Sudah satu bulan Aisa bekerja di tempat Cakra. Hari ini adalah hari pertama dia menerima gaji setelah satu bulan bekerja. Aisa ingin membelikan sesuatu untuk keluarganya, dan juga Rizal yang telah membantunya selama ini.Setelah pulang kerja, Aisa pergi ke sebuah toko pakaian yang letaknya tak jauh dari tempatnya bekerja.Aisa masuk ke dalam toko, menatap deretan kemeja yang digantung dan ada juga yang tersusun dengan rapi di dalam rak.Aisa melangkah menuju patung manekin yang memakai kemeja warna biru muda. Kemeja itu sangat menarik perhatiannya.Aisa lalu meminta pelayan toko untuk mengambilkan kemeja yang serupa dengan kemeja yang dipasang di patung manekin itu.“Ini kemeja yang anda maksud, Nona,” ucap pelayan itu sambil memberikan sebuah kemeja warna biru muda yang diminta oleh Aisa tadi.“Terima kasih.” Aisa mengambil kemeja itu dari tangan pelayan toko tadi, lalu mengamati dengan seksama kemeja itu.“Kemeja itu keluaran terbaru di toko ini, Nona. Hanya tinggal dua sekarang. Se
Merlin meminta Dedi untuk kembali ke Jakarta, karena dia ingin putranya sendiri yang mendatangi Aisa dan membawanya kembali pulang ke kediaman keluarga Admaja.Informasi yang diberikan Rode selama tinggal di kampung halaman Aisa, semakin membulatkan tekadnya untuk membawa menantunya pulang ke rumahnya.Apalagi ada seseorang yang mungkin akan menghalangi kebahagiaan putranya, menghancurkan pernikahan putra semata wayangnya.“Sayang, apa Mama boleh meminta sesuatu sama kamu?”Alan menganggukkan kepalanya. “Apa yang ingin Mama minta dari Alan?”“Bawa Aisa kembali ke rumah ini. Ibu ingin menantu Mama kembali ke rumah ini,” jawab Merlin.Alan menghela nafas. “Ma, bukankah Mama sudah mengetahui semuanya? Bukankah Mama sudah meminta anak buah Mama untuk mencari informasi tentang Aisa dan Alan? Lalu, untuk apa Mama minta itu lagi sama aku?”“Mama juga sudah tahu jawabannya, kalau Alan tidak bisa membawa Aisa kembali ke rumah ini,” ucap Alan lagi.“Tapi Mama yakin, kamu dan Aisa masih saling m
Sementara itu di tempat lain, saat ini Rizal tengah duduk di sofa yang berada di kamar Cakra. Dia sengaja datang ke rumah Cakra untuk menunggu Aisa pulang kerja.Tempat Aisa bekerja saat ini berada di belakang rumah Cakra. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas dan mampu menampung lebih dari 50 karyawan.Cakra membuka usaha rumahan seorang diri, karena dia tidak berminat untuk bekerja dengan orang lain. Dia ingin menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, meskipun harus dimulai dari nol.“Zal, kamu tidak ingin cari pekerjaan? apa kamu mau terus menganggur?” tanya Cakra sambil mendudukkan tubuhnya di samping Rizal.“Tenang saja, aku sudah melamar pekerjaan kok,” ucap Rizal dengan santai.Rizal berasal dari keluarga terpandang di desanya, meskipun dia tidak bekerja, semua kebutuhannya sudah tercukupi, kedua orang tuanya selalu memberikan apa yang dirinya inginkan, kecuali memberikan restu untuk hubungannya dan Aisa.Cakra mengernyitkan dahinya. “Jangan bilang kamu benar-benar ingin melamar
Rizal dan Aisa kini tengah duduk di sebuah warung makan yang tak jauh dari rumah Cakra.“Kamu mau pesan apa?” tanya Rizal sambil menatap ke arah Aisa.Aisa yang sedang menatap sekeliling, langsung menoleh menatap ke arah Rizal. “Terserah kamu saja.”Aisa sebenarnya ingin menolak ajakan Rizal, tapi dia merasa tidak enak hati, apalagi selama ini Rizal selalu baik padanya. Kalau dirinya menolak ajakan Rizal, pasti Rizal akan kecewa padanya.‘Hanya makan saja kan? Tidak apa-apa, Rizal selama ini juga sangat baik sama aku,’ gumam Aisa dalam hati.Rizal lalu memesan makanan yang akan dimakannya bersama dengan Aisa, dia memesan dua porsi ayam panggang dan dua gelas minuman hangat, karena udara terasa dingin sore ini.Sambil menunggu pesanan siap, Rizal mengajak Aisa untuk duduk di meja yang ada di paling ujung.“Sa, terima kasih untuk hadiahnya ya, aku akan memakainya nanti. Aku suka dengan kemejanya,” ucap Rizal dengan tersenyum.“Sama-sama, syukurlah kalau kamu suka,” ucap Aisa dengan mene
