Yusuf, seorang pengusaha kaya raya ternyata adalah mafia pembunuh bayaran yang dingin dan kejam. Yusuf hanya punya waktu sampai akhir bulan Maret untuk mendapatkan pendamping hidupnya. "Dasar wanita gila. Makanya mata itu dipakai. Salah masuk kok di toilet laki-laki. Kamu harus diberi pelajaran. Keluar kamu!” "Ini baju belum saya pakai loh Mas. Jangan coba untuk berbuat yang tidak-tidak.” “Apa kamu bilang? Siapa yang mau berbuat macam-macam dengan wanita gila seperti kamu.” “Jika Mas tidak pergi, saya akan berteriak. Lalu Mas akan dihajar masa karena dituduh berbuat yang tidak-tidak dengan saya.” Tidak ada yang menyangka, wanita yang ia ajak adu mulut di toilet laki-laki adalah cinta pertamanya. Yusuf benar-benar telah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Farah. Sayangnya, Farah tidak langsung memberikan hatinya ke Yusuf. “Semua di dunia ini ada harganya.” “Lantas berapa uang yang kamu mau untuk hati dan cintamu itu?” Cover by canva x pixabay
Lihat lebih banyak"Lidiya, akan kutelan kau hidup-hidup!" Yusuf memekik mendongakkan kepalanya ke atas gedung pabrik. Sambil bersungut-sungut dengan emosi yang ingin segera dilampiaskan, ia pun berlari sekencang mungkin memasuki pabrik, menekan tombol lift dan melejit ke lantai paling atas. Hembusan angin sisa-sisa pendaratan jet pribadinya membuat rambut Yusuf terbang-terbang di terpa angin. Tangannya kesusahan merapikan rambut yang justru semakin berantakan. "Lidiyaaaa!" teriak Yusuf memekik. Sementara di sisi lain, Yusuf tak sadar jika Raline ikut mengekor di belakangnya. Ia mendadak berjingkat kaget ketika Raline tiba-tiba mencolek punggungnya. "Bapak harus ikut saya ke kantor polisi!" Raline menarik-narik lengan Yusuf. Tuduhan pelecehan yang ditujukan ke Yusuf belum berakhir. Si wanita muda itu tidak terima telah dilecehkan. "Kamu lagi? Lepaskan gak?" teriak Yusuf menoleh tegas ke belakang memberikan sorotan tajam seperti laser. "Di depan gedung pasti ada CCTV-nya. Kalau Bapak mangkir akan l
Yusuf lalu berdiri mengulurkan tangannya ke depan dan ingin menjabat tangan Farah. Semua ucapan Farah membuatnya tersadar jika dirinya memang bukan laki-laki yang seutuhnya sempurna. Berkat Farah ia tersadar jika latar belakang dirinya yang sebagai seorang mafia adalah bahaya bagi dirinya dan pasangannya kelak. Kini ia pun sadar jika ia harus menemukan seorang wanita yang benar-benar bisa menarik hatinya sekaligus mau menerima latar belakang kehidupannya. Yang mau mendukungnya serta menasehatinya misal nantinya ia benar-benar salah arah. Detik itu juga, Yusuf pun mulai memahami mengapa Big Bos menyuruhnya untuk mencari wanita sebagai seorang pendamping. “Terima kasih atas semua kata mutiaramu tadi. Kamu aku terima kerja di pabrikku. Senang berkenalan denganmu, FARAH,” ucap Yusuf sambil menjabat tangan Farah. Farah pun menundukkan kepalanya memberi hormat kepada pimpinan pabrik yang telah mewawancarainya itu. Walaupun baginya ini adalah wawancara terlama yang pernah ia hadiri. “Teri
“Saya sudah punya pacar Pak,” jawab Farah sambil tersenyum bangga mengatakannya. Lantas Yusuf membalas senyuman Farah dengan senyuman kecut. Ia kembali meminum air putih yang ada di sampingnya. “Sejak kapan?” “Hah? Kenapa Bapak menanyakan hal privasi saya? Itu tidak diperbolehkan Pak,” bantah Farah. Farah sendiri ialah mahasiswa jurusan psikologi, materi mengenai hal-hal yang biasa ditanyakan pewawancara saat merekrut karyawan dia sudah mempelajarinya di kampus. Oleh karenanya, ia mencoba menjelaskan mana yang boleh ditanyakan dan mana yang tak boleh ditanyakan, semua dijelaskan dengan detail. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan tegas mencoba untuk mendominasi. Sedari tadi Yusuf mencercanya dengan banyak pertanyaan kini Farah pun ingin membalik keadaan. Sama sekali ia tak punya lagi rasa segan ke Yusuf. “Iya, iya cukup. Tidak perlu kamu jelaskan lagi.” “Jadi wawancara ini sudah selesai kan ya Pak? Hasilnya akan diberitahu sekarang atau nanti akan ada pengumuman lanjutan Pak?
