‘’Mau apa kamu datang kesini?’’ sergah Adelia kaget melihat Nando, mantan kekasihnya tiba-tiba datang.
‘’Kamu yang ngapain di sini?’’ seru Nando seraya masuk ke dalam rumah, sementara Adelia memundurkan tubuhnya. Tiba-tiba dari arah lain seseorang menyahut. ‘’Mas Nando?’’ Megan segera berhambur memeluk suaminya yang baru saja datang dari luar kota. Setelah hampir satu bulan tak bertemu, dia merasa kangen pada suaminya. Dahi Adelia mengernyit melihat Megan memeluk mantan kekasihnya. ‘’Oh iya, Mas, ini Adelia, istri baru Faisal.’’ Megan memperkenalkan Adelia kepada suaminya. ‘’Adel, kenalin, Mas Nando suami Mbak,’’ lanjutnya melirik ke arah dua orang itu secara bergantian. Perlahan Nando menjulurkan tangan dan dijabat oleh Adelia. ‘’Nando.’’ ‘’Adel.’’ Tangan mereka sesaat saling menjabat, lalu Adelia gegas melepaskannya. Adelia baru tahu jika Nando– mantan kekasihnya ini merupakan suami dari iparnya. Selama menjalin hubungan dengan Nando dulu, Adelia tak tahu jika pria ini sudah beristri. Sementara Nando sendiri tidak begitu terkejut melihat Adelia berada di rumah. Justru dia datang untuk memastikan kalau istri baru Faisal yang bernama Adelia adalah orang yang sama dengan yang dia kenal. Ternyata benar dugaannya, Adelia istri kedua Faisal adalah mantan pacarnya. Lebih tepatnya selingkuhannya. Nando sempat melihat foto yang diupload Megan di sosial media saat pernikahan Faisal. Dia tampak terkejut melihat wanita yang mengenakan kebaya putih di samping Faisal. Wanita yang begitu familiar. Terlebih setelah dia mendengar kabar dari Megan kalau Faisal menikahi sekretarisnya yang bernama Adelia. Untuk membuktikannya, Nando pulang dari luar kota agar bisa melihat secara langsung apakah Adelia yang menikah dengan Faisal itu orang yang sama. ‘’Kenapa malah bengong? Kalian saling kenal?’’ tanya Megan memergoki Adelia dan Nando yang tampak bengong saling menatap satu sama lain. Adelia segera mengerjapkan mata. Rasa terkejut membuatnya tak sengaja memandangi wajah Nando. Pria yang sudah hampir satu tahun menjalin hubungan dengannya. Tapi kemudian lost contact setelah Adelia mengatakan satu hal penting pada Nando. Pria itu menghilang tanpa kabar dan tidak mau bertanggung jawab. ‘’Tidak, Mbak. Aku hanya sedikit familiar saja dengan wajah Mas Nando. Perasaan pernah ketemu tapi gak tahu di mana. Mungkin aku salah,’’ kilah Adelia. Megan tertawa kecil. ‘’Mungkin wajah Mas Nando pasaran.’’ ‘’Kok kamu gitu sih, sayang.’’ Nando mengelus puncak kepala istrinya. ‘’Becanda sayang. Yuk kita masuk! Kamu pasti capek kan? Aku buatin minum ya.’’ Megan merangkul pinggang suaminya, begitu juga sebaliknya. Mereka pamer kemesraan di hadapan Adelia. ‘’Adel, kami duluan ya,’’ sahut Megan dan Adelia hanya mengangguk pelan. Adelia menatap punggung keduanya yang kian menjauh memasuki ruangan lain di rumah ini. ‘’Pantas saja kau tak mau bertanggung jawab, Mas. Ternyata kau sudah punya istri,’’ gumam Adelia pelan. ‘’Tapi gak apa-apa. Aku sudah punya Mas Faisal yang lebih gagah, tampan dan mapan tentunya.’’ Adelia menyeringai lalu menyusul masuk ke ruangan lain. ** Adelia berjalan melangkah di koridor. Dia hendak menuju ruang makan untuk makan malam bersama keluarga. Saat ini Faisal masih banyak urusan pekerjaan sehingga suaminya itu belum pulang ke rumah. Tiba-tiba ada langkah yang mengikutinya di belakang. Kemudian menarik lengan wanita itu dan membawanya ke sebuah ruangan yang ada di sana. Adelia hampir saja menjerit jika mulutnya tak segera dibungkam oleh tangan Nando. ‘’Diam! Jangan berisik, nanti mereka tahu kalau kita saling kenal bahkan sempat punya hubungan.’’ Nando memperingatkan. ‘’Mau apa kamu?’’ desis Adelia pelan. Dia menjauhkan tangan Nando yang membungkam mulutnya. ‘’Aku kangen sama kamu, sayang.’’ Nando menyibak helaian rambut Adelia yang menutupi sebagian wajah wanita itu. Saat ini Adelia berada dalam kukungan Nando. Punggung wanita itu bersandar di dinding, kedua tangan Nando menghadang di kedua sisi tubuhnya. Sehingga ia tak bisa kemana-mana. ‘’Jangan berani menyentuhku! Sekarang aku sudah menjadi istri Faisal. Kau tahu itu!’’ sergah Adelia menepuk tangan Nando yang mulai nakal. Berani menyentuhnya. Bukannya menjauh, Nando malah tertawa seolah menertawakan perkataan Adelia barusan. ‘’Apa yang lucu?’’ ketus Adelia merasa Nando sedang menghinanya. ‘’Dasar wanita m*rahan. Kemarin kamu jadi simpanan aku. Sekarang kamu menjadi istri kedua Faisal, adik iparku. Apa tidak lucu? Dan kamu berbangga hati karena ada yang bersedia menikahimu?’’ sungut Nando membuat Adelia geram. ‘’Apa Faisal tahu kalau kamu sedang hamil?’’ Nando memicingkan mata.‘’Apa Faisal tahu kamu sedang hamil?’’ ‘’Diam!’’ Adelia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Memastikan tak ada yang mendengar perkataan Nando saat ini.‘’Oh aku tahu. Kau pasti mau menipu Faisal kan? Kalau sebenarnya saat ini kamu sedang hamil dan kamu mengambil kesempatan ini agar bayi dalam kandunganmu itu memiliki ayah. Bodoh sekali ternyata adik iparku itu ya. Dia tak bisa membedakan mana perawan dan mana yang bodong,’’ kekeh Nando, mulutnya seakan tidak disekolahkan.‘’Kamu diam dan tak perlu ikut campur jika kamu sendiri tak mau bertanggung jawab!’’ tegas Adelia seraya menunjuk wajah Nando dengan geram.‘’Aku bertanggung jawab?’’ Nando memiringkan bibir. ‘’Bagaimana mungkin aku bertanggung jawab, sedangkan aku sangsi kalau benih yang tumbuh di dalam perutmu itu adalah benihku. Siapa tahu kan itu benih pria lain,’’ sergah Nando asal.Plak!Adelia mendaratkan satu tamparan keras di pipi pria itu.‘’Berani sekali kau menamparku!’’ Nando hendak memukul Adelia, membalas tamparan ya
Malam sekali Faisal datang. Dia berjalan ke arah kamar Aluna. Sudah beberapa minggu ini dia tidur dengan Adelia. Semenjak menikahi istri keduanya itu, Faisal jarang menyentuh Aluna lagi.Kini dia ingin bersama Aluna. Dia merindukan istri pertamanya. Pintu kamar untungnya tidak dikunci oleh Aluna sehingga Faisal bisa masuk ke dalam. Betapa terkejutnya Faisal mengetahui Aluna ketiduran di atas sajadah yang tergelar, dengan masih lengkap mengenakan mukena berwarna putih bersih yang merupakan mas kawin darinya dulu ketika menikah.Faisal menutup dan mengunci pintu kamar. Menyimpan tas kerja di atas sofa. Melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya lalu mendekat ke arah Aluna. Dia berjongkok di hadapan istrinya yang tak terjaga dalam tidur. Mengelus lembut pipi bersemu merah dengan penuh cinta. Gegas dia gendong Aluna dan dipindahkan ke tempat tidur.Wanita itu menggeliat terkejut ketika merasakan tubuhnya melayang di udara.