Alan melihat Rendy dan Aisa yang saling menatap satu sama lain, membuatnya semakin curiga. Apalagi Aisa dan Rendy sama-sama diam, tak ada yang mau menjawab pertanyaannya.“Ada apa ini? kenapa kalian diam, hah!” sarkas Alan yang tak bisa terima diabaikan oleh mereka berdua.Rendy sedikit menundukkan wajahnya. “Ma—maf, Tuan. Nona Aisa mengatakan jika beliau merasa lapar. Beliau meminta untuk makan siang terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.”Lapar?Alan seakan tak percaya dengan apa yang Rendy katakan. “Kamu yakin hanya karena masalah itu?”“Apa maksud, Tuan? Memangnya ada masalah apa lagi yang ….”“Tidak! Kita pulang sekarang juga!” potong Alan dengan nada tegas, lalu membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya.Rendy menyuruh kedua bodyguard yang berada di belakangnya mengikuti Alan.Ada apa dengannya? Apa dia berpikir aku dan Aisa ada apa-apa?Kedua bodyguard itu menganggukkan kepalanya dan melangkah mengikuti Alan dan kedua bodyguard yang sudah lebih dulu mengawal Alan.“Nona A
Saat ini Rendy tengah berada di ruang kerja Alan. Alan memang sengaja menyuruh Rendy untuk menunggunya di ruang kerjanya.“Alan pasti salah paham padaku. Apa yang harus aku katakan padanya nanti? Mana mungkin aku mengatakan jika Aisa meminta ku untuk menjadi temannya.”Rendy menghela nafas panjang. Sepertinya sikap lunaknya kepada Aisa akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.Terdengar suara pintu terbuka.Alan masuk ke dalam ruang kerjanya dengan penampilan yang lebih santai. Dia lalu melangkah menuju sofa dan mendudukkan tubuhnya di sofa itu.“Kemari dan duduklah,” ucap Alan sambil menatap Rendy yang tengah berdiri di depan meja kerjanya.Entah mengapa langkah Rendy kali ini terasa begitu berat. Dia seperti akan mendapatkan hukuman mati akan kesalahan yang sama sekali tidak dilakukannya.Alan menatap ke arah Rendy yang masih terus berdiri di depannya dan hanya terhalang meja yang berbentuk persegi panjang.“Apa kamu sudah berani membantah perintahku?”“Tidak, Tuan. Maafkan saya,
Aisa merasakan nyeri dibagian perutnya, dia juga merasa tubuhnya menjadi panas dingin.“Ah!” pekik Aisa sambil meremas bagian perutnya yang terasa sakit.Alan yang mendengar suara teriakan Aisa, seketika langsung membuka kedua matanya. Dia menatap ke arah sofa, tempat dimana Aisa tengah meringkuk menahan rasa sakit di perutnya.‘Ada apa dengannya? Kenapa dia terlihat begitu kesakitan?’ tanyanya dalam hati.Alan beranjak dari duduknya, melangkah menghampiri Aisa. “Hai, kenapa kamu berteriak tadi? Apa kamu sengaja ingin mengganggu tidurku!”Aisa hanya diam, dia tidak peduli dengan kata-kata yang keluar dari mulut Alan.“Ah! Sakit!” pekiknya lagi.Alan mengernyitkan dahinya, dia lalu duduk berjongkok di depan Aisa. “Kamu kenapa?” tanyanya panik.“Perutku sakit!”“Memangnya semalam kamu makan apa, hah!” seru Alan dengan nada keras.Alan terkejut saat melihat air mata mengalir dari kedua sudut mata Aisa. ‘Kenapa dia malah menangis? Apa aku terlalu kasar padanya?’ tanyanya dalam hati.Aisa
Alan memberitahu mamanya soal pembatalannya untuk pergi berbulan madu. Dia menghela nafas lega, saat mamanya percaya dengan alasan yang diberikannya, tentu Alan mengatakan jika Aisa sedang tidak enak badan dan tidak memungkinkan untuk pergi berbulan madu.Aisa mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk dari luar. “Masuk,” sahutnya.Merlin membuka pintu kamar Aisa dengan perlahan.“Mama!” seru Aisa terkejut.Merlin melangkah masuk ke dalam ruangan yang sangat luas itu. “Bagaimana keadaan kamu, Sayang? Kata Alan kamu sedang sakit, makanya rencana bulan madu kalian ditunda.”Merlin lalu mendudukkan tubuhnya di samping Aisa. “Apa perlu Mama panggilan dokter?”Aisa menggelengkan kepalanya. “Aisa baik-baik saja kok, Ma. Hanya sedikit tidak enak badan saja. Ma, apa Aisa boleh bertanya sesuatu?”Merlin menganggukkan kepalanya. “Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanyanya sambil mengusap lengan Aisa.“Ma, soal pernikahan Aisa dan Mas Alan. Aisa...”Aisa menggantungkan ucapannya, hingga membuat Me
