Kedua orang tua Aisa sangat senang saat melihat kedatangan putri yang sangat mereka rindukan. Mereka saling memeluk satu sama lain untuk meluapkan rasa rindu mereka.Aisa duduk berjongkok di depan kursi roda ayahnya. Dia merasa bersalah kepada ayahnya, karena dirinya tidak tau kalau ternyata ayahnya mengalami kelumpuhan. Padahal waktu itu dokter mengatakan kalau operasi berjalan dengan lancar.“Ayah, maafkan Aisa. Aisa tidak tau kalau Ayah...”Arya tersenyum sambil mengusap lembut pipi putrinya, melihat kedua mata Aisa yang berkaca-kaca membuatnya ikut sedih. Inilah yang dirinya takutkan kalau dirinya memberitahu Aisa tentang keadaan dirinya yang sebenarnya.Arya tidak ingin melihat putrinya bersedih seperti sekarang ini. Tapi sekarang putrinya sudah tahu tentang kondisi kedua kakinya, sehingga dirinya sudah tak bisa menutupinya lagi.“Kenapa kamu harus minta maaf sama Ayah? Justru Ayah yang seharusnya minta maaf sama kamu, karena gara-gara Ayah, kamu harus bekerja keras di Jakarta un
Aisa menganggukkan kepalanya, karena dirinya tidak mungkin menemani Alan tidur di kamar itu. Bisa-bisa kedua orang tuanya akan curiga dan banyak bertanya padanya.Aisa belum siap menceritakan semuanya kepada kedua orang tuanya. Dia juga belum siap melihat kekecewaan di wajah kedua orang tuanya tentang keputusan yang sudah diambilnya tanpa memberitahu kedua orang tuanya.“Kita tidak bisa tidur dalam satu kamar. Apa kamu lupa kalau kita sekarang ada di rumahku? Sekarang kamu bukan suami aku, melainkan anak dari majikan aku.”“No! I don’t agree!” tolak Alan.“Jangan bicara pakai bahasa yang tidak mudah aku pahami.” Aisa memang tidak paham Bahasa Inggris, karena waktu sekolah nilah Bahasa Inggrisnya sangat jelek.“Aku tidak setuju. Aku tidak mau tidur di kamar ini sendirian. Selain itu, aku juga tidak yakin akan bisa tidur dengan nyenyak nantinya,” tolak Alan yang jelas-jelas tidak merasa nyaman tidur di kamar itu. Bahkan di kamar itu rasanya sangat panas, tidak ada pendingin udara di kam
Aisa membantu ibunya untuk menyiapkan makan malam. Dia sangat merindukan momen-momen seperti ini.“Bu, aku sangat merindukan momen-momen seperti ini. Dulu aku sering membantu Ibu untuk menyiapkan makan malam,” ucap Aisa dengan senyuman di wajahnya.“Aku juga sangat merindukan masakan Ibu,” lanjutnya.Mayang tersenyum, dia juga sangat bahagia, karena bisa kembali bertemu dengan putrinya setelah sekian lama tidak pulang kampung setelah merantau ke Jakarta.“Malam ini Ibu akan memasak makanan kesukaan kamu,” ucap Mayang dengan tersenyum.“Aku sudah tidak sabar ingin mencicipinya.”Mayang menyiapkan makanan di atas meja makan dibantu oleh Aisa. Ada nasi, sayur, dan juga lauk. “Sa, bagaimana dengan pekerjaan kamu? apa semua baik-baik saja?”“Ya, semua baik-baik saja, Bu. Ibu tidak perlu cemas soal itu,” jawab Aisa dengan senyuman di wajahnya.“Ibu minta maaf, karena kamu harus menanggung hutang sebanyak itu untuk membantu biaya operasi ayah kamu,” ucap Mayang sambil menggenggam tangan Aisa
Niko saat ini sedang duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel yang ada di tangannya. Adik Aisa itu selalu bermain game disaat senggang seperti ini, karena tidak ada yang bisa dirinya lakukan.Niko melihat kakaknya dan Alan yang tengah berjalan menuju pintu. Dia tau kalau kakaknya akan mengajak pria yang bersama dengan kakaknya itu jalan-jalan.“Kak, apa aku boleh ikut Kakak jalan-jalan?” tanya Niko sambil beranjak dari duduknya.Aisa menganggukkan kepalanya. “Boleh. Kakak malah senang kalau kamu mau ikut Kakak jalan-jalan, makin banyak yang ikut makin ramai,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.Niko menatap Alan yang sepertinya tidak suka dengannya. “Tapi sepertinya Kak Alan tidak suka aku ikut Kakak jalan-jalan.”Aisa mengernyitkan dahinya, dia lalu menatap Alan. “Kenapa? bukankah lebih asyik kita pergi sama-sama? kan makin ramai?” tanyanya.“Memangnya aku bilang kalau aku tidak mengizinkan adik kamu ikut? Tidak kan? Itu hanya perasaan adik kamu saja, karena dia kan tidak suka de