‘’Mas Faisal?’’ Mata Aluna membulat ketika membuka mata, menyada
‘’Tadi malam kamu tidur di mana?’’ tanya Sarah menyelidik.‘’Apa ibu harus tahu aku tidur di mana?’’ Faisal sedikit kesal.‘’Adelia bilang kamu tidak masuk ke kamarnya setelah pulang kerja. Padahal Adelia menunggumu semalaman.’’ Sarah menatap tajam wajah putranya.‘’Aluna juga berhak atas aku, Bu. Dia istri pertamaku. Ibu juga tidak berhak mengatur urusan rumah tanggaku terus menerus.’’Perbincangan ibu dan anak itu seketika terhentikan oleh Adelia yang tiba-tiba muntah-muntah.‘’Adelia?’’ Sarah mengikuti langkah Adelia yang pergi ke toilet dan muntah-muntah di sana.‘’Adelia!’’ Sarah mengetuk pintu toilet yang berada di ruang tengah. Saat ini keluarga Aditama sedang berkumpul di sana selepas sarapan. Hari sedang libur kerja, sehingga seluruh anggota keluarga ada di rumah.Tak lama Adelia keluar dari toilet tersebut. Wajahnya pias dan matanya berair selepas memuntahkan isi dalam perut.
Kehamilan Adelia menjadi diagung-agungkan oleh keluarga Faisal, terutama oleh Sarah ibunya Faisal. Aluna semakin tersisih di rumah itu dan menjadi bahan hinaan bagi mereka karena Aluna belum bisa memberikan keturunan untuk Faisal, seperti Adelia yang kini telah hamil di usia pernikahan yang masih baru.Adelia diperlakukan seperti ratu di rumah itu oleh mertua dan ipar-iparnya. Hal tersebut membuat Adelia semakin besar kepala dan merasa paling berkuasa sehingga dia bisa semena-mena kepada Aluna.‘’Mbak Alun, bisa tolong bikinin aku salad buah?’’ tanya Adelia sambil duduk bersantai di ruang televisi dan kaki selonjoran di atas sofa.‘’Kamu mau salad? Aku beliin ya? Ada penjual salad langgananku rasanya enak,’’ tawar Megan.‘’Enggak. Aku maunya buatan Mbak Alun. Mungkin bawaan bayi,’’ ujar Adelia sambil memegang perutnya yang masih rata.‘’Aluna! Segera buatkan!’’ titah Sarah. ‘’Aku tidak mau nanti cucuku ngeces hanya gara-gara gak dituruti pengen makan salad,’’ lanjut wanita itu.Aluna
‘’Tidak bisa begitu, Bu. Aku harus bersikap adil pada kedua istriku. Aluna istri pertamaku. Istri yang sah di mata agama maupun hukum. Dia punya hak menerima nafkah dariku. Aku akan membagi jatah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.’’Faisal menolak perintah ibunya yang memintanya agar memberi jatah lebih besar pada Adelia dibandingkan pada Aluna.‘’Aluna gak butuh apa-apa. Dia paling beli keperluan sendiri, mempercantik dirinya sendiri supaya tidak makin kalah oleh Adelia. Sementara Adelia sudah jelas akan banyaik kebutuhannya sebab dia sedang hamil anakmu!’’ Sarah tetap kekeh dengan keinginannya.‘’Bu, tolong! Biarkan urusan ini menjadi urusan kami bertiga. Ibu jangan ikut campur masalah uang yang akan aku berikan pada mereka.’’ Faisal berkata dengan sangat hati-hati agar tak menyinggung perasaan ibunya.‘’Faisal, kamu harus ingat! Uang yang kamu dapatkan itu berasal dari perusahaan almarhum ayahmu, yakni suami ibu. Jadi, ibu masih punya hak untuk mengatur semuanya. Berikan uang l
