Arya sepertinya sudah mulai kehabisan kesabaran, karena sampai sekarang Aisa belum juga mau mengatakan apapun padanya.“Aisa! Apa kamu tidak mendengar Ayah!” seru Arya saat Aisa hanya diam sambil menundukkan wajahnya.Alan yang merasa tidak tega, langsung beranjak dari duduknya, melangkah mendekati ayah Aisa. Dia lalu duduk bersimpuh di depan ayah Aisa.Aisa yang melihat Alan duduk bersimpuh di depan ayahnya begitu terkejut. Dia tidak menyangka, Alan akan melakukan semua itu, padahal semua itu adalah kesalahannya sendiri.Bagi Aisa, Alan juga hanya korban dari ibunya, karena perjanjian itu dibuat oleh ibunya tanpa sepengetahuan Alan. Jadi Aisa juga tidak bisa menyalahkan Alan untuk apa yang terjadi pada dirinya saat ini.“Alan, apa yang kamu lakukan?” tanya Aisa lirih, dengan kedua sudut mata yang masih penuh dengan cairan bening.“Aku melakukan apa yang harus aku lakukan, Sa,” jawab Alan.Alan juga tidak menyangka, dirinya akan melakukan semua itu hanya demi Aisa. Bahkan seumur hidup
Semalam Alan sudah merenungkan tentang keputusan yang akan diambilnya. Dia juga tak bisa lagi tinggal di rumah itu, apalagi keluarga Aisa tak menginginkan kehadirannya di rumah itu setelah mereka tau tentang hubungannya dengan Aisa yang sebenarnya.Esok paginya Alan bahkan sudah bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Dia memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Dia bahkan semalam sudah menghubungi Rendy untuk datang menjemputnya. Dia tidak ingin mengendarai mobilnya seorang diri dengan pikirannya yang kalut.Aisa bahkan semalaman tidak menemui Alan untuk memberikan keputusan yang dia ambil.Alan menghela nafas panjang. “Aku pasti akan sembuh meskipun tanpa bantuan Aisa.”Alan mendengar ada suara mobil yang berhenti di depan halaman rumah Aisa. Dia lalu melangkah keluar dari kamarnya menuju pintu depan.Alan tidak melihat siapapun, mungkin semua orang sedang berada di dalam kamar masing-masing. Tapi sesampainya di ruang tamu, dia melihat ibu Aisa yang sedang berbincang dengan Rendy di depa
Dalam perjalanan pulang menuju Jakarta, Alan sama sekali tidak mengajak Rendy bicara, dia lebih banyak menatap keluar jendela, melihat pemandangan yang sebenarnya tidaklah menarik baginya.Alan menghela nafas panjang, kejadian kemarin benar-benar diluar dugaannya. Dia tidak menyangka ibunya Aisa diam-diam mendengar obrolannya dengan Rizal dan Aisa. Tapi dia juga tidak bisa menutupi hubungan dengan Aisa.Alan mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Aisa. Saat itu gadis yang bernama Aisa itu sudah membuatnya marah. Tapi ternyata Tuhan kembali mempertemukannya dengan Aisa, tapi dengan situasi yang berbeda.Rendy menatap ke arah Alan sekilas, sejak tadi sahabat sekaligus atasannya itu hanya diam.“Lan, maaf kalau aku sudah lancang bicara seperti ini sama kamu. Tapi aku bicara sebagai sahabat kamu, bukan asisten pribadi kamu,” ucap Rendy yang sudah kembali menatap ke depan.“Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak mau membahasnya sekarang,” ucap Alan tanpa menatap ke arah Ren
Sudah satu minggu semenjak Alan kembali dari kampung halaman Aisa. Tapi sampai sekarang dirinya sama sekali tidak mendapatkan kabar tentang kapan menantunya akan kembali lagi ke rumah itu.Merlin bahkan mencoba untuk menghubungi nomor Aisa, tapi nomor itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Selain itu, Alan selalu menghindar saat dirinya bertanya soal Aisa.“Ada apa sebenarnya? Apa telah terjadi sesuatu dengan Alan dan Aisa yang aku tidak tahu?”Merlin mengambil ponselnya yang belum lama ini dia letakkan di atas meja. Dia lalu mencari kontak nomor Rendy di ponselnya.“Halo, Ren,” sapa Merlin saat panggilannya mulai tersambung.“Halo, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?” Rendy terkejut saat ibunya Alan menghubunginya. Dia yakin, pasti ada sesuatu yang ingin ibunya Alan katakan padanya.“Sekarang kamu dimana? Apa kamu sedang bersama dengan Alan?”“Iya, Nyonya. Sekarang Tuan Alan sedang meeting dengan klien.”“Apa meetingnya masih lama? Apa kamu bisa menemuiku sebentar? Ada sesuatu yang
