Aisa memanggil tukang ojek. Dia ingin segera pergi dari tempat itu.“Jalan, Pak,” pinta Aisa saat dirinya sudah naik ke atas motor.Dalam perjalanan pulang, pikiran Aisa dipenuhi oleh bayang-bayang Alan dan juga permintaan ayahnya yang memintanya untuk segera menggugat cerai Alan.“Maafin aku, Ma. Aku juga tidak pantas bersanding dengan Alan. Alan tidak mungkin mencintai gadis kampung seperti aku ini,” lirih Aisa dengan kedua mata yang sudah penuh dengan cairan bening.Aisa lalu menyeka kedua sudut matanya, dia harus tetap kuat, demi keluarganya, keluarga yang sangat dicintainya.Rizal melihat Aisa yang sedang membonceng motor. “Aisa! Mau pergi kemana dia?”Rizal mulai menstarter motornya, melajukan motornya dan segera mengejar Aisa. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Aisa.Motor yang Aisa tumpangi berhenti di depan sebuah tiko.Aisa lalu turun dari motor, mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya, lalu mengambil uang dua puluh ribu rupiah, lalu memberikan uang itu kepada tu
Di sebuah restoran, terlihat seorang pria yang tengah menikmati makan malamnya seorang diri. Pria itu tak lain adalah Alan.Alan meminta Rendy untuk menyewa seluruh restoran itu, karena dia ingin menikmati makanannya tanpa ada gangguan dari orang lain, dia juga tidak bisa berinteraksi dengan orang lain.Semenjak Alan kembali ke Jakarta, dirinya tidak lagi mendengar kabar tentang Aisa. Bahkan sejak ibunya bertanya tentang kapan dirinya akan membawa Aisa kembali ke rumah, sejak saat itu ibunya tidak lagi bertanya tentang Aisa.Alan sudah menghabiskan separuh makanannya, dia lalu memanggil Rendy yang berdiri tidak jauh darinya.Rendy yang merasa dipanggil, langsung berjalan menuju meja Alan. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Kita pulang sekarang.” Alan lalu beranjak dari duduknya, melangkah pergi dari tempat itu.Rendy mengikuti Alan, kemanapun Alan pergi dirinya akan terus mengikutinya.“Ren, jangan langsung pulang ke rumah,” ucap Alan sambil menatap ke luar jendela.“Baik, Tuan. Keman
“Kalau kamu memang mencintainya, maka pertahankan dia. Bagaimanapun dia adalah istrimu sekarang, kamu berhak atas dirinya,” ucap Rendy, membuat Alan tersenyum getir.“Apa aku memang berhak atas dirinya? asal kamu tau, selama kami menikah, aku bahkan tak pernah memperlakukan Aisa dengan baik, dan kamu tahu itu,” ucap Alan sepertinya menyesali sikapnya terhadap Aisa dulu.Kalau saja dirinya tahu semua akan menjadi seperti ini, maka dirinya tidak akan pernah memperlakukan Aisa seburuk itu. Tapi dulu yang ada dalam dirinya hanya rasa ingin membalas dendam kepada Aisa atas sikap lancangnya kepadanya dulu.Rendy hanya diam, karena dirinya mengetahui semuanya. Bahkan dirinya sangat merasa kasihan kepada Aisa saat Alan memperlakukan Aisa dengan buruk.Sementara di tempat lain, Aisa sudah bersiap-siap untuk tidur. Dia mencoba untuk tetap kuat, untuk kebahagiaan keluarganya.“Lan, semoga malam ini kamu bisa tidur dengan nyenyak. Meskipun sudah tidak ada aku disamping kamu, tapi kamu masih punya
Sudah satu bulan Aisa bekerja di tempat Cakra. Hari ini adalah hari pertama dia menerima gaji setelah satu bulan bekerja. Aisa ingin membelikan sesuatu untuk keluarganya, dan juga Rizal yang telah membantunya selama ini.Setelah pulang kerja, Aisa pergi ke sebuah toko pakaian yang letaknya tak jauh dari tempatnya bekerja.Aisa masuk ke dalam toko, menatap deretan kemeja yang digantung dan ada juga yang tersusun dengan rapi di dalam rak.Aisa melangkah menuju patung manekin yang memakai kemeja warna biru muda. Kemeja itu sangat menarik perhatiannya.Aisa lalu meminta pelayan toko untuk mengambilkan kemeja yang serupa dengan kemeja yang dipasang di patung manekin itu.“Ini kemeja yang anda maksud, Nona,” ucap pelayan itu sambil memberikan sebuah kemeja warna biru muda yang diminta oleh Aisa tadi.“Terima kasih.” Aisa mengambil kemeja itu dari tangan pelayan toko tadi, lalu mengamati dengan seksama kemeja itu.“Kemeja itu keluaran terbaru di toko ini, Nona. Hanya tinggal dua sekarang. Se