Di dalam ruangan paling pojok dekat pintu masuk pabrik, tiga orang ibu-ibu dan dua orang bapak-bapak sedang menghadapi satu kandidat pelamar pekerjaan yang ngotot tidak mau diwawancarai langsung oleh pimpinannya. Dia-Farah bersikukuh meminta agar mereka para satf HRD saja yang mewawancarai dirinya. Ditunjukkanlah nomor antrian angka 40 yang diletakkan di atas meja. Susah payah ia menyisihkan waktu untuk ikut wawancara, ia tidak ingin menyerah begitu saja"Ayolah Bu Indah. Saya sudah menunggu di kursi depan saat kandidat dari nomor 35 sampai nomor 39 diwawancarai. Seharusnya nomor selanjutnya saya kan Bu?" protes Farah sambil menunjuk-nunjuk kertas lusuh yang bertulis nomor antriannya.Farah tahu jika ibu yang di depannya ini bernama 'Bu Indah, Head of HR and GA Department' dari nametag yang terkalung di lehernya. Bu Indah hanya menatap dingin Farah, begitu juga bawahannya yang duduk di samping-sampingnya. Mereka semua se
“Pak,” panggil Farah sambil menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan wajah Yusuf. Baru setelah pundaknya ditepuk oleh Farah, ia mulai tersadar dan bangkit dari duduknya. Ia meletakkan kacamata dan ipad-nya di meja dan mempersilahkan Farah untuk duduk terlebih dahulu. Dari tingkahnya kentara sekali, jika ia benar-benar tertarik dengan Farah. “Nama kamu siapa?” Tangan kiri Yusuf terus saja mengusap-usap leher bagian belakang. Nampaknya ia sedang salah tingkah. Terus saja ia senyum-senyum sendiri saat memandang Farah. Lesung pipinya sangat menggoda dan membuat siapa pun yang melihat tingkah Yusuf pasti gemas. Yusuf, seorang mafia dingin dan juga kejam yang susah sekali untuk didekati oleh wanita menjadi bersikap lunak dan berlemah lembut di hadapan wanita muda bernama Farah. Wanita yang ia maki-maki dengan sebutan wanita gila di toilet laki-laki. “Nama saya Farah, Pak.” Farah menjawab sambil menundukkan pandangannya. Ia tak sanggup ditatap sebegitu anehnya oleh Yusuf. “Jangan p
“Satpam yang di depan sudah dipecat Bos. Sudah saya pastikan juga jika eksekusi di jembatan kemarin malam bersih tanpa meninggalkan jejak. Kasus yang masuk di kepolisian menyatakan jika wanita itu mati karena bunuh diri,” terang Lidiya. Ia berdiri tepat di belakang Yusuf. Yusuf yang tengah berdiri memegang botol wine koleksinya hanya menyunggingkan bibir. Kentara sekali kalau laki-laki berusia 30 tahun ini merasa bosan melihat Lidiya. Setiap harinya ia harus memandang tubuh seksi sekretarisnya ini. Lagi-lagi Lidiya memakai rok dan blus dengan belahan rendah. Seakan-akan sepasang pakaian itu adalah seragamnya ketika bertemu Yusuf. “Oh iya Bos, saya juga ingin mengabarkan jika ada perubahan jadwal dadakan. Client meminta kita untuk membunuh targetnya malam ini. Dia meminta agar si target dibunuh dengan cara di lempar di air terjun, Bos.” Sayangnya, kabar dari sekretarisnya ini membuat emosi Yusuf mendadak naik lagi, ia mendengus kesal. Dari raut
Buru-buru Farah keluar sebelum ada laki-laki lain yang masuk. Namun, ketika melihat cermin ia malah berhenti menelisik penampilannya sendiri, make up naturalnya masih menempel di wajahnya.Diputarnya keran wastafel, tapi seketika itu ia terkejut. Keran wastafel dimatikan, tangannya gesit mengambil jam tangan yang tergeletak di samping wastafel.“Oh … ini bukannya jam tangan mahal?” Farah memejamkan matanya rekat lalu membuka matanya dengan lebar. Jam tangan itu masih terlihat mewah, warnanya hampir sama dengan warna keran yakni berwarna perak mengkilat.“Oh Tuhan … terima kasih Tuhan, ternyata rezekiku yang serat selama ini ada di toilet laki-laki. Besok-besok kasih lagi Tuhan.” Farah sujud syukur di depan wastafel. Kali ini hatinya sangat gembira tiada tara, tubuhnya berputar-putar dan menari-nari di depan wastafel.“Dengan benda mewah ini semua tagihanku akan terbayar lunas. Aku tidak akan
