Aisa dan Alan kini tengah berada disebuah ruangan, lebih tepatnya saat ini mereka sedang mengunjungi psikolog yang dulu menangani kasus Alan.Dokter psikolog itu menceritakan semua yang dia tau tentang kasus Alan kepada Aisa. Bahkan tidak ada yang ditutup-tutupi.Apa yang Aisa dengar, sama seperti yang mama mertuanya ceritakan padanya. Tapi, dia masih yakin, jika ada sesuatu yang Alan sembuyikan selama ini. Entah tentang kebenaran apa yang sengaja Alan tutupi dari keluarganya.“Dok, apa suami saya masih mempunyai peluang untuk sembuh?” tanya Aisa sambil menatap Alan yang saat ini juga tengah menatapnya dari jarak yang lumayan jauh.Alan memilih untuk duduk di sofa yang berada di dekat jendela ruangan itu, sedangkan Aisa saat ini tengah duduk didepan meja kerja Dokter Neysa.“Peluang itu pasti ada. Hanya bagaimana kita mau berjuang untuk sembuh dan keluar dari bayang-bayang masa lalu itu,” ucap Dokter Neysa.“Lalu, apa yang harus saya lakukan untuk bisa membuat suami saya melupakan sem
Aisa tersenyum. “Memangnya aku tidak boleh bersikap seperti ini dengan suamiku sendiri? bukankah kamu sendiri yang bilang, kalau aku adalah istrimu sekarang? Bahkan kamu sudah merobek surat perjanjian yang pernah aku tanda tangani.”“Sebelum pulang ke rumah, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan dulu. Anggap saja ini untuk terapi kamu,” lanjutnya.“Terserah kamu. Tapi, aku tidak yakin, kalau kamu bisa membuatku lepas dari trauma masa laluku,” ucap Alan sambil menyungingkan senyumannya.“Tidak ada salahnya mencoba. Tapi, aku harap kamu jujur sama aku, jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi padamu di masa lalu.”“Aku sudah mengatakan semuanya. Memangnya apa yang perlu aku ceritakan lagi?” tanya Alan sambil mengernyitkan dahinya.Aisa mengedikkan kedua bahunya. “Mana aku tau, hanya kamu yang tau apa yang sebenarnya terjadi di antara kamu dan mantan kekasihmu itu.”Alan memilih untuk melangkahkan kakinya melewati lorong rumah sakit itu. Suasana sangat sepi, karena hanya ada Aisa, Alan
Aisa tetap memaksa Alan untuk berkenalan dengan Aisa kecil. Tapi, Alan tetap menolaknya dengan tegas. Bahkan penolakan Alan dan suaranya yang keras, membuat gadis itu kecil itu menangis.Aisa merasa sangat bersalah, karena telah membuat gadis itu menangis dan begitu ketakutan. Dia juga meminta maaf kepada mamanya Aisa kecil, saat mamanya sudah kembali dari toilet dan menghampiri putri kecilnya.“Sudah puas kamu membuat anak sekecil itu menangis!” seru Aisa sambil menatap tajam ke arah Alan—suaminya.Rendy hanya memantau dari jarak yang tidak begitu jauh. Baru kali ini dia melihat Alan diam tidak berkutik saat ada seseorang yang memarahinya.‘Ada apa dengan Alan? Apa dia tidak bisa menjawab setiap kata-kata yang Aisa katakan padanya?’ tanyanya dalam hati.“Bukankah kamu ingin sembuh? Lalu kenapa kamu tidak ingin mencobanya?” kini suara Aisa lebih pelan dari yang tadi.“Aku hanya ingin melakukan apa yang aku bisa. Mungkin dengan kamu mencoba berinteraksi dengan apa yang membuatmu merasa
Alan semakin hari semakin dibuat bingung oleh sikap Aisa yang benar-benar berubah 180 derajat. Bahkan sikap Aisa dalam beberapa hari ini benar-benar membuat Alan kalang kabut akan perasaannya sendiri.“Mas, kok diam? Apa Mas sedang ada masalah di kantor?” tanya Aisa sambil menyandarkan kepalanya di bahu Alan.Saat ini mereka sedang ada di kamar.“Kamu tidak perlu tau,” sahut Alan dengan nada dingin.Aisa tersenyum tipis. ‘Sabar Aisa, semua ini demi kelancaran rencana kamu. Jika kamu bisa membuat Alan sepenuhnya percaya padamu, maka kamu akan dengan mudah membujuknya untuk melakukan apapun yang kamu minta untuk kelancaran terapinya,’ gumamnya dalam hati.“Mau aku bawakan makan malamnya ke kamar?”“Tidak perlu.” Alan lalu beranjak turun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamarnya.Aisa menghela nafas panjang. “Sampai kapan aku harus bersikap seperti ini padanya? Kenapa sulit sekali meluluhkan hatinya? Apa cara yang aku pakai masih kurang menyakinkan? Masa aku harus bersikap agresif?
