Sudah lebih dari sepuluh menit, Aisa dan Rizal duduk di kursi yang ada di teras depan. Tapi, sampai sekarang Alan sama sekali tidak mendengar adanya percakapan antara Aisa dan Rizal.Alan semakin dibuat penasaran dengan apa yang sedang Aisa dan Rizal lakukan di luar. Apalagi mengingat mereka hanya duduk berdua di luar, membuat berbagai pikiran buruk melintas di kepalanya.“Apa yang sedang mereka lakukan sekarang?” Alan menyibak tirai jendela yang ada di dekatnya, terlihat Aisa dan Rizal yang duduk di kursi yang berbeda dan terhalang meja bulat yang ada ditengah-tengah mereka.“Sampai kapan mereka akan terus diam seperti itu? sebenarnya siapa Rizal?” Alan terlihat sangat penasaran.Kedua telinga Alan mulai mendengar suara Aisa, meskipun hanya terdengar pelan.“Zal, ada apa kamu datang kesini mencariku?” tanya Aisa membuka pembicaraan.“Sa, apa aku boleh tahu, kenapa kamu tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke Jakarta? dulu kamu pernah bilang sama aku kalau kamu tidak akan meninggalkan ked
“Sa, bukan begitu maksud aku. Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu lagi. Aku sangat mencintai kamu, Sa. Aku tidak bisa melupakan kamu. Selama ini aku juga sangat merindukan kamu,” ucap Rizal sambil kembali ingin menggenggam tangan Aisa. Tapi Aisa selalu menepisnya.“Maaf, Zal. Aku tidak ingin kembali berhubungan dengan kamu lagi. Selain itu, sampai kapanpun keluarga kamu tidak akan pernah merestui hubungan kita. Jadi lebih baik kamu lupakan semuanya, karena kita tidak akan pernah bisa kembali seperti dulu lagi.”Aisa lalu beranjak dari duduknya. “Maaf, sepertinya sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Jadi sebaiknya kamu pulang. Aku tidak mau sampai para tetangga melihat kita dan melaporkannya kepada keluarga kamu. Aku tidak ingin sampai keluarga kamu datang kesini dan menghina keluarga aku lagi.”Aisa menghela nafas panjang, dia masih ingat bagaimana keluarga Rizal mendatangi rumahnya dan menghina keluarganya yang miskin.Rizal memang berasal dari keluarga kaya raya, ke
Alan dan Aisa saling menatap satu sama lain. Alan merasa apa yang dilakukannya adalah benar. Bagaimanapun keluarga Aisa harus tau, kalau dirinya adalah menantu di rumah itu.Aisa lebih dulu memutuskan pandangan, karena dia yakin, Alan tak akan menyesali tentang apa yang sudah dilakukannya. Jadi harus dirinya sendiri yang harus menyelesaikan masalah yang sudah dibuat oleh Alan.Seandainya Alan tidak membuka rahasia mereka di depan Rizal tadi, mungkin sampai detik ini rahasianya akan tersimpan dengan rapi, dirinya bisa tinggal di rumah kedua orang tuanya yang hanya tinggal beberapa hari dengan nyaman.“Bu, Aisa bisa jelaskan semuanya,” ucap Aisa lalu melangkahkan kakinya mendekati ibunya yang masih terlihat terkejut.Alan menatap ke arah Rizal yang masih berdiri di depannya. Dia benar-benar sangat membenci pria yang pernah menjadi orang penting di hati Aisa.“Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini. Aisa sekarang adalah istri aku. Jadi, kamu sudah tidak punya hak untuk berada di rumah
Arya sepertinya sudah mulai kehabisan kesabaran, karena sampai sekarang Aisa belum juga mau mengatakan apapun padanya.“Aisa! Apa kamu tidak mendengar Ayah!” seru Arya saat Aisa hanya diam sambil menundukkan wajahnya.Alan yang merasa tidak tega, langsung beranjak dari duduknya, melangkah mendekati ayah Aisa. Dia lalu duduk bersimpuh di depan ayah Aisa.Aisa yang melihat Alan duduk bersimpuh di depan ayahnya begitu terkejut. Dia tidak menyangka, Alan akan melakukan semua itu, padahal semua itu adalah kesalahannya sendiri.Bagi Aisa, Alan juga hanya korban dari ibunya, karena perjanjian itu dibuat oleh ibunya tanpa sepengetahuan Alan. Jadi Aisa juga tidak bisa menyalahkan Alan untuk apa yang terjadi pada dirinya saat ini.“Alan, apa yang kamu lakukan?” tanya Aisa lirih, dengan kedua sudut mata yang masih penuh dengan cairan bening.“Aku melakukan apa yang harus aku lakukan, Sa,” jawab Alan.Alan juga tidak menyangka, dirinya akan melakukan semua itu hanya demi Aisa. Bahkan seumur hidup
