Aisa juga sempat memikirkan semua itu. Dia takut kalau sandiwaranya akan benar-benar dianggap serius oleh Alan. Tapi dia selalu meyakinkan hatinya kalau Alan tak akan mungkin pernah jatuh cinta pada gadis kampung seperti dirinya.Bahkan wajah Aisa tak secantik gadis-gadis kota yang pintar sekali merawat diri dan berdandan, sementara Aisa tak bisa berdandan sama sekali dan selalu berpenampilan natural dan seadanya.Aisa menundukkan wajahnya. “Maafin Aisa, Ma. Tapi, Aisa yakin, Mas Alan tidak akan jatuh cinta sama gadis kampung seperti Aisa ini.”Merlin menghela nafas panjang. “Kita tidak tau Sayang, kepada siapa kita akan jatuh cinta nantinya. Tapi, Mama tetap berharap kamu akan tetap berada di sisi Alan meskipun Alan sudah sembuh nantinya. Mama sudah terlanjur sayang sama kamu,” pintanya sambil menggenggam tangan Aisa.Aisa hanya diam, karena bagaimanapun dia sadar siapa dirinya. Dia merasa tidak pantas jika harus bersanding dengan pria setampan dan berkarisma seperti Alan. Jika Alan
Aisa terus mendesak Alan untuk menceritakan rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari keluarganya. Apapun akan dia lakukan agar Alan mau berbagi cerita padanya, dengan begitu dirinya bisa tahu apa yang harus dilakukannya untuk membantu menyembuhkan trauma yang Alan alami selama ini.Alan yang selalu menghindar dari Aisa, akhirnya tidak punya jalan lain selain menceritakan tentang apa yang sangat ingin Aisa ketahui. Dia juga ingin tahu, kenapa Aisa sangat ingin tahu tentang masa lalunya.“Aku janji. Aku tidak akan menceritakan apapun sama Mama. Kamu bisa percaya sama aku.”Alan menghela nafas. “Aku sengaja tidak menceritakan ini kepada siapapun termasuk Mama dan Papa, karena aku merasa malu. Wanita yang sangat aku percayai dan cintai ternyata telah tega mengkhianatiku dengan pria lain.”Aisa membulatkan kedua matanya. “Tapi, bukankah kamu cerita sama Mama kalau kamu sangat mencintai wanita itu? dan kamu tidak rela saat dia pergi meninggalkan kamu hingga kamu begitu frustasi?”“Meman
“Tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal yang akan menyakiti kamu. Kamu percaya saja sama aku,” ucap Aisa dengan senyuman di wajahnya.Alan menghela nafas. “Terserah kamu!”Alan lalu merebahkan tubuhnya, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, mulai memejamkan kedua matanya.Aisa menatap wajah Alan yang kini sudah memejamkan kedua matanya. “Semoga apa yang akan aku lakukan nanti bisa membuatmu lepas dari trauma masa lalumu.”Alan sebenarnya belum benar-benar terlelap. Dia bahkan masih bisa mendengar apa yang baru saja Aisa katakan.‘Sebegitu inginnya dia pergi dariku, sampai dia begitu gigih membujukku selama ini hanya untuk menceritakan tentang masa laluku,’ gumamnya dalam hati**Alan dan Aisa sudah bersiap-siap untuk pergi jalan-jalan. Aisa ingin mengajak Alan ke tempat yang dikunjungi banyak orang. Mall adalah tujuan utama Aisa.“Kenapa kamu membawa aku kesini? apa kamu berniat untuk membunuhku, hah!” seru Alan yang tak habis pikir dengan apa yang Aisa lakukan padanya.“Kamu ha
Satu bulan telah berlalu, selama itu pula Aisa terus mengajak Alan untuk berjalan-jalan keluar rumah. Berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar.Alan mulai perlahan bisa merasakan perubahan dalam dirinya. Rasa takut yang sejak dulu membelenggunya, sedikit demi sedikit mulai bisa diatasinya, meskipun dirinya belum bisa berinteraksi langsung dengan lawan jenisnya. Tapi, Alan mulai menghilangkan kebiasaannya yang keluar rumah dengan memakai sarung tangan.Merlin begitu bahagia dengan perubahan anaknya, tapi dia juga masih merasa cemas, jika itu hanya bersifat sementara saja. Dia takut, kalau Alan akan kembali seperti dulu lagi saat Aisa pergi meninggalkannya.“Apa yang sedang Mama pikirkan? Apa Mama tidak senang melihat perubahan dalam diri Alan?” tanya Alan sambil mengernyitkan dahinya saat melihat wajah murung wanita yang sudah melahirkan nya ke dunia ini.Merlin menggelengkan kepalanya. “Mama sangat bahagia, Sayang. Mama bersyukur kamu sudah mulai bisa mengatasi ketakutan kamu i