Aisa menghela nafas, dia tidak ingin berdebat dengan Rizal, apalagi sekarang mereka berada di depan rumahnya. Dia tidak ingin sampai kedua orang tuanya mendengar obrolannya dengan Rizal.“Lebih baik sekarang kamu pulang. Aku lelah, ingin istirahat.” Aisa mengusir Rizal secara halus, karena dia juga tidak berniat untuk meminta Rizal mampir ke rumahnya.Rizal menghela nafas, kali ini dirinya akan lebih bersabar lagi. Dia yakin, suatu saat nanti Aisa akan mau kembali padanya dan menerima lamarannya.“Besok aku akan menjemputmu lagi,” ucap Rizal.Aisa tidak mengindahkan ucapan Rizal, dia memilih untuk masuk ke dalam rumahnya. setelah meletakkan makanan yang dibelikan Rizal lagi ke atas meja makan, dia lalu melangkah menuju kamarnya.Aisa mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. “Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku sudah berjanji pada Ayah dan Ibu untuk mengakhiri pernikahanku dengan Alan. Tapi, kenapa hatiku seakan menolak?”Aisa mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. “Masuk,” sahut
Mayang yang ingin mengatakan sesuatu, langsung mengurungkan niatnya saat melihat suaminya yang menggelengkan kepalanya.“Ayah tidak akan memaksa kamu untuk menikah dengan Rizal, tapi Ayah tetap akan meminta kamu untuk bercerai dengan Alan,” ucap Arya dan langsung ditanggapi anggukkan kepala oleh Aisa, karena Aisa sudah tidak mempunyai pilihan lain.Dua hari sudah berlalu, kondisi ayah Aisa sudah semakin membaik, mereka akhirnya kembali ke rumah mereka. Aisa juga hanya meminta cuti dua hari kepada Cakra.Aisa saat ini sedang istirahat, karena sudah memasuki jam makan siang. Dia lalu keluar dari ruangan tempatnya bekerja bersama dengan teman-temannya.“Rin, kamu makan duluan saja, aku harus menghubungi seseorang,” ucap Aisa lalu pergi ke tempat yang sepi.Setelah memantapkan keputusannya, Aisa langsung menghubungi Rendy. Ini pertama kalinya Aisa menghubungi Rendy dengan nomor barunya.“Halo, Ren,” sahut Aisa saat panggilan itu mulai tersambung.“Nona Aisa!” Rendy sangat terkejut saat Ai
Sudah satu jam lebih Alan dan Rendy sampai di kampung halaman Aisa. Tapi, Alan belum juga menghubungi Aisa. Entah mengapa, dia menjadi sangat gugup hanya untuk bertemu dengan istri yang sudah hampir dua bulan ini tidak ditemuinya.Rindu. Alan memang sangat merindukan Aisa, dia tidak akan menampik itu. Bahkan setiap malam sebelum dia memejamkan kedua matanya, dia selalu menatap foto-foto pernikahan mereka.Alan menghela nafas. “Ren, sekarang apa yang harus aku lakukan?”“Hubungi Nona Aisa, minta dia untuk datang kesini. Apa lebih baik saya yang menjemputnya?” Rendy bersiap-siap untuk berdiri dari duduknya, tapi Alan melarangnya.“Kalau kamu menjemputnya, Aisa akan tau kalau kamu tidak datang sendirian. Aku juga tidak bisa menghubunginya.” Alan menatap keluar jendela, karena saat ini dirinya dan Rendy tengah duduk di kursi pojokan dekat jendela.Alan menatap begitu banyak kendaraan yang berlalu-lalang lewat di depan restoran itu. Dia juga melihat sepasang kekasih yang tengah berjalan sa
Aisa menatap Alan yang saat ini juga sedang menatapnya. Wajah yang selalu dirinya rindukan. Dia tidak akan memungkiri, kalau dirinya sangat merindukan sosok yang saat ini sedang menatapnya.Sekarang Aisa tidak bisa menghindar lagi, Alan berada di depannya saat ini. Dirinya juga tak bisa lagi lari dari masalah, apalagi kedua orang tuanya terus mendesaknya untuk segera mengakhiri pernikahannya dengan Alan.“Zal, aku akan menemuinya. Apa kamu bisa meninggalkan aku sendiri?” Aisa lalu melepas genggaman tangan Rizal. Bagaimanapun dia juga tidak ingin sampai Alan salah paham padanya.Rizal menggelengkan kepalanya, dia tetap bersikukuh ingin menemani Aisa. Apapun yang terjadi, dia tidak akan meninggalkan Aisa bersama dengan Alan. “Aku akan menemanimu.”“Tidak, Zal. Tolong tinggalkan aku, aku hanya ingin berbicara berdua dengan Alan.”Rizal kembali menggenggam tangan Aisa. “Aku tidak peduli, kalau perlu aku akan mengatakan kepada Alan, kalau aku sudah melamarmu, dan kita akan...”Rizal menghe