“Jadi benar dugaan aku. Aisa melakukan semua ini hanya untuk segera terbebas dari perjanjian yang telah disepakatinya dengan Mama. Tapi, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu Aisa. Kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi padaku akhir-akhir ini,” ucap Alan pelan, karena tak ingin sampai Aisa mendengar apa yang dirinya ucapkan tadi.Setelah lebih dari 3 bulan hidup bersama dengan Aisa, Alan mulai merasakan sesuatu yang belum bisa dipahaminya secara nalar. Detak jantung yang selalu berdegup dengan kencang saat sedang bersama dengan Aisa.Bahkan dia juga merasa rindu saat tidak melihat wajah cantik Aisa, tatapan yang sangat meneduhkan hatinya, menenangkan pikirannya. Membuatnya ingin segera sembuh dari trauma masa lalunya karena dia ingin membuka lembaran yang baru dengan Aisa.Alan berdehem, sehingga membuat Aisa membalikkan tubuhnya dan menatapnya. Dia lalu melangkah mendekati Aisa.“Sekarang, apa yang harus aku lakukan agar aku
Aisa saat ini sedang berada di dalam kamar. Sudah berbulan-bulan dirinya tidak pernah pulang ke kampung halamannya, membuatnya semakin merindukan keluarganya yang ada di kampung.“Aku ingin pulang. Aku ingin bertemu dengan keluargaku. Tapi, apa Mama dan Alan akan mengizinkan aku untuk pulang kampung?”Aisa menatap wajahnya dari balik cermin riasnya. “Apa yang akan aku katakan jika Alan bertanya tentang keluargaku dan ingin mengenal keluargaku? Padahal keluargaku tidak tahu tentang pernikahan ku dengannya.”Aisa juga tidak mungkin memberitahu keluarganya tentang dirinya yang sudah menikah dengan Alan. Kalau dirinya sampai memberitahu keluarganya tentang pernikahannya, dia yakin keluarganya akan kecewa padanya.Alan yang sudah selesai mandi, keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang dikalungkan di lehernya.Alan mengernyitkan dahinya saat melihat wajah murung Aisa. “Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sedang ada masalah?” tanyanya saat sudah berd
“Karena keluarga aku tidak tahu kalau aku sudah menikah,” potong Aisa.“Kenapa?” Alan mencoba untuk mengorek informasi dari Aisa. Dia ingin Aisa mengatakan yang sebenarnya.“Karena saat kita menikah, Ayah aku sedang sakit. Beliau juga tidak mungkin bisa datang ke Jakarta.” Aisa berharap Alan akan percaya dengan apa yang dikatakannya.“Sudah-sudah, sekarang yang terpenting adalah kamu temani Aisa untuk menemui keluarganya,” ucap Merlin mencoba untuk melerai perdebatan Aisa dan Alan.Kedua mata Aisa membulat dengan sempurna. “Tapi, Ma!” protesnya.Aisa tak mungkin mengajak Alan pulang ke kampung halamannya, karena keluarganya tidak tahu tentang siapa Alan sebenarnya. Bagaimana kalau nanti Alan membongkar semuanya di depan keluarganya? Itu yang Aisa takutkan.“Ok. Alan akan menemani Aisa untuk bertemu dengan keluarganya,” ucap Alan sambil menatap Aisa tajam.‘Aku ingin tau. Apa dia akan mengenalkan aku sebagai suaminya kepada keluarganya?’ gumam Alan dalam hati.“Ma. Aisa bisa pulang sen
Alan dan Aisa sudah bersiap-siap untuk pergi ke Semarang—kampung halaman Aisa, tentu saja untuk menemui keluarga Aisa.Aisa dan Alan mencium punggung tangan Merlin sebelum mereka pergi, karena bagaimanapun mereka juga harus berpamitan dengan Merlin.“Kami berangkat dulu, Ma,” ucap mereka secara bersamaan.Merlin menganggukkan kepalanya. Sebenarnya dirinya berat membiarkan Aisa dan Alan pergi, tapi dia juga tak ingin membuat Aisa semakin sedih karena merindukan keluarganya.“Hati-hati ya, Sayang. Salam untuk keluarga kamu dari Mama. Suatu saat nanti Mama juga ingin bertemu dengan keluargamu, karena bagaimanapun kamu sekarang adalah bagian dari keluarga Mama,” ucap Merlin dan ditanggapi anggukkan kepala oleh Aisa.Aisa juga tak mungkin mengatakan kalau mama mertuanya tidak perlu menemui keluarganya, karena bagaimanapun pernikahannya dengan Alan akan berakhir setelah Alan sembuh.“Kami berangkat dulu, Ma,” ucap Alan lagi.Setelah mendapat anggukkan kepala dari Merlin, mereka lalu melangk