Merlin meminta Dedi untuk kembali ke Jakarta, karena dia ingin putranya sendiri yang mendatangi Aisa dan membawanya kembali pulang ke kediaman keluarga Admaja.Informasi yang diberikan Rode selama tinggal di kampung halaman Aisa, semakin membulatkan tekadnya untuk membawa menantunya pulang ke rumahnya.Apalagi ada seseorang yang mungkin akan menghalangi kebahagiaan putranya, menghancurkan pernikahan putra semata wayangnya.“Sayang, apa Mama boleh meminta sesuatu sama kamu?”Alan menganggukkan kepalanya. “Apa yang ingin Mama minta dari Alan?”“Bawa Aisa kembali ke rumah ini. Ibu ingin menantu Mama kembali ke rumah ini,” jawab Merlin.Alan menghela nafas. “Ma, bukankah Mama sudah mengetahui semuanya? Bukankah Mama sudah meminta anak buah Mama untuk mencari informasi tentang Aisa dan Alan? Lalu, untuk apa Mama minta itu lagi sama aku?”“Mama juga sudah tahu jawabannya, kalau Alan tidak bisa membawa Aisa kembali ke rumah ini,” ucap Alan lagi.“Tapi Mama yakin, kamu dan Aisa masih saling m
Sementara itu di tempat lain, saat ini Rizal tengah duduk di sofa yang berada di kamar Cakra. Dia sengaja datang ke rumah Cakra untuk menunggu Aisa pulang kerja.Tempat Aisa bekerja saat ini berada di belakang rumah Cakra. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas dan mampu menampung lebih dari 50 karyawan.Cakra membuka usaha rumahan seorang diri, karena dia tidak berminat untuk bekerja dengan orang lain. Dia ingin menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, meskipun harus dimulai dari nol.“Zal, kamu tidak ingin cari pekerjaan? apa kamu mau terus menganggur?” tanya Cakra sambil mendudukkan tubuhnya di samping Rizal.“Tenang saja, aku sudah melamar pekerjaan kok,” ucap Rizal dengan santai.Rizal berasal dari keluarga terpandang di desanya, meskipun dia tidak bekerja, semua kebutuhannya sudah tercukupi, kedua orang tuanya selalu memberikan apa yang dirinya inginkan, kecuali memberikan restu untuk hubungannya dan Aisa.Cakra mengernyitkan dahinya. “Jangan bilang kamu benar-benar ingin melamar
Rizal dan Aisa kini tengah duduk di sebuah warung makan yang tak jauh dari rumah Cakra.“Kamu mau pesan apa?” tanya Rizal sambil menatap ke arah Aisa.Aisa yang sedang menatap sekeliling, langsung menoleh menatap ke arah Rizal. “Terserah kamu saja.”Aisa sebenarnya ingin menolak ajakan Rizal, tapi dia merasa tidak enak hati, apalagi selama ini Rizal selalu baik padanya. Kalau dirinya menolak ajakan Rizal, pasti Rizal akan kecewa padanya.‘Hanya makan saja kan? Tidak apa-apa, Rizal selama ini juga sangat baik sama aku,’ gumam Aisa dalam hati.Rizal lalu memesan makanan yang akan dimakannya bersama dengan Aisa, dia memesan dua porsi ayam panggang dan dua gelas minuman hangat, karena udara terasa dingin sore ini.Sambil menunggu pesanan siap, Rizal mengajak Aisa untuk duduk di meja yang ada di paling ujung.“Sa, terima kasih untuk hadiahnya ya, aku akan memakainya nanti. Aku suka dengan kemejanya,” ucap Rizal dengan tersenyum.“Sama-sama, syukurlah kalau kamu suka,” ucap Aisa dengan mene
Aisa menghela nafas, dia tidak ingin berdebat dengan Rizal, apalagi sekarang mereka berada di depan rumahnya. Dia tidak ingin sampai kedua orang tuanya mendengar obrolannya dengan Rizal.“Lebih baik sekarang kamu pulang. Aku lelah, ingin istirahat.” Aisa mengusir Rizal secara halus, karena dia juga tidak berniat untuk meminta Rizal mampir ke rumahnya.Rizal menghela nafas, kali ini dirinya akan lebih bersabar lagi. Dia yakin, suatu saat nanti Aisa akan mau kembali padanya dan menerima lamarannya.“Besok aku akan menjemputmu lagi,” ucap Rizal.Aisa tidak mengindahkan ucapan Rizal, dia memilih untuk masuk ke dalam rumahnya. setelah meletakkan makanan yang dibelikan Rizal lagi ke atas meja makan, dia lalu melangkah menuju kamarnya.Aisa mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. “Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku sudah berjanji pada Ayah dan Ibu untuk mengakhiri pernikahanku dengan Alan. Tapi, kenapa hatiku seakan menolak?”Aisa mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. “Masuk,” sahut