Mereka sampai di rumah sebelum langit jingga berubah menjadi gelap. Alan langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia masih kesal dengan kejadian tadi, bisa-bisanya Aisa mengobrol dengan pria lain di depannya.Aisa juga langsung masuk ke dalam kamar yang dia tempati selama berada di rumahnya. Dia juga tidak menyangka akan bertemu dengan Rizal saat jalan-jalan tadi.Aisa tidak ingin memikirkan Rizal, dia lalu berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil pakaian ganti, karena dirinya ingin mandi.Aisa keluar dari kamarnya, karena di rumah itu hanya ada satu kamar mandi dan letaknya ada di belakang, dekat dengan dapur.Setelah selesai membersihkan diri, Aisa keluar dari kamar mandi, dia lalu kembali ke dalam kamarnya untuk merapikan penampilannya.Aisa mengambil ponselnya yang ada di atas meja, lalu membuka aplikasi yang biasa dipakai untuk memesan makanan, karena dia akan memesan makanan untuk makan malam Alan. Itu sudah menjadi rutinitasnya semenjak Alan menolak untuk makan makanan yang di
Aisa membuka pintu rumahnya, ternyata tebakannya benar, ada tukang go food yang mengantar makanan yang dipesannya.Pria pengantar makanan itu memberikan paper bag yang dibawanya kepada Aisa. “Totalnya seratus lima puluh ribu rupiah,” ucapnya.Aisa lalu mengambil uang dari dalam saku celana nya dan memberikannya kepada pria pengantar makanan itu.“Terima kasih,” ucap Aisa setelah membayar makanan yang telah dipesannya.Aisa lalu mengambil paper bag itu dari tangan pria itu.Aisa lalu menutup pintu setelah pria itu pergi, lalu berjalan mendekati Alan. “Ini makan malam kamu, semoga kamu suka,” ucapnya lalu meletakkan paper bag itu ke atas meja.“Aku ambilkan piring, sendok, sama garpu dulu,” lanjut Aisa lalu melangkah pergi menuju dapur.Alan membuka paper bag itu, lalu mengambil box makanan dari dalam paper bag, lalu membukanya. “Sepertinya enak. Aku jadi tambah lapar nih,” ucapnya sambil mengusap perutnya yang sudah keroncongan.Aisa membawa nampan yang berisi makan malamnya dan juga p
Sudah lebih dari sepuluh menit, Aisa dan Rizal duduk di kursi yang ada di teras depan. Tapi, sampai sekarang Alan sama sekali tidak mendengar adanya percakapan antara Aisa dan Rizal.Alan semakin dibuat penasaran dengan apa yang sedang Aisa dan Rizal lakukan di luar. Apalagi mengingat mereka hanya duduk berdua di luar, membuat berbagai pikiran buruk melintas di kepalanya.“Apa yang sedang mereka lakukan sekarang?” Alan menyibak tirai jendela yang ada di dekatnya, terlihat Aisa dan Rizal yang duduk di kursi yang berbeda dan terhalang meja bulat yang ada ditengah-tengah mereka.“Sampai kapan mereka akan terus diam seperti itu? sebenarnya siapa Rizal?” Alan terlihat sangat penasaran.Kedua telinga Alan mulai mendengar suara Aisa, meskipun hanya terdengar pelan.“Zal, ada apa kamu datang kesini mencariku?” tanya Aisa membuka pembicaraan.“Sa, apa aku boleh tahu, kenapa kamu tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke Jakarta? dulu kamu pernah bilang sama aku kalau kamu tidak akan meninggalkan ked