Aluna tak mau terus terpuruk menjadi bahan hinaan di keluarga ini. Harga dirinya seakan terinjak-injak oleh mereka, keluarga suaminya. Ditambah lagi Faisal– suaminya sudah tak bisa berpihak lagi kepadanya. Aluna tak lebih dijadikan seorang pembantu di rumah ini. Kehadirannya tak dianggap sebagai istri pertama Faisal di mata mertua serta iparnya. Dia dianggap wanita mandul yang tak berguna sehingga dipandang sebelah mata.Kini saatnya Aluna bangkit. Dia lelah terus bersabar menghadapi orang-orang yang malah semakin menginjaknya saat diam tak melawan. Bersabar bukan berarti harus tunduk dan rela diinjak harga dirinya. ‘’Aluna? Kamu mau kemana?’’ tanya Sarah terkejut saat pagi itu di meja makan tengah sarapan bersama anggota keluarga yang lain.Aluna duduk di kursi biasa, tak segera menjawab pertanyaan mertuanya.‘’Aluna, kamu kenapa pakai pakaian itu?’’ tanya Faisal yang juga heran melihat Aluna berpakaian layaknya wanita kantoran.‘’Maaf, Mas, aku belum sempat bilang ke kamu kalau ak
Aluna melangkah pelan memasuki sebuah kantor barunya tempat dia bekerja. Senyuman mengembang di bibir wanita berhijab itu tatkala melihat seorang sahabat yang setengah berlari mendekat ke arahnya. ‘’Aluna?’’ Wanita itu merentangkan tangan, berhambur memeluk Aluna, meluapkan rasa rindu yang teramat dalam. ‘’Nazwa. Kamu kerja di sini juga?’’ Tak menyangka Aluna bertemu dengan teman kuliahnya dulu. Nazwa mengurai pelukan dan mengangguk cepat sebagai jawaban dari pertanyaan Aluna barusan. ‘’Kamu?’’ Nazwa mengangkat sebelah alisnya. ‘’Ini hari pertamaku masuk kerja di sini,’’ jelas Aluna dan Nazwa pun manggut-manggut. ‘’Kamu kerja lagi, memangnya suamimu mengizinkan kamu kerja? Bukannya dulu kamu sempat bilang kalau kamu resign dari perusahaan lama karena gak dibolehin kerja sama suamimu?’’ cerca Nazwa penasaran. Raut wajah Aluna yang semula dihiasi senyuman seketika berubah diselimuti kabut kesedihan. Hal itu membuat Nazwa penasaran. ‘’Ada apa?’’ Nazwa memicingkan mata. ‘’
‘’Kamu baik-baik saja?’’ tanya salah satu rekan kerja Aluna yang berada di satu toilet yang sama.Aluna mengulas senyum meski rasa pusing di kepalanya membuatnya kurang nyaman. ‘’Aku baik-baik saja, kok.’’‘’Wajahmu pucat, sebaiknya kamu izin pulang ke bos,’’ ujar rekan kerjanya tadi.‘’Ini hari pertama aku kerja. Gak mungkin aku izin, gak enak juga kan sama yang lain. Nanti juga sembuh, kayaknya cuma masuk angin biasa.’’ Aluna mencuci tangan di wastafel. Memperbaiki make-up yang sedikit berantakan setelah muntah-muntah.‘’Tadi pagi udah kerasa? Seharusnya kamu gak usah masuk tau lagi sakit. Walaupun hari pertama kerja, tapi kan bisa mengganggu kerjaan kamu kalau keadaan kamu sendiri kurang sehat. Bos kita itu baik, dia pasti ngerti,’’ balas wanita itu.‘’Tadi pagi sih baik-baik saja. Tiba-tiba mual sama pusing, gak tahu kenapa,’’ timpal Aluna.‘’Jangan-jangan kamu hamil. Kamu udah nikah kan?’’ ‘’Hamil?’’ Seketika Aluna terdiam. Dia memang sudah telat datang bulan, tapi dia tidak ber