“Aku memang setuju, tapi aku juga bisa berubah pikiran kan?”“Terserah kamu! tapi, aku juga tidak akan menyerah untuk bisa membuat kamu sembuh sepenuhnya.” Aisa tak akan menyerah sebelum Alan benar-benar sembuh, karena dia juga berharap Alan bisa hidup seperti orang-orang tanpa perlu takut berinteraksi dengan orang lain.Aisa percaya, kalau sebenarnya Alan pria yang baik. Tapi dia juga tak bisa berharap banyak dengan pernikahannya, karena dirinya merasa tak pantas untuk Alan. Apalagi keluarganya berasal dari keluarga yang tidak mampu, sangat berbanding terbalik dengan keluarga Alan yang kaya raya.Setelah menempuh perjalanan berjam-jam, akhirnya Aisa dan Alan sampai di desa Krobokan, Semarang Selatan. Kampung halaman Aisa.“Dimana rumah kamu?” tanya Alan sambil memperlambat laju mobilnya.“Setelah tikungan, kamu belok kiri.”“Kamu tidak lupa dengan apa yang aku katakan tadi pagi kan?” tanya Aisa memastikan kalau Alan tak akan ingkar janji.“Ya, kamu tenang saja. Aku tidak akan bicara
Kedua orang tua Aisa sangat senang saat melihat kedatangan putri yang sangat mereka rindukan. Mereka saling memeluk satu sama lain untuk meluapkan rasa rindu mereka.Aisa duduk berjongkok di depan kursi roda ayahnya. Dia merasa bersalah kepada ayahnya, karena dirinya tidak tau kalau ternyata ayahnya mengalami kelumpuhan. Padahal waktu itu dokter mengatakan kalau operasi berjalan dengan lancar.“Ayah, maafkan Aisa. Aisa tidak tau kalau Ayah...”Arya tersenyum sambil mengusap lembut pipi putrinya, melihat kedua mata Aisa yang berkaca-kaca membuatnya ikut sedih. Inilah yang dirinya takutkan kalau dirinya memberitahu Aisa tentang keadaan dirinya yang sebenarnya.Arya tidak ingin melihat putrinya bersedih seperti sekarang ini. Tapi sekarang putrinya sudah tahu tentang kondisi kedua kakinya, sehingga dirinya sudah tak bisa menutupinya lagi.“Kenapa kamu harus minta maaf sama Ayah? Justru Ayah yang seharusnya minta maaf sama kamu, karena gara-gara Ayah, kamu harus bekerja keras di Jakarta un
Aisa menganggukkan kepalanya, karena dirinya tidak mungkin menemani Alan tidur di kamar itu. Bisa-bisa kedua orang tuanya akan curiga dan banyak bertanya padanya.Aisa belum siap menceritakan semuanya kepada kedua orang tuanya. Dia juga belum siap melihat kekecewaan di wajah kedua orang tuanya tentang keputusan yang sudah diambilnya tanpa memberitahu kedua orang tuanya.“Kita tidak bisa tidur dalam satu kamar. Apa kamu lupa kalau kita sekarang ada di rumahku? Sekarang kamu bukan suami aku, melainkan anak dari majikan aku.”“No! I don’t agree!” tolak Alan.“Jangan bicara pakai bahasa yang tidak mudah aku pahami.” Aisa memang tidak paham Bahasa Inggris, karena waktu sekolah nilah Bahasa Inggrisnya sangat jelek.“Aku tidak setuju. Aku tidak mau tidur di kamar ini sendirian. Selain itu, aku juga tidak yakin akan bisa tidur dengan nyenyak nantinya,” tolak Alan yang jelas-jelas tidak merasa nyaman tidur di kamar itu. Bahkan di kamar itu rasanya sangat panas, tidak ada pendingin udara di kam