Aisa saat ini tengah duduk di depan terasnya, sambil menatap langit malam yang saat itu dipenuhi oleh kerlap-kerlip bintang yang yang bertaburan.Aisa menghela nafas panjang. “Sudah lebih dari satu minggu aku tinggal disini. Bagaimana kabar Alan sekarang? Apa dia tetap melanjutkan terapinya?”“Maafin aku, Lan. Maaf, karena aku tidak bisa menepati janjiku. Tapi aku selalu mendoakan yang terbaik buat kamu.”Aisa terkejut saat merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Dia lalu menoleh ke samping. “Niko!” serunya terkejut.Niko tersenyum, tidak merasa bersalah sama sekali karena telah mengejutkan kakaknya. “Apa yang sedang kakak pikirkan?”Aisa menggelengkan kepalanya, dia tidak mungkin mengatakan kalau dirinya tadi sedang memikirkan Alan. Padahal dirinya sudah berjanji kepada keluarganya kalau dirinya tidak akan pernah berhubungan dengan Alan lagi.“Tidak ada. Bagaimana dengan sekolah kamu?”“Baik, Kak.”“Nik, kakak berharap kamu bisa bersekolah yang lebih tinggi dari kakak. Kaka
Aisa menghela nafas panjang, dirinya sendiri juga tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Dengan kemampuannya sekarang, dirinya hanya bisa bekerja di toko atau sebagai buruh pabrik.Sementara bekerja sebagai buruh pabrik gajinya juga tak seberapa, mungkin hanya akan bisa untuk membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Uang sebanyak itu juga butuh waktu lama untuk bisa mengumpulkannya, bahkan bisa sampai bertahun-tahun.Tapi demi keluarganya, Aisa tidak akan menyerah untuk bisa mengumpulkan uang sebanyak itu dan segera membayar hutang-hutangnya.“Kakak akan berusaha. Tapi, kakak minta sama kamu, jangan beritahu Ayah dan Ibu soal ini. Kakak tidak ingin sampai membuat Ayah dan Ibu cemas,” pintanya dan langsung mendapatkan anggukkan kepala dari Niko.“Aku ingin bertanya sama kakak. Apa kakak tidak cinta sama Kak Alan? Apa kakak tidak merindukannya?” tanya Niko sambil menatap kedua mata teduh kakaknya.Aisa terdiam. Dia sendiri tidak tahu apa yang
Rode akhirnya menghubungi Merlin esok harinya, karena semalam malam sudah larut, dia tidak ingin mengganggu istirahat majikannya.Merlin yang sedang ada di taman belakang, melihat ponselnya yang dirinya letakkan di atas meja berdering. Dia lalu mengambil benda pipih itu, melihat ada panggilan masuk dari Dedi.Tanpa pikir panjang Merlin langsung menjawab panggilan itu, karena panggilan itu yang dirinya tunggu-tunggu dari kemarin. Dia ingin segera tahu masalah yang sedang dihadapi oleh putranya saat ini.“Apa kamu sudah mendapatkan informasi yang saya butuhkan?” tanya Merlin tanpa basa basi setelah panggilan itu tersambung.“Sudah, Nyonya.”“Ok, katakan, informasi apa yang sudah kamu dapatkan?”“Ternyata masalah Tuan Alan dan Nona Aisa adalah keluarga Nona Aisa, Nyonya. Ternyata keluarga Nona Aisa sudah tahu tentang pernikahan Nona Aisa dan Tuan Alan. Sepertinya keluarga Nona Aisa tidak merestui pernikahan Nona Aisa dan Tuan Alan.”“Apa! tapi kenapa? apa kurangnya Alan? Dia kaya, seharu
“Kenapa Mama berpikiran seperti itu? Aisa menantu Mama, istri aku. Bagaimana mungkin dia tidak akan kembali lagi ke rumah ini?” Alan tak ingin sampai mamanya mengetahui masalahnya dengan Aisa.Merlin menatap kedua mata Alan. Dia bisa melihat ada banyak kebohongan dari tatapan putranya itu. Tapi, dia memilih untuk diam, karena dia mempunyai rencana sendiri untuk membuat Aisa kembali ke rumahnya.“Sekarang Mama tanya sama kamu. Kapan kamu akan membawa Aisa kembali ke rumah ini lagi?” tanya Merlin dengan nada serius.Alan menelan ludah, dia bingung harus menjawab apa, karena dirinya sendiri tidak tahu, apakah Aisa masih ingin kembali kepadanya atau tidak. Apalagi mengingat bagaimana keluarga Aisa sangat menentang keras pernikahan mereka.Tapi Alan tidak bisa bicara jujur kepada ibunya, takut membuat mamanya sedih. Sekarang hanya mamanya yang dirinya punya, wanita yang bisa berinteraksi dengannya selama Aisa tidak ada bersamanya.“Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak ingin membawa Aisa kembal