Selama tinggal di rumah ibunya, kegiatan Aisa sehari-hari hanya membantu pekerjaan ibunya, seperti membersihkan rumah dan memasak. Aisa juga belum mendapatkan pekerjaan.Arya melihat Aisa yang sedang menghidangkan makanan di atas meja makan. Putri cantiknya itu memang sangat rajin, bahkan tidak pernah mengeluh dengan keadaan keluarganya.“Aisa, ada yang ingin Ayah bicarakan sama kamu,” ucap Arya dari depan pintu yang terhubung ke dapur.Aisa menoleh ke arah ayahnya yang mengajaknya bicara, dia lalu menganggukkan kepalanya. “Bu, aku tinggal dulu,” pamitnya.“Turuti apapun yang dikatakan Ayah kamu dan jangan membantah, kamu harus ingat itu” pinta Mayang.Aisa menganggukkan kepalanya, dia lalu melangkahkan kakinya menghampiri ayahnya. Aisa lalu mendorong kursi roda ayahnya menuju ruang tamu.“Apa yang ingin Ayah bicarakan?” tanya Aisa setelah mendudukkan tubuhnya di kursi ruang tamu.“Apa kamu marah sama Ayah?” Arya memang beberapa hari ini merasa sikap Aisa sedikit berubah, lebih banyak
Aisa saat ini sedang duduk di belakang rumahnya. Dia tengah memikirkan apa yang semalam ayahnya katakan padanya.Aisa menghela nafas panjang, karena apa yang ayahnya berikan padanya adalah pilihan yang sulit. “Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apa aku memang harus mengakhiri pernikahan aku dengan Alan?”Aisa mengingat kembali waktu yang dulu pernah Aisa lalui bersama dengan Alan. Ada rasa kesal, bahagia, dan nyaman yang Aisa rasakan saat itu.Alan memang terkadang bersikap kasar dan semena-mena padanya, tapi terkadang Alan juga sangat peduli padanya. Dia tahu, kalau sebenarnya Alan adalah pria yang baik.Tapi yang ayahnya katakan memang benar, status keluarga mereka berbeda, bagaikan langit dan bumi. Merlin mau menikahkannya dengan Alan juga karena trauma masa lalu Alan. Tapi jika Alan seperti lelaki normal pada umumnya, dia yakin kalau Merlin tidak mungkin mau menerimanya menjadi menantu.Aisa menengok ke belakang, saat merasakan ada yang menepuk bahunya dari belakang. “Ibu!” seru
Aisa berjalan memasuki restoran bersama dengan Rode. Kedua anak buah Rode menunggu di luar restoran.“Itu Nyonya Merlin, Nona,” ucap Rode sambil menunjuk ke arah meja yang Merlin tempati saat ini.Aisa menatap ke arah tangan Rode menunjuk saat ini. Sudah beberapa hari dirinya tidak bertemu dengan mama mertuanya. Ada rasa rindu di dalam hatinya, apalagi selama ini mama mertuanya itu selalu bersikap baik padanya.Aisa melangkahkan kakinya menuju meja yang Merlin tempati.“Ma,” sapa Aisa dengan menepiskan senyumannya setelah berada di depan mama mertuanya, lalu mencium punggung tangannya.Merlin tersenyum, lalu meminta Aisa untuk duduk.Aisa menarik kursi yang ada di depan Merlin, lalu mendudukinya. “Mama apa kabar?” tanyanya kemudian.“Mama baik, Sayang. Bagaimana kabar kamu?” tanya Merlin dengan nada lembut. Terlihat jelas, jika Merlin sangat merindukan menantunya itu.“Baik, Ma,” ucap Aisa sambil menepiskan senyumannya.Begitu banyak pertanyaan di benak Aisa, tentang kenapa mama mertu
Aisa memanggil tukang ojek. Dia ingin segera pergi dari tempat itu.“Jalan, Pak,” pinta Aisa saat dirinya sudah naik ke atas motor.Dalam perjalanan pulang, pikiran Aisa dipenuhi oleh bayang-bayang Alan dan juga permintaan ayahnya yang memintanya untuk segera menggugat cerai Alan.“Maafin aku, Ma. Aku juga tidak pantas bersanding dengan Alan. Alan tidak mungkin mencintai gadis kampung seperti aku ini,” lirih Aisa dengan kedua mata yang sudah penuh dengan cairan bening.Aisa lalu menyeka kedua sudut matanya, dia harus tetap kuat, demi keluarganya, keluarga yang sangat dicintainya.Rizal melihat Aisa yang sedang membonceng motor. “Aisa! Mau pergi kemana dia?”Rizal mulai menstarter motornya, melajukan motornya dan segera mengejar Aisa. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Aisa.Motor yang Aisa tumpangi berhenti di depan sebuah tiko.Aisa lalu turun dari motor, mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya, lalu mengambil uang dua puluh ribu rupiah, lalu memberikan uang itu kepada tu