‘’Boleh aku duduk?’’ tanya Adrian, meminta izin.Sebenarnya Aluna sedikit ragu, tapi menolak pun rasanya tak mungkin. Terpaksa Aluna mengiyakan. ‘’Silahkan.’’Adrian menggeser kursi lalu duduk di sana. ‘’Gimana kabarmu sekarang?’’‘’Seperti yang kamu lihat. Alhamdulillah, aku baik.’’ Aluna tersenyum.‘’Maksudku– masalahmu. Apa sudah selesai?’’ tanya Adrian.Aluna tak segera menjawab, terlihat ragu. Adrian mengerti, mungkin dia terlalu kepo dengan urusan pribadi Aluna.‘’Maaf, kalau aku terlalu ikut campur. Gak perlu dijawab juga. Tapi aku harap urusanmu itu sudah selesai dan semuanya baik-baik saja,’’ timpal Adrian, suasana sedikit canggung.Aluna mengangguk sambil tersenyum tipis. Seorang pelayan melintas di meja mereka, Adrian segera memanggilnya.‘’Mbak!’’ Adrian melambaikan tangan ke arah pelayan itu. Pelayan itu pun menghampiri meja mereka. Memberikan buku menu pada pria yang memanggilnya.‘’Aluna, kamu mau pesan lagi?’’ tanya Adrian.‘’Tidak. Sudah cukup. Aku udah kenyang,’’ to
‘’Saya duluan, Pak.’’ Aluna segera berlalu dari hadapan Bastian. Berjalan menuju ruangannya. Jam istirahat sebentar lagi tiba, dia harus merapikan beberapa dokumen bekas meeting tadi. Setelah itu baru keluar mencari makan siang. Dia sudah punya janji dengan Nazwa siang ini untuk makan siang bersama."Aluna, tunggu!" Nazwa memanggil dengan suara yang sedikit lebih keras dari biasanya. Aluna, yang sedang berjalan menuju ruangannya, menoleh ke belakang. Ditatapnya Nazwa yang tampak berjalan cepat menghampirinya. Ada raut yang tak biasa di wajah sahabatnya itu.Aluna menunggu dengan sabar, menyesuaikan langkahnya agar mereka bisa berbicara. "Ada apa, Na?" tanyanya, sedikit heran karena Nazwa terlihat agak tegang.Nazwa berhenti tepat di depan Aluna, memandangnya dengan tatapan yang sulit dibaca. "Kenapa Bastian begitu perhatian sama kamu tadi? Aku lihat dia memperhatikanmu lebih dari yang seharusnya." Suara Nazwa sedikit bergetar, meskipun ia berusaha keras untuk terlihat tenang.Aluna t
Danu dan Murni duduk di ruang utama, menunggu dengan sabar kepulangan putri mereka. Hati mereka berdebar, perasaan cemas dan khawatir menyelimuti suasana di rumah itu. Akhirnya, pintu terbuka, dan Aluna muncul di ambang pintu. Wajahnya terlihat letih, seolah ada beban berat yang tengah dipikul.“Bagaimana? Apa kamu sudah punya keputusan tentang nasib rumah tanggamu dengan Faisal ke depannya?” tanya Danu dengan nada yang sedikit terdengar tak sabar. Mata Danu menatap Aluna penuh harap, ingin tahu jawaban yang sudah lama dinantikannya.“Pak, biarkan Aluna duduk dulu,” ujar Murni, suara lembutnya mencoba meredakan ketegangan yang terasa.Ketiganya kemudian duduk di kursi ruang utama. Murni dengan penuh perhatian membawakan segelas air putih untuk putrinya. Aluna menerima gelas itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Wajahnya terlihat pucat, matanya sembab, dan ada kesedihan yang begitu mendalam terpancar dari raut wajahnya. Murni tahu persis betapa berat yang sedang dirasakan putrinya. S