“Jadi benar dugaan aku. Aisa melakukan semua ini hanya untuk segera terbebas dari perjanjian yang telah disepakatinya dengan Mama. Tapi, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu Aisa. Kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi padaku akhir-akhir ini,” ucap Alan pelan, karena tak ingin sampai Aisa mendengar apa yang dirinya ucapkan tadi.Setelah lebih dari 3 bulan hidup bersama dengan Aisa, Alan mulai merasakan sesuatu yang belum bisa dipahaminya secara nalar. Detak jantung yang selalu berdegup dengan kencang saat sedang bersama dengan Aisa.Bahkan dia juga merasa rindu saat tidak melihat wajah cantik Aisa, tatapan yang sangat meneduhkan hatinya, menenangkan pikirannya. Membuatnya ingin segera sembuh dari trauma masa lalunya karena dia ingin membuka lembaran yang baru dengan Aisa.Alan berdehem, sehingga membuat Aisa membalikkan tubuhnya dan menatapnya. Dia lalu melangkah mendekati Aisa.“Sekarang, apa yang harus aku lakukan agar aku
Aisa saat ini sedang berada di dalam kamar. Sudah berbulan-bulan dirinya tidak pernah pulang ke kampung halamannya, membuatnya semakin merindukan keluarganya yang ada di kampung.“Aku ingin pulang. Aku ingin bertemu dengan keluargaku. Tapi, apa Mama dan Alan akan mengizinkan aku untuk pulang kampung?”Aisa menatap wajahnya dari balik cermin riasnya. “Apa yang akan aku katakan jika Alan bertanya tentang keluargaku dan ingin mengenal keluargaku? Padahal keluargaku tidak tahu tentang pernikahan ku dengannya.”Aisa juga tidak mungkin memberitahu keluarganya tentang dirinya yang sudah menikah dengan Alan. Kalau dirinya sampai memberitahu keluarganya tentang pernikahannya, dia yakin keluarganya akan kecewa padanya.Alan yang sudah selesai mandi, keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang dikalungkan di lehernya.Alan mengernyitkan dahinya saat melihat wajah murung Aisa. “Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sedang ada masalah?” tanyanya saat sudah berd
“Karena keluarga aku tidak tahu kalau aku sudah menikah,” potong Aisa.“Kenapa?” Alan mencoba untuk mengorek informasi dari Aisa. Dia ingin Aisa mengatakan yang sebenarnya.“Karena saat kita menikah, Ayah aku sedang sakit. Beliau juga tidak mungkin bisa datang ke Jakarta.” Aisa berharap Alan akan percaya dengan apa yang dikatakannya.“Sudah-sudah, sekarang yang terpenting adalah kamu temani Aisa untuk menemui keluarganya,” ucap Merlin mencoba untuk melerai perdebatan Aisa dan Alan.Kedua mata Aisa membulat dengan sempurna. “Tapi, Ma!” protesnya.Aisa tak mungkin mengajak Alan pulang ke kampung halamannya, karena keluarganya tidak tahu tentang siapa Alan sebenarnya. Bagaimana kalau nanti Alan membongkar semuanya di depan keluarganya? Itu yang Aisa takutkan.“Ok. Alan akan menemani Aisa untuk bertemu dengan keluarganya,” ucap Alan sambil menatap Aisa tajam.‘Aku ingin tau. Apa dia akan mengenalkan aku sebagai suaminya kepada keluarganya?’ gumam Alan dalam hati.“Ma. Aisa bisa pulang sen
Alan dan Aisa sudah bersiap-siap untuk pergi ke Semarang—kampung halaman Aisa, tentu saja untuk menemui keluarga Aisa.Aisa dan Alan mencium punggung tangan Merlin sebelum mereka pergi, karena bagaimanapun mereka juga harus berpamitan dengan Merlin.“Kami berangkat dulu, Ma,” ucap mereka secara bersamaan.Merlin menganggukkan kepalanya. Sebenarnya dirinya berat membiarkan Aisa dan Alan pergi, tapi dia juga tak ingin membuat Aisa semakin sedih karena merindukan keluarganya.“Hati-hati ya, Sayang. Salam untuk keluarga kamu dari Mama. Suatu saat nanti Mama juga ingin bertemu dengan keluargamu, karena bagaimanapun kamu sekarang adalah bagian dari keluarga Mama,” ucap Merlin dan ditanggapi anggukkan kepala oleh Aisa.Aisa juga tak mungkin mengatakan kalau mama mertuanya tidak perlu menemui keluarganya, karena bagaimanapun pernikahannya dengan Alan akan berakhir setelah Alan sembuh.“Kami berangkat dulu, Ma,” ucap Alan lagi.Setelah mendapat anggukkan kepala dari Merlin, mereka lalu melangk