Satu bulan telah berlalu. Alan baru bisa menyempatkan diri untuk menuruti kemauan mamanya yang memintanya untuk pergi ke psikolog. Selain itu, Alan baru mendapatkan kabar yang sangat mencengangkan dari Rendy—asisten sekaligus sahabatnya itu.“Ren, kamu yakin dengan apa yang baru saja kamu katakan?”Rendy menganggukkan kepalanya. “Saya yakin, Tuan. Saya mendengarnya secara langsung saat Nona Aisa dan Nyonya Merlin sedang mengobrol di ruang tengah.”“Jadi ini alasan kenapa Mama menyuruhku untuk menikah dengan Aisa. Aisa menikah denganku karena dia sudah menandatangani perjanjian dengan Mama. Setelah Aisa berhasil menghilangkan trauma masa laluku, maka pernikahanku dengan Aisa akan berakhir?”Rendy menganggukkan kepalanya. “Iya, Tuan. Itu yang Nona Aisa bicarakan dengan Nyonya Merlin.”“Apa kamu tau dimana dokumen perjanjian itu?”“Kemungkinan besar ada di kamar Nyonya Merlin, Tuan.”Alan tidak menyangka, jika semua ini adalah rencana mamanya. Rencana menjebak Aisa dengan uang agar Aisa
Alan mengambil kembali surat perjanjian itu dari tangan Aisa, lalu merobeknya tepat di depan kedua matanya Aisa.Kedua mata Aisa membulat dengan sempurna. “Apa yang Tuan lakukan? Kenapa Tuan merobek surat perjanjian itu?” tanyanya terkejut.“Seperti yang tadi aku katakan. Aku sudah tidak membutuhkan surat perjanjian itu lagi.”Alan lalu mencengkram dagu Aisa. “Mulai sekarang, kamu bukan lagi pelayanku, tapi ... mulai malam ini dan seterusnya, kamu adalah istri Alan Ferdinan Admaja,” ucapnya penuh penekanan.Aisa membulatkan kedua matanya. “A—apa maksud kamu? i—istri?”“Ya, mulai sekarang, aku akan menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya. Tugas kamu hanyalah menjalankan kewajiban kamu sebagai seorang istri, bukan pelayan. Mulai malam ini, kamu akan tidur di ranjang bersama denganku.”Aisa menelan ludah, tubuhnya mulai menegang, saat jemari tangan Alan mulai membelai pipinya dengan lembut.“A—apa yang kamu lakukan?”Alan tersenyum. “Kenapa? kenapa kamu setakut itu? bukankah ini bukan
Aisa memejamkan kedua matanya saat Alan mulai menyatukan alat ucapnya. Cairan bening bahkan masih terus mengalir dari kedua sudut matanya.Aisa hanya bisa pasrah, jika malam ini adalah malam dimana dirinya harus menyerahkan semuanya kepada Alan, maka dia akan menerimanya. Bagaimanapun Alan berhak atas tubuhnya.Aisa menghirup udara sebanyak-banyaknya saat Alan melepas pagutannya, tapi kedua matanya langsung terbuka saat dia merasakan sesuatu menyentuh kulit lehernya. Ternyata kecupan Alan beralih ke leher jenjang Aisa.Sepertinya Alan akan memanfaatkan kesempatan ini untuk membuktikan kalau dirinya memang bisa melakukan apapun kepada Aisa tanpa takut akan gejala-gejala yang akan dialaminya saat kulit tubuhnya bersentuhan dengan kulit wanita lainnya.Aisa langsung mendorong tubuh Alan, membuat Alan yang tak siap langsung bergerak mundur. “Apa kamu benar-benar akan melakukannya?” tanyanya dengan suara serak karena menahan tangisannya.“Kenapa? apa kamu pikir aku hanya main-main? Kamu ga
