Dalam perjalanan pulang menuju Jakarta, Alan sama sekali tidak mengajak Rendy bicara, dia lebih banyak menatap keluar jendela, melihat pemandangan yang sebenarnya tidaklah menarik baginya.Alan menghela nafas panjang, kejadian kemarin benar-benar diluar dugaannya. Dia tidak menyangka ibunya Aisa diam-diam mendengar obrolannya dengan Rizal dan Aisa. Tapi dia juga tidak bisa menutupi hubungan dengan Aisa.Alan mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Aisa. Saat itu gadis yang bernama Aisa itu sudah membuatnya marah. Tapi ternyata Tuhan kembali mempertemukannya dengan Aisa, tapi dengan situasi yang berbeda.Rendy menatap ke arah Alan sekilas, sejak tadi sahabat sekaligus atasannya itu hanya diam.“Lan, maaf kalau aku sudah lancang bicara seperti ini sama kamu. Tapi aku bicara sebagai sahabat kamu, bukan asisten pribadi kamu,” ucap Rendy yang sudah kembali menatap ke depan.“Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak mau membahasnya sekarang,” ucap Alan tanpa menatap ke arah Ren
Sudah satu minggu semenjak Alan kembali dari kampung halaman Aisa. Tapi sampai sekarang dirinya sama sekali tidak mendapatkan kabar tentang kapan menantunya akan kembali lagi ke rumah itu.Merlin bahkan mencoba untuk menghubungi nomor Aisa, tapi nomor itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Selain itu, Alan selalu menghindar saat dirinya bertanya soal Aisa.“Ada apa sebenarnya? Apa telah terjadi sesuatu dengan Alan dan Aisa yang aku tidak tahu?”Merlin mengambil ponselnya yang belum lama ini dia letakkan di atas meja. Dia lalu mencari kontak nomor Rendy di ponselnya.“Halo, Ren,” sapa Merlin saat panggilannya mulai tersambung.“Halo, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?” Rendy terkejut saat ibunya Alan menghubunginya. Dia yakin, pasti ada sesuatu yang ingin ibunya Alan katakan padanya.“Sekarang kamu dimana? Apa kamu sedang bersama dengan Alan?”“Iya, Nyonya. Sekarang Tuan Alan sedang meeting dengan klien.”“Apa meetingnya masih lama? Apa kamu bisa menemuiku sebentar? Ada sesuatu yang
Aisa saat ini tengah duduk di depan terasnya, sambil menatap langit malam yang saat itu dipenuhi oleh kerlap-kerlip bintang yang yang bertaburan.Aisa menghela nafas panjang. “Sudah lebih dari satu minggu aku tinggal disini. Bagaimana kabar Alan sekarang? Apa dia tetap melanjutkan terapinya?”“Maafin aku, Lan. Maaf, karena aku tidak bisa menepati janjiku. Tapi aku selalu mendoakan yang terbaik buat kamu.”Aisa terkejut saat merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Dia lalu menoleh ke samping. “Niko!” serunya terkejut.Niko tersenyum, tidak merasa bersalah sama sekali karena telah mengejutkan kakaknya. “Apa yang sedang kakak pikirkan?”Aisa menggelengkan kepalanya, dia tidak mungkin mengatakan kalau dirinya tadi sedang memikirkan Alan. Padahal dirinya sudah berjanji kepada keluarganya kalau dirinya tidak akan pernah berhubungan dengan Alan lagi.“Tidak ada. Bagaimana dengan sekolah kamu?”“Baik, Kak.”“Nik, kakak berharap kamu bisa bersekolah yang lebih tinggi dari kakak. Kaka
Aisa menghela nafas panjang, dirinya sendiri juga tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Dengan kemampuannya sekarang, dirinya hanya bisa bekerja di toko atau sebagai buruh pabrik.Sementara bekerja sebagai buruh pabrik gajinya juga tak seberapa, mungkin hanya akan bisa untuk membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Uang sebanyak itu juga butuh waktu lama untuk bisa mengumpulkannya, bahkan bisa sampai bertahun-tahun.Tapi demi keluarganya, Aisa tidak akan menyerah untuk bisa mengumpulkan uang sebanyak itu dan segera membayar hutang-hutangnya.“Kakak akan berusaha. Tapi, kakak minta sama kamu, jangan beritahu Ayah dan Ibu soal ini. Kakak tidak ingin sampai membuat Ayah dan Ibu cemas,” pintanya dan langsung mendapatkan anggukkan kepala dari Niko.“Aku ingin bertanya sama kakak. Apa kakak tidak cinta sama Kak Alan? Apa kakak tidak merindukannya?” tanya Niko sambil menatap kedua mata teduh kakaknya.Aisa terdiam. Dia sendiri tidak tahu apa yang