“Aluna, kamu kembali ke rumah ini?” Faisal menghampiri wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu. Sekilas, ada kecanggungan di antara mereka. Namun kini, mereka sedang pisah rumah, bahkan sudah lama pisah ranjang. Suasana yang semula hening terasa semakin menyesakkan di ruangan ini, dipenuhi ketegangan yang seolah tak akan pernah reda.“Tidak, Mas. Aku belum bisa kembali ke rumah ini, atau bahkan mungkin tidak akan pernah lagi kembali ke sini. Kedatanganku saat ini untuk menjenguk ibumu,” jawab Aluna tegas. Kata-katanya terdengar begitu berat, seperti ada beban yang tak terungkapkan.Faisal terdiam sejenak. Matanya mencari-cari rasa sesal yang sudah lama tak terucap, berharap pada sebuah kesempatan yang entah bagaimana harus ia peroleh. “Tolong beri aku kesempatan,” pinta Faisal, suaranya dipenuhi dengan ketulusan yang menggetarkan. “Aku akan melakukan apapun untuk menebus kesalahanku, supaya kita bisa bersama lagi. Ingat, Aluna, ada anak kita di dalam perutmu.” Ucapan itu meng
‘’Megan, Shela, kalian temui Aluna. Bujuk dia agar mau kembali dengan Faisal,’’ titah Sarah pada kedua putrinya.‘’Aku rasa Mbak Aluna tak akan begitu saja menerima apa yang telah kalian lakukan kepadanya selama ini. Mulut kalian terlalu jahat dan banyak menyakiti hati Mbak Aluna. Dia pantas meskipun tidak memaafkan kalian. Bahkan, kalian juga yang telah membuat hubungan Mbak Aluna dengan Mas Faisal berantakan,’’ tukas Oliv.‘’Perkataanmu itu bukan hanya untuk Megan dan Shela kan? Tapi juga untuk ibu,’’ sergah Sarah, merasa tersindir.‘’Aku tidak bilang begitu, tapi jika ibu merasa tersindir berarti ibu sama seperti mereka.’’ Oliv begitu santainya berkata demikian.‘’Sudah mulai kurang ajar kamu sama Ibu?’’ seloroh Megan, merasa adiknya sudah tidak sopan.‘’Aku hanya mengatakan fakta. Permintaan maaf kalian terhadap Mas Faisal bahkan belum tulus. Buktinya kalian masih merasa tidak berdosa atas apa yang kalian lakukan.’’ Olive menghela napas panjang dalam sejenak. ‘’Mudah sekali bagia
Aluna mengintip di balik kaca jendela kamarnya. Melihat kepergian Faisal dengan langkah gontai setelah mendapat penolakan dari sang ayah ketika pria itu ingin bertemu dengannya.Rasa kecewa kedua orang tua Aluna begitu besar terhadap Faisal. Pria yang mereka pikir akan bertanggung jawab penuh dan menjamin kebahagiaan putri mereka, namun justru sebaliknya. Faisal malah menorehkan luka yang paling dalam, terlebih saat ini Aluna sedang hamil muda.Gurat penyesalan terlukis di wajah Faisal yang menghentikan langkah sejenak, melirik ke arah jendela. Seolah tahu di sana Aluna tengah memperhatikannya. Gegas tangan Aluna melepas tirai yang semula disibaknya sedikit. Perasaan cinta masih tersimpan di dalam hati Aluna terhadap suaminya, tetapi rasa sakit dan kecewa pun tak kalah besar dari rasa cintanya pada pria itu.Aluna belum punya keputusan apa-apa untuk menentukan nasib rumah tangganya. Mobil Faisal terdengar pergi meninggalkan halaman rumah Aluna. Separuh jiwa Aluna seakan ikut pergi be