Alan membiarkan Aisa tidur lebih lama lagi. Dia lalu melangkah keluar dari kamarnya.“Sayang, dimana istri kamu?” tanya Merlin saat melihat putra semata wayangnya hanya melangkah seorang diri menuju ruang makan.Alan menarik salah satu kursi meja makan untuk dia duduki. “Aisa masih tidur, Ma. Mungkin karena kecapekan,” sahut Alan lalu mengambil piring dan mengisinya dengan makanan.Merlin hanya mengangguk. “Nanti kalian jadi pergi ke psikolog kan?”“Iya, Mama tenang saja. Alan akan ikuti semua yang Mama katakan, karena Alan juga ingin hidup normal.” Alan mengisi piring kosongnya dengan nasi, sayur, dan lauk.“Sayang, kamu harus percaya sama Aisa, karena Mama yakin, dia pasti bisa membuat kamu seperti dulu lagi.” Merlin juga ingin anaknya bisa kembali seperti dulu lagi, hanya Aisa kini harapannya satu-satunya.“Semoga, Ma,” ucap Alan lalu memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya.Setelah selesai makan, Alan kembali ke kamarnya dengan membawa nampan yang berisi sepiring makanan dan sege
Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te
Sudah seminggu Alan tak sadarkan diri. Setiap hari baik Aisa dan Merlin terus menangis, berharap Alan akan segera bangun dan kembali bersama dengan mereka lagi.Semenjak perbincangannya dengan Aisa waktu itu, Merlin mengizinkan Aisa untuk menunggu Alan, bergantian dengan dirinya, suaminya dan juga Rendy. Kini dirinya sudah merasa lega, akhirnya Alan dan Aisa bisa kembali bersatu seperti dulu lagi.Tapi kali ini mereka bersatu bukan karena surat perjanjian, melainkan karena cinta. Merlin akhirnya bisa melihat Alan kembali bahagia seperti dulu lagi.“Masuklah.” Merlin membiarkan Aisa masuk ke dalam ruang ICU untuk menggantikan dirinya, karena sejak tadi dirinya yang menunggu Alan disaat Aisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian.Aisa memang kalau pagi hari pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan bekal makanan untuk kedua mertuanya, Rendy, dan Dedi. Dia tahu kalau keluarga suaminya sangat kaya, tapi dia tetap ingin membawakan makanan hasil masakannya sendiri untuk Merlin dan yang l
Setelah mendapat telepon dari Rendy, Merlin langsung meminta Dedi untuk mengantarnya ke kampung halaman Aisa. Mereka sampai di Semarang malam hari dan langsung menuju rumah sakit tempat Alan dirawat.Rendy menjemput Merlin dan Dedi di depan rumah sakit, lalu mengajaknya ke ruang ICU tempat Alan dirawat.“Bagaimana keadaan Alan, Ren? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak menjaga Alan?” Merlin terus bertanya sambil berjalan menuju ruang ICU.“Maafkan kelalaian saya, Nyonya. Saya siap untuk menerima hukuman,” ucap Rendy yang berjalan di sebelah Merlin.Merlin menghela nafas panjang, dia sudah tidak sabar ingin melihat kondisi putranya.Sesampainya di ruang ICU, Merlin melihat dua orang paruh baya dan seorang pria muda yang diyakini adalah keluarga Aisa, karena dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga Aisa sampai detik ini.“Mereka keluarga Nona Aisa, Nyonya,” ucap Rendy saat melihat Merlin yang sedang menatap ke arah Niko dan kedua orang tuanya.Merlin berjalan menghampi
Sasa menemani Aisa ke toilet untuk membersihkan kedua telapak tangannya yang terkena noda darah Alan. Dia juga mencuci telapak tangannya.“Sa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kalian tadi. Maaf, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Rizal dan anak buahnya menyakiti Alan,” ucap Sasa sambil menatap Aisa dari cermin besar yang ada di depannya.Aisa hanya diam sambil menggosok telapak tangannya dengan sabun.“Aku janji, aku akan bersaksi di depan polisi dan mengatakan yang sebenarnya terjadi tadi,” lanjut Sasa lagi.“Kenapa? kenapa kamu jadi baik sama aku? bukankah kamu sangat membenciku karena Rizal memutuskan hubungan pertunangan kalian?” Aisa bahkan tidak menatap ke arah Sasa.“Aku salah, tolong maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, sampai aku tidak bisa melihat kalau Rizal tidak pernah mencintaiku selama ini. Tapi sekarang aku sadar, kalau Rizal bukan pria yang pantas untuk aku pertahankan.”Aisa menoleh kesamping, menatap Sasa yang juga sedang menatap