Aisa membantu ibunya untuk menyiapkan makan malam. Dia sangat merindukan momen-momen seperti ini.“Bu, aku sangat merindukan momen-momen seperti ini. Dulu aku sering membantu Ibu untuk menyiapkan makan malam,” ucap Aisa dengan senyuman di wajahnya.“Aku juga sangat merindukan masakan Ibu,” lanjutnya.Mayang tersenyum, dia juga sangat bahagia, karena bisa kembali bertemu dengan putrinya setelah sekian lama tidak pulang kampung setelah merantau ke Jakarta.“Malam ini Ibu akan memasak makanan kesukaan kamu,” ucap Mayang dengan tersenyum.“Aku sudah tidak sabar ingin mencicipinya.”Mayang menyiapkan makanan di atas meja makan dibantu oleh Aisa. Ada nasi, sayur, dan juga lauk. “Sa, bagaimana dengan pekerjaan kamu? apa semua baik-baik saja?”“Ya, semua baik-baik saja, Bu. Ibu tidak perlu cemas soal itu,” jawab Aisa dengan senyuman di wajahnya.“Ibu minta maaf, karena kamu harus menanggung hutang sebanyak itu untuk membantu biaya operasi ayah kamu,” ucap Mayang sambil menggenggam tangan Aisa
Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te
Sudah seminggu Alan tak sadarkan diri. Setiap hari baik Aisa dan Merlin terus menangis, berharap Alan akan segera bangun dan kembali bersama dengan mereka lagi.Semenjak perbincangannya dengan Aisa waktu itu, Merlin mengizinkan Aisa untuk menunggu Alan, bergantian dengan dirinya, suaminya dan juga Rendy. Kini dirinya sudah merasa lega, akhirnya Alan dan Aisa bisa kembali bersatu seperti dulu lagi.Tapi kali ini mereka bersatu bukan karena surat perjanjian, melainkan karena cinta. Merlin akhirnya bisa melihat Alan kembali bahagia seperti dulu lagi.“Masuklah.” Merlin membiarkan Aisa masuk ke dalam ruang ICU untuk menggantikan dirinya, karena sejak tadi dirinya yang menunggu Alan disaat Aisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian.Aisa memang kalau pagi hari pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan bekal makanan untuk kedua mertuanya, Rendy, dan Dedi. Dia tahu kalau keluarga suaminya sangat kaya, tapi dia tetap ingin membawakan makanan hasil masakannya sendiri untuk Merlin dan yang l
Setelah mendapat telepon dari Rendy, Merlin langsung meminta Dedi untuk mengantarnya ke kampung halaman Aisa. Mereka sampai di Semarang malam hari dan langsung menuju rumah sakit tempat Alan dirawat.Rendy menjemput Merlin dan Dedi di depan rumah sakit, lalu mengajaknya ke ruang ICU tempat Alan dirawat.“Bagaimana keadaan Alan, Ren? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak menjaga Alan?” Merlin terus bertanya sambil berjalan menuju ruang ICU.“Maafkan kelalaian saya, Nyonya. Saya siap untuk menerima hukuman,” ucap Rendy yang berjalan di sebelah Merlin.Merlin menghela nafas panjang, dia sudah tidak sabar ingin melihat kondisi putranya.Sesampainya di ruang ICU, Merlin melihat dua orang paruh baya dan seorang pria muda yang diyakini adalah keluarga Aisa, karena dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga Aisa sampai detik ini.“Mereka keluarga Nona Aisa, Nyonya,” ucap Rendy saat melihat Merlin yang sedang menatap ke arah Niko dan kedua orang tuanya.Merlin berjalan menghampi
Sasa menemani Aisa ke toilet untuk membersihkan kedua telapak tangannya yang terkena noda darah Alan. Dia juga mencuci telapak tangannya.“Sa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kalian tadi. Maaf, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Rizal dan anak buahnya menyakiti Alan,” ucap Sasa sambil menatap Aisa dari cermin besar yang ada di depannya.Aisa hanya diam sambil menggosok telapak tangannya dengan sabun.“Aku janji, aku akan bersaksi di depan polisi dan mengatakan yang sebenarnya terjadi tadi,” lanjut Sasa lagi.“Kenapa? kenapa kamu jadi baik sama aku? bukankah kamu sangat membenciku karena Rizal memutuskan hubungan pertunangan kalian?” Aisa bahkan tidak menatap ke arah Sasa.“Aku salah, tolong maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, sampai aku tidak bisa melihat kalau Rizal tidak pernah mencintaiku selama ini. Tapi sekarang aku sadar, kalau Rizal bukan pria yang pantas untuk aku pertahankan.”Aisa menoleh kesamping, menatap Sasa yang juga sedang menatap