Suasana di rumah sakit tampak cemas. Koridor-koridor yang biasanya sibuk dengan lalu-lalang orang, seolah terhenti sejenak ketika berita buruk datang. Sarah, ibu dari Faisal, Megan, Shela, dan Oliv, terjatuh di rumah akibat serangan jantung mendadak. Dengan tergesa-gesa, ia dibawa ke rumah sakit, namun keadaan Sarah tetap belum stabil. Faisal, anak laki-laki satu-satunya di keluarga Aditama, tampak kebingungan dan cemas, berdiri di ruang tunggu rumah sakit dengan mata yang penuh kekhawatiran.Melihat Faisal yang semakin gelisah, Megan dan Shela mencoba memberikan dukungan, tetapi mereka sendiri pun tak bisa menyembunyikan kecemasan mereka. Oliv, anak bungsu yang masih remaja, hanya bisa terdiam di sudut ruang tunggu, berusaha keras menahan air matanya. Tapi tidak ada yang bisa menandingi beban pikiran Faisal. Tidak hanya memikirkan ibunya yang terbaring lemah, namun juga nasib rumah tangganya yang sedang berada di ujung tanduk.Faisal mendoakan ibunya dengan penuh harapan, berharap Sa
‘’Aku akan pergi, tapi aku akan membawa suamimu,’’ tegas Adelia dengan tatapan nyalang. Perkataannya membuat semua yang ada di sana sangat terkejut. Sedang Nando semakin gelisah karena ucapan Adelia barusan.Adelia membongkar kebusukan Nando, suami Megan. "Suamimu yang telah menghamiliku. Kau pasti tidak tahu kan, jika Mas Nando itu kekasihku?"Megan terdiam, mulutnya tercekat oleh kata-kata Adelia yang begitu tajam. Pandangannya yang semula tajam berubah kabur, seperti ada yang menghimpit dadanya. "Apa maksudmu, Adelia? Jangan bicara sembarangan!" jawab Megan, suaranya bergetar.Nando pun segera membela diri, berusaha untuk menutupi kebohongannya yang sudah terancam terbongkar. "Jangan dengarkan dia, Megan! Ini semua hanya fitnah. Adelia hanya ingin menghancurkan hidup kita!"Namun, semua yang ada di ruangan itu tampak terkejut mendengar pengakuan Adelia. Jantung Megan berdebar kencang, rasa sakit mulai merambat dalam dirinya. Adelia melanjutkan, "Megan, aku hanya ingin kau tahu kebe
Aluna berdiri di carport rumah mereka, tubuhnya kaku dengan raut wajah penuh ketegasan. Ia menatap Faisal, suaminya, yang kini berdiri di depannya dengan wajah penuh harap dan kebingungan. Wajah Faisal yang biasanya penuh dengan senyuman kini terlihat muram, matanya memancarkan ketakutan akan kehilangan.Faisal melangkah maju, berusaha meraih tangan Aluna, tetapi dengan cepat Aluna menepisnya. Gerakan tangannya begitu tegas, seolah ingin memberi jarak antara mereka yang semakin melebar."Aluna, tolong jangan pergi!" Faisal memohon, suaranya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Ia menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, seolah memohon kepada Tuhan agar bisa membalikkan keputusan yang telah diambil oleh istrinya.Aluna menatap suaminya dengan tajam. Matanya yang biasanya lembut kini dipenuhi kemarahan dan kekecewaan. Ia merasa cukup lama disakiti, merasa terhimpit dalam hubungan yang dipenuhi dengan tekanan dari keluarga Faisal yang tak pernah memberi ruang untuknya."Aku h