Semalam Alan sudah merenungkan tentang keputusan yang akan diambilnya. Dia juga tak bisa lagi tinggal di rumah itu, apalagi keluarga Aisa tak menginginkan kehadirannya di rumah itu setelah mereka tau tentang hubungannya dengan Aisa yang sebenarnya.Esok paginya Alan bahkan sudah bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Dia memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Dia bahkan semalam sudah menghubungi Rendy untuk datang menjemputnya. Dia tidak ingin mengendarai mobilnya seorang diri dengan pikirannya yang kalut.Aisa bahkan semalaman tidak menemui Alan untuk memberikan keputusan yang dia ambil.Alan menghela nafas panjang. “Aku pasti akan sembuh meskipun tanpa bantuan Aisa.”Alan mendengar ada suara mobil yang berhenti di depan halaman rumah Aisa. Dia lalu melangkah keluar dari kamarnya menuju pintu depan.Alan tidak melihat siapapun, mungkin semua orang sedang berada di dalam kamar masing-masing. Tapi sesampainya di ruang tamu, dia melihat ibu Aisa yang sedang berbincang dengan Rendy di depa
Dalam perjalanan pulang menuju Jakarta, Alan sama sekali tidak mengajak Rendy bicara, dia lebih banyak menatap keluar jendela, melihat pemandangan yang sebenarnya tidaklah menarik baginya.Alan menghela nafas panjang, kejadian kemarin benar-benar diluar dugaannya. Dia tidak menyangka ibunya Aisa diam-diam mendengar obrolannya dengan Rizal dan Aisa. Tapi dia juga tidak bisa menutupi hubungan dengan Aisa.Alan mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Aisa. Saat itu gadis yang bernama Aisa itu sudah membuatnya marah. Tapi ternyata Tuhan kembali mempertemukannya dengan Aisa, tapi dengan situasi yang berbeda.Rendy menatap ke arah Alan sekilas, sejak tadi sahabat sekaligus atasannya itu hanya diam.“Lan, maaf kalau aku sudah lancang bicara seperti ini sama kamu. Tapi aku bicara sebagai sahabat kamu, bukan asisten pribadi kamu,” ucap Rendy yang sudah kembali menatap ke depan.“Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak mau membahasnya sekarang,” ucap Alan tanpa menatap ke arah Ren
Sudah satu minggu semenjak Alan kembali dari kampung halaman Aisa. Tapi sampai sekarang dirinya sama sekali tidak mendapatkan kabar tentang kapan menantunya akan kembali lagi ke rumah itu.Merlin bahkan mencoba untuk menghubungi nomor Aisa, tapi nomor itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Selain itu, Alan selalu menghindar saat dirinya bertanya soal Aisa.“Ada apa sebenarnya? Apa telah terjadi sesuatu dengan Alan dan Aisa yang aku tidak tahu?”Merlin mengambil ponselnya yang belum lama ini dia letakkan di atas meja. Dia lalu mencari kontak nomor Rendy di ponselnya.“Halo, Ren,” sapa Merlin saat panggilannya mulai tersambung.“Halo, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?” Rendy terkejut saat ibunya Alan menghubunginya. Dia yakin, pasti ada sesuatu yang ingin ibunya Alan katakan padanya.“Sekarang kamu dimana? Apa kamu sedang bersama dengan Alan?”“Iya, Nyonya. Sekarang Tuan Alan sedang meeting dengan klien.”“Apa meetingnya masih lama? Apa kamu bisa menemuiku sebentar? Ada sesuatu yang
Aisa saat ini tengah duduk di depan terasnya, sambil menatap langit malam yang saat itu dipenuhi oleh kerlap-kerlip bintang yang yang bertaburan.Aisa menghela nafas panjang. “Sudah lebih dari satu minggu aku tinggal disini. Bagaimana kabar Alan sekarang? Apa dia tetap melanjutkan terapinya?”“Maafin aku, Lan. Maaf, karena aku tidak bisa menepati janjiku. Tapi aku selalu mendoakan yang terbaik buat kamu.”Aisa terkejut saat merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Dia lalu menoleh ke samping. “Niko!” serunya terkejut.Niko tersenyum, tidak merasa bersalah sama sekali karena telah mengejutkan kakaknya. “Apa yang sedang kakak pikirkan?”Aisa menggelengkan kepalanya, dia tidak mungkin mengatakan kalau dirinya tadi sedang memikirkan Alan. Padahal dirinya sudah berjanji kepada keluarganya kalau dirinya tidak akan pernah berhubungan dengan Alan lagi.“Tidak ada. Bagaimana dengan sekolah kamu?”“Baik, Kak.”“Nik, kakak berharap kamu bisa bersekolah yang lebih tinggi dari kakak. Kaka