Aisa tersenyum. “Memangnya aku tidak boleh bersikap seperti ini dengan suamiku sendiri? bukankah kamu sendiri yang bilang, kalau aku adalah istrimu sekarang? Bahkan kamu sudah merobek surat perjanjian yang pernah aku tanda tangani.”“Sebelum pulang ke rumah, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan dulu. Anggap saja ini untuk terapi kamu,” lanjutnya.“Terserah kamu. Tapi, aku tidak yakin, kalau kamu bisa membuatku lepas dari trauma masa laluku,” ucap Alan sambil menyungingkan senyumannya.“Tidak ada salahnya mencoba. Tapi, aku harap kamu jujur sama aku, jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi padamu di masa lalu.”“Aku sudah mengatakan semuanya. Memangnya apa yang perlu aku ceritakan lagi?” tanya Alan sambil mengernyitkan dahinya.Aisa mengedikkan kedua bahunya. “Mana aku tau, hanya kamu yang tau apa yang sebenarnya terjadi di antara kamu dan mantan kekasihmu itu.”Alan memilih untuk melangkahkan kakinya melewati lorong rumah sakit itu. Suasana sangat sepi, karena hanya ada Aisa, Alan
Aisa tetap memaksa Alan untuk berkenalan dengan Aisa kecil. Tapi, Alan tetap menolaknya dengan tegas. Bahkan penolakan Alan dan suaranya yang keras, membuat gadis itu kecil itu menangis.Aisa merasa sangat bersalah, karena telah membuat gadis itu menangis dan begitu ketakutan. Dia juga meminta maaf kepada mamanya Aisa kecil, saat mamanya sudah kembali dari toilet dan menghampiri putri kecilnya.“Sudah puas kamu membuat anak sekecil itu menangis!” seru Aisa sambil menatap tajam ke arah Alan—suaminya.Rendy hanya memantau dari jarak yang tidak begitu jauh. Baru kali ini dia melihat Alan diam tidak berkutik saat ada seseorang yang memarahinya.‘Ada apa dengan Alan? Apa dia tidak bisa menjawab setiap kata-kata yang Aisa katakan padanya?’ tanyanya dalam hati.“Bukankah kamu ingin sembuh? Lalu kenapa kamu tidak ingin mencobanya?” kini suara Aisa lebih pelan dari yang tadi.“Aku hanya ingin melakukan apa yang aku bisa. Mungkin dengan kamu mencoba berinteraksi dengan apa yang membuatmu merasa
Alan semakin hari semakin dibuat bingung oleh sikap Aisa yang benar-benar berubah 180 derajat. Bahkan sikap Aisa dalam beberapa hari ini benar-benar membuat Alan kalang kabut akan perasaannya sendiri.“Mas, kok diam? Apa Mas sedang ada masalah di kantor?” tanya Aisa sambil menyandarkan kepalanya di bahu Alan.Saat ini mereka sedang ada di kamar.“Kamu tidak perlu tau,” sahut Alan dengan nada dingin.Aisa tersenyum tipis. ‘Sabar Aisa, semua ini demi kelancaran rencana kamu. Jika kamu bisa membuat Alan sepenuhnya percaya padamu, maka kamu akan dengan mudah membujuknya untuk melakukan apapun yang kamu minta untuk kelancaran terapinya,’ gumamnya dalam hati.“Mau aku bawakan makan malamnya ke kamar?”“Tidak perlu.” Alan lalu beranjak turun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamarnya.Aisa menghela nafas panjang. “Sampai kapan aku harus bersikap seperti ini padanya? Kenapa sulit sekali meluluhkan hatinya? Apa cara yang aku pakai masih kurang menyakinkan? Masa aku harus bersikap agresif?
Aisa juga sempat memikirkan semua itu. Dia takut kalau sandiwaranya akan benar-benar dianggap serius oleh Alan. Tapi dia selalu meyakinkan hatinya kalau Alan tak akan mungkin pernah jatuh cinta pada gadis kampung seperti dirinya.Bahkan wajah Aisa tak secantik gadis-gadis kota yang pintar sekali merawat diri dan berdandan, sementara Aisa tak bisa berdandan sama sekali dan selalu berpenampilan natural dan seadanya.Aisa menundukkan wajahnya. “Maafin Aisa, Ma. Tapi, Aisa yakin, Mas Alan tidak akan jatuh cinta sama gadis kampung seperti Aisa ini.”Merlin menghela nafas panjang. “Kita tidak tau Sayang, kepada siapa kita akan jatuh cinta nantinya. Tapi, Mama tetap berharap kamu akan tetap berada di sisi Alan meskipun Alan sudah sembuh nantinya. Mama sudah terlanjur sayang sama kamu,” pintanya sambil menggenggam tangan Aisa.Aisa hanya diam, karena bagaimanapun dia sadar siapa dirinya. Dia merasa tidak pantas jika harus bersanding dengan pria setampan dan berkarisma seperti Alan. Jika Alan
Aisa terus mendesak Alan untuk menceritakan rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari keluarganya. Apapun akan dia lakukan agar Alan mau berbagi cerita padanya, dengan begitu dirinya bisa tahu apa yang harus dilakukannya untuk membantu menyembuhkan trauma yang Alan alami selama ini.Alan yang selalu menghindar dari Aisa, akhirnya tidak punya jalan lain selain menceritakan tentang apa yang sangat ingin Aisa ketahui. Dia juga ingin tahu, kenapa Aisa sangat ingin tahu tentang masa lalunya.“Aku janji. Aku tidak akan menceritakan apapun sama Mama. Kamu bisa percaya sama aku.”Alan menghela nafas. “Aku sengaja tidak menceritakan ini kepada siapapun termasuk Mama dan Papa, karena aku merasa malu. Wanita yang sangat aku percayai dan cintai ternyata telah tega mengkhianatiku dengan pria lain.”Aisa membulatkan kedua matanya. “Tapi, bukankah kamu cerita sama Mama kalau kamu sangat mencintai wanita itu? dan kamu tidak rela saat dia pergi meninggalkan kamu hingga kamu begitu frustasi?”“Meman
“Tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal yang akan menyakiti kamu. Kamu percaya saja sama aku,” ucap Aisa dengan senyuman di wajahnya.Alan menghela nafas. “Terserah kamu!”Alan lalu merebahkan tubuhnya, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, mulai memejamkan kedua matanya.Aisa menatap wajah Alan yang kini sudah memejamkan kedua matanya. “Semoga apa yang akan aku lakukan nanti bisa membuatmu lepas dari trauma masa lalumu.”Alan sebenarnya belum benar-benar terlelap. Dia bahkan masih bisa mendengar apa yang baru saja Aisa katakan.‘Sebegitu inginnya dia pergi dariku, sampai dia begitu gigih membujukku selama ini hanya untuk menceritakan tentang masa laluku,’ gumamnya dalam hati**Alan dan Aisa sudah bersiap-siap untuk pergi jalan-jalan. Aisa ingin mengajak Alan ke tempat yang dikunjungi banyak orang. Mall adalah tujuan utama Aisa.“Kenapa kamu membawa aku kesini? apa kamu berniat untuk membunuhku, hah!” seru Alan yang tak habis pikir dengan apa yang Aisa lakukan padanya.“Kamu ha
Satu bulan telah berlalu, selama itu pula Aisa terus mengajak Alan untuk berjalan-jalan keluar rumah. Berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar.Alan mulai perlahan bisa merasakan perubahan dalam dirinya. Rasa takut yang sejak dulu membelenggunya, sedikit demi sedikit mulai bisa diatasinya, meskipun dirinya belum bisa berinteraksi langsung dengan lawan jenisnya. Tapi, Alan mulai menghilangkan kebiasaannya yang keluar rumah dengan memakai sarung tangan.Merlin begitu bahagia dengan perubahan anaknya, tapi dia juga masih merasa cemas, jika itu hanya bersifat sementara saja. Dia takut, kalau Alan akan kembali seperti dulu lagi saat Aisa pergi meninggalkannya.“Apa yang sedang Mama pikirkan? Apa Mama tidak senang melihat perubahan dalam diri Alan?” tanya Alan sambil mengernyitkan dahinya saat melihat wajah murung wanita yang sudah melahirkan nya ke dunia ini.Merlin menggelengkan kepalanya. “Mama sangat bahagia, Sayang. Mama bersyukur kamu sudah mulai bisa mengatasi ketakutan kamu i
“Jadi benar dugaan aku. Aisa melakukan semua ini hanya untuk segera terbebas dari perjanjian yang telah disepakatinya dengan Mama. Tapi, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu Aisa. Kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi padaku akhir-akhir ini,” ucap Alan pelan, karena tak ingin sampai Aisa mendengar apa yang dirinya ucapkan tadi.Setelah lebih dari 3 bulan hidup bersama dengan Aisa, Alan mulai merasakan sesuatu yang belum bisa dipahaminya secara nalar. Detak jantung yang selalu berdegup dengan kencang saat sedang bersama dengan Aisa.Bahkan dia juga merasa rindu saat tidak melihat wajah cantik Aisa, tatapan yang sangat meneduhkan hatinya, menenangkan pikirannya. Membuatnya ingin segera sembuh dari trauma masa lalunya karena dia ingin membuka lembaran yang baru dengan Aisa.Alan berdehem, sehingga membuat Aisa membalikkan tubuhnya dan menatapnya. Dia lalu melangkah mendekati Aisa.“Sekarang, apa yang harus aku lakukan agar aku