“Sa, bukan begitu maksud aku. Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu lagi. Aku sangat mencintai kamu, Sa. Aku tidak bisa melupakan kamu. Selama ini aku juga sangat merindukan kamu,” ucap Rizal sambil kembali ingin menggenggam tangan Aisa. Tapi Aisa selalu menepisnya.“Maaf, Zal. Aku tidak ingin kembali berhubungan dengan kamu lagi. Selain itu, sampai kapanpun keluarga kamu tidak akan pernah merestui hubungan kita. Jadi lebih baik kamu lupakan semuanya, karena kita tidak akan pernah bisa kembali seperti dulu lagi.”Aisa lalu beranjak dari duduknya. “Maaf, sepertinya sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Jadi sebaiknya kamu pulang. Aku tidak mau sampai para tetangga melihat kita dan melaporkannya kepada keluarga kamu. Aku tidak ingin sampai keluarga kamu datang kesini dan menghina keluarga aku lagi.”Aisa menghela nafas panjang, dia masih ingat bagaimana keluarga Rizal mendatangi rumahnya dan menghina keluarganya yang miskin.Rizal memang berasal dari keluarga kaya raya, ke
Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te
Sudah seminggu Alan tak sadarkan diri. Setiap hari baik Aisa dan Merlin terus menangis, berharap Alan akan segera bangun dan kembali bersama dengan mereka lagi.Semenjak perbincangannya dengan Aisa waktu itu, Merlin mengizinkan Aisa untuk menunggu Alan, bergantian dengan dirinya, suaminya dan juga Rendy. Kini dirinya sudah merasa lega, akhirnya Alan dan Aisa bisa kembali bersatu seperti dulu lagi.Tapi kali ini mereka bersatu bukan karena surat perjanjian, melainkan karena cinta. Merlin akhirnya bisa melihat Alan kembali bahagia seperti dulu lagi.“Masuklah.” Merlin membiarkan Aisa masuk ke dalam ruang ICU untuk menggantikan dirinya, karena sejak tadi dirinya yang menunggu Alan disaat Aisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian.Aisa memang kalau pagi hari pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan bekal makanan untuk kedua mertuanya, Rendy, dan Dedi. Dia tahu kalau keluarga suaminya sangat kaya, tapi dia tetap ingin membawakan makanan hasil masakannya sendiri untuk Merlin dan yang l
Setelah mendapat telepon dari Rendy, Merlin langsung meminta Dedi untuk mengantarnya ke kampung halaman Aisa. Mereka sampai di Semarang malam hari dan langsung menuju rumah sakit tempat Alan dirawat.Rendy menjemput Merlin dan Dedi di depan rumah sakit, lalu mengajaknya ke ruang ICU tempat Alan dirawat.“Bagaimana keadaan Alan, Ren? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak menjaga Alan?” Merlin terus bertanya sambil berjalan menuju ruang ICU.“Maafkan kelalaian saya, Nyonya. Saya siap untuk menerima hukuman,” ucap Rendy yang berjalan di sebelah Merlin.Merlin menghela nafas panjang, dia sudah tidak sabar ingin melihat kondisi putranya.Sesampainya di ruang ICU, Merlin melihat dua orang paruh baya dan seorang pria muda yang diyakini adalah keluarga Aisa, karena dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga Aisa sampai detik ini.“Mereka keluarga Nona Aisa, Nyonya,” ucap Rendy saat melihat Merlin yang sedang menatap ke arah Niko dan kedua orang tuanya.Merlin berjalan menghampi
Sasa menemani Aisa ke toilet untuk membersihkan kedua telapak tangannya yang terkena noda darah Alan. Dia juga mencuci telapak tangannya.“Sa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kalian tadi. Maaf, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Rizal dan anak buahnya menyakiti Alan,” ucap Sasa sambil menatap Aisa dari cermin besar yang ada di depannya.Aisa hanya diam sambil menggosok telapak tangannya dengan sabun.“Aku janji, aku akan bersaksi di depan polisi dan mengatakan yang sebenarnya terjadi tadi,” lanjut Sasa lagi.“Kenapa? kenapa kamu jadi baik sama aku? bukankah kamu sangat membenciku karena Rizal memutuskan hubungan pertunangan kalian?” Aisa bahkan tidak menatap ke arah Sasa.“Aku salah, tolong maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, sampai aku tidak bisa melihat kalau Rizal tidak pernah mencintaiku selama ini. Tapi sekarang aku sadar, kalau Rizal bukan pria yang pantas untuk aku pertahankan.”Aisa menoleh kesamping, menatap Sasa yang juga sedang menatap