil menggenggam tangan Alan.“Sudah aku bilang, aku tidak akan merubah keputusanku.” Alan menggenggam erat tangan Aisa.“Ayo kita berjuang sama-sama, ok?” Alan mengulum senyum, lalu mengusap puncak kepala Aisa dengan lembut.Aisa menghela nafas panjang, lalu mengangguk. Dia lalu menatap ke arah Niko dan Rendy yang duduk di kursi depan.“Nik, kita keluar sekarang,” ajak Aisa, lalu membuka pintu mobil, melangkah keluar dari mobil. Begitu juga dengan Alan, diikuti oleh Niko dan Rendy.Niko berjalan lebih dulu menuju rumahnya, sementara Alan, Rendy, dan Aisa masih diam di tempat mereka berdiri.Aisa melihat