Di sebuah restoran, terlihat seorang pria yang tengah menikmati makan malamnya seorang diri. Pria itu tak lain adalah Alan.Alan meminta Rendy untuk menyewa seluruh restoran itu, karena dia ingin menikmati makanannya tanpa ada gangguan dari orang lain, dia juga tidak bisa berinteraksi dengan orang lain.Semenjak Alan kembali ke Jakarta, dirinya tidak lagi mendengar kabar tentang Aisa. Bahkan sejak ibunya bertanya tentang kapan dirinya akan membawa Aisa kembali ke rumah, sejak saat itu ibunya tidak lagi bertanya tentang Aisa.Alan sudah menghabiskan separuh makanannya, dia lalu memanggil Rendy yang berdiri tidak jauh darinya.Rendy yang merasa dipanggil, langsung berjalan menuju meja Alan. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Kita pulang sekarang.” Alan lalu beranjak dari duduknya, melangkah pergi dari tempat itu.Rendy mengikuti Alan, kemanapun Alan pergi dirinya akan terus mengikutinya.“Ren, jangan langsung pulang ke rumah,” ucap Alan sambil menatap ke luar jendela.“Baik, Tuan. Keman
“Kalau kamu memang mencintainya, maka pertahankan dia. Bagaimanapun dia adalah istrimu sekarang, kamu berhak atas dirinya,” ucap Rendy, membuat Alan tersenyum getir.“Apa aku memang berhak atas dirinya? asal kamu tau, selama kami menikah, aku bahkan tak pernah memperlakukan Aisa dengan baik, dan kamu tahu itu,” ucap Alan sepertinya menyesali sikapnya terhadap Aisa dulu.Kalau saja dirinya tahu semua akan menjadi seperti ini, maka dirinya tidak akan pernah memperlakukan Aisa seburuk itu. Tapi dulu yang ada dalam dirinya hanya rasa ingin membalas dendam kepada Aisa atas sikap lancangnya kepadanya dulu.Rendy hanya diam, karena dirinya mengetahui semuanya. Bahkan dirinya sangat merasa kasihan kepada Aisa saat Alan memperlakukan Aisa dengan buruk.Sementara di tempat lain, Aisa sudah bersiap-siap untuk tidur. Dia mencoba untuk tetap kuat, untuk kebahagiaan keluarganya.“Lan, semoga malam ini kamu bisa tidur dengan nyenyak. Meskipun sudah tidak ada aku disamping kamu, tapi kamu masih punya
Sudah satu bulan Aisa bekerja di tempat Cakra. Hari ini adalah hari pertama dia menerima gaji setelah satu bulan bekerja. Aisa ingin membelikan sesuatu untuk keluarganya, dan juga Rizal yang telah membantunya selama ini.Setelah pulang kerja, Aisa pergi ke sebuah toko pakaian yang letaknya tak jauh dari tempatnya bekerja.Aisa masuk ke dalam toko, menatap deretan kemeja yang digantung dan ada juga yang tersusun dengan rapi di dalam rak.Aisa melangkah menuju patung manekin yang memakai kemeja warna biru muda. Kemeja itu sangat menarik perhatiannya.Aisa lalu meminta pelayan toko untuk mengambilkan kemeja yang serupa dengan kemeja yang dipasang di patung manekin itu.“Ini kemeja yang anda maksud, Nona,” ucap pelayan itu sambil memberikan sebuah kemeja warna biru muda yang diminta oleh Aisa tadi.“Terima kasih.” Aisa mengambil kemeja itu dari tangan pelayan toko tadi, lalu mengamati dengan seksama kemeja itu.“Kemeja itu keluaran terbaru di toko ini, Nona. Hanya tinggal dua sekarang. Se
Merlin meminta Dedi untuk kembali ke Jakarta, karena dia ingin putranya sendiri yang mendatangi Aisa dan membawanya kembali pulang ke kediaman keluarga Admaja.Informasi yang diberikan Rode selama tinggal di kampung halaman Aisa, semakin membulatkan tekadnya untuk membawa menantunya pulang ke rumahnya.Apalagi ada seseorang yang mungkin akan menghalangi kebahagiaan putranya, menghancurkan pernikahan putra semata wayangnya.“Sayang, apa Mama boleh meminta sesuatu sama kamu?”Alan menganggukkan kepalanya. “Apa yang ingin Mama minta dari Alan?”“Bawa Aisa kembali ke rumah ini. Ibu ingin menantu Mama kembali ke rumah ini,” jawab Merlin.Alan menghela nafas. “Ma, bukankah Mama sudah mengetahui semuanya? Bukankah Mama sudah meminta anak buah Mama untuk mencari informasi tentang Aisa dan Alan? Lalu, untuk apa Mama minta itu lagi sama aku?”“Mama juga sudah tahu jawabannya, kalau Alan tidak bisa membawa Aisa kembali ke rumah ini,” ucap Alan lagi.“Tapi Mama yakin, kamu dan Aisa masih saling m