Rode akhirnya menghubungi Merlin esok harinya, karena semalam malam sudah larut, dia tidak ingin mengganggu istirahat majikannya.Merlin yang sedang ada di taman belakang, melihat ponselnya yang dirinya letakkan di atas meja berdering. Dia lalu mengambil benda pipih itu, melihat ada panggilan masuk dari Dedi.Tanpa pikir panjang Merlin langsung menjawab panggilan itu, karena panggilan itu yang dirinya tunggu-tunggu dari kemarin. Dia ingin segera tahu masalah yang sedang dihadapi oleh putranya saat ini.“Apa kamu sudah mendapatkan informasi yang saya butuhkan?” tanya Merlin tanpa basa basi setelah panggilan itu tersambung.“Sudah, Nyonya.”“Ok, katakan, informasi apa yang sudah kamu dapatkan?”“Ternyata masalah Tuan Alan dan Nona Aisa adalah keluarga Nona Aisa, Nyonya. Ternyata keluarga Nona Aisa sudah tahu tentang pernikahan Nona Aisa dan Tuan Alan. Sepertinya keluarga Nona Aisa tidak merestui pernikahan Nona Aisa dan Tuan Alan.”“Apa! tapi kenapa? apa kurangnya Alan? Dia kaya, seharu
“Kenapa Mama berpikiran seperti itu? Aisa menantu Mama, istri aku. Bagaimana mungkin dia tidak akan kembali lagi ke rumah ini?” Alan tak ingin sampai mamanya mengetahui masalahnya dengan Aisa.Merlin menatap kedua mata Alan. Dia bisa melihat ada banyak kebohongan dari tatapan putranya itu. Tapi, dia memilih untuk diam, karena dia mempunyai rencana sendiri untuk membuat Aisa kembali ke rumahnya.“Sekarang Mama tanya sama kamu. Kapan kamu akan membawa Aisa kembali ke rumah ini lagi?” tanya Merlin dengan nada serius.Alan menelan ludah, dia bingung harus menjawab apa, karena dirinya sendiri tidak tahu, apakah Aisa masih ingin kembali kepadanya atau tidak. Apalagi mengingat bagaimana keluarga Aisa sangat menentang keras pernikahan mereka.Tapi Alan tidak bisa bicara jujur kepada ibunya, takut membuat mamanya sedih. Sekarang hanya mamanya yang dirinya punya, wanita yang bisa berinteraksi dengannya selama Aisa tidak ada bersamanya.“Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak ingin membawa Aisa kembal
Selama tinggal di rumah ibunya, kegiatan Aisa sehari-hari hanya membantu pekerjaan ibunya, seperti membersihkan rumah dan memasak. Aisa juga belum mendapatkan pekerjaan.Arya melihat Aisa yang sedang menghidangkan makanan di atas meja makan. Putri cantiknya itu memang sangat rajin, bahkan tidak pernah mengeluh dengan keadaan keluarganya.“Aisa, ada yang ingin Ayah bicarakan sama kamu,” ucap Arya dari depan pintu yang terhubung ke dapur.Aisa menoleh ke arah ayahnya yang mengajaknya bicara, dia lalu menganggukkan kepalanya. “Bu, aku tinggal dulu,” pamitnya.“Turuti apapun yang dikatakan Ayah kamu dan jangan membantah, kamu harus ingat itu” pinta Mayang.Aisa menganggukkan kepalanya, dia lalu melangkahkan kakinya menghampiri ayahnya. Aisa lalu mendorong kursi roda ayahnya menuju ruang tamu.“Apa yang ingin Ayah bicarakan?” tanya Aisa setelah mendudukkan tubuhnya di kursi ruang tamu.“Apa kamu marah sama Ayah?” Arya memang beberapa hari ini merasa sikap Aisa sedikit berubah, lebih banyak
Aisa saat ini sedang duduk di belakang rumahnya. Dia tengah memikirkan apa yang semalam ayahnya katakan padanya.Aisa menghela nafas panjang, karena apa yang ayahnya berikan padanya adalah pilihan yang sulit. “Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apa aku memang harus mengakhiri pernikahan aku dengan Alan?”Aisa mengingat kembali waktu yang dulu pernah Aisa lalui bersama dengan Alan. Ada rasa kesal, bahagia, dan nyaman yang Aisa rasakan saat itu.Alan memang terkadang bersikap kasar dan semena-mena padanya, tapi terkadang Alan juga sangat peduli padanya. Dia tahu, kalau sebenarnya Alan adalah pria yang baik.Tapi yang ayahnya katakan memang benar, status keluarga mereka berbeda, bagaikan langit dan bumi. Merlin mau menikahkannya dengan Alan juga karena trauma masa lalu Alan. Tapi jika Alan seperti lelaki normal pada umumnya, dia yakin kalau Merlin tidak mungkin mau menerimanya menjadi menantu.Aisa menengok ke belakang, saat merasakan ada yang menepuk bahunya dari belakang. “Ibu!” seru