Aisa juga sempat memikirkan semua itu. Dia takut kalau sandiwaranya akan benar-benar dianggap serius oleh Alan. Tapi dia selalu meyakinkan hatinya kalau Alan tak akan mungkin pernah jatuh cinta pada gadis kampung seperti dirinya.Bahkan wajah Aisa tak secantik gadis-gadis kota yang pintar sekali merawat diri dan berdandan, sementara Aisa tak bisa berdandan sama sekali dan selalu berpenampilan natural dan seadanya.Aisa menundukkan wajahnya. “Maafin Aisa, Ma. Tapi, Aisa yakin, Mas Alan tidak akan jatuh cinta sama gadis kampung seperti Aisa ini.”Merlin menghela nafas panjang. “Kita tidak tau Sayang, kepada siapa kita akan jatuh cinta nantinya. Tapi, Mama tetap berharap kamu akan tetap berada di sisi Alan meskipun Alan sudah sembuh nantinya. Mama sudah terlanjur sayang sama kamu,” pintanya sambil menggenggam tangan Aisa.Aisa hanya diam, karena bagaimanapun dia sadar siapa dirinya. Dia merasa tidak pantas jika harus bersanding dengan pria setampan dan berkarisma seperti Alan. Jika Alan
Aisa terus mendesak Alan untuk menceritakan rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari keluarganya. Apapun akan dia lakukan agar Alan mau berbagi cerita padanya, dengan begitu dirinya bisa tahu apa yang harus dilakukannya untuk membantu menyembuhkan trauma yang Alan alami selama ini.Alan yang selalu menghindar dari Aisa, akhirnya tidak punya jalan lain selain menceritakan tentang apa yang sangat ingin Aisa ketahui. Dia juga ingin tahu, kenapa Aisa sangat ingin tahu tentang masa lalunya.“Aku janji. Aku tidak akan menceritakan apapun sama Mama. Kamu bisa percaya sama aku.”Alan menghela nafas. “Aku sengaja tidak menceritakan ini kepada siapapun termasuk Mama dan Papa, karena aku merasa malu. Wanita yang sangat aku percayai dan cintai ternyata telah tega mengkhianatiku dengan pria lain.”Aisa membulatkan kedua matanya. “Tapi, bukankah kamu cerita sama Mama kalau kamu sangat mencintai wanita itu? dan kamu tidak rela saat dia pergi meninggalkan kamu hingga kamu begitu frustasi?”“Meman
“Tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal yang akan menyakiti kamu. Kamu percaya saja sama aku,” ucap Aisa dengan senyuman di wajahnya.Alan menghela nafas. “Terserah kamu!”Alan lalu merebahkan tubuhnya, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, mulai memejamkan kedua matanya.Aisa menatap wajah Alan yang kini sudah memejamkan kedua matanya. “Semoga apa yang akan aku lakukan nanti bisa membuatmu lepas dari trauma masa lalumu.”Alan sebenarnya belum benar-benar terlelap. Dia bahkan masih bisa mendengar apa yang baru saja Aisa katakan.‘Sebegitu inginnya dia pergi dariku, sampai dia begitu gigih membujukku selama ini hanya untuk menceritakan tentang masa laluku,’ gumamnya dalam hati**Alan dan Aisa sudah bersiap-siap untuk pergi jalan-jalan. Aisa ingin mengajak Alan ke tempat yang dikunjungi banyak orang. Mall adalah tujuan utama Aisa.“Kenapa kamu membawa aku kesini? apa kamu berniat untuk membunuhku, hah!” seru Alan yang tak habis pikir dengan apa yang Aisa lakukan padanya.“Kamu ha
Satu bulan telah berlalu, selama itu pula Aisa terus mengajak Alan untuk berjalan-jalan keluar rumah. Berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar.Alan mulai perlahan bisa merasakan perubahan dalam dirinya. Rasa takut yang sejak dulu membelenggunya, sedikit demi sedikit mulai bisa diatasinya, meskipun dirinya belum bisa berinteraksi langsung dengan lawan jenisnya. Tapi, Alan mulai menghilangkan kebiasaannya yang keluar rumah dengan memakai sarung tangan.Merlin begitu bahagia dengan perubahan anaknya, tapi dia juga masih merasa cemas, jika itu hanya bersifat sementara saja. Dia takut, kalau Alan akan kembali seperti dulu lagi saat Aisa pergi meninggalkannya.“Apa yang sedang Mama pikirkan? Apa Mama tidak senang melihat perubahan dalam diri Alan?” tanya Alan sambil mengernyitkan dahinya saat melihat wajah murung wanita yang sudah melahirkan nya ke dunia ini.Merlin menggelengkan kepalanya. “Mama sangat bahagia, Sayang. Mama bersyukur kamu sudah mulai bisa mengatasi ketakutan kamu i
Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te
Sudah seminggu Alan tak sadarkan diri. Setiap hari baik Aisa dan Merlin terus menangis, berharap Alan akan segera bangun dan kembali bersama dengan mereka lagi.Semenjak perbincangannya dengan Aisa waktu itu, Merlin mengizinkan Aisa untuk menunggu Alan, bergantian dengan dirinya, suaminya dan juga Rendy. Kini dirinya sudah merasa lega, akhirnya Alan dan Aisa bisa kembali bersatu seperti dulu lagi.Tapi kali ini mereka bersatu bukan karena surat perjanjian, melainkan karena cinta. Merlin akhirnya bisa melihat Alan kembali bahagia seperti dulu lagi.“Masuklah.” Merlin membiarkan Aisa masuk ke dalam ruang ICU untuk menggantikan dirinya, karena sejak tadi dirinya yang menunggu Alan disaat Aisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian.Aisa memang kalau pagi hari pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan bekal makanan untuk kedua mertuanya, Rendy, dan Dedi. Dia tahu kalau keluarga suaminya sangat kaya, tapi dia tetap ingin membawakan makanan hasil masakannya sendiri untuk Merlin dan yang l
Setelah mendapat telepon dari Rendy, Merlin langsung meminta Dedi untuk mengantarnya ke kampung halaman Aisa. Mereka sampai di Semarang malam hari dan langsung menuju rumah sakit tempat Alan dirawat.Rendy menjemput Merlin dan Dedi di depan rumah sakit, lalu mengajaknya ke ruang ICU tempat Alan dirawat.“Bagaimana keadaan Alan, Ren? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak menjaga Alan?” Merlin terus bertanya sambil berjalan menuju ruang ICU.“Maafkan kelalaian saya, Nyonya. Saya siap untuk menerima hukuman,” ucap Rendy yang berjalan di sebelah Merlin.Merlin menghela nafas panjang, dia sudah tidak sabar ingin melihat kondisi putranya.Sesampainya di ruang ICU, Merlin melihat dua orang paruh baya dan seorang pria muda yang diyakini adalah keluarga Aisa, karena dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga Aisa sampai detik ini.“Mereka keluarga Nona Aisa, Nyonya,” ucap Rendy saat melihat Merlin yang sedang menatap ke arah Niko dan kedua orang tuanya.Merlin berjalan menghampi
Sasa menemani Aisa ke toilet untuk membersihkan kedua telapak tangannya yang terkena noda darah Alan. Dia juga mencuci telapak tangannya.“Sa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kalian tadi. Maaf, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Rizal dan anak buahnya menyakiti Alan,” ucap Sasa sambil menatap Aisa dari cermin besar yang ada di depannya.Aisa hanya diam sambil menggosok telapak tangannya dengan sabun.“Aku janji, aku akan bersaksi di depan polisi dan mengatakan yang sebenarnya terjadi tadi,” lanjut Sasa lagi.“Kenapa? kenapa kamu jadi baik sama aku? bukankah kamu sangat membenciku karena Rizal memutuskan hubungan pertunangan kalian?” Aisa bahkan tidak menatap ke arah Sasa.“Aku salah, tolong maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, sampai aku tidak bisa melihat kalau Rizal tidak pernah mencintaiku selama ini. Tapi sekarang aku sadar, kalau Rizal bukan pria yang pantas untuk aku pertahankan.”Aisa menoleh kesamping, menatap Sasa yang juga sedang menatap