Selain pemimpin bisnis Jasa Kick, Yusuf adalah seorang pengusaha kaya raya. Ia memiliki pabrik tekstil yang produknya laku di pasaran. Tidak hanya dalam negeri, ia pun sering mengekspor produk-produknya itu hingga mendapat untung lembaran dolar. “Bukannya hari ini ada perekrutan, kenapa ruang HRD nampak sepi?” tanya Yusuf ke sekretaris yang berjalan di sampingnya. Padahal biasanya kalau ada perekrutan, ruangan kecil di pojok gedung selalu ramai dipadati peserta bersetelan putih hitam mengantri sambil membawa map. “Perekrutannya dimulai jam sembilan, Bos,” jawab Lidiya tegas. Ia berjalan cepat mengimbangi langkah kaki Yusuf, di lipatan tangannya tersampir kemeja warna biru muda. Yusuf terus berjalan menatap ke depan dengan wajah yang sangar. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya menyapanya dengan hangat namun ia tidak membalas. Seperti biasanya, ekspresinya tetap dingin dan datar. Ia sama sekali tidak pernah tersenyum jika disapa. “Tunggu di sini, aku mau ganti baju dulu,” p
Di depan bangunan yang dirancang mirip seperti sebuah gua, Yusuf bersama adik dan sekretarisnya berdiri memandang aneh bangunan itu. Vino, adik dari Yusuf bahkan ragu jika harus masuk ke dalam. “Aku tidak mau masuk ke dalam gua aneh ini Bang. Aku yakin di dalam banyak jebakan.” “Tapi tidak mungkin Big Bos menyuruh kita menemuinya secara langsung jika tidak ada hal penting.” Dari segi eksterior bangunan itu terlihat seperti gua yang dibuat senatural mungkin. Banyak tumbuhan hijau yang disematkankan pada setiap sisinya. Pintu berkunsen dan dipinggir-pinggirnya terdapat tembok bata yang dicat menyerupai warna gua seolah-olah membuat bangunan itu tampak seperti bunker yang telah lama diabaikan penghuninya. Lidiya lebih dulu berjalan ke arah pintu mengendap-endap. Matanya tetap siaga mengawasi sekitar. Setelah itu diikuti oleh Vino yang juga sudah siap melindungi Lidiya. Di tangan kirinya sudah ada pistol yang sudah terkokang dan siap dihentakkan. “Berhenti!” Vino menoleh dan memandan
"Maafkan saya Tuan. Jangan bunuh saya. Tolong jangan bunuh saya. Jika saya mati, nanti siapa yang menjaga anak saya," rengek wanita paruh baya duduk bersimpuh di atas jembatan sedang memohon-mohon kepada laki-laki sangar dan bertubuh kekar di depannya. Yusuf, laki-laki sangar, bertubuh kekar, dan kejam itu dengan tega malah menendang kembali si wanita. Diliputi keputusasaan, wanita itu merangkak ke arah Yusuf. Ia menangis terseok-seok meminta pengampunan. "Bayangkan jika saya ini ibu Tuan, apakah Tuan masih mau membunuh saya? Kasihanilah saya Tuan." Yusuf tersenyum remeh. Sembari giginya menarik pelan sarung tangan yang sudah membungkus kedua telapak tangannya. "Ibu? Aku tidak punya seorang ibu," pekik Yusuf. Mulutnya hampir menerkam wanita paruh baya itu. Suaranya melengking sama menakutkannya dengan suara deras aliran air sungai di bawah jembatan. Tidak mempunyai ibu dan menjadi anak buangan bersama adiknya, hidup Yusuf sungguh kelam. Berbagai kehidupan gelap sudah ia jalani. M...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen