Oliv menutup pintu rumah lalu menguncinya. Dia menatap iba wajah kakak iparnya yang masih mematung berdiri di ruang utama dengan raut wajah pilu.
‘’Sabar Mbak Alun. Aku tahu Mbak orangnya kuat,’’ ujar Oliv mengelus bahu Aluna, mencoba menenangkan hati wanita itu. Meski tidak berpengaruh banyak, setidaknya masih ada yang peduli pada Aluna. ‘’Makasih, Liv,’’ gumam Aluna dengan suara serak. Lalu keduanya melangkah masuk ke dalam ruangan lain. Terdengar Sarah memanggil asisten rumah tangga mereka. ‘’Mbok Painem!’’ sahutnya dan yang dipanggil pun tergopoh-gopoh berjalan keluar dari arah dapur. ‘’Iya, Bu?’’ Wanita berusia senja yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Aditama, kini berdiri di hadapan majikannya dengan badan merengkuh sopan. ‘’Kamu sudah siapkan kamar pengantin untuk Faisal dan Adel?’’ tanya Sarah. ‘’Sudah, Bu. Semuanya sudah rapi,’’ jawab wanita tua itu. Sekilas melirik ke arah Aluna yang baru muncul dari ruang depan. Pancaran mata Aluna menyiratkan kesedihan, membuat Mbok Painem tidak tega menatapnya berlama-lama. ‘’Bagus.’’ Sarah mengulas senyum. Lalu melirik ke arah pasangan pengantin baru yang tengah duduk di sofa. ‘’Fais, Adel, kalian masuk ke kamar sekarang. Pasti kalian capek dan harus beristirahat.’’ Pandangan Sarah beralih kembali pada Mbok Painem. ‘’Mbok antar mereka ke kamar. Oh iya, Mbok gak lupa kan bikin jamu kuat buat Faisal?’’ Perintah Sarah. ‘’Iya, Bu, semuanya sudah siap. Nanti Mbok antar ke kamar Mas Faisal,’’ balas wanita itu. Lagi-lagi hati Aluna bagai ditusuk pedang yang tajam. Untuk kesekian kalinya hati dan mentalnya dihajar habis-habisan. Seolah mereka tak peduli dengan perasaan Aluna yang telah rapuh bahkan hancur. Dengan sadisnya mereka mengeluarkan perkataan yang menohok, menyesakan rongga dada. Terutama sang mertua, Sarah. Megan dan Shela tampak saling pandang satu dengan yang lainnya. Terukir senyuman di wajah mereka berdua. ‘’Semoga malam pertama kalian indah dan tak terlupakan,’’ sahut Megan saat Faisal dan Adelia berjalan menuju kamar, mengikuti langkah Mbok Painem. Adelia menyunggingkan senyum ke arah mereka, tak lupa dia melirik sekilas kepada Aluna yang tampak memandanginya dengan tatapan pilu penuh luka. Tapi, Adelia tak peduli bagaimana hancurnya perasaan Aluna saat ini. Justru dia bahagia karena telah berhasil merebut Faisal, suami Aluna. Wanita yang diduga mandul oleh keluarga Faisal. ‘’Panas banget ya malam ini.’’ Shela mengibas-ngibaskan tangannya, seolah dia kegerahan. Sambil mendelik ke arah Aluna. ‘’Iya, gerah. Mending kita ke kamar yuk!’’ ajak Megan dan mendapat anggukkan dari adiknya. Oliv anak bontot dari empat bersaudara itu hanya menarik napas panjang melihat kelakuan saudara-saudaranya. Dengan sengaja mereka melukai hati Aluna. Tanpa merasa berdosa, apalagi merasakan apa yang Aluna rasakan sebagai sesama perempuan. Sarah mendelik kepada Aluna. Dia beranjak bangkit dan berjalan mendekat ke arah menantunya. ‘’Berhenti menangis karena itu tak akan merubah apapun. Salahmu tak bisa memiliki keturunan sehingga aku harus merestui pernikahan Faisal dengan Adelia. Terima semuanya dan sadari kekuranganmu!’’ tegas Sarah. ‘’Jika kamu ingin melihat suamimu bahagia, seharusnya kamu ikhlas dengan pernikahan mereka. Hanya satu hal yang bisa membuat Faisal bahagia, yaitu memiliki keturunan!’’ lanjutnya. ‘’Bu, kenapa Ibu harus bicara seperti itu sama Mbak Aluna? Ibu kok tega? Aku lihat Mas Fais malah terpaksa menikahi perempuan itu. Hanya sebagai bentuk tanggung jawab, meski dia tak yakin apa benar-benar melakukannya atau tidak. Aku percaya Mas Faisal tak mungkin melakukan hal sebejat itu. Aku juga percaya kalau Mas Faisal tak akan mengkhianati Mbak Alun. Mas Faisal hanya mencintai Mbak Alun,’’ sergah Oliv. ‘’Tahu apa kamu soal pernikahan? Masih bocah ingusan! Menikah tanpa memiliki keturunan, sama saja tak punya tujuan dalam pernikahan itu sendiri.’’ Sarah melengos pergi setelah mengatakan hal tersebut. Di dalam kamar. Faisal tampak bingung dan gelisah. Dia tak mungkin menghabiskan malam bersama wanita yang tidak dicintainya, meski kini Adelia telah resmi menjadi istri kedua untuknya. Dia masih tetap memikirkan Aluna. Beberapa kali Faisal meneguk air minum yang ada di atas nakas, guna menghilangkan kegugupannya. Keringat mengucur di pelipis pria itu. Hawa malam ini terasa panas dirasakan olehnya. Padahal sebelumnya udara malam terasa dingin menerpa kulit. Entah apa sebabnya. Suara gemericik air yang berasal dari shower di kamar mandi terdengar berhenti. Tak lama pintu terbuka memunculkan wajah Adelia yang baru saja selesai membersihkan diri. Wanita itu keluar hanya berbalut handuk kecil yang mengekspos sebagian lekuk tubuhnya. Mata Faisal seolah tak bisa diajak kompromi. Terus menatap ke arah wanita itu tanpa berkedip. Kulit seputih susu yang masih dihiasi bulir air mengundang gejolak hasrat di dalam hati pria itu. Jakun Faisal bergerak naik turun, meneguk saliva dengan susah payah. Bibir ranum Adelia melengkung membentuk senyuman. Kaki jenjangnya berjalan mendekat ke arah tempat tidur, di mana Faisal duduk bersandar pada dipan. ‘’Kamu sudah tak sabar ya, Mas?’’ Jari-jari nakal Adelia mengelus dahi Faisal yang banjir oleh keringat. Adelia melirik ke arah nakas di mana ada dua gelas berisi cairan berbeda di sana. Satu gelas air putih yang sudah hampir habis, dan jamu kuat tradisional buatan Mbok Painem yang masih terisi setengahnya. ‘’Kamu belum habiskan jamunya. Habiskan dulu.’’ Adelia mengambil gelas jamu tersebut. Mencondongkan badannya sehingga dua bongkahan padat berisi terpampang jelas di depan muka Faisal. Pria itu melotot seraya meneguk saliva. Faisal mengerjapkan mata, mencoba menetralkan perasaan aneh yang membelenggu jiwa. Otaknya menolak untuk melakukan sesuatu pada wanita ini, tapi gelombang nafsu seolah mendorongnya menginginkan sesuatu untuk segera dituntaskan saat ini juga. Segera ia bangkit dari duduk. ‘’Mau kemana?’’ tanya Adelia. ‘’Aku mau mandi,’’ jawab Faisal terburu-buru berjalan menuju kamar mandi. Adelia tersenyum. Wanita itu segera mengambil pakaian di dalam lemari. Megan sudah mempersiapkan semua untuk ritual malam pertama mereka. Sebuah lingerie berwarna merah menyala kini melekat indah di tubuh Adelia. Mengekspos beberapa aset tubuhnya yang selama ini terbalut kain dan tertutup. Kemudian dia berbaring di atas tempat tidur yang telah ditaburi kelopak bunga mawar. Aroma memabukan menyeruak di udara yang berasal dari pengharum ruangan dengan aroma therapy yang membawa ketenangan. Beberapa menit berlalu, pintu kamar mandi terbuka. Faisal keluar dari sana dengan menggunakan handuk yang hanya menutupi bagian bawah tubuhnya saja. Sesaat dia terpesona melihat tubuh indah Adelia yang terbaring di atas tempat tidur dengan pakaian yang sangat minim dan menerawang. Langkah kaki pria itu terhenti sejenak di depan kamar mandi, seakan dia lupa apa yang harus dilakukannya saat ini. Yaitu berganti pakaian. ‘’Kamu sudah selesai?’’ Menyadari Faisal tengah diam-diam memandangi dirinya. Adelia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia tahu jika obat perangsang yang telah dibubuhkan pada minuman pria itu telah bereaksi. Tanpa obat itu, Adelia tak yakin Faisal mau menyentuhnya di malam pertama mereka. Secepat kilat Adelia menghadang langkah Faisal yang hendak mendekat ke arah lemari. Perut kotak-kotak seperti roti sobek yang kekar sangat menggoda, rasanya terlalu sayang untuk disia-siakan. ‘’Tak usah pakai baju,’’ cegah Adelia yang kini berdiri di depan pintu lemari. Memangkas jarak antara dirinya dengan Faisal. Tangan nakalnya mulai berulah, bermain-main di area sensitif Faisal hingga pria itu tak kuasa lagi menahan gejolak hasratnya. Nafsu Faisal sudah naik ke ubun-ubun dan tak dapat ditahan. Dia laki-laki normal yang tak akan membiarkan tubuh mulus dan sintal menganggur begitu saja. Tentu saja dia tak ingin melewatkan barang satu inchi pun. Dia menggendong tubuh Adelia dengan gaya bridal, lalu menghempaskan wanita itu ke atas tempat tidur. Ruangan ber-Ac ini terasa panas akibat permainan hangat mereka. Faisal seperti baru mengenal perempuan dan seperti baru merasakan sensasi penyatuan hingga ia terlihat ganas dan liar. Suara lenguhan serta desahan saling bersahutan mengisi seluruh penjuru kamar. Adelia tak menyangka jika Faisal bisa sehebat itu melayaninya di atas tempat tidur. Semakin cinta dia terhadap pria ini. Sementara di kamar lain, ada hati yang tengah patah. Ada perasaan yang sedang hancur dan benak yang melayang-layang membayangkan betapa hebatnya percintaan antara sang suami bersama madunya. Aluna hanya bisa menggelar sajadah di atas lantai yang dingin berselimutkan sepi. Berharap Tuhan memeluknya dan memberi kekuatan. Membantunya membuang pikiran negatif serta bayangan yang tak pantas muncul mengotori jiwanya. Aluna tak bisa tidur dari semalam hingga subuh tiba dan dia memilih bersimpuh di hadapan sang Pencipta. ‘’Shela, kamu dengar semalam suara Faisal dan Adelia? Mereka mengerang keenakan. Bisa kamu bayangkan kan betapa hebatnya mereka saat bercinta?’’ Suara Megan terdengar di luar sana. Sengaja wanita itu mengencangkan suaranya saat bicara melewati kamar Aluna. ‘’Mbak nguping ya? Kok bisa tahu?’’ tanya Shela. ‘’Enggak sengaja kedengeran pas malam mau ambil air minum. Duh, jadi gak sabar nunggu Mas Nando pulang,’’ seru Megan. Aluna yang sedang duduk berdoa tampak meremas mukena bagian dadanya yang terasa begitu sesak mendengar obrolan kedua iparnya.Selepas sholat subuh, seperti biasa Aluna segera ke dapur membantu Mbok Painem menyiapkan sarapan.‘’Mbak Alun gak usah bantuin Mbok. Biar Mbok kerjain semuanya sendiri,’’ ujar wanita berusia senja mencegah Aluna membantunya di dapur.‘’Gak apa-apa, Mbok. Biasanya juga aku bantu, kenapa sekarang gak boleh?’’ tukas Aluna sambil tersenyum.Mbok Painem menatap wajah Aluna yang sembab. Dia tahu jika semalaman wanita muda ini pasti tak bisa tidur. Ia bisa merasakan apa yang Aluna rasakan. Bisa jadi semalaman ini Aluna menghabiskan waktu dengan menangis. Hati perempuan mana yang tidak akan terluka saat suaminya menghabiskan malam pertama bersama wanita lain, bahkan harus seatap dengannya. Tak bisa dibayangkan seperti apa hancurnya hati Aluna.‘’Kenapa Mbok menatapku seperti itu?’’ tanya Aluna menyadari tatapan Mbok Painem yang begitu dalam memindai wajahnya.‘’Mbok tahu Mbak Alun sedang sedih. Makanya Mbok gak mau Mbak Alun bantuin Mbok di dapur. Lebih baik Mbak Alun istirahat saja di kamar
‘’Bicara apa kamu? Kamu tak pantas berkata seperti itu pada Aluna,’’ tegas Faisal kini tak tinggal diam melihat istrinya selalu diperolok.‘’Maaf.’’ Adelia tertunduk dalam setelah mendapat bentakan dari Faisal.‘’Kamu juga jangan bersikap kasar pada Adelia. Dia istrimu. Apa yang salah dengan perkataan Adelia pada Aluna? Apa yang Adel katakan benar. Aluna memang lebih pantas meminum jus itu agar rahimnya subur,’’ tegas Sarah membela menantu barunya.‘’Tapi, ibu sudah sering memberikan jus apapun untuknya. Aluna tetap tidak bisa hamil,’’ lanjut wanita itu memperparah rasa sakit yang dirasakan oleh Aluna.Tak kuat menghadapi hinaan yang ditujukan kepada dirinya, Aluna segera bangkit berdiri. ‘’Maaf, saya duluan.’’ Gegas wanita itu meninggalkan ruang makan. Berjalan menuju kamarnya.Kabut tipis menghalangi pandangan mata Aluna. Ia tak dapat membendung lagi air matanya, hingga akhirnya tumpah juga.‘’Ibu keterlaluan!’’ Faisal bangkit berdiri menyusul istrinya.‘’Mas!’’ Adelia menahan lenga
‘’Nikahi wanita itu, Mas!’’ gumam Aluna dengan suara bergetar.‘’Kamu ini bicara apa? Wanita mana yang kamu maksud?’’ tanya Faisal tak mengerti apa yang dikatakan oleh istrinya.‘’Adelia. Siapa lagi?’’ tegas Aluna. Dadanya begitu sesak saat berkata. Meski sakit dia tetap harus menyampaikan hal ini.Faisal terlihat gelagapan. Fajar baru saja menjelang, dia baru pulang dari apartemennya yang ditempati oleh sang sekretaris bernama Adelia. Suatu hal telah terjadi di antara dia dengan Adelia. Entah bagaimana ceritanya, Faisal tiba-tiba bangun dalam keadaan tanpa busana, berbaring di tempat tidur yang sama dengan wanita itu.Faisal tidak ingat apa-apa. Semalam dia datang ke apartemen atas permintaan Adelia. Melindungi wanita itu dari gangguan mantannya yang terus mengusik kehidupan Adelia. Suatu hari Adelia sempat meminta tolong karena mendapat ancaman dari mantannya yang saiko. Hingga Faisal menyuruh Adelia menempati apartemen miliknya demi keamanan wanita itu. Dan semalam, Adelia menghub
‘’Kamu harus segera menikahi Adelia!’’ Suara Sarah menggema mengisi seluruh penjuru ruangan. Mengundang semua penghuni rumah bermunculan dari kamar mereka di suasana subuh yang memilukan.‘’Bu, aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Ini salah paham!’’ bela Faisal.‘’Mas, kamu lupa kalau semalam kita ….’’ Kalimat Adelia terputus karena tangisnya pecah. Dia berlaku seolah menjadi korban yang paling tersakiti di sini. Senyatanya apa yang sedang dilakukannya saat ini hanya sebuah akting belaka.‘’Ada apa ini?’’ Megan, anak sulung Sarah muncul dan pura-pura terkejut mendengar keributan yang terjadi di depan kamar Faisal.‘’Mbak Adel? Kenapa pagi-pagi sudah ada di sini? Kenapa kamu menangis?’’ tanya Shela, adik Faisal. Anak nomor tiga di keluarga itu.‘’Mas kalian telah merenggut kehormatan Adelia. Sekarang, ibu meminta agar Faisal mau bertanggung jawab dan menikahi Adelia,’’ jelas Sarah membuat dua anak perempuannya membuka mulut lebar dan melotot karena terkejut. Ralat! Mereka hanya pura-
‘’Bagaimana para saksi sah?’’ ujar penghulu.‘’Sah!’’ Kompak semua yang ada di ruangan itu berseru.Tak perlu menunggu lama setelah kejadian tempo hari. Sarah segera menentukan tanggal pernikahan putranya bersama Adelia.Pernikahan digelar di sebuah rumah seorang pemuka agama di kota itu. Wali nikah yang merupakan ayah dari Adelia datang dari luar kota setelah mengetahui putrinya akan menikah secara siri dengan atasannya.Raut-raut bahagia terpancar di wajah mereka. Keluarga Faisal maupun keluarga mempelai wanita. Namun Faisal sendiri sama sekali tak menyangka ia akan menikahi wanita lain, mengkhianati cinta sucinya kepada sang istri, Aluna. Faisal masih berharap ini hanya mimpi baginya, meski tak dipungkiri secara sadar dia menyadari jika semua ini adalah kenyataan.‘’Selamat atas pernikahan kalian, semoga langgeng.’’ Megan menyalami kedua mempelai. Adik kandung serta iparnya yang kini tengah berbahagia di hari pernikahan mereka.‘’Aamiin, makasih,’’ ujar Adelia dengan wajah sumringa